Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO sehat adalah keadaan secara jasmani, mental sosial dan bukan hanya
suatu keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
Menurut UU No 36/2009 tentang kesehatan. Sehat adalah sejahtera dari badan (jasmani)
jiwa (rohani) dan sosial yang memungkinka setiap orang hidup secara sosial dan ekonami.
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah mengutamakan dalam mencapai
kemampuan dan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal kesehatan mencakup selurunh kehidupan aspek manusia baik kesehatan
fisik dan mental.
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara
maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan
kematian secara langsung, Namun gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan
individu dalam berkarya serta ketidaktepatan individu dalam berperilaku yang dapat mengganggu
kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif
(Hawari,2000).
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara
somato-psiko-sosial. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang
patologik dari unsur psikis. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Hal-hal
yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan, usia dan Jenis Kelamin, keadaan
fisik, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan,
pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa
permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya.
Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya
gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan
dalam melaksanakan peran social (Depkes, 2000).
Menurut klasifikasi Diagnostic and Statisyical Manual of Mental Disorder Text Revision
(DSM IV, TR 2000), harga diri rendah merupakan salah satu jenis gangguan jiwa kategori
gangguan kepribadian (Videbeck, 2008).

1
Menurut WHO, jika prevelensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000 penduduk dunia,
maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000 penduduk yang merupakan anggota keluarga,
data hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, artinya 2,6 kali lebih tinggi dari
ketentuan WHO. Ini sesuatu yang sangat serius dan World Bank menyimpulkan bahwa gangguan
jiwa dapat mengakibatkan penurunan produktivitas sampai dengan 8,5 % saat ini. Saat ini
gangguan jiwa menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan 11,5 %
(http://www.kompas.com, diambil pada tanggal 20 oktober 2010).
Penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa diperkirakan sebanyak 26 juta, dimana
panik dan cemas adalah gejala paling ringan (WHO, 2006).
Gambaran gangguan jiwa berat di Indonesia pada tahun 2007 memiliki prevalensi sebesar
4,6 permil, artinya bahwa dari 1000 penduduk Indonesia terdapat empat sampai lima diantaranya
menderita gangguan jiwa berat (Puslitbang Depkes RI, 2008).
Penduduk Indonesia pada tahun 2007 sebanyak 225.642.124 jiwa sehingga pasien gangguan
jiwa di Indonesia pada tahun 2007 diperkirakan 1.037.454 jiwa (Pusat Data dan Informasi Depkes
RI, 2009). Hasil Riskesdas tahun 2007 untuk provinsi Jawa Barat didapatkan data individu yang
mengalami gangguan jiwa sebesar 0,22% dari jumlah penduduk dan untuk wilayah Bogor sebesar
0,40% (Puslitbang Depkes RI, 2008). Angka ini menunjukkan bahwa anggota masyarakat yang
mengalami gangguan jiwa berat cukup besar atau dapat dikatakan cukup banyak. Gangguan jiwa
berat yang paling banyak ditemukan adalah Skizofrenia.
Upaya mengatasi masalah kesehatan jiwa diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan jiwa
berbasis komunitas. Bentuk pendekatan manajemen pelayanan kesehatan jiwa komunitas yang
dikenal dengan istilah Community Mental Health
Nursing (CMHN) (Keliat, 2007).

Tingginya Angka Kejadian Gangguan Jiwa Halusinasi Di Jawa Barat dan Peran Perawat Dalam
Mengatasinya
Menurut undang-undang No 36 Tahun 2009 pasal 1 kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial . Menurut UU kesehatan
Jiwa No.36 tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan Fisik,
intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang
lain Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa manusia selalu dilihat sebagai kesatuan
yang utuh (holistik) dari unsur badan (organobiologi), jiwa (psiko edukatif), sosial (sosio kultural),
yang tidak dititik beratkan pada penyakit tetapi pada kualitas hidup yang dimilikinya yang terdiri dari
kesejahteraan dan produktifitas ekonomi serta kesehatan jiwanya.

2
Kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis (serasi), dan memperhatikan semua segi
kehidupan manusia dalam hubungannya dengan orang lain. Kesehatan jiwa adalah bagian yang tidak
terpisahkan (integral) dari kese hatan dan unsur utama dalam menunjang terwujudnya
kualitas hidup manusia secara utuh. (Depkes RI,2002) . Masalah kesehatan jiwa mempunyai lingkup
yang sangat luas dan kompleks serta saling berhubungan satu dengan lainnya. Apabila individu tidak
mampu mempertahankan keseimbangan atau mempertahankan kondisi mental yang sejahtera, maka
individu tersebut akan mengalami gangguan, dan apabila gangguan tersebut secara psikologis maka akan
mengakibatkan individu mengalami gangguan jiwa. Dari berbagai penyelidikan dapat dikatakan bahwa
gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal,baik yang berhubungan dengan
fisik,maupun yang mental (Yosef,iyus,2009:77)
Menurut Dadang hawari dalam bukunya pendekatan holistik pada gangguan jiwa menyebutkan
bahwa salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat diseluruh dunia adalah gangguan jiwa Skizofrenia
dan salah satu jenis Skizofrenia adalah Skizofrenia Paranoid Berdasarkan data laporan insiden kasus
gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa Provinsi Jawa Barat Priode bulan Januari sampai April
2011 dapat dilihat pada table Berikut :
Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi Penyakit Gangguan Jiwa Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa
Barat Periode Bulan Januari-April 2011

No Jenis Gangguan Jiwa Jumlah Persentase


(orang) (%)
1 Schizofrenia Hebefrenik 277 30 %
2 Schizofrenia Paranoid 261 28 %
3 Schizofrenia Residual 115 13 %
4 Episode Depresi; Gangguan Suasana 95 10 %
Perasaan YTT
5 Gangguan Psikosa Akut dan Sementara 77 8%
6 Schizofrenia YTT 30 3%
7 Episode Manik dan Gangguan Afektif 22 2%
Bipolar
8 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat 18 2%
Zat Psikoaktif
9 Gangguan Anxietas Fobik; Gangguan 14 2%
Anxietas Lainnya

3
10 Gangguan Psikotik Non Organik 13 2%
Lainnya
Total 922 100%

Sumber : Laporan Diagnosa Penyakit Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
Periode Januari-April 2011

Data diatas menunjukan persentase penyakit gangguan jiwa dari jumlah 922 orang yang dirawat dirumah
RSJ provinsi Jawa Barat. Kasus Skizofrenia Paranoid menduduki urutan kedua sebanyak 261 orang
(28%) dari 10 besar gangguan jiwa yang ada dirumah sakit jiwa Provinsi Jawa Barat. Maka dapat
diketahui bahwa Skizofrenia Paranoid memiliki prevalensi yang cukup besar.Salah satu faktor
pendukung timbulnya Skizofrenia Paranoid adalah mengalami gangguan sensori persepsi.. Gangguan
sensori persepsi adalah ketidakmampuan individu dalam mengidentifikasi stimulus sesuai dengan
informasi yang diterima melalui panca indra. Gangguan sensori persepsi ditandai oleh adanya halusinasi,
yaitu individu menginterpretasikan sesuatu yang tidak ada stimulus dari lingkungan. Tabel dibawah ini
menjelaskan angka kejadian Gangguan sensori persepsi halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa
Barat :

Tabel 1.2 Daftar Distribusi Diagnosa Keperawatan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa
Barat Periode Bulan Januari-April 2011
No Diagnosa Keperawatan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Gangguan sensori persepsi halusinasi 8922 61 %
2 Isolasi sosial 1823 12 %
3 Perilaku kekerasan 1799 12 %
4 Waham 902 6%
5 Harga diri rendah 647 5%
6 Defisit perawatan diri 446 3%
7 Resiko bunuh diri 194 1%

Total 14810 100%


Sumber : Catatan Rekam Medik RSJ Prov. Jawa Barat Periode Januari-April 2011
Berdasarkan data tabel 1.2 diatas diagnosa keperawatan jiwa Gangguan Sensori Persepsi berada pada
tingkat Pertama sebanyak 8922 orang (61%). gangguan sensori persepsi halusinasi Berdampak langsung

4
pada permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien itu sendiri seperti : gangguan kebutuhan
nutrisi, kebutuhan istirahat tidur, kebutuhan personal hygine, kebutuhan rasa aman, komunikasi,
sosialisasi, spiritual dan aktualisasi diri.oleh karena itu peran perawat dalam membantu pasien dalam
memenuhi kebutuhannya. Perawat harus mampu melakukan pendekatan pada klien khususnya
klien sebagai manusia yang utuh yang meliputi aspek bio-psiko-sosiak-spritual melalui proses
keperawatan yang komprenshif, dan perawat harus memiliki kemampuan dan tekhnik komunikasi
terapeutik dalam membina hubungan saling percaya dengan pasien yang merupakan dasar utama dalam
melakukan asuhan keperawatan
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis mampu mempeloleh pengalaman secara nyata dan mampu melaksanakan asuhan
keperawatan yang komprehensif meliputi Bio, Psiko, Soisial, dan Spiritual pada klien dengan
gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran.
2. Tujuan kusus
Penulis diharapkan mampu :
a. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi :
halusinasi pendengaran.
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pandengaran
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi :
halusinasi pendengaran.
d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pandengaran
e. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pandengaran
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pandengaran.
C. Metode Poenulisan
Dalam penulisan laporan kuliah lapangan ini, penulis m,enggunakan metode pengumpulan data
diantaranta :
1. Metode wawancara
2. Metode studi
3. Observasi
4. Sumber dan jenis data

5
D. Sistematika penulisan
BAB I. pendahuluan yang bersi latar belakang , tujuan penelitian, metode penelitian dan
sistematika penulisan. BAB II. Tinjauan teoritis yang bersisi tentang konsep dasar gangguan
sensori persepsi : halusinasi pendengaran. BAB III. Berisi tentang pembahasan kasus dan BAB
IV. Berisi kesimpulan dan saran.

6
BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Pengertian

Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan yang
menimbulkannya atau tidak ada objek (Drs. Sunardi 2005)
Halusinasi adalah distorsi persepsi yang terjadi pada respon neurobiological yang maladaptif
(Stuart and Sundeen, 1998)
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang
pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119)
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat terjadi pada system penginderaan dimana pada saat kesadaran individu itu penuh dan
baik. (Wilson 1983)

Kesimpulannya Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat
meliputi semua sistem penginderaan.

B. Psikodinamika

a. Etiologi
Gangguan otak karena keracunan, obat halusinogenik, gangguan jiwa seperti emosi tertentu
yang dapat mengakibatkan ilusi, psikosisi yang dapat menimbulkan halusinasi dan pengaruh
sosial budaya, social budaya yang berbeda menimbulkan persepsi berbeda atau orang yang
berasal dari sosial budaya yang berbeda.
b. Proses
Halusinasi terjadi apabila yang bersangkutan mempunyai kesan tertentu tentang sesuatu,
padahal dalam kenyataan tidak terdapat rangsangan apapun atau tidak terjadi sesuatu apapun
atau bentuk kesalahan pengamatan tanpa objektivitas penginderaan tidak disertai stimulus
fisik yang adekuat.

7
C. Jenis-jenis Halusinasi
Jenis-jenis halusinasi menurut Stuart dan Sundeen 1998 adalah :
1) Halusinasi pendengaran atau auditori
Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang. Suara dapat
berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara mengenai klien, klien
mendengar orang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien dan
memerintah untuk melakukan sesuatu dan kadang-kadang melakukan hal yang
berbahaya.
2) Halusinasi penglihatan atau visual
Halusinasi yang merupakan stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometris, gambar kartun dan panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan
dapat berupa sesuatu yang menyenangkan.
3) Halusinasi Penciuman atau olfaktori
Halusinasi yang seolah-olah mencium bau busuk, amis atau bau yang menjijikan seperti
darah, urine atau feses. Halusinasi penciuman khususnya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dimensial.
4) Halusinasi Pengecap
Halusinasi yang seolah-olah merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan seperti
darah, urine dan feses.
5) Halusinasi peraba atau tartil
Halusinasi yang seolah-olah mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulasi yang
terlihat . merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

8
D. Tahap halusinasi
Menurut tim kesehatan jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahap-tahap
halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan oleh klien yang mengalami halusinasi
adalah

Tahap Karakteristik Perilaku Klien


(non verbal)
Tahap I  Mengalami ansietas,  Tersenyum atau tertawa
 Memberi nyaman kesepian, rasa bersalah dan sendiri
tingkat ansietas ketakutan  Menggerakkan bibir tanpa
sedang secara  Mencoba berfokus pada suara
umum halusinasi pikiran yang dapat  Pergerakan mata yang cepat
merupakan suatu menghilangkan ansietas  Respon verbal yang lambat
kesenangan.  Pikiran dan pengalaman  Diam dan berkonsentrasi
sensori masih ada dalam
kontrol kesadaran

Tahap II  Pengalaman sensori  Terjadi peningkatan denyut


 Menyalahkan menakutkan jantung, pernafasan dan
 Tingkat  Merasa dilecehkan oleh tekanan darah
kecemasan berat pengalaman sensori tersebut  Perhatian dengan lingkungan
secara umum  Mulai merasa kehilangan berkurang
halusinasi kontrol  Konsentrasi terhadap
menyebabkan rasa  Menarik diri dari orang lain pengalaman sensorinya
antipati  Kehilangan Kemampuan
membedakan halusinasi
dengan realitas.

Tahap III  Klien menyerah dan  Perintah halusinasi ditandai


 Mengontrol menerima pengalaman  Sulit berhubungan dengan
 Tingkat sensorinya (halusinasi) orang lain

9
kecemasan berat  Isi halusinasi menjadi  Perhatian dengan lingkungan
 Pengalaman atraktik kurang atau hanya beberapa
sensori  Kesepian bila pengalaman detik
(halusinasi) tidak sensori berakhir  Tidak mampu mengikuti
dapat ditolak perintah dari perawat,
tampak termor dan
berkeringat.

Tahap IV  Pengalaman sensori menjadi  Perilaku panik


mengancam  Potensial untuk bunuh diri
 Menguasai tingkat  Halusinasi dapat menjadi atau membunuh
kecerdasan, panic beberapa jam atau beberapa  Tindak kekerasan agitasi,
secara umum, hari menarik atau katatonik
diatur dan  Tidak mampu merespon
dipengaruhi oleh terhadap lingkungan.
halusinasi.

10
E. Rentang Respon

● Pikiran logis ● Pikiran terkadang menyimpang ● Kelainan pikiran


● Persepsi akurat ● Ilusi ● Halusinasi
● Emosi konsisten ● Emosional berlebihan/ dengan ● Tidak mampu
pengalaman kurang mengatur emosi
● Perilaku social ● Perilaku ganjil ● Ketidakteraturan
● Hubungan social ● Menarik diri ● Isolasi social

Keterangan gambar :

a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma- norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif meliputi :
1) Pikiran Logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli.

11
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.

b. Respon psikososial meliputi :


1) Prosep pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-
benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
5) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang lain.

c. Respon Maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang
dari norma-norma social budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif
mengancam.

F. Faktor Predisposisi

a. Biologis
Abnormalitas yang menyebabkan respon neurobiologi yang maladaptif termasuk hal-hal
berikut :
Penelitian pencitraan otak yang menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia, lesi pada area frontal, temporal dan limbic.
Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia seperti dopamine neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah pada respon dopamine.

12
b. Psikologis
Teori psikodinamika yang menggambarkan bahwa halusinasi terjadi karena adanya isi alam
tidak sadar yang masuk alam sadar sebagai suatu respon terhadap konflik psikologis dan
kebutuhan yang tidak terpenuhi, sehingga halusinasi merupakan gambaran dan rangsangan
keinginan dan ketakutan yang dialami oleh klien.

c. Sosial Budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia dan gangguan psikotik
lain tetapi diyakini sebagai penyebab utama gangguan. Seseorang yang merasa tidak diterima
lingkungannya sejak bayi ( unwanted child ) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.

d. Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu, misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga
menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan
lebih rentan terhadap stress

e. Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia, seperti Buffofenon dan Dimetytranferase ( DMP ). Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamine.

f. Genetik dan Pola Asuh


Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofernia cenderung
mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini

G. Faktor Presipitasi

a. Biologi
Stressor biologi yang berhubungan dengan respon neurobiologi yang maladaptif, termasuk
gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalisasi

13
pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidak mampuan untuk
selektif menghadapi rangsangan.

b. Stress Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Pemicu Gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologi yang maladaptif berhubungan
dengan kesehatan (gizi buruk, infeksi), lingkungan rasa bermusuhan/lingkungan yang penuh
kritik, gangguan dalam hubungan interpersonal , sikap dengan peilaku (keputusasaan,
kegagalan).

d. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakuatan, perasaan tidak aman,
gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins
dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seorang indivudu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-
psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu :
1. Dimeni Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

2. Dimensi Emosional
Perassan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa indivudu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang

14
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang
akan mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien
asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu.
Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan kien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5. Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Irama sirkandiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia
sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahgunakan
lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

H. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Sangat penting untuk mengkaji perintah yang diberikan lewat isi halusinasi klien. Karena
mungkin saja klien mendengar perintah menyakiti orang lain, membunuh atau loncat jendela.
Hasil riset Junginger tentang isi halusinasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
command hallucinations must be assessed sarefully, because the voices may command the
person to hurt self or others. For example, a client might state that “ the voices “ are telling to
“ jump out the window “ or “ take a knife dan kill my child “. Command hallucinations are often
terrifiying for the individual. Command hallucinations may signal psychiatric emergency.
( Junginger dalam Varcarolis, 2006 : 393 )

15
Membina Hubungan Saling Percaya dengan Pasien

Tindakan pertama dalam melakukan pengkajian klien dengan halusinasi adalah membina
hubungan saling percaya, sebagai berikut :

Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam. Misalnya :


Assalamualaikum,selamat pagi/siang/malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
Berkenalan dengan pasien. Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat
termasuk peran, jam dinas, ruangan, dan senang dipanggil dengan apa. Selanjutnya
perawat menanyakan nama klien serta senang sipanggil dengan apa.

Buat kontrak asuhan. Jelaskan pada pasien tujuan kita merawat klien, aktivitas apa yang
akan dilaksanakan dan berapa lama akan dilaksanakan aktivitas tersebut.
Bersikap empati yang ditunjukkan dengan : mendengarkan keluhan pasien dengan penuh
perhatian, tidak membantah dan tidak menyokong halusiansi paien, segera menolong
pasie jika pasien membutuhkan perawat.

Mengkaji Data Objektif dan Subjektif


Di rumah sakit jiwa Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami pasien gangguan jiwa
adalah halusinasi suara, 20% halusinasi penglihatan dan 10% halusinasi penciuman,
pengecapan dan perabaan. Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengobservasi
perilaku pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang dialami oleh pasien.
Berikut ini jenis-jenis halusinasi dengan cara mengbservasi perilaku pasien, memeriksa,
mengukur, sedangkan sata subjektif didapatkan dengan cara wawancara, curahan hati,
ungkapan-ungkapan klien, apa-apa yang dirasakan dan didengar klien secara subjektif.
Data ini ditandai dengan “ klien menyatakan atau klien merasa “.

o Adapun Manifestasi Klinis halusinasi menurut Videback ( 2004 : 310 ) sebagai berikut :

Jenis Halusinasi Data subjektif Data Objektif


Halusinasi pendengaran  Mendengar suara  Mengarahkan telinga pada
(auditory-hearing voices or

16
sounds) menyuruh melakukan sumber suara.
sesuatu yang berbahaya.  Bicara atau tertawa
 Mendengar suara atau sendiri.
bunyi  Marah-marah tanpa
 Mendengar suara yang sebab.
mengajak bercakap-  Menutup telinga.
cakap.  Mulut komat-kamit.
 Mendengar seseorang  Ada gerakan tangan.
yang sudah meninggal.
 Mendengar suara yang
mengancam diri klien
atau orang lain atau suara
lain yang
membahayakan.

Halusinasi pengihatan  Melihat seseorang yang  Tatapan mata pada


(visual-seeing persons or sudah meninggal, tempat tertentu.
things) melihat makhluk  Menunjukkan kearah
tertentu, melihat tertentu.
bayangan, hantu atau  Ketakutan pada objek
sesuatu yang yang dilihat.
menakutkan, cahaya.
Monster yang memasuki
perawat.
Halusinasi penciuman  Mencium sesuatu, seperti  Ekspresi wajah seperti
(olfactory-smelling odors) bau mayat, darah, bayi, mencium sesuatu dengan
feces, atau bau masakan, gerakan cuping hidung,
parfum yang mengarahkan hidung
menyenangkan. pada tempat tertentu.
 Klien sering mengatakan
mencium bau sesuatu.
 Tipe halusinasi ini sering
menyertai klien

17
demensia, kejang atau
penyakit
serebrovaskular.
Halusinasi perabaan (tactile-  Klien mengatakan ada  Mengusapkan,
feeling bodily sensations) sesuatu yang menggaruk, meraba-raba
menggerayangi tubuh, permukaan kulit. Terlihat
seperti tangan, binatang menggerak-gerakan
kecil, makhluk halus. badan seperti merasakan
 Merasakan sesuatu di suatu rabaan.
permukaan kulit,
merasakan sangat panas
atau dingin, merasakan
tersengat aliran listrik.

Halusinasi pengecapan  Klien seperti sedang  Seperti mengecap


(gustatory-experiencing merasakan makanan sesuatu. Gerakan
tastes) tertentu atau mengunyah mengunyah,meludah atau
sesuatu. muntah.

Cenesthetic & Kinestetic  Klien melaporkan bahwa  Klien terlihat menatap


hallucinations fungsi tubuhnya tidak tubuhnya sendiri dan
dapat terdeteksi, terlihat merasakan sesuatu
misalnya tidak adanya yang aneh tentang
denyutan di otak atau tubuhnya.
sensasi pembentukan
urine dalam tubuhnya,
perasaan tubuhnya
melayang di atas bumi.

Mengkaji Waktu, Frekuensi dan Situasi Munculnya Halusinasi

18
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang
dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu
terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi.
Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya
halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.

Mengkaji Respons terhadap Halusinasi


Untuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan apa respons klien ketika halusinasi
itu mucul, perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan klien.
Selain itu, dapat juga dengan mengobservasi dampak halusinasi pada pasien jika halusiasi
timbul.

Mekanisme Koping

Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiology termasuk

a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti pada
perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan
upaya untuk menanggulangi ansietas
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri semdiri (sebagai upaya untuk menjelaskan
kerancuan persepsi)
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi
fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi polusi,
sumber infeksi,gas beracun dll, sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan
perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan
bermusuhan.

19
2. Intervensi

PERENCANAAN
TGL DX
TUJUAN KRITERIA INTERVENSI
EVALUASI
1 2 3 4 5
Gangguan Pasien mampu : Setelah …, pertemuan SP. 1 (Tgl … … … … … )
Sensori  Mengenali pasien dapat  Bantu pasien mengenal
Persepsi halusinasi yang menyebutkan : halusinasi :
Halusinasi dialaminya  Isi, waktu, o Isi
 Mengontrol frekuensi, situasi o Waktu terjadinya
halusinasinya pencetus, perasaan o Frekuensi
 Mengikuti  Mampu o Situasi Pencetus
program memperagakan o Perasaan saat
pengobatan cara dalam terjadi halusinasi
secara optimal mengontrol  Latih mengontrol halusinasi
halusinasi dengan cara menghardik
Tahapan tindakannya
meliputi :
o Jelaskan cara
menghardik halusinasi
o Peragakan cara
menghardik halusinasi
o Minta pasien
memperagakan ulang
o Pantau penerapan cara
ini, beri penguatan
perilaku pasien
o Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien.

Setelah …. , Pertemuan SP. 2 (Tgl … … … … …)


pasien mampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu
 Menyebutkan (SP 1)
kegiatan yang  Latih berbicara/ bercakap
sudah dilakukan dengan orang lain saat
 Memperagakan halusinasi muncul
cara bercakap-  Masukkan dalam jadwal
cakap dengan kegiatan pasien
orang lain

Setelah …., Pertemuan SP. 3 (Tgl … … … … …)


pasien mampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu
 Menyebutkan (SP 1 & SP 2)
kegiatan yang  Latih kegiatan agar
sudah dilakukan halusinasi tidak muncul
dan, Tahapannya:
 Membuat jadwal o Jelaskan pentingnya
kegiatan sehari- aktivitas yang teratur
hari dan mampu untuk mengatasi
memperagakannya halusinasi.
o Diskusikan aktivitas
yang biasa dilakukan
oleh pasien
o Latih pasien melakukan
aktivitas
o Susun jadwal aktifitas
sehari-sehri sesuai
dengan aktifitas yang
telah dilatih (dari
bangun pagi sampai
tidur malam)
o Pantau pelaksaan
jadwal kegiatan,
berikan penguatan
terhadap perlaku pasien
yang (+)
Setelah …. Pertemuan SP. 4 (Tgl … … … … …)
pasien mampu :  Evaluasi kegiatan yang
 Menyebutkan (SP.2 &3)
kegiatan yang  Tanyakan program
sudah dilakukan pengobatan
 Menyebutkan  Jelaskan pentignya
manfaat dari penggunannya obat pada
program gangguan jiwa.
pengobatan.  Jelaskan akibat bila tidak
digunakan sesuai program
 Jelaskan akibat bila putus
obat
 Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
 Jelaskan pengobatan (5 B)
 Latih pasien minum obat
 Masukan dalam jadwal
harien pasien.

Keluarga mampu : Setelah ….., pertemuan SP. 1 (Tgl … … … … …)


Merawat Pasien di Keluarga mampu  Identifikasi masalah
rumah dan menjadi menjelaskan tentang keluarga dalam merawat
sistem pendukung halusinasi pasien.
yang efektif untuk  Jelaskan tentang halusinasi :
pasien. o Pengertian
halusinasi
o Jenis halusinasi
yang dialami pasien
o Tanda dan gejala
halusinasi
o Cara merawat
pasien halusinasi
( cara
berkomunikasi
pemberian obat dan
pemberian aktivitas
kepada pasien)
o Sumber-sumber
pelayanan
kesehatan yang bisa
dijangkau
o Bermain peran cara
merawat
o Rencana tindak
lanjut keluarga,
jadwal keluarga
untuk merawat
pasien

Setelah …,Pertemuan SP. 2 (Tgl … … … … … …)


keluarga mamapu :  Evaluasi kemampuan
 Menyelesaikan keluarga (SP. 1)
kegiatan yang  Latih Keluarga merawat
sudah dilakukan pasien
 Memperagakan  RTL keluarga/ jadwal
cara merawat keluarga untuk merawat
pasien pasien

Setelah …, Pertemuan SP. 3 (Tgl … … … … … …)


Keluarga mampu :  Evaluasi kemampuan
 Menyebutkan keluarga (SP.2)
kegiatan yang  Latih Keluarga merawat
sudah dilakukan  RTL keluarga/ jadwal
 Memperagakan keluarga untuk merawat
cara merawat pasien
pasien serta
mampu membuat
RTL
Setelah …, Pertemuan SP. 4 (Tgl … … … … … …)
Keluarga mampu :  Evaluasi kemampuan
 Menyebutkan keluarga
kegiatan yang  Evaluasi kemampua pasien
sudah dilakukan  RTL Keluarga :
 Melaksanakan o Follow Up
follow up rujukan o Rujukan

Anda mungkin juga menyukai