7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berguna untuk konfirmasi diagnosis dan menyingkirkan
diagnosis banding. Berikut adalah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada trauma
kandung kemih :
1. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah alat untuk mengetahui pancaran urin secara obyektif. Derasnya
pancaran diukur dengan membagi volume urin saat berkemih, dibagi dengan lama proses
berkemih. Kecepatan pancaran normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran <10
ml/detik menandakan adanya obstruksi.
2. Uretrigram Retrograde
Dilakukan uretrigram retrograde untuk mengevaluasi cedera uretral. Klien dilakukan
kateterisasi setelah uretrogram untuk meminimalkan risiko gangguan uretral dan komplikasi
jangka panjang yang luas, seperti striktur, inkontinensia (tidak dapat menahan berkemih) dan
impoten.
3. USG (Ultrasonografi)
USG cukup berguna dalam mengevaluasi striktur pada pars bulbosa. Dengan alat ini
kita juga bisa mengevaluasi panjang striktur dan derajat luas jaringan parut, contohnya
spongiofibrosis. Ini membantu kita memilih jenis tindakan operasi yang akan dilakukan
kepada pasien. Kita dapat mengetahui jumlah residual urin dan panjang striktur secara nyata,
sehingga meningkatkan keakuratan saat operasi
4. MRI (Magneting Resonance Imaging)
MRI sebaiknya dilakukan sebelum operasi karena dapat mengukur secara pasti panjang
striktur, derajat fibrosis, dan pembesaran prostat. Namun, alat ini belum tersedia secara luas
dan biayanya sangat mahal sehingga jarang digunakan (Suharyanto, 2009).
2.8 Penatalaksanaan
1. Sistografi
Sistografi yaitu dengan memasukkan kontras ke dalam buli-buli sebanyak 300-400 ml
secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui kateter per-uretram. Kemudian dibuat beberapa foto,
yaitu (1) foto pada saat buli-buli terisi kontras dalam posisi anterior-posterior (AP), (2) pada
posisi oblik, dan (3) wash out film yaitu foto setelah kontras dikeluarkan dari buli-buli.
Jika didapatkan robekan pada buli-buli, terlihat ekstravasasi kontras di dalam rongga
perivesikal yang merupakan tanda adanya robekan ekstraperitoneal. Jika terdapat kontras
yang berada di sela-sela usus berarti ada robekan buli-buli intraperitoneal. Pada perforasi
yang kecil seringkali tidak tampak adanya ekstravasasi (negatif palsu) terutama jika kontras
yang dimasukkan kurang dari 250 ml (Purnomo, 2007).
Penanganan ruptur traumatik kandung kemih meliputi:
1. Bedah eksplorasi dan perbaikan laserasi
2. Drainase suprapublik dari kandung kemih
3. Memasang kateter urin
4. Perawatan umum pasca bedah dipantau dengan ketat untuk menjamin drainase yang adekuat
sampai terjadi penyembuhan. Pasien ruptur kandung kemih mungkin mengalami perdarahan
hebat untuk beberapa hari setelah perbaikan (Suharyanto, 2009).
BAB III ASUHAN KEPERWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
1. Data demografi
Dapat meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status pekerjaan, status perkawinan,
pendidikan.
2. Keluhan Utama
Sering didapatkan adanya tanda dan gejala sepsis peritonitis akibat massuknya urine
kedalam peritoneum.
Tanda-tanda klinis cedera kendung kemih relatife spesifik, trias gejala (gross hematuria,
nyeri suprapubik, kesulitan atau ketidak mampuan untuk miksi).
3. Riwayat Kesehatan keluarga
4. Riwayat kesehatan sekarang
· Hematuria,perubahan warna atau volume urine.
· Adanya rasa nyeri: lokasi, kateter, durasi, dan faktor yang memicu.
· Syok hipovolemik
3.1.2. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum (GCS)
• Ciri tubuh : Kulit, rambut, postur tubuh.
• Tanda vital : Nadi, suhu tubuh, tekanan darah dan pernafasan.
2. Head to toe
A. Kepala
- Inspeksi : kesimetrisan kepala, trauma kepala.
- Palpasi : Nyeri tekan di kepala.
B. Wajah
- Inspeksi : Kesimetrisan bentuk wajah, edema, ketegangan, ketegangan.
- Palpasi : Nyeri tekan di wajah.
C. Mata
- Inspeksi : kelopak mata edema, konjungtiva, sklera.
J. Adomen
- Inspeksi : Distensi, iritasi peritoneal, warna kulit abdomen, penonjolan kandung kemih pada
supra pubik,
- Auskultasi : Penurunan bising usus.
- Palpasi : nyeri supra simfisis, nyeri supra simfisis.
- Perkusi : Ada/tidak ada distensi kandung kemih dan saluran cerna.
K. Genitalia
- Inspeksi : hematoma perivesik, pembengakan, gross hematuria, anuria, sepsis peritonitis.
- Palpasi : posisi prostat yang melayang atau tidak, adanya ruptur pada uretra, nyeri
suprapubik, kandung kemih terasa penuh
L. Integumen
- Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit.
- Palpasi : Nyeri tekan pada kulit.
M. Ekstremitas
a. Atas :
- Inspeksi : Warna kulit, pembengkakan,
- Palpasi : Nyeri tekan, kekuatan otot, capilary refil.
b. Bawah :
- Inspeksi : Warna kulit, bentuk kaki, pembengkakan.
- Palpasi : Nyeri tekan, kekuatan otot.
N. Pemeriksaan Neurologis
- Status mental dan emosi : Kesadaran, perilaku, mood, ekspresi wajah, bahasa, daya ingat
jangka panjang, daya ingat jangka pendek, persepsi, orientasi terhadap orang, tempat, waktu,
emosi (Muttaqin & Sari, 2011).
· Hematurian
· Sepsis
Sepsis Resiko syok
· Hematoma perivesika
· Perdarahan
· Nyeri abdomen
· Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
· Mengekspresikan perilaku
(mis., gelisah, merengek, agen cedera fisik Nyeri
menangis)
· Melaporkan nyeri secara
verbal
3.3 Diagnosa
1. Resiko syok berhubungan dengan sepsis
2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomic
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3.4 Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1. Resiko syok Tujuan Syok prevention
berhubungan · Syok prevention · Monitor status BP, warna
dengan sepsis · Syok management kulit, suhu kulit, denyut
Kriteria Hasil jantung, HR dan ritme, nadi
· Nadi dalam batas yang perifer, dan kapiler refil .
diharapkan. · Monitor tanda inadekuat
· Irama jantung dalam batas oksigenasi jaringan.
yang diharapkan. · Monitor suhu dan pernafasan.
· Frekuensi nafas dalam batas · Monitor input dan output.
yang diharapkan. · Pantau nilai labor :Hb, Ht,
· Irama pernafasan dalam batas AGD, dan Elektrolit
yang diharapkan. · Monitor tanda dan gejala asites
· Mata cekung tidak ditemukan.· Monitor tanda awal syok
· Lihat dan pelihara kepatenan
jalan nafas
· Berikan cairan iv dan atau oral
yang tepat.
· Berikan vasodilator yang tepat.
· Ajarkan keluarga dan pasien
tentang tanda dan gejala
datangnya syok.
· Ajarkkan keluarga dan pasien
tentang langkah untuk
megatasi gejala syok.
3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada klien. Terdiri atas:
S: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O: Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A: Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih
tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respons klien yang terdiri
dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut oleh perawat.