Anda di halaman 1dari 8

KONSEPSI

JEJAK EKOLOGI DAN ETIKA LINGKUNGAN

1. PENDAHULUAN
Krisis lingkungan hidup yang kita alami dewasa ini tidak hanya akibat dari meledaknya populasi dan
perkembangan teknologi eksploitasi, tetapi secara mendasar bersumber pada kesalahan fundamental-
filosofis dalam pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia di
dalam keseluruhan ekosistem.
Kesalahan cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme, yang memandang manusia sebagai pusat
dari alam semesta, bahwa hanya manusia yang mempunyai nilai, sementara alam dan segala isinya sekadar
alat bagi pemuasan kepentingan dan kebutuhan hidup manusia.
Bertolak dari kondisi tersebut, menekankan perlunya suatu etika baru yang tidak hanya berlaku untuk
interaksi antarmanusia, tetapi juga interaksi manusia dengan semua kehidupan di bumi. Suatu etika yang
yang memandang alam sebagai bernilai pada dirinya sendiri dan pantas diperlakukan secara bermoral.
Dengan etika baru ini, manusia dituntut untuk menjaga dan melindungi alam beserta segala isinya. Alam dan
seluruh isinya tidak sekadar bernilai instrumental-ekonomis untuk dieksploitasi bagi kepentingan manusia.
II. TUJUAN
1. Untuk mengetahui jejak ekologi manusia dalam etika lingkungan ?
2. Bagaimana jejak ekologi manusia dalam etika lingkungan ?
3. Utuk mengetahui etika liingkungan dalam perilaku manusia ?

III. JEJAK EKOLOGI MANUSIA DALAM ETIKA LINGKUNGAN

3.1 Konsepsi Jejak Ekologi


Jejak ekologi pada asasnya ialah kemampuan sumber tanah dan air menyediakan sumber yang
diperlukan oleh manusia (makanan, minuman, tempat tinggal dan lain-lain) serta kemampuan untuk bumi
untuk menyerap semua bahan buangan manusia sesudah mereka menggunakannya. Dengan kata lain
sumber yang digunakan oleh manusia dibandingkan dengan kemampuan bumi untuk menghasilkan semuala
bahan yang sudah digunakan. Konsep ini pada awalnya dibangunkan oleh Profesor Willian Rees dari
Universiti British Colombia pada tahun 1992.
Jejak Ekologis adalah suatu metoda untuk mengukur dampak manusia terhadap alam
dan mengkomunikasikannya secara kuantitatif dalam bentuk yang mudah dipahami. Dampak atau beban kita
terhadap alam dinyatakan sebagai luas daerah (tanah dan perairan) yang dibutuhkan untuk menunjang hidup
manusia secara berkelanjutan.
3.2 Etika Lingkungan
Etika adalah penilaian terhadap tingkah laku atau perbuatan. Etika bersumber pada kesadaran dan moral
seseorang. Etika biasanya tidak tertulis. Namun ada etika yang tertulis, misalnya etika profesi, yang dikenal
sebagai kode etik.
Etika lingkungan, pada dasarnya adalah perbuatan apa yang dinilai baik untuk lingkungan dan apa yang
tidak tidak baik bagi lingkungan. Etika lingkutan bersumber pada pandangan seseorang tetang lingkungan.

Prinsip- Prinsip Etika Lingkungan


Prinsip-prinsip etika lingkungan mengatur sikap dan tingkah laku manusia dengan lingkungannya. Prinsip-
prinsip tersebut adalah prinsip tidak merugikan, tidak campur tangan, kesetiaan, dan keadilan.
1. Prinsip tidak merugikan (the rule of Nonmaleficence), yakni tidak merugikan
lingkungan, tidak menghancurkan populasi spesies ataupun komunitas biotic.

2. Prinsip tidak campur tangan (the rule of noninterference), yakni tidak memberi
hambatan kepada kebebasan setiap organisme, yaitu kebebasan mencari makan, tempat
tinggal, dan berkembang biak.

3. Prinsip kesetiaan (The rule of fidelity) yakni tidak menjebak, menipu, atau
memasang perangkap terhadap makhluk hidup untuk semata-mata kepentingan
manusia.

4. Prinsip keadilan (the Rule of Restitutive Justice), yakni mengembalikan apa yang
telah kita rusak dengan membuat kompensasi.

Beberapa contoh tindakan - tindakan yang sesuai dengan etika lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Membuang sampah (missal bungkus permen) pada tempatnya. Jika belum
ditemukan tempat sampah, bungkus permen itu hendaknya dimasukkan ke saku
terlebih dahulu sebelum di buang pada tempatnya.

2. Menggunakan air secukupnya. Jika tidak sedang digunakan, matikan keran. Dari
keran yang menetes selama semalam, dapat ditampung air sebanyak 5- 10 liter, cukup
untuk minum bagi dua orang dalam sehari. Ingat, sesungguhnya air itu tidak hanya
untuk manusia, tetapi juga untuk makhluk hidup lainnya.Hemat energi.

3. Mematikan lampu listrik jika tidak digunakan. Jika kamu memasak air, kecilkan api
kompor tersebut segera setelah air mendidih. Menurut hukum fisika, jika air mendidih,
suhunya tidak dapat ditingkatkan lagi. Menggunakan api kompor besar ketika air sudah
mendidih hanya memboroskan bahan bakar.

4. Tidak membunuh hewan yang ada di lingkungan, menangkap, atau memeliharanya.

5. Tidak memetik daun, bunga, ranting, atau menebang pohon tanpa tujuan yang jelas
dan bermanfaat.

6. Gemar menanam bunga, merawat tanaman, melakukan penghijauan.

7. Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.

8. Mengembalikan hewan atau tumbuhan ke habitat aslinya

Etika lingkungan dalam Perilaku manusia


Etika lingkungan hidup, berhubungan dengan perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya, tetapi
bukan berarti bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta (antroposentris). Lingkungan hidup adalah
lingkungan di sekitar manusia, tempat dimana organisme dan anorganisme berkembang dan berinteraksi,
jadi lingkungan hidup adalah planet bumi ini. Ini berarti manusia, organisme dan anorganisme adalah bagian
integral dari dari planet bumi ini. Hal ini perlu ditegaskan sebab seringkali manusia bersikap seolah-olah
mereka bukan merupakan bagian dari lingkungan hidup.
Secara entimologis manusia dan bumi sama sama mempunyai akar kata yang sama dalam bahasa semit,
yaitu disebut ‘dm, asal kata adam (manusia) dan adamah, artinya tanah. Manusia adalah lingkungan hidup,
sebab dia mempunyai ciri-ciri dimana seluruh komponen yang yang ada berasal dari alam ini, yaitu ciri-ciri
fisik dan biologis.
Istilah lingkungan hidup pertama kali dimunculkan oleh Ernst Haeckel, seorang murid Darwin pada
tahun 1866, yang menunjuk kepada keseluruhan organisme atau pola hubungan antar organisme dan
lingkungannya. Ekologi berasal dari kata oikos dan logos, yang secara harfiah berarti rumah dan lingkungan.
Ekologi sebagai ilmu berarti pengetahuan tentang lingkungan hidup atau planet bumi ini sebagai
keseluruhan. Jadi lingkungan harus selalu dipahami dalam arti oikos, yaitu planet bumi ini. Sebagai oikos
bumi mempunyai dua fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai tempat kediaman (oikoumene) dan sebagai
sumber kehidupan (oikonomia/ekonomi).
Lingkungan hidup di planet bumi dibagi menjadi tiga kelompok dasar, yaitu lingkungan fisik (physical
environment), lingkungan biologis (biological environment) dan lingkungan sosial (social environment). Di
jaman moderen ini teknologi dianggap mempunyai lingkungannya sendiri yang disebut (teknosfer) yang
kemudian dianggap mempunyai peran penting dalam merusak lingkungan fisik.
Untuk mempertahankan eksistensi planet bumi maka manusia memerlukan kekuatan/nilai lain yang
disebut ‘etosfer’, yaitu etika atau moral manusia. Etika dan moral bukan ciptaan manusia, sebab ia melekat
pada dirinya, menjadi hakikatnya. Sama seperti bumi bukan ciptaan manusia. Ia dikaruniai bumi untuk
dikelola dan pengelolaan itu berjalan dengan baik dan bertanggung jawab sebab ia juga dikaruniai etosfer.
Etika adalah hal yang sering dilupakan dalam pembahasan perusakan lingkungan. Pada umumnya pihak-
pihak yang terlibat dalam konflik ini cenderung langsung menggunakan fenomena-fenomena yang muncul di
permukaan dan kemudian mencari penyebabnya kepada aktivitas yang ada di sekitar fenomena tersebut
(misalnya: Logging, Pertambangan, Industri dll) sebagai tersangka dan untuk mendukung kecurigaan tersebut
digunakanlah bukti-bukti yang dikatakan ilmiah, walaupun sering terjadi data yang dikemukakan tidak
relevan.
Pada sisi lain pihak yang dituduh kemudian juga menyodorkan informasi atau data yang bersifat teknis
yang menyatakan mereka tidak bersalah, akibatnya konflik yang terjadi semakin panas dan meluas, padahal
kalau mereka yang berkonflik memiliki etika yang benar tentang lingkungan hidup maka konflik yang menuju
kearah yang meruncing akan dapat dicegah.
Apakah yang menyebabkan etika lingkungan cenderung dilupakan? Pada umumnya disebabkan oleh
beberapa hal yaitu keserakahan yang bersifat ekonomi (materialisme), ketidak tahuan bahwa lingkungan
perlu untuk kehidupannya dan kehidupan orang lain serta keselarasan terhadap semua kehidupan dan materi
yang ada disekitarnya, atau karena telah terjadi transaksi jiwa antara perusak lingkungan dengan
Mephistopheles, sehingga yang di kedepankan adalah meraih puncak-puncak nafsu yang ada di bumi dan
sekaligus mendapatkan bintang-bintang indah di langit atau surga. Bukankah ini sesuatu yang ironis ?
Lingkungan hidup bukanlah obyek untuk dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab, tetapi harus ada
suatu kesadaran bahwa antara manusia dan lingkungan terdapat adanya relasi yang kuat dan saling
mengikat. Rusaknya lingkungan hidup akan berakibat pada terganggunya kelangsungan hidup manusia.
Karena itu setiap kali kita mengeksploitasi sumberdaya mineral dari alam yang diciptakan oleh Tuhan, kita
harus memperhitungkan dengan seksama manfaat apa yang akan dihasilkannya bagi kemaslahatan manusia.
Dengan demikian pemanfaatan ini tetap dalam tujuan transformasi menjadi manusia yang merdeka, cerdas,
dan setara satu dan lainnya.
IV. PEMBAHASAN
Dari Hasil analisis diatas Jejak Ekologis adalah suatu metoda untuk mengukur dampak manusia terhadap
alam dan mengkomunikasikannya secara kuantitatif dalam bentuk yang mudah dipahami. Dampak atau
beban kita terhadap alam dinyatakan sebagai luas daerah (tanah dan perairan) yang dibutuhkan untuk
menunjang hidup manusia secara berkelanjutan.
Dalam hal ini bahwa hanya manusia mempunyai tanggung jawab moral terhadap lingkungan karena
manusia tahu apa yang baik ia lakukan dan yang tidak ia lakukan dalm etika lingkungan. Tapi walaupun
manusia termasuk alam dan sepenuhnya dapat dianggap sebagai bagian alam, namun hanya manusialah
yang sanggup melampaui status alaminya dengan memikul tanggung jawab lingkungan hidup disekitarnya.
Pikiran bahwa setiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas yang memungkinkan dia untuk hidup
dengan baik. Lingkungan yang berkualitas sesuatu yang sangat diharapkan, tetapi juga sesuatu yang harus
direalisasikan karena menjadi hak setiap manusia . Tetapi hak atas lingkungan yang berkualitas bisa saja
mengalahkan hak seseorang untuk memakai miliknya dengan bebas. Jika perusahaan memiliki tanah sendiri,
ia tidak boleh membuang limbah beracun di situ, karena dengan itu ia mencemari lingkungan hidup yang
tidak pernah menjadi milik pribadi begitu saja.
Jika kita bisa menyetujui hak atas lingkungan berkualitas ini pada taraf teori, maka pada taraf praktek masih
tinggal banyak kesulitan. Tidak menjadi jelas sejauh mana hak atas milik pribadi atau hak atas usaha
ekonomis harus dibatasi.
Dalam konteks hak dan lingkungan hidup kerap kali diperdedakan lagi pertanyaan apakah kita harus
mengakui adanya hak untuk generasi-generasi yang akan datang dan malah binatang atau barangkali malah
pohon dan mahluk hidup lainnya. Hak dalam arti sebenarnya selalu mengandaikan subyek yang rasional dan
bebas, jadi manusia yang hidup. Hanya saja, dengan menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal
adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya kewajiban untuk mewariskan lingkungan hidup berkualitas
kepada generasi-generasi yang akan datang dan kewajiban untuk memelihara keanekaan hayati. Walaupun
sering kewajiban dengan pihak satu sepadan dengan hak dari pihak lain, di sini tidak demikian. Sumber bagi
kewajiban kita di sini adalah tanggung jawab kita terhadap generasi-generasi sesudah kita dan keanekaan
hayati bukan hak-hak mereka.
Awal atau Pendasaran bagi tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan hidup, dapat dicari juga dalam
tuntutan etis untuk mewujudkan keadilan. Kalau begitu, keadilan di sini harus dipahami sebagai keadilan
distributive, artinya keadilan yang mewajibkan kita untuk membagi dengan adil. Sebagaimana sudah kita
lihat, lingkungan hidup pun menyangkut soal kelangkaan dank arena itu harus dibagi dengan adil. Perlu
dianggap tidak adil, bila kita tidak memanfaatkan alam demikian rupa, sehingga orang lain misalnya generasi-
generasi yang akan datang tidak lagi bisa memakai alam untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan baik.
Hal ini dapat dijelaskan dengan berbagai cara. Di bawah ini kami menyajikan tiga cara untuk mengaitkan
keadilan dengan masalah lingkungan hidup.
a. Persamaan
Bisnis tidak melestarikan lingkungan, akibatnya untuk semua orang tidak sama. Dengan cara
mengeksploitasi alam ini yang memiliki perusahaan termasuk pemegang saham justru akan maju, tetapi
orang kurang mampu akan dirugikan. Dalam studi-studi ekonomi, sudah sering dikemukakan bahwa akibat
buruk dalam kerusakan lingkungan hidup terutama dirasakan oleh orang miskin. Hal seperti ini harus dinilai
tidak adil, karena menurut keadilan distributive semua orang harus diperlakukan dengan sama jika tidak ada
alasan relevan untuk memperlakukan mereka dengan cara berbeda. Lingkungan hidup harus dilestarikan,
karena hanya cara memakai sumber daya alam itulah memajukan persamaan, sedangkan cara memanfaatkan
alam yang merusak lingkungan mengakibatkan ketidaksamaan, karena membawa penderitaan tambahan
khususnya untuk orang kurang mampu.
b. Prinsip Penghematan Adil
Dalam hal ini kaitannya buan dengan keadaan sekarang, melainkan dengan generasi-generasi yang
akan datang. Kita akan tidak berlaku adil bila kita mewariskan lingkungan yang rusak kepada generasi-
generasi sesudah kita. Oleh itu kita harus menghemat dalam memakai sumber daya alam, sehingga masih
tesisa cukup untuk generasi mendatang.
c. Keadilan Sosial
Masalah lingkungan hidup dapat dilihat dari sudut keadilan social. Pelaksanaan keadilan individual
semata-mata tergantung pada kemauan baik atau buruk dari individu tertentu. Pelaksanaan keadilan di
bidang kesempatan kerja, pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Hal yang sejenis berlaku juga
dalam konteks lingkungan hidup. Jika di Eropa satu perusahaan memutuskan untuk tidak lagi membuang
limbah industrinya ke dalam laut utara, kualitas air laut dan keadaan flora dan faunanya hampir tidak
terpengaruhi, selama terdapat ribuan perusahaan di kawasan itu yang tetap mencemari laut dengan
membuang limbahnya.
V. KESIMPULAN
Jejak ekologis menghitung luasnya subur tanah, air tawar tawar, lautan dan banyakknya energi yang tidak
terbarukan dan yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhan atas pangan, sedang papan serta
mobilitas orang. hal ini berarti bahwa cara kehidupan masa kini telah melebihi kemampuan bumi dan
mengancam keberlanjutan kehidupan pada planet ini.
Dalam hal ini bahwa hanya manusia mempunyai tanggung jawab moral terhadap lingkungan karena
manusia tahu apa yang baik ia lakukan dan yang tidak ia lakukan dalm etika lingkungan.
Setiap mahluk manusia, Binatang atau tumbuhan, merindukan kehidupan. Akan tetapi tidak ada mahluk
yang mampu memuaskan nafsu atas kesejahteraan sosial, kenikmatan dan keuntungan yang tidak dapat
terpenuhi. kebebasan manusia untuk memilih dan tugas untuk merawat dunia ini dengan penuh rasa
tanggung jawab dan secara berkesinambungan adalah dasar etika. Memikirkan etika lingkungan secara
mendalam , misalnya pada contoh mobilitas, makin jelas bahwa arah yang telah kita tempuh merupakan
jalan buntu, kita harus mengubah pikiran.
Tujuannya untuk mempertahankan eksistensi planet bumi maka manusia memerlukan kekuatan/nilai lain
yaitu etika atau moral manusia. Etika dan moral bukan ciptaan manusia, sebab ia melekat pada dirinya,
menjadi hakikatnya. Sama seperti bumi bukan ciptaan manusia. Ia dikaruniai bumi untuk dikelola dan
pengelolaan itu berjalan dengan baik dan bertanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA
Dasar-Dasar arsitektur Ekologi .2007.Yogyakarta : Kanisius
http://fatmilansary.blogspot.com/2010/03/etika-lingkungan.html
http://yundahamasah.blogspot.com/2013/03/jejak-ekologiku.html

Anda mungkin juga menyukai