Anda di halaman 1dari 5

KUNCI JAWABAN

1. Jawaban : D
Berdasarkan Per No. 31/PJ/2012 Pasal 23 disebutkan bahwa Pemotong PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh Pegawai Tetap atau penerima pensiun berkala paling lama 1 (satu) bulan
setelah tahun kalender berakhir. Dalam hal Pegawai Tetap berhenti bekerja sebelum bulan
Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 harus diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah
yang bersangkutan berhenti bekerja.
Referensi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan
Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
2. Jawaban : A
Berdasarkan Per No. 31/PJ/2012 Pasal 23 ayat 3 disebutkan bahwa Pemotong PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas pemotongan PPh
Pasal 21 selain Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala, serta bukti pemotongan PPh Pasal
26 setiap kali melakukan pemotongan PPh Pasal 26.
Referensi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
3. Jawaban : A
Berdasarkan Per No. 31/PJ/2012 Pasal 8 ayat 1disebutkan salah satu yang tidak termasuk dalam
pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah pembayaran manfaat atau santunan
asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
Referensi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
4. Jawaban : B
Berdasarkan KEP No. 227/PJ/2002 pasal 4 disebutkan bahwa Tata Cara pelunasan Pajak
Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dilakukan melalui Pemotongan oleh
penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Referensi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep - 227/Pj./2002 Tentang Tata Cara Pemotongan
Dan Pembayaran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan Atau Bangunan
5. Jawaban : C
Berdasarkan PP No. 94 Tahun 2010 penjelasan pasal 15 ayat 3 dijelaskan bahwa saat
terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah pada saat
pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga
dan sewa), saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti,
imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).
Yang dimaksud dengan "saat disediakan untuk dibayarkan":
untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang
akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang
bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka
Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan
atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar
perseroan yang bersangkutan.
untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang
saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain pemotongan Pajak
Penghasilan atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan
baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak "menerima atau memperoleh"
dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.
Berdasarkan kasus diatas, maka saat terutang adalah pada tanggal 9 Maret 2013 atau Masa Pajak
Maret 2013. Berdasarkan PMK No. 80 tahun 2010, tanggal jatuh tempo pembayaran untuk PPh
Pasal 4 ayat 2 adalah tanggal 10 bulan berikutnya, yaitu tanggal 10 April 2013.
Sedangkan jenis PPh yang dibayar adalah PPh Pasal 4 ayat 2. Hal ini dikarenakan perusahaan
merupakan perusahaan keluarga (dimiliki oleh individu / perorangan), sehingga dividen tersebut
dibagikan ke pemegang saham Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
Referensi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2010 Tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 80/PMK.03/2010 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh
Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara
Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan
Pembayaran Pajak
6. Jawaban: A. premi asuransi kesehatan
7. Jawaban: B. Keuntungan PT K = harga pasar – nilai buku (750.000.000 – 725.000.000 =
25.000.000)
8. Jawaban: B. Penghasilan bruto = Rp. 500.000.000 dan Penghasilan neto (20%) Rp.
100.000.000. PTKP K/2 (Rp 7.200.000) – PKP = Rp. 92.800.000
9. Jawaban: A. Gaji sebulan 2.000.000, biaya jabatan 5% x 2.000.000 = 100.000
Iuran pensiun 50.000 + 150.000 – Penghasilan Netto sebulan = 1.850.000
Penghasilan Neto setahun: 12 x 1.850.000 = 22.200.000
PTKP setahun
Untuk WP sendiri 2.880.000
Untuk WP kawin 1.440.000
4.320.000 – Penghasilan Kena Pajak Setahun = 17.880.000
PPh pasal 21 terutang
5% x 17.880.000 = Rp.894.000
10. Jawaban: B. Dengan perhitungan gaji sebulan 2.000.000
Biaya jabatan 5% x 2.000.000 = 100.000
Iuran pensiun 50.000 – 150.000 – penghasilan netto sebulan = 1.850.000
Penghasilan Neto setahun: 12 x 1.850.000 = 22.200.000
PTKP setahun
Untuk WP sendiri 2.880.000
Untuk WP kawin 1.440.000 + 4.320.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun = 17.880.000
PPh pasal 21 terutang
5% x 17.880.000 = Rp.894.000
Rp.894.000 : 12 bulan = Rp. 74.500
11. Jawaban: C. besarnya tarif PPh 22 atas impor yang menggunakan API adalah 2,5% dari
nilai impor yang sesuai dengan tujuan akuntansi biaya.
12. c
13. a
14. c
15. d
16. d
17. b
18. c
19. b
20. c
21. a
22. b
23. a
24. c
25. d
26. b
27. a
28. d
29. c
30. a
31. d
32. b
33. c
34. d
35. c
36. a
37. d
38. a
39. b
40. a
41. b
42. c
43. b
44. c
45. d
46. a
47. b
48. b
49. c
50. a
51. d

Anda mungkin juga menyukai