Anda di halaman 1dari 23

ASFIKSIA NEONATORUM

I. DEFINISI
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting
dalam menentukan kesehatan masyarakat. Berdasarkan Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, bahwa AKB pada tahun 2010 sebesar
34/1000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2012,32/1000 kelahiran
hidup, ini mengalami penurunan dari 2010 dan sebanyak 47% meninggal
pada masa neonatus. Penyebab kematian bayi baru lahir (BBL) diantaranya
adalah asfiksia (27% yang merupakan penyebab ke-2 setelah bayi berat lahir
rendah (BBLR)).
Menurut kamus kedokteran Dorland, asfiksia merupakan perubahan
patologis yang disebabkan oleh kurangnya oksigen dalam udara pemapasan,
yang mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnia, sedangkan asfiksia
neonatarum merupakan kegagalan bernapas pada bayi baru lahir, seperti
sindrom distress pernapasan pada neonatus. Asfiksia traumatik yaitu asfiksia
yang terjadi sebagai akibat kompresi mendadak atau berat pada thorax atau
abdomen atas, atau keduanya.
Asfiksia adalah bayi baru lahir yang tidak bernafas spontan segera
setelah lahir. Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) asfiksia adalah
suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada udara respirasi.
II. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
1. Etiologi
Pada bayi baru lahir, asfiksia dapat terjadi di dalam kandungan atau
saat dilahirkan sebagai hasil dari gangguan pertukaran gas di plasenta.
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran kemudian disusul dengan pernafasan teratur.Bila didapati adanya
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan
berakibat asfiksia janin. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir
merupakan kelanjutan asfiksia janin.
Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) asfiksia adalah suatu
keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada udara respirasi.Hal
tersebut ditandai dengan:
a. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis.
b. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetap 0-3.
c. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia
ensefalopati).
d. Gangguan multiorgan sistem.
Penyebab terjadinya asfiksia sangat beragam.Penggolongan
penyebab kegagalan pernafasan pada bayi:
a. Faktor ibu
1. Hipoksia Ibu

Hal ini berakibat pada hipoksia janin. hipoksia ibu dapat terjadi karena
hipoventilasiakibat pemberian obat analgetik atau anastesia lain.
2. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta.Asfiksia akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
c. Faktor janin
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan teranggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara
ibu dan janin. Hal ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung,tali pusat melilit leher dan lain-lain 3
d. Faktor neonatus

Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa
hal,yaitu:
1. Pemakaian obat anestesi dan analgesia yang berlebihan.
2. Trauma persalinan.
3.Kelainan kongenital bayi seperti hernia diafragmatika, atresia saluran
pernafasan,hipoplasia paru, dan lain-lain.

2. Faktor resiko
Faktor resiko asfiksia dapat dibagi atas:
a) Maternal
1. Usia ibu < 18 th
2. Usia ibu > 35 th
3. ProM, ruptur prematur dari membran
4. Perdarahan jalan lahir
5. Pre-eclampsia
b) Neonatal
1. Prematurity, bayi keluar dari rahim sebelum waktu perkembangan yang
seharusnya
2. Postmature, bayi lahir setelah lebih dari 42 minggu di dalam rahim
3. BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)
c) Cara kelahiran
1. Caesarian section, suatu proses persalinan dengan melalui pembedahan
dimana irisan dilakukan di perut ibu dan rahim untuk mengeluarkan bayi
2. Forceps extraction, suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan
cunam (alat penjepit) yang dipasang di kepalanya
3. Vaccum extraction, keadaan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi
tekanan negative pada kepalanya dengan menggunakan ekstraktor vakum.
Sedangkan pada bayi dan anak, faktor resiko terjadiya asfiksia adalah
tersedak. baik itu tersedak makanan dan minuman maupun benda lainnya.
III. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS
1. Patofisiologi
Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilikal dapat
terjadi pada saat antepartum, intrapartum, dan pascapartum saat tali pusat
dipotong.Hal ini diikuti oleh serangkaian kejadian yang dapat diperkirakan
ketika asfiksia bertambah berat.
Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk
mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala dijalan lahir
atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal,aktivitas singkat ini akan
diikuti oleh henti nafas komplit yang disebut apnea primer.
Setelah waktu singkat–lama asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis
karena dilakukan tindakan resusitasi yang sesuai–usaha bernafas otomatis
dimulai.Hal ini hanya akan membantu dalam waktu singkat, kemudian jika
paru tidak mengembang, secara bertahap terjadi penurunan kekuatan dan
frekuensi pernafasan.Selanjutnya bayi akan memasuki periode apnea
terminal.Kecuali jika dilakukan resusitasi yang tepat,pemulihan dari keadaan
terminal ini tidak akan terjadi.
Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun
di bawah 100 kali/menit.Frekuensi jantung mungkin sedikit meningkat saat
bayi bernafas terengah-engah tetapi bersama dengan menurun dan hentinya
nafas terengah-engah bayi, frekuensi jantung terus berkurang.Keadaan
asam-basa semakin memburuk, metabolisme selular gagal, jantungpun
berhenti. Keadaan ini akan terjadi dalam waktu cukup lama.
Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama dengan
pelepasan ketokolamin dan zat kimia stress lainnya. Walaupun demikian,
tekanan darah yang terkait erat dengan frekuensi jantung, mengalami
penurunan tajam selama apnea terminal.
Terjadi penurunan pH yang hampir linier sejak awal asfiksia. Apnea
primer dan apnea terminal mungkin tidak selalu dapat dibedakan. Pada
umumnya bradikardi berat dan kondisi syok memburuk apnea terminal.
2. Gejala Klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang
cepat dalam periode yang singkat.Apabila asfksia berlanjut,gerakan
pernafasan akan berhenti,denyut jantung juga menurun,sedangkan tonus
neuromuskular berkurang secara berangsur-angsur dan memasuki periode
apnue primer.
Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi
pernafaasan cepat,pernafasan cuping hidung,sianosis,dan nadi cepat. Gejala
lanjut pada asfiksia :
a. Pernafasan megap-megap dalam.
b. Denyut jantung terus menurun.
c. Tekanan darah mulai menurun.
d. Bayi terlihat lemas (flaccid).
e. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2).
f. Meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2).
g. Menurunnya PH (akibat asidosis respiratorik dan metabolik).
h. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak,metabollisme anaerob.
i. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular.

IV. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


1. Diagnosis
Untuk menegakkan gawat janin,dapat ditetapkan dengan melakukan
pemeriksaan.pemeriksaan yang dilakukan :
a. Denyut jantung janin.
Frekuensi denyut jantung janin normal antara 120 – 160 kali per
menit,selama ini frekeunsi ini bisa turun, tetapi di luar ini kembali lagi kepada
keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak
banyak berarti, akan tetapi apabila frekeunsi turun sampai di bawah 100 per
menit di luar ini, terlebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
Di beberapa klinik, elektrokardiograf janin digunakan untuk terus-menerus
mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan.
b. Mekonium di dalam air ketuban.
Mekonium pada presentasi-sunsang tidak ada artinya, akan tetapi
pada presentasi – kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan
harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban
pada presentasi-kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
c. Pemeriksaan pH darah janin.
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat servik
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin.
Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.
Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda
bahaya oleh beberapa peneliti.
Diagnosis gawat janin sangat penting untuk dapat menyelamatkan
dan dengan demikian membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain
itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin
disertai dengan asfiksia.
Berikut adalah klasifikasi asfiksia dengan nilai APGAR serta derajat
vitalis:

Klasifikasi Nilai APGAR Derajat Vitalis


A 7 – 10
Asfiksia ringan/tanpa - tangisan kuat disertai
asfiksia gerakan aktif

B 4–6
Asfiksia sedang - pernafasan tidak
teratur atau tidak ada
pernafasan
- Denyut jantung lebih
dari 100 kali per menit
C 1–3
Asfiksia berat - Tidak ada pernafasan
- Denyut jantung dari
100 kali per menit atau
kurang

D 0
FresStilBirth - Tidak ada pernafasan
(Bayi lahir mati) - Tidakada denyut
jantung

Bayi baru lahir dievaluasi dengan nilai APGAR, tabel tersebut dapat
untuk menentukan tingkat atau derajat asfiksia, apakah ringan, sedang, atau
asfiksia berat. klasifikasi klinik nilai APGAR adalah sebagai berikut:
1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
a. Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen
terkendali.
b. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung 100 x/menit, tonus
otot buruk, Sianosis berat, dan terkadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
a. Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat
bernapas kembali.
b. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung lebih dari 100 kali per
menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai APGAR 7-10).

2. Diagnosis banding
Distress respirasi pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa
kasus.diantaranya:8
a. Penyebab paling sering
1. TTN = Transient Tachypnea of the newborn
2. Penyakit membrane hialin
3. Sindroma aspirasi mekonium
b. Penyebab jarang tetapi signifikan
1. Transisi atau adaptasi terlambat
2. Infeksi : pneumonia, dll
3. Pnemotoraks
4. Hipertensi Pulmonal menetap (PPHN)
c. Non pulmoner
1. Anemia
2. Penyakit jantung bawaan
3. Kelainan bawaan
4. Kelainan metabolic
5. Kelainan neurologik
6. Polisitemia
7. Obstruksi jalan napas atas
V. TATALAKSANA
Jika mendapatkan kasus bayi dengan kondisi asfiksia maka silakukan
beberapa tahapan :
1. Langkah awal resusitasi:
a. Menghangatkan bayi
Memberikan kehangatan untuk menghindari hipotermia,dilakukan
dengan cara meletakan bayi di atas meja resusitasi di bawah pemancar
panas, tempat ini harus sudah dihangatkan sebelumnya.setelah membuka
jalan nafas dengan meghisap lendir,upaya mencegaah kehilangan panas
dengan cara mengeringkan bayi lalu menyingkirkan kain yang basah,dan
membungkus bayi dengan kain/selimut yang hangat.bayi yang lair dengan
umur gestasi kurang dari 28 minggu dapat dibantu untuk mempertahankan
kehangatannya setelah lahir dengan cara,segera setelah lahir tanpa
dikeringkan terlebih dahulu bayi diletakan atau dibungkus oleh kantung
plastik polietilen yang tembus pandang.kepala bayi di luar kantung dan
ditutupi topi,sedangkan seluruh tubuh dibungkus plastik.keadaan ini
dipertahankan selama petugas melakukan tindakan resusitasi yang
diperlukan ,sampai kemudian bayi diletakan di tempat yang sesuai .cara
demikian pada saat ini diajukan sebagai asuhan baku .namun demikian dalam
melakukan pencegahan hipotermia,harus dihindari gar bayi tidak menjadi
hipertermia.hipertermia sama bahayanya dengan hipotermia.pada
prinsipnya,bayi harus pada keadaan normotermia,yaitu suhu 36,5o - 37,5o C.
b. Meletakan bayi pada posisi yang benar
BBL harus diletakan telentang dengan kepala pada posisi menghidu
atau sedikit ekstensi. Bila usaha pernafasan ada tapi tidak menghasilkan
ventilasi efektif (frekuensi denyut jantung tidak meningkan lebih dari 100 kali
/ menit),jalan nafas mungkin tersumbat dan posisi kepala harus diperbaiki.
10
c. Mengisap mulut dan faring
BBL normal tidak membutuhkan pengisapan dari mulut,hidung,atau
faring setelah lahir secara berlebihan.bayi akan dapat membersihkan jalan
nafasnya dengan sendirinya secara efektif.Bila terdapat sekret yang
menyumbat jalan nafas,sekret dapat dibersihkan oleh kateter pengisap yang
mempunyai lubang besar (no 10-12 F).walaupun demikian,pengisapan faring
dapat menyebabkan spasme laring,trauma pada jaringan
lunak,bradikardia,dan tertundanya nafas spontan .oleh karena itu,setiap
pengisapan faring harus dilakukan dengan hati-hati.bila dilakukan
pengisapan pada BCB,lama pengispan harus dibatasidalam 5 detik dna tidak
lebih 5 cm dalamnya dari bibir bayi.tekanan negatif yang digunaan untuk
pengisapan.tidak boleh melebihi 100 mmhg (13 kPa;133 cmH2O;1,9 Psi). Jika
terjadi pada bayi dengan air ketuban bercampur mekonium dilakukan
tatalaksana pengisapan mulut dan farings intrapartum, yaitu setelah kepala
lahir sebelum bahu lahir, tidak membuat perbedaan pada bayi dengan cairan
ketuban bercampur mekonium dan karena itu tidak lagi direkomendasikan
sebagai tatalaksana rutin.Demikian pula Intubasi secara rutin pada bayi
dengan cairan amnion mengandung mekonium tetapi bayi bugar, tidak
direkomendasikan karena hal tersebut tidak mengubah hasil dan dapat
menyebabkan bahaya.Bila cairan amnion bercampur mekonium dan bayi
tidak bemapas atau mengalami depresi pemapasan dan penurunan tonus
otot, pengisapan mekonium dari mulut dan farings harus dilakukan segera
dengan laringoskop langsung dan, bila perlu, diikuti dengan intubasi dan
pengisapan trakea.
d. Stimulasi taktil
Pengeringan dan perangsangan sekaligus merupakan intervensi
penilaian dan resusitasi. Bila bayi gagal mempertahankan pemapasan
spontan dan efektif dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung Iebih
dari 100/menic, ventilasi tekanan positif perlu dilakukan. Rangsang taktil
dapat pula dilakukan dengan menepuk/menjentik telapak kaki dengan hati-
hati, menggosok punggung atau perut. Tindakan ini akan merangsang
sebagian besar BBL untuk bemapas. Melakukan rangsang taktil terus
menerus pada bayi yang apnea adalah berbahaya dan tidak boleh dilakukan.
Bila bayi tetap tidak bernapas, bantuan ventilasi harus segera dimulai.
e. Penilaian
Setelah langkah awal selesai dilakukan dan bayi sudah diposisikan
kembali, dilakukan penilaian pemapasan, frekuensi jantung, dan warna kulit.
Bila bayi apnu atau megap- megap atau frekuensi jantung di bawah 100
kali/menit, lakukan ventilasi tekanan positif. Bila pemapasan dan frekuensi
jantung bayi memadai tetapi bayi sianosis (sentral), berikan oksigen aliran
bebas. Oksigen aliran bebas dapat diberikan dengan cara meletakkan
sungkup oksigen melekat pada wajah bayi dengan pipa oksigen diletakkan
didekat wajah bayi, atau dengan sungkup Balon yang tidak mengembang
sendiri diletakkan di dekat wajah.
2. Ventilasi tekanan positif
Semua petugas yang terlibat dalam persalinan dan perawatan BBL
harus terbiasa dengan peralatan ventilasi dan mahir dalam teknik resusitasi
BBL.
a. Indikasi
Setelah dilakukan langkah awal resusitasi, ventilasi tekanan positif
harus dimulai bila bayi tetap apnea setelah stimulasi atau pernapasan tidak
adekuat, dan atau frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit. Bila bayi
bernapas adekuat dan frekuensi jantung memadai tetapi sianosis sentral,
bayi diberi oksigen aliran bebas. Bila setelah ini bayi tetap sianosis, dapat
dicoba melakukan ventilasi tekanan positif.
b. Peralatan untuk melakukan ventilasi tekanan positive
Peralatan yang digunakan untuk ventilasi tekanan positif adalah salah
satu dari 3 alat berikut. Balon Mengembang Sendiri (self inflating bag), Balon
Tidak Mengembang Sendiri (flow inflating bag), atau T'-piece
resuscitation.Bila menggunakan Balon Tidak Mengembang Sendiri atau T'-
piece resuscitation, tetap harus disiapkan Balon Mengembang Sendiri
sebagai cadangan bila aliran oksigen terhenti.Cara melakukan ventilasi
tekanan positif :
1. Sebelum persalinan berlangsung, pada saat persiapan alat resusitasi, alat
yang akan dipakai untuk ventilasi tekanan positif dipasang dan dirangkai
serta dihubungkan dengan oksigen sehingga dapat memberikan kadar
sampai 90-100%. Siapkan sungkup dengan ukuran yang sesuai berdasarkan
antisipasi ukuran/berat bayi. Ukuran sungkup yang tepat ialah yang dapat
menutupi hidung, mulut, dan dagu.
2. Setelah alat dipilih dan dipasang, pastikan bahwa alat dan sungkup
berfungsi baik. Peralatan harus disiapkan dan diperiksa sebelum setiap
persalinan berlangsung dan operator harus memeriksa kembali tepat
sebelum penggunaan.
3. Operator berdiri di sisi kepala atau samping bayi. Sungkup diletakkan di
wajah bayi dengan lekatan yang baik.
4. Dilakukan pemompaan pada balon resusitasi dengan tekanan awal >30
cmH20 dan selanjutnya 15-20 cn\H20 dengan frekuensi 40-60 kali/menit.
5. Ventilasi tekanan positif dilakukan selama 30 detik sebanyak 20-30 kali,
dengan fase ekspirasi lebih lama dari fase inspirasi.
6. Setelah 30 detik ventilasi, dilakukan penilaian frekuensi jantung.
7. Bila frekuensi jantung <60 kali/menit, resusitasi dilanjutkan dengan
kompresi dada dan ventilasi tekanan positif tetap dilanjutkan secara
terkoordinasi. Bila frekuensi janrung > 60 kali/menit, hentikan kompresi dada
dan ventilasi tekanan positif dilanjutkan sampai frekuensi jantung mencapai
100 kali/menit atau lebih dan bayi bernapas spontan.
Bila ventilasi tidak adekuat yang ditandai dengan tidak terjadinya
perbaikan ffekuensi jantung, periksa gerakan dada.Bila tidak atau sedikit saja
gerakan dada maka teknik ventilasi harus diperbaiki dengan cara berikut.
a. Memperbaiki lekatan sungkup wajah
b. Memperbaiki posisi kepala
c. Bila terdapat sekret dalam jalan napas, isap sekretnya
d. Usahakan mulut sedikit terbuka
e. Bila tekanan kurang, naikkan tekanan saat meremas balon
3. Penggunaan oksigen
Janin di dalam rahim mempunyai saturasi oksihemoglobin rata-rata
60%, sedangkan pada anak dan dewasa 95-100%. Penelitian observasional
pada BCB setelah persalinan tanpa komplikasi dan inisiasi pernapasan,
menunjukkan secara normal dibutuhkan waktu beberapa menit, sampai
lebih dari 10 menit, untuk mencapai saturasi 90%. Penelitian pada bayi
kurang bulan belum ada datanya, tetapi penggunaan oksigen cambahan
harus hati- hati untuk terjadinya hiperoksia. Beberapa penelitian pada
BBLyang meneliti penggunaan oksigen 100% dan udara kamar (21%)
memberikan hasil yang berbeda-beda,ada yang menunjukkan resusitasi
dengan udara kamar sama efektifnya dengan oksigen 100%. Panduan
resusitasi menurut AAP dan AHA masih
memperbolehkan/merekomendasikan penggunaan oksigen 100% tetapi
hanya aiberikan saat awal untuk waktu yang tidak lama. Bila resusitasi
dilakukan dengan menggunakan oksigen kadar kurang dari 100%, oksigen
perlu dinaikkan kadamya dapat sampai 100% bila tetap tidak ada perbaikan
setelah 90 detik.
Penggunaan oksimeter nadi sangat berguna. Penelitian-penelitian
tentang penggunaan oksigen dalam resusitasi saat ini masih dilakukan.
4. Kompresi dada
Kompresi dada ialah penekanan yang teratur pada tulang dada ke
arah tulang belakang sehingga meningkatkan tekanan intratoraks dan
memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh.Bila laju jantung
terlalu rendah, sirkulasi menjadi tidak adekuat untuk mendukung oksigenasi
jaringan.Bayi yang mempunyai frekuensi jantung kurang dari 60 kali/menit
meskipun telah dirangsang dan diberikan ventilasi tekanan positif selama 30
detik, mungkin mempunyai kadar oksigen yang sangat rendah dan asidosis
yang signifikan. Akibatnya kontraksi otot jantung tidak cukup kuat untuk
memompa darah ke paru guna mengángkut oksigen yang disangka sudah ada
dalam paru. Darah perlu dipompa secara mekanik bersamaan dengan
melakukan ventilasi paru, sampai miokardium cukup teroksigenasi untuk
berfungsi secara spontan dan adekuat. Proses ini juga membantu aliran
oksigen ke otak.
Karena ventilasi merupakan tindakan yang paling efektif pada
resusitasi BBL dan karena kompresi dada tampaknya harus bersaing dengan
ventilasi efektif, resusitator harus yakin bahwa ventilasi bantuan harus sudah
optimal sebelum memulai kompresi dada. Cara atau teknik melakukan
kompresi dada:
1. Perlu dua orang yang bekerja sama untuk melakukan kompresi dada yang
efektif, satu menekan dada dan yang lain melanjutkan vencilasi. Orang yang
melakukan ventilasi mengambil posisi di sisi kepala bayi agar sungkup wajah
dapat ditempackan secata efektif atau unuuk menstabilkan pipa endoctakeal
dan memantau geuakan dada yang efektif.
2. Lokasi kompresi dada pada BBL adalah seperciga bawah tulang dada, yang
terletak ancata ujung tulang dada dan garis khayal yang menghubungkan ke
dua puting susu, atau satu jari di bawah garis khayal.Tempatkan ke dua ibu
jari atau ke dua jari sedikit di atas/superior sifoid. Hindari penekanan
langsung pada sifoid.
3. Dua cara yang dianjurkan
a. Teknik ibu jari.
Ke dua ibu jari di acas sternum dan jari lain melingkar di bawah bayi
menyangga tulang belakang/ punggung. Posisi ke dua ibu jari berdampingan
atau pada bayi kecil dapat saling susun. Ibu jari difleksikan pada sendi ruas
jari dan tekanan diberikan secara vertikal untuk menekan jantung yang
terletak antar tulang dada dan tulang belakang. Teknik ini mempunyai
keuntungan dibandingkan dengan teknik dua jari karena memperbaiki
tekanan puncak sistolik dan perfusi koroner tanpa komplikasi.Teknik ini
mempunyai keterbatasan yaitu tidak dapat dilakukan secara efektif bila bayi
besar dan tangan penolong kecil dan lebih sulit bila diperlukan akses tali
pusat untuk memberikan obat.
b. Teknik dua jari.
Pada teknik dua jari, ujung jari tengah dan telunjuk arau jari manis
dari satu rangan digunakan unruk menekan. Ke dua jari tegak lurus didinding
dada dan penekanan dengan ujung jari. Tangan lain harus digunakan untuk
menopang bagian belakang bayi sehingga penekanan pada jantung antara
tulang dada dan tulang belakang menjadi lebih efektif. Dengan tangan ke dua
menopang bagian belakang, dapat dirasakan tekanan dan dalamnya
penekanan dengan lebih mudah. Teknik dua jari lebih melelahkan dibanding
dengan teknik dua ibu jari.
4. Kompresi dada dan ventilasi harus dilakukan secara sinkron dengan rasio
3:1 yaitu 90 kompresi dan 30 inflasi untuk mencapai 120 kegiatan tiap satu
menit. Rekomendasi ini didasarkan pada pengalaman dan pengajaran dan
tidak ada penelitian yang menunjangnya. Kompresi dan inflasi harus
terkoordinasi secara sinkron. Dada harus berkembang penuh di antara dua
kompresi. Pengendalian tekanan merupakan bagian yang penting. Gunakan
tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam kira-kira sepertiga
diameter anteroposterior dada. Kemudian, tekanan dilepaskan untuk
memberikan jantung terisi. Satu kompresi terditi dari satu tekanan ke bawah
dan satu pelepasan. Lamanya tekanan ke bawah harus lebih pendek dari
lamanya.pelepasan untuk memberikan curah jantung yang maksimal. Ibu jari
atau ujung jari jangan diangkat dari dinding dada, tetapi cecap harus
memberikan pengembangan dada yang optimal.
5. Pemberian obat dan cairan
Obat dan cairan jarang digunakan pada resusitasi BBL. Bradikardia
umumnya disebabkan karena hipoksia dan ventilasi yang tidak adekuat.
Apnea disebabkan oleh oksigenasi yang tidak cukup pada batang otak.Otot
jantung sejumlah kecil bayi (2 per 100 bayi) mungkin kekurangan oksigen
dalam jangka panjang yang mengakibatkan berkurangnya efekrifitas
kontraksi, meski mendapat perfusi darah yang mengandung banyak oksigen.
Bayi ini memerlukan epinefrin untuk merangsang jantungnya. Bila terjadi
kehilangan darah akut, perlu diberikan cairan penambah volume
darah.Karena itu melakukan ventilasi yang adekuat merupakan langkah yang
terpenting untuk meningkatkan laju jantung. Bila laju jantung tetap kurang
dart 60 kali/menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dada bergerak
pada inflasi) dan kompresi dada, obat perlu diberikan. Karena obat
diharapkan mempunyai efek pada jantung, maka secara ideal pemberian
obar ialah secara cepat yaitu melalui kateter vena umbilikalis.lngatlah bahwa
pemberian obat dan cairan tidak/jangan sampai mengurangi' efisiensi
ventilasi dan kompresi dada.
a. Indikasi
Bila frekuensi jantung tetap di bawah 60 kali/menit meskipun telah
diberikan ventilasi tekanan positif dan kompresi dada secara terkoordinasi,
tindakan pertama ialah memastikan bahwa ventilasi dan kompresi dada
dilakukan secara optimal dan menggunakan oksigen 100%. Setelah hal ini
dipastikan dan frekuensi jantung tetap di bawah 60 kali/menit, obat perlu
diberikan.
b. Cara pemberian obat :
Pemberian obat dapat diberikan melalui beberapa jalan :
1. Vena umbilikal. Cara tercepat untuk memberikan cairan dan dapat
digunakan untuk epinefrin, nalokson, dan/atau natrium bikarbonas. Sebelum
memberikan obat, kateter diisi salin normal lebih dahulu.
2. Pipa endotrakeal. Hanya epinefrin dapat diberikan melalui pipa
endotrakeal.
3. Vena perifer. Pemasangan vena perifer dapat sulit pada BBL yang syok dan
membutuhkan waktu lama.
4. Intramuskuler. Selain melalui intravena, nalokson dapat diberikan
intramuskular.
5. Akses intraoseus. Umumnya jalur intraoseus tidak digunakan pada BBL
karena lebih cepat mengakses vena umbilikallis, fragilitas culang-culang kecil,
dan kecilnya ruang intraoseus terutama bayi prematur. Jalan ini dapat
dipakai sebagai alternatif bila akses vena tidak didapat.
c. Obat yang diberikan
1. Epinefrin
Epinefrin hidroklorida (adrenalin hidrokrida) adalah obat pemicu jantung
yang meningkatkan kekuatan dan kontraksi otot jantung dan mengakibatkan
vasokonstriksi perifer, sehingga akan mengakibatkan meningkatnya aliran
darab melalui arteria koronaria dan aliran darah ke otak.
a. Indikasi.
Indikasi pemberian epinefrin ialah bila frekuensi jantung kurang dari
60 30 detik dan dilanjutkan ventilasi tekanan positif serta kompresi dada
secara terkoordinasi selama 30 detik.Epinefrin tidak diberikan sebelum
ventilasi adekuat, karena:
a. Waktu yang digunakan untuk pemberian epinefrin lebih baik digunakan
untuk ventilasi dan oksigenasi yang efektif.
b. Epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung,
sehingga bila kekurangan oksigen akan mengakibatkan kerusakan otot
jantung.
b. Dosis dan cara pemberian
Epinefrin larutan 1:10.000 direkomendasikan untuk BBL, diberikan
secara intra vena. Pemberian melalui pipa endotrakeal lebih cepat, tetapi
cara ini mengakibatkan kadar dalam darah lebih rendah dan tidak dapat
diprediksi sehingga mungkin tidak efektif. Beberapa klinisi mungkin memilih
cara melalui pipa endotrakeal sementara jalan vena umbilikalis sedang
disiapkan.
Dosis epinefrin ialah 0,1 — 0,3 mL/kg berat badan (setara dengan 0,01
—0,03 mg/kg berat badan) larutan 1:10.000. Perkirakan berat lahir. Bila
diputuskan untuk memberikan epinefrin melalui pipa endotrakeal sementara
jalur intravena sedang disiapkan, pertimbangkan pemberian dosis lebih besar
(0,3 — 1 mL/kg berat badan atau setara 0,03—0,1 mg/kg berat badan).
Jangan memberikan dosis lebih tinggi dari 0,l-0,3mL/ kg bila diberikan
intravena. Beberapa operator menggunakan kateter agar obat masuk lebih
dalam ke dalam pipa. Kemudian beberapa ventilasi tekanan positif diberikan
untuk mendistribusikan obat ke paru agar diabsorbsi. Bila obat diberikan
secara intavena melalui kateter, harus diikuti dengan pemberian 0,5-1,0 mL
garam fisiologis untuk membilas obat dan memastikan dapat mencapai
sirkulasi darah.
Setelah pemberian epinefrin, diharapkan frekuensi jantung
meningkat lebih dari 60 kali/menit dalam waktu 30 detik setelah pemberian
epinefrin. Bila dengan dosis ini tidak terjadi peningkatan, epinefrin dapat
diulangi tiap 3 — 5 menit. Dosis ulangan ini diberikan secara intravena, bila
memungkinkan, dan pastikan bahwa ventilasi dan kompresi dada terjadi
efektif.
2. Cairan penambah volume darah (plasma expander)
a. Indikasi.
Bila bayi terlihatat pucat, ada bukti kehilangan darah dan respons
resusitasi baik, harus dipikirkan kemungkinan kehilangan cairan. Pada
beberapa kasus dapat disebabkan karena kehilangan darah ke sirkulasi
maternal yang akan menunjukkan randa-tanda syok tanpa ada bukti
kehilangan darah yang berarti. Bayi yang mengalami syok akan tampak pucat,
pengisian kembali kapiler (Capillary refill cime/CRT) melambat dan nadi
lemah. Dapat terjadi takikardia atau bradikardia persisten dan sering
keadaan sirkulasi cidak membaik. Cairan yang dianjurkan untuk mengobati
hipovolemia akut adalah cairan kristaloid isotonik, yaitu larutan garam
fisiologis, larutan Ringer Laktat, atau darah O - negatif.
b. Dosis dan cara pemberian.
Dosis awal ialah 10 mL/kg dengan kecepatan 5-10 menu secara
intravena. Bila bayi menunjukkan perbaikan yang minimal setelah pemberian
dosis pertama, dapat diberikan dosis tambahan lagi 10 mL/kg.
3. Nalokson
a. Indikasi.
Indikasi pemberian nalokson ialah bila bayi tecap mengalami depresi
napas setelah frekuensi jantung dan wama kulit menjadi normal dan ibu
mendapat obat narkotika pada 4 jam sebelum persalinan. Nalokson tidak
dianjurkan diberikan sebagai bagian dari resusitasi awal pada BBL dengan
depresi pernapasan di ruang bersalin. Nalokson tidak boleh diberikan pada
bayi dari ibu yang diduga menggunakan narkotik karena dapat menimbulkan
withdrawal sign.
b. Dosis dan cara pemberian.
Dosis nalokson adalah 0,1 mg/kg diberikan secara intravena atau
intramuskular. Seriap bayi yang diberi nalokson karena depresi napas karena
narkotik harus dimonitor ketat untuk beberapa jam.
4. Natrium bikarbonat
a. Indikasi.
Tidak terdapat data yang cukup untuk merekomendasikan
penggunaan natrium bikarbonat pada resusitasi neonatus. Namun demikian,
memperbaiki asidosis intrakardiak dapat memperbaiki fungsi miokardium
dan mendapatkan sirkulasi spontan.Terdapar teori yang menyebutkan
bahwa hiperosmolaritas dan kandungan yang mengbasilkan C02 dari natrium
bikarbonat dapat merusak fungsi miokardial dan serebral. Obat ini hanya
diberikan bila ventilasi dan kompresi dada yang adekuat tidak efektif dalam
memperbaiki sirkulasi. Penggunaan lebih dari satu dosis natrium bikarbonar
pada asidosis persisten, bila mungkin, digunakan berdasarkan basil analisis
gas darah arteri.
b. Dosis dan cara pemberian.
Untuk BBL digunakan natrium bikarbonat 4,2%. Natrium bikarbonat
8,4% mengandung 1 mmol/L (1 21 mEq/mL). Cairan ini hiperosmolar dan
perlu diencerkan 1:1 dengan air steril untuk membuat 4,2% (0,5 mmol/L).
Larutan inipun masih hiperosmolar. Dosis 1-2 mEq/kg diberikan secara
intravena setelah ventilasi dan perfusi adekuat dicapai, diberikan dalam kira-
kira 2 menit yaitu 1 mEq/kg/menit.
VI. KOMPLIKASI
Asfiksia dapat menimbukan berbagai macam gangguan pada sistem saraf
pusat dan organ-organ tertentu. Komplikasi yang muncul antara lain :

SISTEM PENGARUH
Sistem Saraf Pusat Ensefalopati hipoksik-iskemik,
infark,perdarahan intrakranial, kejang-
kejang,edema otak, hipotonia,
hipertonia
Kardiovaskular Iskemia miokardium, kontraktilitas
jelek, bising jantung,
insufisiensitrikuspidalis, hipotensi
Pulmonal Sirkulasi janin persisten,
perdarahanparu, sindrom kegawatan
pernapasan
Ginjal Nekrosis tubular akut atau korteks
Adrenal Perdarahan Adrenal
Saluran cerna Perforasi, ulserasi, nekrosis
Metabolik Sekresi ADH yang tidak
sesuai,hiponatremia,
hipoglikemia,hipokalsemia,
mioglobinuria
Kulit Nekrosis lemak
Hematologi Koagulasi intravascular

Dan berikut adalah komplikasi yang mungkin terjadi dan perawatan pasca
resusitasi yang dilakukan
VII. RUJUKAN
Hampir seluruh bidan desa yang menangani asfiksia BBLmelakukan tindakan
resusitasi yang meliputi langkah awal dan ventilasi. Tindakan resusitasi yang
dilakukan hanya mampu membuat bayi merintih, tetapi dengan kondisi napas
masih megap-megap. Oleh sebab itu, seluruh bidan desa tersebut merujuk bayi
ke RS untuk menunjang kehidupan bayi dengan fasilitas yang lebih lengkap:
a. Tanda bahwa bayi harus dirujuk :11
1. Frekuensi nafas <40/menit atau>60/menit.
2. Tarikan dinding dada.
3. Merintih (nafas bunyi saat ekspirasi) atau megap-megap (nafas bunyi saat
inspirasi).
4. Tubuh bayi pucat atau kebiruan.
5. Bayi lemas.
b. Jika akan dirujuk,catat:
1. Nama ibu, alamat, tanggal dan waktu bayi baru lahir.
2. Kondisi bayi seperti gawat janin sebelumnya, air ketuban mekonium, tangisan
bayi, waktu memulai resusitasi, langkah resusitasi yang dilakukan, hasil
resusitasi.
c. Bila tidak mau dirujuk & tidak berhasil:
24
1. Sesudah 10 menit,pertimbangkan untuk menghentikan resusitasi.
2. Konseling.
3. Pencatatan & pelaporan.
VIII. ALGORITMA PENATALAKSANAAN

Tatalaksana untuk Resusitasi Jantung Paru pada bayi


Bagan 1.Algoritma resusitasi neonatal (New algorithm for 6thedition.Prambudi,
2013)

Anda mungkin juga menyukai