Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Gangguan Pada Sistem Pencernaan: Hirscprung dan Gangguan
Pada Sistem Reproduksi: Hipospadia/Epispadi “. Makalah ini ditulis untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
Makalah ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Kami
selaku penulis makalah ini mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang
sudah ikut terlibat.
Dalam penyusunan makalah ini kami sudah menyusunnya dengan sebaik
mungkin , tetapi jika ada kesalahan dan kekurangan , kami mohon maaf. Oleh karena
itu, saran dan kritik dari semua pihak sangat kami harapkan, karena itu semua menjadi
motivasi bagi kami agar dapat menulis dengan lebih baik.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
1. Apa itu pengertian hirschprung dan hipospadi/epispadi?
2. Bagaimana anatomi fisiologi pada hirschprung dan hipospadi?
3. Apa saja klasifikasi pada hirschprung dan hipospadi?
4. Bagaimana patofisiologi hirschprung dan hipospadi?
5. Apa saja etiologi pada hirschprung dan hipospadi?
6. Apa saja manifestasi klinis pada hirschprung dan hipospadi?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada hirschprung dan hipospadi?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada hirschprung dan hipospadi?
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui pengertian hirschprung dan hipospadi.
2. Mengetahui anatomi fisiologi pada hirschprung dan hipospadi.
3. Mengetahui klasifikasi pada hirschprung dan hipospadi
4. Mengetahui etiologi pada hirschprung dan hipospadi
5. Mengetahui manifestasi klinis pada hirschprung dan hipospadi
6. Mengetahui penatalaksanaan medis pada hirschprung dan hipospadi
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada hirschprung dan hipospadi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Hirschprung
1. Pengertian
Penyakit hirschprung merupakan kelainan kongenital yang disebabkan oleh
obstruksi mekanis dari motilitas atau pergerakan bagian usus yang tidak adekuat. (Anik
Maryunani dan Nurhayati, 2009)
Penyakit hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus.
(Ariff Mansjoer, dkk. 2000)
Penyakit hirschprung atau mega colon adalah penyakit yang disebabkan oleh
tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan
tidak mempunyai spinkter rektum berelaksasi. (Anik Maryunani dan Nurhayati, 2009)
Hischprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel
ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid colon. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi
usus spontan. (Betz, Cecily&Sowden dalam buku dr. Brahm U. Pendit, dkk. 2005)
Jadi penyakit hirschprung itu adalah kelainan bawaan karena tidak adekuatnya
pergerakan bagian usus. Kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir lebih
kurang 3 kg, lebih banyak laki-laki daripada perempuan.
2. Anatomi Fisiologi
Usus besar membentang dari
ujung ileum sampai ke anus dan
memiliki panjang sekitar 1,5 meter.
Usus besar membentuk arkus, yang
melingkupi sebagian besar usus
halus, dan dibagi menjadi tujuh
bagian. Bagian-bagian usus besar:
a. Sekum
Sekum terletak dibagian kanan fosa ilika. Sekum merupakan area yang
berdilatasi, yang ujung bawahnya buntu, tetapi bagian atasnya
menyambung dengan kolon asenden dan tempat perpotongannya
merupakan tempat ileum terbuka kedalam sekum, yakni melalui katup ileo-
sekum. Katup ini merupakan sfingter dan mencegah isi sekum masuk
kembali kedalam ileum. Dengan masuknya makanan ke dalam lambung,
kontraksi duodenum dimulai dan usus halus beristirahat, diikuti pasase isi
ileum kedalam sekum melalui katup ileo-sekum. Hal ini disebut refleks
gastro-ileum.
b. Kolon asenden
Panjang kolon asenden kira-kira 15 cm dan lebih sempit daripada sekum.
Kolon ini naik disisi kanan abdomen ke permukaan bawah hati, tempat ia
menekuk kedepan dan ke kiri pada fleksura kolik kanan.
c. Kolon transversum
Panjang kolon transversum kira-kira 50 cm dan berjalan menyilang
abdomen ke permukaan bawah limpa pada arkus terinversi. Disini, kolon
menekuk dengan tajam ke arah bawah pada fleksura kolik kiri.
d. Kolon desenden
Panjang kolon desenden sekitar 25 cm dan berjalan kebawah pada sisi kiri
abdomen ke pintu masuk pelvis minor, dimana ia menjadi kolon sigmoid.
e. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid membentuk lengkung yang panjangnya kira-kira 40 cm dan
berada dalam pelvis minor.
f. Rektum
Rektum merupakan struktur lanjutan dari kolon sigmoid. Panjang rektum
ialah sekitar 12 cm dan berjalan melalui diafragma pelvis menjadi kanal
anus.
g. Kanal anal
Kanal anus berjalan kearah bawah dan ke belakang, ke ujung anus. Pada
sambungan anus dan rektum, otot sirkular yang tidak lurik menebal untuk
membentuk sfingter anus interna yang melingkari tiga perempat bagian atas
saluran anus. Sfingter anus eksterna ini mengelilingi panjang keseluruhan
kanal anus dan merupakan tonus sfingter ini, yang dapat dikontraksikan
secara volunter untuk menutup anus dengan lebih kuat.
3. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:
a) Penyakit hirsprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid tipe ini merupakan 70%
dari seluruh kasus hisprung dan sering ditemukan pada bayi laki-laki dibanding
bayi perempuan.
b) Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan ini dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon
atau usus halus. Ditemukan sama banyaknya pada bayi laki-laki maupun bayi
perempuan.
4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, bahan makan yang dicerna dapat berjalan disepanjang
usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi
ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh
sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada
penyakit Hirschprung, ganglion/pleksus yang memerintahakan gerakan peristaltik
tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa cm (sentimeter). Segmen usus yang
tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang
dicerna sehingga terjadi penyumbatan. (Dasgupta, 2004)
Dengan kondisi tidak adanya ganglion, maka akan memberikan manifestasi
gangguan atau tidak adanya peristalsis sehingga akan terjadi tidak adanya evakuasi
usus spontan. Selain itu spingter rektum tidak dapat berelaksasi secara optimal,
kondisi ini dapat mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus kemudian
terdorong ke segmen aganglionik dan terjadi akumulasi feses di daerah tersebut
sehingga memberikan manifestasi dilatasi usus pada bagian proksimal.
5. Etiologi
Ada juga yang menjadi penyebab Hisprung atau Mega Colon.
1. Diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan.
2. Sering terjadi pada anak yang Down Syndrome.
3. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada myenterik dan submukosa dinding pleksus.
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis dari penyakit hisprung, yaitu;
1. Adanya konstipasi
2. Tinja/feses yang berbau busuk
3. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia
4. Kadang timbul diare dan muntah
Tanda dan gejala pada masa neonatal, masa bayi dan anak-anak:
1. Masa neonatal
- Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
- Muntah berisi cairan empedu
- Enggan minum
- Distensi abdomen
2. Masa bayi dan anak – anak
- Konstipasi
- Diare berulang
- Tinja seperti pita dan berbau busuk
- Distenssi abdomen
- Adanya masa difecal dapat dipalpasi
- Gagal tumbuh
- Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi
7. Pemeriksaan penunjang
Sinar-X
Bagian perut menggunakan pewarna kontras. Barium atau pewarna
kontras lain ditempatkan ke usus melalui tabung khusus dan
dimasukan ke dalam rektum. Barium mengisi dan melapisi lapisan
usus, menciptakan siluet yang jelas dari usus besar dan rektum.
Uji Manometer
Mengukur kontrol otot disekitar dubur. Sebuah tes manometer
biasanya dilakukan pada anak-anak dan orang dewasa. Selama uji
manometer dokter menggunakan balon kembang kempes yang
dimasukan kedalam rektum. Hasilnya otot sekitarnya akan
berelaksasi. Jika tidak, penyakit hirschprung mungkin diduga
sebagai penyebabnya.
Biopsi
Ini adalah cara paling pasti untuk mengidentifikasi penyakit
hirschsprung. Sample biopsi dapat dikumpulkan dengan
menggunakan perangkat hisap dan dilakukan secara rawat jalan,
yang berarti tidak memerlukan tinggal di rumah sakit.
8. Komplikasi
a. Obstruksi usus
b. Konstipasi
c. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
d. Entrokolitis
e. Struktur anal dan inkontinesnsia (post operasi)
9. Penatalaksanaan
1) Medik
Bila belum dapat dilakukan operasi, biasanya (merupakan tindakan
sementara) dipasang pipa rectum, dengan atau tanpa dilakukan pembilasan
dengan air garam fisiologis secara teratur.
a. Bayi dengan obstruksi akut
Pemeriksaan rectal atau memasukan pipa rectal sering dapat
memperbaiki keadaan sementara waktu
Mengosongkan rectum tiap hari dengan cairan NaCl 0,9 %
b. Pengobatan enterokolitis
2) Bedah
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di
usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan
motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spingter ani internal.
Pembedahan yang dilakukan yaitu:
a. Kolostomi sementara pada bagian transisi segera setelah diketahui
diagnosis, dikonfirmasikan dengan pemeriksaan histology sehingga
akan mengurangi adanya enterolitis.
b. Anastomosis definitive bagian yang mempunyai ganglion dengan
saluran anus, dilakukan pada umur 9 sampai 12 bulan atau 6 bulan
setelah kolostomi pada anak yang lebih besar.
Prosedur Duhamel: penarikan kolon normal kearah bawah
menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
Prosedur Swenson: dilakukan anastomosis end to end pada
kolon berganglion dengan saluran anal yang dibatasi
Prosedur Saave: dinding otot dari segmen rektum dibiarkan
tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai anus.
10. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Identitas klien
Terjadi terutama pada neonatus dan kanak-kanak. Lebih sering terjadi
pada laki-laki daripada perempuan.
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan mekonium lambat keluar atau tidak keluar.
3. Riwayat penyakit sekarang
Mekonium lambat keluar lebih dari 24-48 jam setelah lahir, perut
kembung, muntah berwarna hijau, dan nyeri abdomen. Pada anak-anak
kadang terdapat diare atau enterokolitis kronik disertai kehilangan
cairan, elektrolit, dan protein yang masif, secara cepat dan progresif
menjadi sepsis dan syok.
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diketahui adanya peningkatan kesulitan dalam
defekasi dimulai pada beberapa minggu pertama kehidupan, konstipasi
sejak lahir dan ditemukannya rektum yang kosong.
5. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada
anaknya.
6. Riwayat kesehatan lingkungan
Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
7. Kebutuhan nutrisi
Pola nutrisi didapatkan penurunan nafsu makan, minum, dan muntah
berwarna hijau, atau ada pembatasan klien pre op.
8. Kebutuhan eliminasi
Konstipasi, tinja seperti pita dan berbau busuk.
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan umum
Kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah dan gelisah, suhu
tubuh meningkat bila terdapat enterokolitis, nadi cepat dan lemah,
respirasi takipnea, BB menurun.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskuler
Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan
Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan
Umumnya obstipasi. Perut kembung/ perut tegang, muntah berwarna
hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok
anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti
dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d. Sistem saraf
SSP: tidak ada kelainan, namun ada kelainan sel ganglion pada
ususnya.
e. Sistem muskuloskeletal
Gangguan rasa nyaman.
f. Sistem integumen
Akral hangat.
g. Sistem pendengaran
Tidak ada kelainan.
IV. Intervensi
a. Diagnosa pre-operasi
No. Rasional
Tujuan Intervensi
DK
1 Setelah diberi tindakan 1. Makanan yang 1. Meningkatkan bulk
asuhan keperawatan lembut tetapi feces dan
selama 2 x 24 jam klien mempunyai serat memudahkan
tidak mengalami tinggi peristaltik, sehingga
gangguan eleminasi meningkatkan
KH: - Klien dapat BAB 2. Pelunak feces defekasi
- Tidak distensi diberikan sesuai 2. Mungkin perlu
abdomen resep atau enema untuk merangsang
retensi – minyak peristaltik dengan
dapat diberikan perlahan/evakuasi
untuk melunakan feces
feces dan
menurunkan
inflamasi
2 Setelah dilakukan 1. Pertahankan status 1. Persiapan pasien
tindakan selama 3 x 24 puasa sesuai advisc sebelum tindakan
jam kebutuhan nutrisi pembedahan guna
adekuat meminimalkan efek
KH: - Bayi mau makan nakose
- Nutrisinya 2. Pertahankan NGT 2. Meningkatkan
terpenuhi tersambung pada dekompresi usus
drainase gravitasi untuk menurunkan
atau penghisap ditensi dan
rendah dan menurunkan mual
intermitten atau muntah
3. Irigasi NGT tiap 2 3. Mempertahankan
jam untuk menjamin kebersihan NGT
kepatenan
4. Haluaran cairan
berlebihan dapat
4. Catat warna, jumlah menyebabkan
dan karakteristik ketidakseimbangan
cairan NGT cairan dan elektrolit
5. Memeperbaiki
6. Mengembalikan
fungsi usus normal
6. Beri cairan per NGT
dan meningkatkan
sesuai kondisi dan
masukan nutrisi
advice
adekuat
7. Menentukan
7. Observasi abdomen: kembalinya
Distensi (ukur peristaltik
lingkar perut dan
tanda vital), pulihnya
bising usus, pasase
flatus dan feces 8. Mengidentifikasi
maupun kolostomi status cairan serta
8. Timbang BB tiap memastikan
hari kebutuhan
metabolic
b. Diagnosa post-operasi
No. Tujuan Intervensi Rasional
DK
1 Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri dengan 1. Membantu
tindakan selama 1x24 skala 1-10 mengidentifikasi
jam nyeri akan 2. Berikan rasa nyaman intervensi yang
berkurang / nyeri hilang reposisi, “Back Rub” tepat dan
KH: (pijat punggung), mengevaluasi
- Skala nyeri 0-3 mendengarkan musik, keefektifan
- Wajah rileks dan sentuhan, dll analgesic
mampu 3. Berikan ketenangan 2. Menurunkan
beristirahat/tidur pada anak ketegangan otot,
dengan tepat 4. Observasi pola tidur meningkatkan
dan hindari hal-hal relaksasi,
yang tidak dibutuhkan meningkatkan rasa
oleh anak kontrol dan
5. Pemberian obat untuk kemampuan koping
mengatasi nyeri sesuai 3. Memberikan
program dukungan (fisik,
emosional)
4. Mengetahui dan
mempertahankan
tingkat
kenyamanan
5. Mengontrol atau
mengurangi nyeri
untuk
meningkatkan
kerjasama dengan
aturan terapeutik
Penyakit Hirschprung
Risiko infeksi
Nyeri Perforasi
peritonitis