Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS JEJAK EKOLOGIS MELALUI STUDI JEJAK KARBON

PADA TRANSPORTASI DARAT

Farha Dapas1)
1)
Program studi Biologi FMIPA, Universitas Sam Ratulangi Manado
e-mail : ayafarha@yahoo.com

ABSTRAK
Analisis jejak ekologis adalah salah satu alat perencanaan dalam pembangunan berkelanjutan.
Konsep ini tidak hanya untuk menilai aktivitas manusia dalam kaitannya dengan keberlanjutan
tetapi juga efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan para pembuat keputusan untuk
mengelola sumber daya alam secara lebih baik dan komprehensif. Analisis Jejak ekologis adalah
alat untuk mengukur konsumsi sumberdaya alam dan batasan asimilasi limbah yang dihasilkan
oleh populasi manusia atau ekonomi dikaitkan dengan daya dukung lahan. Salah satu bagian
dalam analisis jejak ekologis adalah studi jejak karbon, dengan menghitung emisi karbon dioksida
melalui pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor. Hasilnya dapat memberi
gambaran mengenai dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan dalam satuan tertentu (lahan
bioproduktif) dan dapat dihubungkan dengan daya dukung bumi (biokapasitas).
Kata kunci : jejak ekologis, jejak karbon, biokapasitas

ECOLOGICAL FOOTPRINT ANALYSIS BY CARBON FOOTPRINT STUDY


ON LAND TRANSPORTATION

ABSTRACT
Ecological Footprint analysis is one of the planning tool or indicator in sustainable development.
This concept is not only to assess human activity in regard with sustainability but also effectively
to raise community awareness and the decision maker to manage the resources better and
comprehensive. Ecological Footprint analysis is an accounting tool that enables us to estimate the
resource consumption and waste assimilation requirements of a defined human population or
economy in terms of a corresponding productive land area. Carbon footprint can be studied by
counting the Carbon dioxide emission or waste through fossil fuels consumption in vehicles. The
result shows the human activities impact on environment in certain unit (bioproductive land) and
can be connected with earth carrying capacity (biocapacity).
Keywords: ecological footprint, carbon footprint, biocapacity

PENDAHULUAN mobilitas juga semakin tinggi. Dengan


semakin terbukanya akses memiliki
Alam menyediakan kebutuhan hidup kendaraan (mobil/motor), ketergantungan
mendasar bagi umat manusia. Selain akan bahan bakar fosil pun akan semakin
menyediakan material, alam mampu meningkat. Akibat yang tidak dapat dihindari
menyerap limbah hasil ekstraksi dalam adalah emisi CO2 dari bahan bakar fosil yang
jumlah tertentu. Namun, semakin merupakan sumber utama gas rumah kaca
meningkatnya aktivitas manusia semakin saat ini. Bila penggunaan energi berlangsung
meningkat pula kebutuhannya. Bila secara terus menerus akan menghasilkan gap
kebutuhan primer dan sekunder seperti antara kebutuhan manusia dan
sandang, pangan dan papan, telah terpenuhi ketersediaannya di alam. Selanjutnya sisa
maka kebutuhan selanjutnya adalah buangan, seperti emisi karbon berkontribusi
kebutuhan tersier atau gaya hidup (lifestyle), sangat nyata bagi pemanasan global.
seperti alat transportasi. Kebutuhan akan alat Untuk dapat hidup secara
transportasi menjadi semakin penting, berkelanjutan, manusia harus menggunakan
sehingga kebutuhan akan energi untuk produk esensial dan proses alamiah tidak
118 Jurnal Ilmiah Sains Vol. 15 No.2, Oktober 2015

lebih cepat daripada yang dapat diperbaharui, bioproduktif yang digunakan untuk
serta menghasilkan sampah tidak lebih cepat menghasilkan atau memproduksi barang atau
daripada yang dapat diserap oleh alam. jasa yang dikonsumsi oleh sejumlah populasi
Wackernagel (2011) dari Global Footprint tertentu dan untuk menyerap atau
Network menghitung kecepatan output mengasimilasi limbah yang dihasilkan
dengan mengukur biokapasitas, yakni menggunakan teknologi yang umum
kemampuan alam untuk memperbarui sumber (Chambers et al.,, 2000 dalam Septiarani,
daya dan menyediakan layanan ekologi. Hal 2010). Satuan yang biasa digunakan adalah
ini menjadi peringatan bahwa kemanapun hektar dan dapat dihitung menurut individu,
masa depan akan pergi, apakah manusia komunitas, perdesaan, perkotaan, provinsi,
menghindari bencana iklim atau justru negara bahkan populasi global secara
meneruskannya, dengan cara-cara business as keseluruhan. Ecological Footprint juga dapat
usual, peningkatan konsumsi, populasi menghitung konsumsi suatu organisasi,
penduduk dan emisi CO2, akan mempercepat aktivitas manusia tertentu atau barang dan
tekanan terhadap biokapasitas. jasa tertentu (Rees dan Wackernagel, 1996).
Oleh karena itu penting bagi kita Perhitungan EF yang telah dilakukan
untuk mengetahui seberapa besar jejak berdasarkan data (CBD, 2010) kebutuhan
ekologis yang kita tinggalkan melalui manusia akan aset ekologi terus meningkat
aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Salah pada periode 1961-2007. Permintaan akan
satu cara dengan menghitung jejak karbon sumberdaya alam dan jasa ekologis mencapai
(Carbon Footprint) yang dihasilkan dari hamper 50% sejak tahun 1961 sehingga saat
penggunaan kendaraan pribadi untuk ini menjadi 151% dari kapasitas yang ada,
menggambarkan tingkat konsumsi maupun atau setara 1.5 kali nilai planet. Permintaan
emisi CO2 yang dihasilkan dari aktivitas sumberdaya dan jasa ekologis meningkat
berkendara selama periode tertentu, sebagai pada semua tipe lahan, meskipun permintaan
bagian dari Analisis Ecological Footprint. dari hutan dan serapan karbon meningkat
paling cepat. Perbedaan nilai footprint dapat
ECOLOGICAL FOOTPRINT : ditemukan pada level regional sebagai nilai
MENGUKUR CARBON FOOTPRINT konsumsi per kapita, dimana yang tertinggi
adalah Amerika Utara (7.9 gha/kapita) dan
A. Prinsip dan Konsep Ecological Eropa (4.7), serta yang terendah adalah di
Footprint Afrika (1.4) dan Asia Pasifik (1.8).
Sebuah konsep untuk melakukan
perhitungan terhadap aliran energi dan siklus B. Pentingnya Pendekatan Ecological
materi dari / ke ekonomi dan dikonversikan Footprint (EF) / Carbon Footprint (CF)
ke lahan atau perairan yang mendukung untuk Sustainable Development
aliran ini telah dibangun oleh Rees dan Carbon Footprint merupakan suatu
Wackernagel (1996). Konsep ini tidak hanya ukuran jumlah total dari hasil emisi karbon
menilai keberlanjutan aktivitas manusia saat dioksida yang secara langsung maupun tidak
ini, tapi juga efektif membangun kesadaran langsung disebabkan oleh aktivitas atau
masyarakat serta membantu para pengambil akumulasi yang berlebih dari penggunaan
kebijakan. Konsep yang disebut Ecological produk dalam kehidupan sehari-hari,
Footprint (EF) didasarkan pada pencarian misalnya pembakaran bahan bakar fosil dari
indikator berkelanjutan, khususnya mengukur penggunaan kendaraan bermotor
pemanfaatan sumberdaya alam oleh manusia (Wiedemann dan Minx, 2007 dalam
dikaitkan dengan daya dukung. Hasilnya Dhewantara, 2010). Terdapat 2 macam CF
dapat memberi gambaran mengenai dampak yakni secara Footprint Primer dan Sekunder.
aktivitas manusia terhadap lingkungan dalam Yang dimaksud dengan jejak karbon Primer
satuan tertentu (lahan bioproduktif) dan dapat adalah ukuran emisi CO2 yang bersifat
dihubungkan dengan daya dukung bumi langsung, dimana emisi ini didapat dari hasil
(biokapasitas). Biokapasitas merupakan pembakaran bahan bakar fosil seperti
langkah awal untuk menentukan dampak kendaraan dan transportasi lainnya,
aktivitas manusia terhadap lingkungan, sedangkan jejak karbon sekunder adalah
sehingga faktor yang diukur adalah berapa ukuran emisi CO2 yang bersifat tidak
besar sumberdaya dalam satuan lahan langsung, didapat dari daur ulang produk
Dapas: Analisis Jejak Ekologis …………. 119

yang kita gunakan seperti dalam penggunaan Berdasarkan penelitian yang sudah
listrik dan sebagainya (Walser, 2010, dalam dilakukan Dhewantara (2010), perhitungan
Puri, 2009). jejak karbon atau emisi karbon dioksida yang
Menghitung jejak karbon akan dihasilkan dari sumber bergerak (mobile
menolong baik individu maupun kelompok sources) dibedakan menjadi dua pendekatan,
untuk mengetahui seberapa besar sumbangan yaitu melalui pendekatan volume bahan bakar
emisi karbon yang telah diberikan ke bumi yang digunakan (fuel-used based) dan
pada suatu periode tertentu. Dengan kata lain, pendekatan jarak tempuh perjalanan (distance
penghitungan jejak karbon untuk mengukur based). Perhitungan emsisi karbon dioksida
paparan karbon akibat gaya hidup dan dilakukan dengan cara mengalikan volume
konsumsi langsung individual atau kelompok bahan bakar yang dikonsumsi dengan faktor
terhadap barang dan jasa. Salah satu emisi dari jenis bahan bakar yang dikonsumsi
penghitungan jejak yang paling sederhana tersebut. Metode perhitungan berdasarkan
adalah konsumsi energi selama perjalanan fuel-used based memiliki tingkat reliabilitas
dengan mobil. yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Seperti sudah dipaparkan di atas, metode distance based. Oleh karena itu
penyebab yang paling mungkin dari disarankan menggunakan metode fuel used
pemanasan global adalah besarnya jumlah based dalam menghitung emisi CO2 dari
emisi Gas Rumah Kaca (GRK)/Green House konsumsi bahan bakar (World Resource
Gases selama aktifitas industri global. Gas Institute, 2007 dalam Dhewantara, 2010).
rumah kaca terdiri atas karbon dioksida
(CO2), gas metan (CH4), karbon monoksida C. Faktor Eksternalitas dan Internalitas
(CO), dinitrogen oksida (N2O), nitrogen Saat ini di seluruh dunia terdapat
oksida (NOx), dan sulfur dioksida (SO2), lebih dari 500 juta kendaraan bermotor. Jika
namun karbon dioksida adalah sumber utama setiap kendaraan membakar rata-rata hampir
emisi GRK pada saat ini (Sen, 2012). Emisi 2 galon bahan bakar per hari maka hal itu
GRK yang dihasilkan akibat pemakaian sama dengan mengkonsumsi sepertiga
bahan bakar fosil dari sektor transportasi produksi minyak dunia. Apalagi dengan terus
sebesar 23% pada tahun 2007, dan bertambahnya populasi manusia secara
diproyeksikan akan mencapai 29% pada signifikan turut meningkatkan permintaan
2030. Tingginya emisi GRK memicu dan penggunaan kendaraan bermotor (Silver,
terjadinya perubahan iklim, yang merupakan 1999 dalam Dhewantara, 2010).
ancaman serius terhadap lingkungan sebagai Konsumsi barang publik, seperti
bentuk konsekuensi dari pola-pola konsumsi bahan bakar fosil, sering menimbulkan
dan gaya hidup yang tidak berkelanjutan dampak eksternal atau disebut sebagai
(WCED, 1987 dalam Dhewantara, 2010). eksternalitas. Secara umum eksternalitas
Batas aman konsentrasi CO2 di atmosfer diartikan sebagai dampak baik positif
adalah 350 ppm sementara saat ini maupun negatif dari tindakan satu pihak
konsentrasinya telah mencapai level 390 terhadap pihak lain (net cost atau benefit).
ppm, dan terus meningkat sebesar 2 ppm per Pada kenyataannya kedua dampak tersebut
tahun (Jasmin, 2010). dapat muncul bersamaan dan terjadi secara
Dalam kaitannya dengan simultan. Eksternalitas terjadi jika kegiatan
pembangunan berkelanjutan (Sustainable produksi atau konsumsi dari satu pihak
Development), analisis jejak ekologi saat ini mempengaruhi kegunaan (utilitas) pihak lain
telah banyak digunakan sebagai indikator (tidak diinginkan oleh pihak lain tersebut)
keberlanjutan suatu lingkungan. Baik jejak dan pihak pembuat eksternalitas tidak
ekologi maupun jejak karbon dapat menyediakan kompensasi terhadap pihak
digunakan untuk mengukur besaran dampak yang terkena dampak (Fauzi, 2006 dalam
yang dihasilkan dari aktivitas manusia dalam Septiarani, 2010). Secara singkat diartikan
mengkonsumsi sumberdaya alam yang sebagai dampak yang dirasakan pihak ketiga
tersedia sehingga dapat dijadikan alat untuk yang disebabkan oleh suatu kegiatan
perencanaan menuju pemanfaatan transaksi atau kegiatan tertentu. Dampak
sumberdaya alam secara berkelanjutan (Rees tersebut terjadi dari empat interaksi pelaku
dan Wackernagel, 1996). ekonomi, yaitu antara produsen dan
produsen, produsen dan konsumen,
120 Jurnal Ilmiah Sains Vol. 15 No.2, Oktober 2015

konsumen dan konsumen, serta konsumen Change and Forestry) dan lahan gambut
dan produsen (Sutikno dan Maryunani, 2006 (IESR, 2011).
dalam Septiarani, 2010). Selanjutnya disebutkan juga bahwa
Koreksi terhadap eksternalitas dapat emisi CO2 dari konsumsi bahan bakar fosil
dilakukan melalui internalisasi (penyatuan dari tahun 2000-2005, naik hingga 6,4% per
proses pengambilan keputusan dalam satu tahunnya. Sumber bahan bakar utama dari
unit usaha), pemberlakuan pajak (ketika kategori emisi ini berasal dari listrik,
pencemar harus membayar akibat penyulingan minyak bumi dan gas (35%);
kegiatannya yang mencemari lingkungan) transportasi (23%); permukiman (9%) dan
dan dengan memfungsikan pasar. Untuk industri manufaktur serta konstruksi (27%).
kasus eksternalitas negatif, berupa Di tahun 2000, emisi gas rumah kaca melalui
pencemaran, koreksi dapat dilakukan melalui pembakaran bahan bakar fosil beranjak dari
pemberlakuan kebijakan antara lain berupa 240,877 Ggram di tahun 2000 sampai
Sistem insentif-disinsentif (Fauzi, 2006 333,438 Ggram di tahun 2005. Berdasarkan
dalam Septiarani, 2010). Secara spesifik data yang diperoleh dari Second National
dihubungkan dengan emisi karbon, jika jejak Communication, dapat dikatakan bahwa
karbon diketahui, maka strategi yang tepat emisi nasional Indonesia di tahun 2005
untuk mengurangi emisi adalah melalui mencapai 1,13 kg CO2-ek/kapita/hari (1130 g
Carbon Diet atau cara-cara seperti Life Cycle CO2-ek/kapita/hari) atau 411,33 kg CO2-
Assessment (LCA), identifikasi konsumsi ek/kapita/tahun (0,411 ton CO2-
energi yang terkait dengan emisi CO2, ek/kapita/tahun) (IESR, 2011).
optimalisasi energi untuk mengurangi emisi
CO2 dan gas rumah kaca lainnya Analisis Jejak Karbon (Studi Kasus
(Dhewantara, 2010). Perbandingan di Kota Manado dan Kota
Pada skala nasional, beberapa Bandung)
dokumen yang dikeluarkan oleh Indonesia
sebagai pegangan departemen dan Berdasarkan data sekunder Sulawesi
kementrian pun mulai disosialisasikan. Mulai Utara dalam Angka tahun 2009, jumlah
dari identifikasi potensi penurunan emisi, kendaraan bermotor di Sulawesi Utara adalah
sampai kepada rancangan kebijakan yang 217,754 unit yang terdiri dari berbagai jenis
akan digunakan oleh Indonesia untuk (Tabel 1). Sedangkan jumlah penduduk
menurunkan emisi dalam negeri. Salah satu Sulawesi Utara adalah 2.121.017 jiwa pada
dokumen yang dikeluarkan oleh Indonesia, tahun 2005. Selama tahun 2008 jasa
Second National Communication, pengangkutan menggulirkan dana sebesar Rp.
menyatakan bahwa emisi nasional Indonesia 205,976 juta. Luas daratan 15,273 km2
di tahun 2000 mencapai 556,499 Ggram CO2- (tahun 2008) dengan komposisi lahan sawah
ekivalen. Emisi ini berasal dari seluruh sektor seluas 65,629 Hektar (4,30% dari total) dan
kecuali LULUCF (Land Use, Land Use lahan kering sebesar 1,461,698 Ha (95,70%
dari total luas).
Tabel 1. Perbandingan Penduduk, Jumlah Kendaraan dan Luas Lahan Provinsi Jawa Barat
dan Sulawesi Utara
Keterangan Kepadatan Jumlah Jumlah Luas Lahan
Penduduk penduduk Kendaraan
(jiwa/km2)
Jawa Barat (Dalam 1,441,24 42,19 juta jiwa 6,835,197 luas lahan kering : 582,323 (24.79%)
Angka tahun 2009) (2008), 39,96 (2009), persen dari jumlah lahan kering),
juta jiwa 6,144,750 Tegal/Kebun 576,565 Ha (24.55%).
(2005) (2007) Luas sawah 378 856 Ha (40.09%) dr
luas sawah lahan total
Bandung 14 234,53
Sulawesi Utara 144,57 2.208.012 217,754 lahan sawah seluas 65,629 Hektar
(Dalam Angka (2008) (2009) (4,30% dari total) dan lahan kering
2009) sebesar 1,461,698 Ha
Manado 429.149
Dapas: Analisis Jejak Ekologis …………. 121

Data di atas menunjukkan bahwa antara lain menggunakan teknologi


proporsi jumlah penduduk, jumlah kendaraan sumberdaya yang efisien untuk mengurangi
dan luas lahan di Sulawesi Utara cenderung permintaan terhadap sumberdaya alam;
lebih rendah dibandingkan dengan provinsi- mengurangi konsumsi dengan meningkatkan
provinsi di Pulau Jawa, khususnya kota-kota kualitas hidup, misalnya membangun
besar seperti Jakarta atau Bandung. Namun, pedestrian untuk pejalan kaki yang lebih
bila dihubungkan dengan jumlah kendaraan bersahabat untuk mengurangi kebutuhan akan
serta luas areal produktif di Sulawesi Utara, bahan bakar fosil; mengurangi kepadatan
angka tersebut masih relatif lebih rendah bila penduduk melalui pembatasan jumlah anak;
dibandingkan dengan angka yang sama di dan berinvestasi pada sumberdaya alam,
Kota Bandung (dibandingkan dengan dalam hal ini mengimplementasikan metode
penelitian Dhewantara, 2010), karena jumlah yang menghasilkan lebih terhadap
penduduk Kota Bandung yang lebih besar produktivitas biologi lahan sehingga dapat
sementara luas areal produktif lebih kecil meningkatkan suplai (Wackernagel et al.,,
daripada Sulawesi Utara. 2006).
Pada pengukuran yang dilakukan Jejak ekologi penting diketahui
Wackernagel et al., (2006), suplai lahan dalam rangka mengantisipasi sistem
bioproduktif dan laut pada planet ini sebesar transportasi. Soemarwoto (2006) telah
1.8 hektar per orang. Jumlah tersebut akan memberikan telaahan yang dapat digunakan
berkurang jika terdapat spesies lain yang juga untuk mendorong masyarakat maupun
bergantung pada lahan itu. Namun jumlah pemerintah untuk merenungkan dan mengkaji
tersebut jauh lebih kecil dibandingkan ulang sistem transpor Indonesia serta
penduduk Kanada yang memerlukan rata-rata dampaknya terhadap pembangunan
7.5 hektar untuk memenuhi konsumsi berkelanjutan. Pertama, sistem transport yang
perorang. Jika hal tersebut dibiarkan, itu berorientasi pada transport darat,
artinya diperlukan 4 planet tambahan untuk mengingkari sifat Negara NKRI yang terdiri
memenuhi kebutuhan penduduk tersebut. dari ribuan pulau, sehingga timbul persepsi
Orang Italia menghasilkan jejak 4 gha, bahwa laut adalah pemisah antara pulau-
Meksiko 2,4 gha sedangkan orang India 0,7 pulau dan penduduk yang menghuninya.
gha. Dalam hal ini kebijakan transport orientasi
Jika dibandingkan dengan persediaan darat tidak bersifat pro-NKRI. Dibutuhkan
dan permintaan, pada tahun 2002 sebuah sistem transport antarmodalitas
sesungguhnya Ecological Footprint (intermodality) dalam sebuah jaring-jaring
penduduk dunia telah melebihi kapasitas transport yang menjamin antar-konektivitas
bumi lebih dari 20%., dengan perhitungan 2.2 dan antar operasionalitas (interconnectivity
gha/orang/1.8gha/org=1.2, artinya diperlukan and interoperability) yang berimbang dengan
1 tahun 2 bulan untuk meregenerasi sumber memberi tempat yang wajar pada transport
daya yang dikonsumsi manusia pada tahun antar pulau dengan kapal. Hal tersebut
tersebut. Fenomena itu disebut ‘ecological diharapkan menjadi sebuah sistem yang pro
overshoot’. Overshoot menyebabkan NKRI yang dapat memperkuat kesatuan
likuidasi dari sumberdaya alam seperti NKRI. Selain itu, pulau-pulau luar sebagai
akumulasi karbon di atmosfer, kolapsnya penentu batas kedaulatan dan zone ekonomi
perikanan, melebarnya areal deforestasi, eksklusif NKRI akan mendapat perhatian
kehilangan biodiversitas dan kekurangan air besar. Perkembangan ini juga dapat memacu
bersih. Oleh karena itu harus dilakukan pertumbuhan wisata bahari. Dengan
efisiensi, yakni jejak ekologi manusia harus demikian, sistem tersebut akan menyebarkan
berkembang lebih lambat dibandingkan pembangunan dengan lebih merata ke seluruh
aktivitas ekonomi, meskipun pada nusantara, sehingga bersifat lebih adil.
kenyataannya permintaan manusia atas Dengan berimbangnya sistem
sumberdaya alam terus meningkat hingga transport, terpadu antarmodalitas,
pada tingkat dimana ekonomi manusia berada antarkonektivitas dan antaroperasionalitas
dalam ‘overshoot’ ekologi global juga bersifat pro lingkungan hidup, karena
(Wackernagel et al., 2006) lebih hemat energi dengan emisi gas buang
Beberapa aplikasi yang dapat yang lebih rendah pada berjalan kaki,
dilakukan adalah dari Ecological Footprint bersepeda, kereta api dan kapal sebagai
122 Jurnal Ilmiah Sains Vol. 15 No.2, Oktober 2015

komponennya. Di daerah yeng berhutan, monorail, MRT dan subway yang sedang
pembangunan kereta api mempunyai dampak direncakanan oleh Jakarta (Soemarwoto,
lebih kecil daripada jalan raya dan jalan tol. 2006).
Sifat pro lingkungan hidup juga ditunjang Hal lain yang perlu diupayakan
oleh berkurangnya kebutuhan lahan, adalah mengembangkan sumber energi baru
khususnya lahan yang subur dengan yang ramah lingkungan seperti mengganti
prasarana irigasi yang bagus. Dengan penggunaan bahan bakar fosil dengan produk
pembangunan yang lebih merata di seluruh bahan bakar nabati (BBN), serta
nusantara pembangunan industri dan mengembangkan teknologi angin dan sinar
pemukiman baru dapat ditata dengan matahari sebagai sumber energi
rencanan tata ruang yang rasional (Wackernagel, 2011).
(Soemarwoto, 2006).
Sistem transport juga akan bersifat PENUTUP
pro rakyat miskin, ketika dampak sosial
penggusuran petani dan buruh tani miskin Analisis Ecological Footprint sangat
dikurangi. Perpindahan ke lereng gunung bermanfaat sebagai indikator berkelanjutan.
atau ke kota yang mempunyai dampak Dengan mengetahui total konsumsi yang
lingkungan hidup biofisik, seperti banjir dan dibutuhkan serta hasil buangan (emisi) yang
kekeringan serta dampak sosial yang berat dikeluarkan, dapat memberi pemahaman
dapat dikurangi. Lebih lanjut, pada saat yang jelas, betapa biokapasitas bumi semakin
mengalami kelangkaan Bahan Bakar Minyak, tertekan. Kecepatan ektraksi manusia
transport yang hemat energi menunjang terhadap lingkungan jauh lebih tinggi
pembangunan ekonomi. Subsidi BBM dibandingkan kecepatan kemampuan daya
berkurang dan desakan menaikkan harga dukung bumi menyerap / asimilasi. Oleh
BBM dan energi ikutannya juga berkurang. karena itu perlu adanya suatu perubahan pola
Keresahan masyarakat, baik masyarakat hidup (lifestyle) maupun kebijakan yang
umum, maupun masyarakat bisnis pun akan lebih efisien terhadap lingkungan demi
berkurang. Karena pembangunan yang keberlanjutan hidup yang diharapkan.
merata, penciptaan lapangan pekerjaan pun
dapat tercipta merata di seluruh nusantara. DAFTAR PUSTAKA
Lapangan pekerjaan itu mulai dari pekerja
bangunan untuk pabrik dan perumahan, Convention on Biological Diversity, 2010.
pembuat kapal di galangan kapal kecil dan Technical Series No. 53. Biodiversity
besar serta awak kapal sampai pada insinyur Indicators and The 2010 Biodiversity
dan tenaga kerja terdidik lainnya Target. Sekretariat of the Convention on
(Soemarwoto, 2006). Biological Diversity.
Meskipun demikian, terdapat pula
Dhewantara, P.W. 2010. Analisis Jejak
kendala utama penerapan konsep ini, yakni
Karbon (Carbon Footprint) Penggunaan
munculnya persepsi bahwa pemilik modal
Kendaraan Bermotor oleh Siswa SMA
akan rugi dan PAD (Pendapatan Asli Daerah)
(Studi Kasus SMAN 4 Bandung). Tesis.
merosot. Lobi industri otomotif akan
Universitas Padjadjaran, Bandung.
semakin kuat. Tetapi berdasarkan
pengalaman yang terjadi selama ini, sistem Institute for Essential Services Reform
transportasi yang sangat mengandalkan pada (IESR), 2011. Potensi Penurunan Emisi
kendaraan bermotor tidak mungkin dapat Indonesia Melalui Perubahan Gaya
berkelanjutan, karena makin parahnya Hidup Individu. Kalkulator Jejak
kemacetan lalu lintas, pencemaran udara dan Karbon.
kebisingan, makin menyusutnya taman dan http://www.iesr.or.id/files/report_kjk.pdf
jalur hijau serta hilangnya lahan subur Jasmin, F. 2010. Ambang Batas CO2 di
dengan prasarana irigasinya. Penerapan Atmosfer.
konsep ini dapat dilakukan secara bertahap http://iklimkarbon.com/2010/05/04/amb
misalanya dalam sebuah kota dengan ang-batas-co2-di-atmosfer/
menggunakan cara yang sesuai dengan
karakterisitik kota tersebut, seperti busway di
Jakarta.. Demikian juga dengan rencana
Dapas: Analisis Jejak Ekologis …………. 123

Jawa Barat Dalam Angka, tahun 2009 World Research Institute . Annual report
http://www.jabarprov.go.id/index.php/su 2006. http://pdf.wri.org/
bMenu/804 wri_annualreport_2006.pdf
Puri, R.A. 2009. Kajian Emisi CO2
Berdasarkan Tapak Karbon Sekunder
dari Kegiatan Non Akademik di ITS
Surabaya.
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-
Undergraduate-16429-3307100055-
Paper.pdf
Sen, C. 2012. Algae Based Carbon Capture
and Utilization feasibility study –initial
analysis of carbon capture effect basen
on Zhoushan case pre-study in China.
Royal Institute of Technology.
Septiarani, A. 2010. Analisis Water Footprint
Produksi Kain Serat Rami (Studi Kasus
Koppontren Darussalam, Kecamatan
Wanaraja, Kabupaten Garut). Tesis.
Universitas Padjadjaran, Bandung.
Soemarwoto, O. 2006. Pembangunan
Berkelanjutan: Antara Konsep dan
Realitas. Ceramah Umum pada Ulang
Tahun ke 80 Universitas Padjadjaran,
Bandung.
Sulawesi Utara dalam Angka tahun 2009.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi
Utara.
Wackernagel, M. 2011. Why Waiting for
Climate Consensus Could Waste Your
Future. Artikel GC GMEF, Nairobi.
Wackernagel, M. dan Rees, W. 1996. Our
Ecological Footprint. Canada: New
Society Publishers.
Wackernagel, M., J. Kitzes, D. Moran., S.
Goldfinger and M. Thomas. 2006. The
Ecological Footprint of Cities and
Regions: Comparing Resource
Availability with Resource Demand.
Environment and Urbanization.
International Intitute for Environment
and Development (IIED) Vol. 18 (1):
103-112.
World Research Institute . Annual report
2005
http://pdf.wri.org/wri_annualreport_200
5.pdf

Anda mungkin juga menyukai