Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Trauma medulla spinalis meliputi kerusakan medula spinalis karena trauma
langsung atau tak langsung yang mengakibatkan gangguan fungsi utamanya, seperti
fungsi motorik, sensorik, autonomik, dan refleks, baik komplet ataupun inkomplet.
Trauma medulla spinalis merupakan penyebab kematian dan kecacatan pada era
modern, dengan 8.000-10.000 kasus per tahun pada populasi penduduk USA dan
membawa dampak ekonomi yang tidak sedikit pada sistem kesehatan dan asuransi di
USA. Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah
L1-2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan
sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. Cidera medulla spinalis
diklasifikasikan sebagai komplet: kehilangan sensasi fungsi motorik volunter total dan
tidak komplet: campuran kehilangan sensasi dan fungsi motorik volunter (Marilynn E.
Doenges,1999;338). Cidera medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma
pada tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tulang belakang pada tulang
belakang, ligamentum longitudainalis posterior dan duramater bisa robek, bahkan
dapat menusuk kekanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan
darah ke medulla spinalis dapat ikut terputus.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari trauma medulla spinalis?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari medulla spinalis?
3. Apa saja klasifikasi dari trauma medulla spinalis?
4. Apa saja etiologi dari trauma medulla spinalis?
5. Apa saja manifestasi klinis dari trauma medulla spinalis?
6. Bagaimana patofisiologi dari trauma medulla spinalis?
7. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari trauma medulla spinalis?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada trauma medulla
spinalis?
9. Apa saja penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada trauma medulla spinalis?

1
10. Bagaimana pertolongan pertama pada pasien dengan trauma medula spinalis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Utama
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah agar kita dapat
menjelaskan / mendeskripsikan mengenai trauma medula spinalis.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi dari trauma medulla spinalis
b. Menjelaskan anatomi dan fisiologi dari medulla spinalis
c. Menyebutkan klasifikasi dari trauma medulla spinalis
d. Menyebutkan berbagai etiologi dari trauma medulla spinalis
e. Menyebutkan berbagai manifestasi klinis dari trauma medulla spinalis
f. Menjelaskan patofisiologi dari trauma medulla spinalis
g. Menjelaskan komplikasi yang mungkin terjadi dari trauma medulla spinalis
h. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada trauma
medulla spinalis
i. Menjelaskan penatalaksanaan yang dapat dilakukan dari trauma medulla
spinalis
j. Menjelaskan pertolongan pertama pada pasien dengan trauma medula spinalis.

D. Sistematika Penulisan
BAB I berisi Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Tujuan Penulisan,
dan Sistematika Penulisan.
BAB II berisi Tinjauan Teori tentang Definisi, Anatomi Fisiologi, Etiologi,
Manifestasi klinis, Patofisiologi,Klasifikasi, Komplikasi, Pemeriksaan Diagnostik,
dan Penatalaksananaan pada trauma medulla spinalis.
BAB III berisi Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Trauma Medulla Spinalis

Medulla spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing


memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen
inverterbra. Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang torakalis, 5 pasang
lumbalis, 5 pasang sakralis, dan 1 pasang saraf kogsigis.
Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai
servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga,
dan sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada
tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan susmsum
tulang belakang atau spinal kord. Apabila Trauma itu mengenai daerah servikal pada
lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf
frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan
mekanik dapat digunakan. (Muttaqin, 2008).
Merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis yang diakibatkan
terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf pusat dan saraf
perifer. Tingkat kerusakan pada medula spinalis tergantung dari keadaan komplet atau
inkomplet.
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001).
Trauma medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum yang mengakibatkan
gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan sebagai:

3
1. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
2. Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)

Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla
spinalis yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang
vertebrata atau kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf
yang berada sepanjang medulla spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi.

B. Anatomi Fisiologi Medulla Spinalis


Otak besar
Otak Tengah
Otak Otak depan
Jembatan varol
Sistem saraf Otak kecil
pusat Sumsum
Sistem Saraf
lanjutan
Sadar
Sumsum Sumsum
Sistem Saraf
tualang
belakang
31 pasang saraf sumsum tualang
Sistem saraf
belakang
tepi
12 pasang saraf otak
Sistem Saraf Sistem saraf simpatik
Tidak Sadar
Sistem saraf parasimpatik
(Otonom)

4
1. Medulla Spinalis

Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat yang
terletak di dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke bagian
atas region lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat bervariasi dari trauma
ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang
menyebabkan transeksi lengkap dari medula spinalis dengan quadriplegia.
Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing
memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui
voramina intervertebralis (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal diberi
nama sesuai dengan foramina intervertebralis tempat keluarnya saraf- saraf tersebut,
kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara tulang oksipital dan vertebra
servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8 pasang saraf servikal, 12 pasang
torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf skralis, dan 1 pasang saraf
koksigeal.
Saraf spinal melekat pada permukaan lateral medulla spinalis dengan perantaran
dua radiks, radik posteriol atau dorsal (sensorik) dan radik anterior atau ventral
(motorik). Radiks dorsal memperlihatkan pembesaran, yaitu ganglion radiks dorsal
yang terdiri dari badan-badan sel neuron aferen atau neuron sensorik. Badan sel
seluruh neuron aferen medulla spinalis terdapat dapat ganglia tersebut. Serabut-
serabut radiks dorsal merupakan tonjolan–tonjolan neuron sensorik yang membawa
impuls dari bagian perifer ke medulla spinalis.

5
Badan sel neuron motorik terdapat di dalam medulla spinalis dalam kolumna
anterior dan lateral substansia grisea. Aksonnya membentuk serabut-serabut radiks
ventral yang berjalan menuju ke otot dan kelenjar. Kedua radiks keluar dari
foramen intervertebralis dan bersatu membentuk saraf spinal. Semua saraf spinal
merupakan saraf campuran, yaitu mengandung serabut sensorik maupun serabut
motorik.
Bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot intrinsic punggung dan segmen-
segmen tertentu dari kulit yang melapisinya yang disebut dermatoma. Bagian
ventral merupakan bagian yang besar dan dan membentuk bagian utama yang
membentuk spinal. Otot-otot dan kulit leher, dada, abdomen, dan ekstremitas
dipersarafi oleh bagian ventral. Pada semua saraf spinal kecuali bagian torakal,
saraf-saraf spinal bagian ini saling terjalin sehingga membentuk jalinan saraf yang
disebut Fleksus. Fleksus yang terbentuk adalah fleksus servikalis, brakialis,
lumbalis, sakralis dan koksigealis.
Keempat saraf servikal yang pertama (C1-C4) membentuk fleksus servikalis
yang mempersarafi leher dan bagian belakang kepala.Salah satu cabang yang
penting sekali adalah saraf frenikus yang mempersarafi diagfragma. Fleksus
brakialis yang dibentuk dari C5-T1, fleksus ini mempersarafi ekstremitras atas.
Saraf torakal (T3-T11) mempersarafi otot-otot abdomen bagian atas dan kulit dada
serta abdomen. Pleksus lumbalis berasal dari segmen spinal T12-L4 mempersarafi
otot-otot dan kulit tubuh bagian bawah dan ekstremitas bawah. Pleksus sakralis dari
L4-S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf koksigealis.
Saraf utama dari pleksus ini adalah saraf femoralis dan obturatorius. Saraf
utama dari pleksus sakralis adalah saraf iskiadikus, saraf terbesar dalam tubuh.
Saraf ini menembus bokong dan turun kebawah melalui bagian belakang paha.
Kulit dipersarafi oleh radiks dorsal dari tiap saraf spinal, jadi dari satu segmen
medulla spinalis disebut dermatom. Otot-otot rangka juga mendapat persarafan
segmental dari radiks spinal ventral. Sumsum tulang belakang terdapat di dalam
ruas-ruas tulang belakang (vertebrae) yang memanjang dari daerah leher sampai
pinggang.
Vertebrae itu berfungsi melindungi sumsum tulang belakang dari kerusakan.
Pada sumsum tulang belakang, materi kelabu terletak di bagian dalam dan tersusun
atas badan-badan sel, sinapsis, serta sel-sel saraf konektor yang tidak bermielin.
Sel-sel saraf konektor tersebut mengirimkan informasi dari sumsum tulang

6
belakang ke serabut saraf spinal, atau sebaliknya. Penampang melintang materi
kelabu pada sumsum tulang belakang berbentuk sepeti huruf H atau sayap kupu-
kupu. Sementara itu, materi putih yang terletak di bagian luar tersusun atas serabut-
serabut saraf (akson bermielin). Akson bermielin itu mengirimkan informasi dari
sumsum tulang belakang menuju otak, atau sebaliknya.
Sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh tiga lapis membran (meninges).
Di bagian tengah sumsum tulang belakang, yaitu di antara membran dalam dan
membran tengah terdapat saluran tengah yang berisi cairan serebrospinal. Cairan
tersebut berfungsi memasok makanan bagi sumsum tulang belakang dan berperan
sebagai peredam kejut atau pelindung dari goncangan.

Sumsum tulang belakang berhubungan dengan:


1. Gerak refleks struktur tubuh di bawah leher
2. Menghantarkan rangsang sensori dari reseptor ke otak
3. Membawa rangsang motor dari otak ke efektor.

Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi


medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya
ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh
disitus intervertebralis.

Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut:


1. Vetebrata Thoracalis (atlas). Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak
memiliki corpus tetapi hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua
(axis) ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh
disebut prominan karena mempunyai prosesus spinasus paling panjang.
2. Vertebrata Thoracalis. Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah.
Corpus berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian
belakang thorax.
3. Vertebrata Lumbalis. Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan
berbentuk ginjal, berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki
corpus vertebra yang besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas kearah
fleksi.

7
4. Vertebrata Sacrum. Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang
kengkang dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang
membentuk tulang bayi.
5. Vertebrata Coccygis. Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia,
mengalami rudimenter.

Adapun ke 31 nervus spinalis, yaitu:


1. Nervus hipoglossus : Nervus yang mempersarafi lidah dan sekitarnya.
2. Nervus occipitalis minor : Nervus yang mempersarafi bagian otak belakang
dalam trungkusnya.
3. Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi otot serratus anterior.
4. Nervus radialis: Nervus yang mempersyarafi otot lengan bawah bagian
posterior, mempersarafi otot triceps brachii, otot anconeus, otot brachioradialis
dan otot ekstensor lengan bawah dan mempersarafi kulit bagian posterior lengan
atas dan lengan bawah. Merupakan saraf terbesar dari plexus.
5. Nervus thoracicus longus: Nervus yang mempersarafi otot subclavius, Nervus
thoracicus longus. berasal dari ramus C5, C6, dan C7, mempersarafi otot
serratus anterior.
6. Nervus thoracodorsalis: Nervus yang mempersarafi otot deltoideus dan otot
trapezius, otot latissimus dorsi.
7. Nervus axillaris: Nervus ini bersandar pada collum chirurgicum humeri.
8. Nervus subciavius: Nervus subclavius berasal dari ramus C5 dan C6,
mempersarafi otot subclavius.
9. Nervus supcapulari: Nervus ini bersal dari ramus C5, mempersarafi otot
rhomboideus major dan minor serta otot levator scapulae,
10. Nervus supracaplaris: Berasal dari trunkus superior, mempersarafi otot
supraspinatus dan infraspinatus.
11. Nervusphrenicus: Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma.
12. Nervus intercostalis
13. Nervus intercostobrachialis: Mempersyarafi kelenjar getah bening.
14. Nervus cutaneus brachii medialis: Nervus ini mempersarafi kulit sisi medial
lengan atas.
15. Nervus cutaneus antebrachii medialis: Mempersarafi kulit sisi medial lengan
bawah.

8
16. Nervus ulnaris: Mempersarafi satu setengah otot fleksor lengan bawah dan otot-
otot kecil tangan, dan kulit tangan di sebelah medial.
17. Nervus medianus: Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus medianus.
18. Nervus musculocutaneus: Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi otot
coracobrachialis, otot brachialis, dan otot biceps brachii. Selanjutnya cabang ini
akan menjadi nervus cutaneus lateralis dari lengan atas.
19. Nervusdorsalis scapulae: Nervus dorsalis scapulae bersal dari ramus C5,
mempersarafi otot rhomboideus.
20. Nervus transverses colli
21. Nervus nuricularis: Nervus auricularis posterior berjalan berdekatan menuju
foramen, Letakanatomisnya: sebelah atas dengan lamina terminalis,
22. NervusSubcostalis: Mempersarafi sistem kerja ginjal dan letaknya.
23. Nervus Iliochypogastricus: Nervus iliohypogastricusberpusat pada medulla
spinalis.
24. Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi system genetal, atau kelamin
manusia.
25. NervusGenitofemularis: Nervus genitofemoralis berpusat pada medulla spinalis
L1-2, berjalan ke caudal, menembus m. Psoas major setinggi vertebra lumbalis
¾.
26. Nervus Cutaneus Femoris Lateralis: Mempersyarafi tungkai atas, bagian lateral
tungkai bawah, serta bagian lateral kaki.
27. NervusFemoralis: Nervus yang mempersyarafi daerah paha dan otot paha.
28. NervusGluteus Superior: Nervus gluteus superior (L4, 5, dan paha, walaupun
sering dijumpai percabangan dengan letak yang lebih tinggi.
29. Nervus Ischiadicus: Nervus yang mempersyarafi pangkal paha
30. NervusCutaneus Femoris Inferior: Nervus yang mempersyarafi bagian (s2 dan
s3) pada bagian lengan bawah.
31. Nervus Pudendus: Letak nervus pudendus berdekatan dengan ujung spina
ischiadica. Nervus pudendus, Nervus pudendus menyarafi otot levator ani, dan
otot perineum(ke kiri / kanan ), sedangkan letak kepalanya dibuat sedikit lebih
rendah.

9
C. Klasifikasi Trauma Medula Spinalis
Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides
mengkategorikan cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil. Cedera
stabil mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior atau lateral dan burst
fracture derajat ringan. Sedangkan cedera yang tidak stabil mencakup cedera fleksi-
dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury), dan burst fracture hebat.
1. Cedera stabil
Bila kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi kemampuan untuk
bergeser lebih jauh selain yang terjadi saat cedera. Komponen arkus neural intak
serta ligament yang menghubungkan ruas tulang belakang, terutama ligament
longitudinal posterior tidak robek. Cedera stabil disebabkan oleh tenga fleksi,
ekstensi, dan kompresi yang sederhana terhadap kolumna tulang belakang dan
paling sering tampakd pada daerah toraks bawah serta lumbal (fruktur baji badan
ruas tulang belakang sering disebabkan oleh fleksi akut pada tulang belakang).
a. Fleksi
Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal
umum ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan.
Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas
perawatan di rumah sakit selama beberapa hari istorahat total di tempat tidur
dan observasi terhadap paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia
simpatik. Jika baji lebih besar daripada 50 persen, brace atau gips dalam
ekstensi dianjurkan. Jika tidak, analgetik, korset, dan ambulasi dini
diperlukan. Ketidaknyamanan yang berkepanjangan tidak lazim ditemukan
b. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi
Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil,
dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien (analgetik dan
korset) adalah semua yang dibutuhkan.
c. Kompresi Vertikal Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis:
1) protrusi diskus ke dalam lempeng akhir vertebral,
2) fraktura ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi
nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam tulang berpori yang
lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit neurologik tidak
terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di tempat tidur selama
beberapa hari, dan korset untuk beberapa minggu. Meskipun fraktura

10
”ledakan” agak stabil, keterlibatan neurologik dapat terjadi karena
masuknya fragmen ke dalam kanalis spinalis. CT-Scan memberikan
informasi radiologik yang lebih berharga pada cedera. Jika tidak ada
keterlibatan neurologik, pasien ditangani dengan istirahat di tempat tidur
sampai gejala-gejala akut menghilang. Brace atau jaket gips untuk
menyokong vertebra yang digunakan selama 3 atau 4 bulan
direkomendasikan. Jika ada keterlibatan neurologik, fragmen harus
dipindahkan dari kanalis neuralis. Pendekatan bisa dari anterior, lateral
atau posterior. Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau graft tulang
penting untuk mencegah ketidakstabilan setelah dekompresi.
2. Cedera Tidak Stabil
Fraktur memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh. Hal ini
disebabkan oleh adanyan elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang
cukup untuk merobek ligament longitudinal posterior serta merusak keutuhan
arkus neural, baik akibat fraktur pada fedekel dan lamina, maupun oleh dislokasi
sendi apofiseal.
a. Cedera Rotasi-Fleksi
Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura dislokasi
dengan vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini sangat tidak stabil,
pasien harus ditangani dengan hati-hati untuk melindungi medula spinalis dan
radiks. Fraktura dislokasi ini paling sering terjadi pada daerah transisional
T10 sampai L1 dan berhubungan dengan insiden yang tinggi dari gangguan
neurologik. Setelah radiografik yang akurat didapatkan (terutama CT-Scan),
dekompresi dengan memindahkan unsur yang tergeser dan stabilisasi spinal
menggunakan berbagai alat metalik diindikasikan.
b. Fraktura ”Potong”
Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat trauma
parah. Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah. Jika cedera terjadi
pada daerah toraks, mengakibatkan paraplegia lengkap. Meskipun fraktura ini
sangat tidak stabil pada daerah lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi
karena ruang bebas yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini
ditangani seperti pada cedera fleksi-rotasi.

11
c. Cedera Fleksi-Rotasi
Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera
sabuk pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak
stabil. Stabilisasi bedah direkomendasikan.
Trauma medulla spinalis dapat diklasifikasikan:
1. Komosio modula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi mendula spinalis
hilang sementara tanpa disertai gejala sisa atau sembuh secara sempurna.
Kerusakan pada komosio medula spinalis dapat berupa edema, perdarahan
verivaskuler kecil-kecil dan infark pada sekitar pembuluh darah.
2. Komprensi medula spinalis berhubungan dengan cedera vertebral, akibat dari
tekanan pada edula spinalis.
3. Kontusio adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata, ligament
dengan terjadinya perdarahan, edema perubahan neuron dan reaksi peradangan.
4. Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat karena terjadi kerusakan
medula spinalis. Biasanya disebabkan karena dislokasi, luka tembak. Hilangnya
fungsi medula spinalis umumnya bersifat permanen.

D. Etilogi Trauma Medulla Spinalis

Cedera Medulla Spinalis disebapkan oleh trauma langsung yang mengenai


tulang belakang dimana trauma tersebut melampaui batas kemampuan tulang
belakang dalam melindungi saraf-saraf di dalamnya. Cedera sumsum tulang belakang
terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak mengenai daerah servikal dan
lumbal. Cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang
belakang. Di daerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung dengan struktur
toraks.

12
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan
dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat berupa memar,
contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah,
atau perdarahan.Kelainan sekunder pada sumsum belakang dapat doisebabkan
hipoksemia dana iskemia.iskamia disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi.
Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan kerusakan yang
permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal
setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh
kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau
oedema.
Etiologi cedera spinal adalah:
1. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah raga, luka tusuk
atau luka tembak.
2. Non trauma seperti spondilitis servikal dengan myelopati, myelitis, osteoporosis,
tumor

Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari cedera medula spinalis adalah:
1. Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering)
2. Olahraga
3. Menyelan pada air yang dangkal
4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
6. Kejatuhan benda keras
7. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono, 2000).
8. Luka tembak atau luka tikam
9. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis slompai, yang
seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit
dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar mielitis
akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi osteoporosis yang disebabkan
oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia, tumor infiltrasi maupun kompresi,
dan penyakit vascular.
10. Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
11. Infeksi

13
12. Osteoporosis
13. Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat mengendarai mobil atau sepeda
motor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma medulla spinalis:


1. Usia
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita
karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor.
2. Jenis Kelamin
Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor
osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).
3. Status Nutrisi

E. Manifestasi Klinis Trauma Medulla Spinalis


Manifestasi Klinis Trauma Medulla Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001)
1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
2. Paraplegia
3. Tingkat neurologik
4. Paralisis sensorik motorik total
5. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
6. Penurunan keringat dan tonus vasomoto
7. Penurunan fungsi pernafasan
8. Gagal nafas
9. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah
10. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
11. Biasanya terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan keringat
dan tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan vaskuler perifer.
12. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
13. Kehilangan kesadaran
14. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
15. Penurunan keringat dan tonus vasomotor

14
F. Patofisiologi Trauma Medula Spinalis

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan


kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak
selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung
bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis
disebut “whiplash”/trauma indirek.
Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang
belakang secara cepat dan mendadak.Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang
bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk
dikendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian berhenti secara mendadak. Atau
pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam dan masuk air yang dapat
mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi,
tekanan vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami
medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat trauma terhadap
tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio
medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang
ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar
pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis

15
kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan
daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang
secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan / menggeserkan
ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transversa medulla spinalis
tergantung pada segmen yang terkena (segmentransversa, hemitransversa, kuadran
transversa). hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk
lonjong dan bertempat di substansia grisea. Trauma ini bersifat “whiplash “yaitu jatuh
dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau
fraktur dislokasio. Kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla
spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler
traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip
diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan
sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis
vertebralis
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat
tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks columna 5-7 dapat
mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang
bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis
traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka
gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya
arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik
motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema
anastomosis anterial anterior spinal.
Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara (dimana pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medula (baik
salah satu maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap medula (yang membuat
pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes ke
extradural subdural atau daerah subarahnoid pada kanal spinal. Segera Setelah terjadi
kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan
hancur. Sirkulasi darah ke substansia griseria medula spinalis menjadi terganggu tidak
hanya hal ini saja yang terjadi pada cidera pembuluh darah medula spinalis, tetapi

16
proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medula
spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia,
hipoksia, edema dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan
keruskan mielin dan akson.
Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip desenerasi medula spinalis
pada tingkat cidera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cidera.
Untuk itu jika kerusakan medula tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode
mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-obat anti
inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari
perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan menetap
Akibat suatu trauma mengenai vertebrata mengakibatkan patah tulang
belakang. Paling banyak servikalis, lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang
sederhana kompresi dislokasia, sedangkan pada sumsum tulang belakang dapat
berupa memar / kontusio laserasi dengan / tanpa perdarahan. Blok syaraf simpatis
pelepasan mediator kimia iskemia, dan hipoksemia, syok spinal, gangguan fungsi
kandung kemih. Lokasi cedera medula spinalis umumnya mengenai C1 dan
C2,C4,C6, dan T11 atau L2. Trauma medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
1. Lesi L1: Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian
dari bokong.
2. Lesi L2: Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
3. Lesi L3: Ekstremitas bagian bawah.
4. Lesi L4: Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
5. Lesi L5: Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.

Mekanisme utama terjadinya cedera vertebra adalah karena hiperekstensi,


hiperfleksi, trauma kompresi vertikal dan rotasi, bisa sendiri atau kombinasi. Cedera
karena hiperekstensi paling umum terjadi pada area cervikal dan kerusakan terjadi
akibat kekuatan akselerasi-deselerasi. Cedera akibat hiperfleksi terjadi akibat
regangan atau tarikan yang berlebihan, kompresi dan perubahan bentuk dari medula
spinalis secara tiba-tiba.

Kerusakan medula spinalis terjadi akibat kompresi tulang, herniasi disk,


hematoma, edema, regangan jaringa saraf dan gangguan sirkulasi pada spinal. Adanya
perdarahan akibat trauma dari gray sampai white matter menurunkan perfusi vaskuler
dan menurunkan kadar oksigen dan menyebabkan iskemia pada daerah cedera.

17
Keadaan tersebut lebih lanjut mengakibatkan edema sel dan jaringan menjadi
nekrosis. Sirkulasi dalam white matter akan kembali menjadi normal kurang lenih 24
jam. Perubahan kimia dan metabolisme yang terjadi adalah meningkatnya asam laktat
dalam jaringan dan menurunnya kadar oksigen secara cepat 30 enit setelah trauma,
meningkatnya konsentrasi norephineprine. Meningkatnya norephineprine disebabkan
karena efek sikemia, ruptur vaskuler atau nekrosis jaringan saraf.

Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock) yaitu
terjadi jika kerusakan secara tranversal sehingga mengakibatkan pemotongan komplit
rangsangan. Pemotongan komplit rangsangan menimbulkan semua fungsi reflektorik
pada semua segmen di bawah garis kerusakan akan hilang. Fase renjatan ini
berlangsung beberpa minggu sampai beberapa bulan (3–6 minggu).

Trauma pada daerah leher dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur kolumna
vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, dan kompresi medula
spinalis pada setiap sisinya dapat menekan spinal dan bermanifestasi pada kompresi
radiks, dan distribusi saraf sesuai segmen dari tulang belakang servikal.

Batas Cedera Fungsi yang Hilang


C1-C4 Hilangnya fungsi motorik dan sensorik
leher ke bawah. Paralisis pernafasan,
tidak terkontrolnya bowel dan blader.
C5 Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu
ke bawah. Hilangnya sensasi di bawah
klavikula. Tidak terkontrolnya bowel dan
blader.
C6 Hilangnya fungsi motorik di bawah batas
bahu dan lengan. Sensasi lebih banyak
pada lengan dan jempol.
C7 Fungsi motorik yang kurang sempurna
pada bahu, siku, pergelangan dan bagian
dari lengan. Sensasi lebih banyak pada
lengan dan tangan dibandingkan pada C6.
Yang lain mengalami fungsi yang sama
dengan C5.

18
C8 Mampu mengontrol lengan tetapi
beberapa hari lengan mengalami
kelemahan. Hilangnya sensai di bawah
dada.
T1-T6 Hilangnya kemampuan motorik dan
sensorik di bawah dada tengah.
Kemungkinan beberapa otot interkosta
mengalami kerusakan. Hilangnya kontrol
bowel dan blader.
T6-T12 Hilangnya kemampuan motorik dan
sensasi di bawah pinggang. Fungsi
pernafasan sempurna tetapi hilangnya
fngsi bowel dan blader.
L1-L3 Hilannya fungsi motorik dari plevis dan
tungkai. Hilangnya sensasi dari abdomen
bagian bawah dan tungkai. Tidak
terkontrolnya bowel dan blader.
L4-S1 Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada
pangkal paha, lutut dan kaki. Tidak
terkontrolnya bowel dan blader.
S2-S4 Hilangnya fungsi motorik ankle plantar
fleksor. Hilangnya sensai pada tungkai
dan perineum. Pada keadaan awal terjadi
gangguan bowel dan blader.

1. Mekanisme Terjadinya Cedera Medulla Spinalis


a. Fleksi Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada
vertebra. Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat
menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila
terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan
dapat terjadi subluksasi
b. Fleksi dan rotasi Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang
bersama-sama dengan rotasi. Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga

19
ditemukan fraktur faset. Pada keadaan ini terjadi pergerakan kedepan/dislokasi
vertebra di atasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.
c. Kompresi Vertikal (aksial) Suatu trauma vertikal yang secara langsung
mengenai vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus
pulposus akan memecahkan permukaan serta badan vertebra secara vertikal.
Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra
menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini elemen posterior masih intak sehingga
fraktur yang terjadi bersifat stabil
d. Hiperekstensi atau retrofleksi Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi
kombinasi distraksi dan ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra
servikal dan jarang pada vertebra torako-lumbalis. Ligamen anterior dan
diskus dapat mengalami kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis.
Fraktur ini biasanya bersifat stabil.
e. Fleksi lateral Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral
akan menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen
vertebra, dan sendi faset.
f. Fraktur dislokasi Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang
belakang dan terjadi dislokasi pada ruas tulang belakang

G. Komplikasi Trauma Medula Spinalis


Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut:
1. Neurogenik shock
2. Hipoksia
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic hypotensi
6. Ileus paralitik
7. Infeksi saluran kemih
8. Kontraktur
9. Dekubitus
10. Inkontinensia bladder
11. Konstipasi
12. Trombosis vena profunda
13. Gagal napas

20
14. Hiperefleksia autonomik
15. Infeksi

H. Pemeriksaan Diagnostik Trauma Medula Spinalis


Pemeriksaan Diagnostik Meliputi:
1. Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti segera setelah pasien tiba di rumah
sakit
2. Pemeriksaan tulang belakang: deformasi, pembengkakan, nyeri tekan, gangguan
gerakan(terutama leher)
3. Pemerikaan Radiologis: foto polos vertebra AP dan lateral. Pada servikal
diperlukan proyeksi khusus mulut terbuka (odontoid).
4. Bila hasil meragukan lakukan ST-Scan,bila terdapat defisit neurologi harus
dilakukan MRI atau CT mielografi. Pemeriksan diagnostik dengan cara :
a. Sinar X spinal Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi),
unutk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi

X-Ray Spinal
b. CT-Scan Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural

21
c. MRI Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi

d. Mielografi. Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika


faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub
anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami
luka penetrasi).
e. Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume
inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian
bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot
interkostal).
g. GDA: Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
h. Serum kimia, adanya hiperglikemia atau hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, kemungkinan menurunnya Hb dan Hmt.
i. Urodinamik, proses pengosongan bladder.

22
I. Penatalaksaan Trauma Medula Spinalis

Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis adalah sebagai berikut:


1. Segera dilakukan imobilisasi.
2. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan pemasangan
collar servical, atau dengan menggunakan bantalan pasir.
3. Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya dengan pemberian
oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT.
4. Terapi Pengobatan:
a. Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema.
b. Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan darah akibat
autonomic hiperrefleksia akut.
c. Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan aktifitas bladder.
d. Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk meningkatkan tonus
leher bradder.
e. Antihistamin untuk menstimulus beta-reseptor dari bladder dan uretra.
f. Agen antiulcer seperti ranitidine
g. Pelunak fases seperti docusate sodium.
5. Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi tertentu seperti adanya fraktur
dengan fragmen yang menekan lengkung saraf.
6. Rehabilisasi di lakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi cacat dan
mempersiapkan pasien untuk hidup di masyarakat.

23
J. Pertolongan Pertama Pada Pasien Dengan Trauma Medulla Spinalis
1. Penatalaksanaan Kegawat Daruratan
Penatalaksanaan pasien segera di tempat adalah sangat penting, karena bila
tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan fungsi neurologik. Korban kecelakaan
kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara, trauma olahraga kontak, jatuh
atau trauma langsung pada kepala dan leher harus dipertimbangkan mengalami
trauma medulla spinalis.
a. Di tempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal
(punggung), dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah
trauma komplit.
b. Salah satu anggota tim harus mengontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi,
rotasi atau ekstensi kepala.
c. Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan
traksi dan kesejajaran sementara papan spinal atau alat imobilisasi servikal
dipasang.
d. Paling sedikit 4 orang harus mengangkat korban dengan hati-hati ke atas papan
untuk memindahkannya ke rumah sakit. Adanya gerakan memuntir dapat
merusak medulla spinalis irreversible yang menyebabkan fragmen tulang
vertebra terputus, patah, atau memotong medulla komplit.
e. Sebaiknya pasien dirujuk ke trauma spinal regional atau pusat trauma karena
personel multi disiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi
perubahan destruktif yang terjadi beberapa jam pertama setelah trauma.
Memindahkan pasien, selama pengobatan di departemen kedaruratan dan
radiologi, pasien dipertahankan di atas papan pemindahan. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal, tidak ada bagian tubuh yang terpuntir
atau tertekuk dan juga pasien tidak boleh dibiarkan mengambil posisi duduk.
f. Pasien harus ditempatkan di atas sebuah striker atau kerangka pembalik lain
ketika merencanakan pemindahan ke tempat tidur. Selanjutnya jika sudah
terbukti bahwa ini bukan trauma medulla, pasien dapat dipindahkan ke tempat
tidur tanpa bahaya.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001).
Trauma medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet dan tidak komplet. Etiologi
cedera spinal adalah karena trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan
olah raga, luka tusuk atau luka tembak. Dan non trauma seperti spondilitis servikal
dengan myelopati, myelitis, osteoporosis, tumor. Berdasarkan sifat kondisi fraktur
yang terjadi, Kelly dan Whitesides mengkategorikan cedera spinal menjadi cedera
stabil dan cedera non-stabil. Cedera stabil mencakup cedera kompresi korpus vertebra
baik anterior atau lateral dan burst fracture derajat ringan. Sedangkan cedera yang
tidak stabil mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice
injury), dan burst fracture hebat. Trauma medulla spinalis dapat diklasifikasikan
menjadi komosio modula spinalis, komprensi medula spinalis, kontusio, dan laserasio
medula spinalis.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada para pembaca agar dapat
menjaga kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar terhindar dari
trauma medulla spinalis.

25
DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2016. Pertolongan Pertama Pada Medulla Spinalis. Diambil dari


https://www.klinikherbaldunia.com/pertolongan-pertama-pada-medula-spinalis/ pada tanggal
22 Maret 2018

Adrian. 2014. Pengertian Cidera Medula Spinalis. Di ambil dari


https://adrianucok.wordpress.com/2014/09/17/pengertian-cidera-medula-spinalis/ pada
tanggal 3 Maret 2018

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, volume 2.
Jakarta : EGC.

Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6, volume 2.
Jakarta : EGC.

W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan,
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta: EGC.

26

Anda mungkin juga menyukai