Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melihat dalam kehidupan sehari-hari masih banyaknya kasus-kasus yang ditemukan
berupa kecelakaan ataupun musibah yang dialami individu, baik kecelakaan dalam
pekerjaan, berkendara, kekerasan dan hal-hal lain yang tidak disengaja yang
mengakibatkan trauma atau cedera pada bagian tubuh. Cedera tersebut dapat menyerang
semua bagian tubuh tidak terkecuali bagian kepala.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin, 2008). Kepala merupakan bagian tubuh yang sangat vital
pada semua makhluk hidup. Karena dalam kepala terdapat otak yang merupakan pusat
control seluruh organ tubuh makhluk hidup. Apabila bagian kepala mengalami trauma
atau cedera ini harus ditangani dengan serius. Perawat sebagai tenaga kesehatan haruslah
memahami cedera kepala ini agar dapat menangani atau memberikan pertolongan.
Oleh karena itu, penulis merasa hal ini layak untuk dibahas dalam makalah ini.
sehingga penulis berharap pembaca khususnya teman mahasiswa keperawatan untuk
lebih memahami lagi tentang cedera kepala dan asuhan keperawatan pada pasien cedera
kepala.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan cedera kepala sedang?
2. Bagaimana klasifikasi dari cedera kepala sedang?
3. Apa saja etiologi dari cedera kepala sedang?
4. Apa saja manifestasi klinis dari cedera kepala sedang?
5. Bagaimana patofisiologi dari cedera kepala sedang?
6. Apa saja komplikasi yang terjadi dari cedera kepala sedang?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan pada cedera kepala sedang?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala sedang?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Utama
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah agar kita dapat
menjelaskan / mendeskripsikan mengenai penyakit cedera kepala sedang dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan cedera kepala sedang.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi dari cedera kepala sedang.
b. Menjelaskan klasifikasi dari cedera kepala sedang.
c. Menyebutkan berbagai etiologi dari cedera kepala sedang
d. Menyebutkan berbagai manifestasi klinis dari cedera kepala sedang
e. Menjelaskan patofisiologi dari cedera kepala sedang
f. Menjelaskan komplikasi yang mungkin terjadi dari cedera kepala sedang
g. Menjelaskan penatalaksanaan pada kasus cedera kepala sedang
h. Mengetahui asuhan keperawatan dari pasien cedera kepala sedang

D. Sistematika penulisan
Dalam penulisan makaahini,penulis membagi dalam beberapa bab yang terdiri dari :
Bab I Pendahuluan :berisi latarbelakang yang akan dibahas, rumusan masalah,
tujuan kegunaan penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka : menjelaskan tentang konsep dari cedera kepala sedang
Bab III Konsep Asuhan Keperawatan pada cedera kepala sedang: berisi asuhan
keperawatan pada pasien cedera kepala sedang yang terdiri dari pengkajian data,
diagnose keperawatan, perencanaan, Intervensi dan evaluasi.
Bab IV Penutup : kesimpulan dan saran.
DaftarPustaka

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Cedera Kepala
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
Cedera kepala sedang yakni apabila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang
mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan
otak.

B. Klasifikasi Cedera Kepala Sedang


Bachelor (2003) membagi cedera kepala sedang menjadi :
1. Risiko ringan : tidak ada gejala nyeri kepala, muntah dan dizziness
2. Risiko sedang : ada riwayat penurunan kesadaran dan amnesia post trauma
3. Risiko tinggi : nyeri kepala hebat, mual yang menetap dan muntah.

C. Etiologi Cedera Kepala Sedang


1. Trauma tumpul
2. Trauma tembus
3. Jatuh dari ketinggian
4. Cedera akibat kekerasan
5. Cedera otak primer
6. Cedera otak sekunder

D. Manifestasi Klinis
1. Kelemahan pada suatu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau bahkan koma
2. Gangguan kesadaran
3. Abnormalitas pupil
4. Perubahan TTV
5. Gangguan penglihatan dan pendengaran
6. Disfungsi sensorik
7. Kejang otot

3
8. Nyeri kepala
9. Gangguan pergerakan
10. Mudah lupa, mengantuk, gangguan konsentrasi dan dizziness.

D. Patofisiologi Cedera Kepala Sedang

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi
jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti
badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi
badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan
posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada
substansi alba dan batang otak.

4
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak
ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar”
sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih
khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral
dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh
perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan
dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan
karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral,
batang otak, atau dua-duanya

E. Penatalaksanaan Cedera Kepala Sedang


1. Terapi farmakologis, untuk mempertahankan status cairan dan menghindari
dehidrasi. Pemberian NaCl 3% 75 cc/jam dengan Cl 50%, asetat 50% target natrium
145-150 dengan monitor pemeriksaan natrium setiap 4-6 jam.
2. Terapi nutrisi, diberikan kebutuhan metabolism istirahat dengan 140% kalori/ hari
dengan formula berisi protein > 15% diberikan selama 7 hari. Pilihan enteral feeding
dapat mencegah kejadian hiperglikemi, infeksi.
3. Terapi prevensi kejang, pemberian terapi profilaksis dengan fenitoin, karbamazepin
efektif pada minggu pertama.Faktor-faktor terkait yang harus dievaluasi pada terapi
prevensi kejang adalah kondisi pasien yang hipoglikemi, gangguan elektrolit, dan
infeksi.

5
F. Komplikasi Cedera Kepala Sedang
1. Kejang Pasca Trauma
Kejang yang terjadi setelah masa trauma yang dialami pasien merupakan salah
satu komplikasi serius. Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural,
epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri, GCS <10.
2. Demam dan Menggigil
Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolisme dan
memperburuk outcome.Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi, efek
sentral.Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muskular paralisis. Penanganan
lain dengan cairan hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid.
3. Hidrosefalus
Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala, papil odema,
demensia, ataksia dan gangguan miksi.
4. Spastisitas
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan
gerakan.Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi. Beberapa penanganan
ditujukan pada : pembatasan fungsi gerak, nyeri, pencegahan kontraktur, dan bantuan
dalam memposisikan diri. Terapi primer dengan koreksi posisi dan latihan ROM,
terapi sekunder dengan splinting, casting, dan terapi farmakologi dengan dantrolen,
baklofen, tizanidin, botulinum dan benzodiazepin.
5. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam
bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil.Agitasi juga sering
terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral.Penanganan
farmakologi antara lain dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi,
antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodiazepin dan terapi modifikasi lingkungan.
6. Mood, Tingkah Laku dan Kognitif
Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding gangguan fisik
setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons Ford,menunjukkan 2 tahun
setelah cedera kepala masih terdapat gangguan kognitif, tingkah laku atau emosi
termasuk problem daya ingat pada 74%, gangguan mudah lelah (fatigue) 72%,
gangguan kecepatan berpikir 67%. Sensitif dan Iritabel 64%, gangguan konsentrasi
62%.

6
7. Sindroma Post Kontusio
Sindroma Post Kontusio merupakan komplek gejala yang berhubungan
dengan cedera kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan
15% pada tahun pertama.
a. Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah,
sensitif terhadap suara dan cahaya,
b. kognitif: perhatian, konsentrasi, memori,
c. Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi labil.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnostik cedera kepala ditegakkan berdasarkan :
1. riwayat utama
a. sebab trauma
b. adanya kelainan neurologik awal; kejang, hilang kesadaran, kelemahan motorik
dan gangguan bicara
c. derajat ketidaksadaran, amnesia
d. nyeri kepala, mual dan muntah.
2. pemeriksaan fisik
a. tanda-tanda vital
b. tingkat kesadaran cidera luar yang terlihat; cidera kulit kepala,perdarahan
hidung,mulut, telinga dan hematoperiorbital
c. tanda-tanda neurologis; ukuran pupil, gerakan mata, aktivitas motorik
d. refleks tendon
e. sistem sensorik perlu diperiksa, jika pasien sadar
3. pemeriksaan penunjang
a. laboratorium rutin
b. foto kepala AP lateral
c. foto servikal
d. CT scan / MRI kepala
e. Arteriografi bila perlu

7
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN CEDERA KEPALA SEDANG

A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status
kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
1) Kesadaran→GCS.
2) Fungsi saraf kranial → trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan
melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
3) Fungsi sensori-motor → adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan
diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan
1) Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan
mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar →
tanyakan pola makan?
2) Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
3) Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik→hemiparesis/plegia, gangguan
gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan→ disfagia atau
afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g. Psikososial → data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien
dari keluarga

8
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema cerebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
2. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya
kesadaran.
4. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas
berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan
meningkatnya tekanan intrakranial.

C. Rencana Keperawatan
1. Intervensi Dx. 1
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi
jaringan cerebral adekuat
Kriteria Hasil: Tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
a. Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk
menurunkan tekanan vena jugularis.
b. Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya → peningkatan tekanan
intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver,
rangsangan nyeri, prosedur → (peningkatan lendir atau suction, perkusi).
c. Tekanan pada vena leher.
d. Pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada
vena leher).
e. Bila akan memiringkan pasien, harus menghindari adanya tekukan pada anggota
badan, fleksi (harus bersamaan).
f. Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
g. Hindari tangisan pada pasien, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan
therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
h. Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai
program.

9
2. Intervensi Dx. 2
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri
dapat teratasi.
Kriteria Hasil: Tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
a. Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,
serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
b. Mengatur posisi sesuai kebutuhan pasien untuk mengurangi nyeri.
c. Kurangi rangsangan.
d. Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
f. Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

3. Intervensi Dx. 3
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kebutuhan sehari-hari pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil: Tempat tidur bersih, tubuh pasien bersih, tidak ada iritasi pada kulit,
buang air besar dan kecil dapat dibantu, dan pasien merasa nyaman.
a. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan aktivitasnya seperti mengenakan
pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan
perseorangan.
b. Perawatan kateter bila terpasang.
c. Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan
BAB.
d. Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan
demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.

4. Intervensi Dx. 4
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola
nafas dan bersihan jalan nafas efektif
Kriteria Hasil: Tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan
pernafasan dalam batas normal.
a. Kaji Airway, Breathing, Circulasi.

10
b. Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari
memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera
vertebra
c. Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera
lakukan pengisapan lendir.
d. Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
e. Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan
15 – 30 derajat.
f. Pemberian oksigen sesuai program.

D. Implementasi
Implementasi (tindakan) dilakukan sesuai dengan intervensi (perencanaan).

E. Evaluasi
Dx. 1:
S: Pasien mengatakan pusing sudah berkurang
O: Pasien tampak tidak meringis karena pusing, kesadaran composmentis dengan nilai
GCS 15 E4 V5 M6, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
A: Masalah perubahan perfusi jaringan cerebral dapat teratasi
P: Intervensi dihentikan

Dx. 2:
S: Pasien mengatakan nyeri berkurang.
O: Pasien tidak tampak meringis karena nyeri, TTV dalam batas normal
A: Masalah nyeri teratasi.
P: Intervensi dihentikan.

Dx. 3:
S: Pasien mengatakan merasa nyaman dan merasa lebih segar
O: Tempat tidur bersih, tubuh pasien bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar
dan kecil dapat dibantu
A: Masalah kurangnya perawatan diri teratasi.
P: Intervensi dihentikan

11
Dx. 3:
S: Pasien mengatakan tidak merasakan sesak nafas lagi
O: Pasien tampak tidak sesak napas
RR 18x/menit
A: Masalah resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola
nafas dapat teratasi
P: Intervensi dihentikan

12
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera kepala sedang yakni apabila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau
terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien
yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakan otak.
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
Penyebab dari cidera kepala ringan adalah karena adanya benturan yang
terjadi di kepala yang disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya yaiu trauma tumpul,
trauma tembus, jatuh dari ketinggian, cedera akibat kekerasan, cedera otak primer
cedera otak sekunder.
Komplikasi dari cedera kepala sedang adalah kejang pasca trauma, demam
dan menggigil, hidrosefalus, spastisitas, agitasi, mood, tingkah laku dan kognitif,
sindroma post kontusio.

B. Saran
Sebagai perawat profesional perlu memahami penyakit cedera kepala sedang
secara menyeluruh terutama terkait dengan asuhan keperawatan mengenai hal
tersebut. Jika perawat dapat memahami hal tersebut maka akan mempermudah
perawat untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan standar
sekaligus dapat meningkatkan derajat kesehatan pasien. Untuk itu perlulah perawat
terus terbuka dengan informasi terbaru dan mempelajari ilmu keperawatan neurosains
mengenai hal tersebut.

13
DAFTAR PUSTAKA
Brunner / Suddarth. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Wilkinson M. J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan .Jakarta : EGC

14

Anda mungkin juga menyukai