Anda di halaman 1dari 6

JUDUL : UJI TOKSISITAS FRAKSI KELIKA FALOAK DENGAN METODE

BSLT (Brine Shirmp Lethality Test)

NAMA : SIMON GIDION L. BOTHA

NIM : 17.01.325

PEMBIMBING UTAMA : KHAIRUDDIN, S.Si., M.Si., Apt.

PEMBIMBING PERTAMA : Dr. WAHYU HENDARTI, S.Si., M.Kes., Apt.

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indoneia sebagai salah satu Negara dengan keanekaragaan hayati yang sangat tinggi

diperkirakan memiliki sekitar 1260 spesies tumbuhan obat yang secara pasti diketahui berasal

dari hutan tropika Indonesia (Zuhud et al. 1994 dalam Nababan 2013). Sementara menurut

Darusman et al. (2003) baru kurang lebih 465 jenis tumbuhan saja yang terdaftar

dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Hal ini menunjukan bahwa potensi pengembangan

spesies-spesies tumbuhan obat yang tumbuh di Indonesia sangat besar dan eksplorasi senyawa

aktif yang terkandung di dalam tumbuhan obat yang berasal dari hutan tropika Indonesia

sangat diperlukan. Salah satu tumbuhan obat tersebut adalah faloak (Sterculia

quadrifida R.Br).

Tumbuhan faloak merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di daerah bagian

timur Indonesia yaitu Nusa Tenggara Timur, Kupang. Berdasarkan pengalaman masyarakat

didaerah tersebut menggunakan faloak khususnya bagian kulit batang untuk menyembuhkn

berbagai macam penyakit dalam. Penelitian dilakukan oleh Ratna (2012) menunjukan bahwa

ekstrak aseton dari kulit batang faloak memiliki sifat anticendawan terhadap Candida
albicans, hasil skrining fitokimia oleh Siswadi (2013) menunjukan golongan senyawa yang

terdapat dalam kulit batang faloak adalah flavonoid, alkaloid, kardenolida, terpenoid dan

tannin. Oleh karena itu, eksporasi senyawa bioaktif terhadap kulit batang faloak ini perlu

dilakukan dengan harapan ditemukan adanya aktifitas farmakologis-biologis yang mendukung

dengan menguji ekstrak tersebut berdasarkan suatu metode bioassay.

Metode bioassay untuk menentukan aktifitas farmakologis-biologis sudah banyak

diterapkan dan diperkenalkan. Uji sitotoksik merupakan salah satu metode untuk menentukan

aktifitas biologi yang sering digunakan untuk mengetahui toksisitas potensi toksisitas akut

(LC50), menilai gejala klinism spectrum efek toksik, dan mekanisme kematian. Uji toksisitas

terdiri dari dua jenis, yaitu toksisitas umum (akut, subakut/subkronis, kronis) dan toksisitas

khusus (teratogonik, mutagenic dan karsikogenik) (Fathiyawati, 2008).

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan uji pendahuluan/praskrining aktifitas

biologis yang sederhana untuk menentukan toksisitas suatu senyawa atau ekstrak biologis

yang sederhana untuk menentukan hewan coba larva udang (Artemia salina Leach). Korelasi

antara uji toksisitas akut ini dengan uji toksisitas adalah jika mortalitas terhadap Artemia

salina Leach yang ditimbulkan memiliki harga LC50<1000 µg/mL (ppm). Parameter yang

menunjukan aktifitas adalah jumlah kematian larva udang karenapengaruh pemberian fraksi

dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Beberapa kelebihan BSLT adalah cepat waktu

ujinya, mudah, tidak memerlukan peralatan khusus, sederhana (tanpa teknik aseptik), murah

(tidak perlu scrum hewan), jumlah organisme banyak, memenuhi kebutuhan validasi statistik

dengan sedikit sampel, hasilnya reprsentatif dan dapat dipercaya (Meyer ietal, 1982).

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka permasalahan yang timbul adalah

bagaimana potensi ketoksikan dari fraksi kelika faloak terhadap larva Artemia saliana Leach.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi ketoksikan dari fraksi kelika faloak

(Sterculia quadrifida R.Br) terhadap larva Artemia saliana Leach. Tujuan penelitian ini

adalah mengetahui potensi ketoksikan dari fraksi kelika faloak (Sterculia quadrifida R.Br)

terhadap larva Artemia saliana Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

yang ditunjukan dengan nilai LC50. Hassil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi mengenai toksisitas dari fraksi kilika faloak (Sterculia quadrifida R.Br)

I.2 Rumusan masalah

I.3 Tujuan Penelitian

I.4 Manfaat Penelitian


BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian


Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental berskala laboratorium.

III.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Pelaksanaan penelitian dilakukan di laboratorium penelitian dan Kimia Farmasi STIFA
Makassar pada Agustus 2018 – selesai.

III.4 Pelaksanaan Penelitian


III.4.1 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan adalah kulit batang faloak (Sterculia quadrifida R.Br) yang
diperoleh dari daerah Kupang Nusa Tenggara Timur.

III.4.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peralatan ekstraksi,
wadah untuk penetesan larva Artemia salina Leach, aerator, alat-alat gelas, lampu
neon 5 watt, deksokator, almunium foil, plastic bening, karet gelang, statif dan
timbangan analitik.
Bahan yang digunakan antara lain kulit batang faloak (Sterculia quadrifida
R.Br), etanol 70 %, n-heksan, etil asetat, telur artemia salina Leach, air laut, ragi dan
aquadest.

III.4.3 Cara Kerja


III.4.3.1 Pembuatan Ekstrak Kelika Faloak
Kulit batang faloak yang telah kering, dihaluskan, setelah itu kulit batang
faloak diekstraksi menggunakan metode maserasi yaitu dengan cara sampel
dimasukan kedalam wadah maserasi kemudian direndam dengan pelarut
atau cairan penyari berupa etanol 70 % dan disimpan selama lima hari pada
suhu kamar, terlindung dari cahaya matahari, dan diaduk sesekali. Setelah
lima hari hasil maserasi kemudian disaring dan diuapkan hingga beberapa
waktu dan diperoleh ekstrak kental etanol kulit batang faloak.

III.4.3.2 Penetasan Telur Artemia saliana Leach


Telur larva udang diteteskan 2 hari sebelum dilakukan uji. Disiapkan wadah
untuk penetasan telur udang. Wadah yang digunakan dengan membuat
wadah menjadi dua bagian, yaitu bagian atas dab bawah, dimana plastik
bening dibuat seperti kerucut menggantung adalah bagian atas tempat
menetaskan telur, dan bagian dasar wadah adalah bagian bawah. Pada
bagian atas kemudian dimasukkan telur Artemia salina Leach serta
ditambahkan air laut. Dipasangkan aerator dan diberi penerangan dengan
cahaya lampu neon 5 watt untuk menghangatkan suhu penetasan agar suhu
penetasan 25oC-31oC tetap terjaga dan merangsang proses penetesan. Telur
udang yang terendam air laut dibiarkan selama 2 x 24 jam sampai menetas
menjadi benur (nauplius) yang matang dan siap digunakan. Telur akan
menetas dalam waktu 18-48 jam dan akan bergerak-gerak secara alamiah.

III.4.3.3 Penyiapan Kontrol


Kontrol yang digunakan berupa control negative yang dibuat dengan
memasukan 10 ekor larva udang Artemia salina Leach, dan 5 tetes ragi
kemudian ditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 10 ml.

III.4.3.4 Penyiapan Larutan Ekstrak Uji

III.4.3.5 Pengujian Toksisitas dengan Metode BSLT

III.4.3.6 Analisis Data


Persetase mortalitas yang dihasilkan oleh masing-masing konsentrasi
kemudian ditabuasi dan di hitung nilai LC50 dengan menggunakan
persamaan regresi linear. Nilai LC50 diperoleh dengan membuat grafik
hubungan antara nilai probit mortalitas pada sumbu y dan log konsentrasi
pada sumbu x, persamaan yang diperoleh dari grafik ini kemudian
ditentikan nilai X nya dengna memasukan nilai 5 ke persamaan yang
didapatkan, nilai kelima mewakili 50% nilai probit atau 50% kematian
larva. Kemudian ditentukan LC50 dengan antilog dari nilai x atau 10x.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai