Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Robekan jalan lahir merupakan salah satu penyebab kematian

ibu yang kedua yang menyebabkan perdarahan setelah atonia uteri.

Hal ini sering terjadi pada ibu hamil terutama pada primipara karena

pada saat proses persalinan tidak mendapat tegangan yang kuat

sehingga menimbulkan robekan pada perineum. Luka-luka biasanya

ringan tapi kadang juga terjadi luka yang luas sehingga dapat

menimbulkan perdarahan yang dapat membahayakan jiwa ibu.

Menurut hasil berbagai survei, tinggi rendahnya Angka Kematian Ibu

(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) disuatu Negara dapat dilihat

dari kemampuan untuk memberikan pelayanan obstetrik yang bermutu

dan menyeluruh. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah

menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya

untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih

membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus. (jurnal

cut rosmawar,2013)

Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan

lebih dari 585.000 per tahun ibu meninggal saat hamil dan bersalin. Di

asia selatan wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan

atau persalinan selama kehidupannya. Lebih dari 50% kematian di


Negara berkembang sebenarnya dapat dicgah dengan tekhnologi

yang ada serta biaya yang relative rendah. (WHO, 2015)


Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 kembali

mencatat AKI yang signifikan, yakni dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000

kelahiran hidup. Oleh karena itu, pada tahun 2012 Kementrian Kesehatan

meluncurkan program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam

rangka menurunkan angka kematian ibu dan neonatal sebesar 25%. Program ini

dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan jumlah kematian ibu dan neonatal

yang besar, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

dan Sulawesi Selatan. Dasar pemilihan provisi tersebut dikarenakan 52,6% dari

jumlah total kejadian kematian ibu di Indonesia berasal dari enam provinsi tersebut.

Sehingga dengan menurunkan angka kematian ibu di Indonesia secara signifikan

(Profil Kesehatan Indonesia 2014).

Jumlah kematian ibu yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Sulawesi

Selatan pada tahun 2015 menurun lagi menjadi 118 orang atau 78,84 per

100.000 KH. Kematian ibu maternal tersebut terdiri dari kematian ibu hamil 19%,

kematian ibu bersalin 46%, dan kematian ibu nifas 35%.

( http;//dinkes-sulsel.go.id/new/indeks. Di akses tanggal 5 juni 2016)

Data ibu bersalin yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Sidenreng Rappang. Tahun 2016 jumlah ibu bersalin yaitu 5.230 ibu dan

meninggal karena eklampsia 0,3 %, meninggal karena perdarahan 0.1% dan

meninggal karena hipertensi 0,1%. Pada bulan Januari sampai dengan April

2017 jumlah ibu bersalin 1.724 ibu dan terdapat 61% yang mengalami ruptur

perineum. (Dinas Kesehatan Kabupaten Sidenreng Rappang)

Puskesmas Tanrutedong yang merupakan salah satu puskesmas di

Kabupaten Sidenreng Rappang yang mencakup 10 desa yaitu : Desa Kalosi.

Desa Kalosi Alau, Desa Salobukkang, Desa Taccimpo, Desa Kampale, Desa
Padangloang, Desa Padangloang Alau, Kelurahan Salomallori, Kelurahan

Tanrutedong dan Desa Bila memiliki sasaran ibu hamil 606 orang dan

persalinan 578 orang dan kejadian ruptur tingkat I sebanyak 10,38%, tingkat II

sebanyak 9%, tingkat III sebanyak 1,7%, ruptur tingkat IV tidak ada. Tahun 2017

mulai dari bulan januari sampai juni sebanyak 243 ibu hamil dan terdapat 73 ibu

bersalin secara menyeluruh yang ditolong oleh tenaga kesehatan dan yang

bersalin di puskesmas sebanyak 36 orang, kejadian ruptur tingkat I sebanyak

47,22% , ruptur tingkat II sebanyak 41,66%, ruptur tingkat III sebanyak 5,55%

dan ruptur tingkat IV tidak ada.

(Data Laporan Program Kesehatan Ibu dan Anak tahun 2015)

Dengan dasar itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di

Wilayah Kerja Puskesmas Tanrutedong dengan judul “ Gambaran Penyebab

Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Di Wilayah Kerja Puskesmas

Tanrutedong Kabupaten Sidrap Tahun 2017”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang maka

dirumuskan masalah “Apakah Penyebab Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu

Bersalin Di Puskesmas Tanrutedong Kabupaten Sidrap Tahun 2017 ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui penyebab terjadinya Ruptur Perineum pada Ibu

Bersalin di wilayah kerja Puskesmas Tanrutedong kabupaten sidrap tahun

2017.
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui apakah paritas merupakan salah satu penyebab

terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin.

b. Untuk mengetahui apakah jarak kelahiran merupakan salah satu

penyebab terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin.

c. Untuk mengetahui apakah berat badan lahir merupakan salah satu

penyebab terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan yaitu:

1. Manfaat Ilmiah

a. Sebagai salah satu masukan institusi kesehatan khususnya kebijakan

dalam upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak.

b. Sebagai sumber informasi bagi tenaga kesehatan dalam melaksanakan

penelitian tentang Penyebab terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu

Bersalin.

2. Manfaat Institusi / Tempat Penelitian

Sebagai salah satu Referensi bagi Institusi tentang Penyebab terjadinya

Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Dan sebagai acuan untuk meningkatkan

mutu sistem pelayanan kebidanan.

3. Manfaat praktis

Sebagai bahan bagi peneliti dalam memperdalam/memperluas

pengetahuan dan merupakan pengalaman dalam melakukan penelitian

khususnya yang berkaitan dengan Penyebab terjadinya Rupture Perineum

Pada Ibu Bersalin.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Persalinan

1. Pengertian Persalinan

Persalinan merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta

dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari

pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan

frekuensi, durasi dan kekuatan yang teratur. Mula-mula kekuatan yang

muncul kecil, kemudian terus meningkat sampai pada puncaknya pembukaan

serviks lengkap sehingga siap untuk pengeluaran janin dari rahim ibu.

(Salemba Medika;2014).

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

plasenta) yang telah cukup bulan atau hidup diluar kandungan melalui jalan

lahir atau melalui jalan lain. Dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan

sendiri). (salemba medika 2013).

Persalinan menurut pandangan islam salah satunya digambarkan

dalam Al-Qur’an Surah Al-Ahqaf 36 Ayat 15 yang bebunyi :

‫ص ْينَا‬ َ ‫اْل ْن‬


َّ ‫سانََ َو َو‬ ِ ْ َ‫سانًا بِ َوا ِل َد ْي ِه‬
َ ْ‫ضعَتْهَ ك ْرهًا أ ُّمهَ َح َملَتْهَ إِح‬
َ ‫صالهَ َو َح ْملهَ ك ْرهًا َو َو‬
َ ِ‫َوف‬

َ ‫سنَ َةً أ َ ْربَ ِعينََ َوبَلَ ََغ أَشدَّهَ بَلَ ََغ إِ َذا َحتَّى‬
ََ‫شه ًْرا ث َ ََلثون‬ َِ ‫ن أ َ ْو ِز ْعنِي َر‬
َ ‫ب قَا ََل‬ َْ َ ‫أ َ ْنعَ ْمتََ الَّتِي نِ ْع َمتَكََ أَشْك ََر أ‬

َّ َ‫عل‬
َ‫ي‬ َ ‫علَى‬
َ ‫َيَ َو‬ َْ َ ‫صا ِل ًحا أ َ ْع َم ََل َوأ‬
َّ ‫ن َوا ِلد‬ ْ َ ‫ِمنََ َوإِنِي إِلَيْكََ تبْتَ إِنِي ذ ِريَّتِي فِي ِلي َوأ‬
َ َ‫ص ِلحَْ ت َ ْرضَاه‬

ْ ‫ا ْلم‬
ََ‫س ِل ِمين‬

Artinya : “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan
umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku
untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan
kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang
Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS. Al-
Ahqaf/36:15)

Berdasarkan pengertian diatas maka penulis menyimpulkan bahawa


persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi melalui jalan lahir yang
diikuti pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara utuh.

2. Sebab-sebab mulanya persalinan

Penyebab terjadinya persalinan belum diketahui benar. Beberapa teori

yang dikemukakan antara lain:

a. Teori keregangan

Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.

Setelah melewati batas tersebut maka, terjadi kontraksi sehingga

persalinan dapat dimulai.

b. Teori penurunan progesterone

Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu,

di mana terjadi penimbunan jaringan ikat sehingga pembuluh darah

mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesterone mengalami

penurunan sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya,

otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan

progesterone tertentu.

c. Teori oksitosin internal


Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior.

Perubahan keseimbangan estrogendan progesterone dapat mengubah

sensivitas otot rahim sehingga sering terjadi kontraksi. Menurunnya

konsentrasi progesterone akibat tauanya usia kehamilan menyebabkan

oksitosin meningkatkan aktifitas sehingga persalinan dimulai.

d. Teori prostaglandin

Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15

minggu, yang dikeluarkan oleh desidu. Pemberian prostaglandin saat hamil

dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dapat

dikeluarkan. Prostaglandin dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan.

( Salemba Medika,2014)

3. Faktor-faktor yang berperan dalam persalinan

a. Passage (jalan lahir) yang terdiri dari atas panggul ibu, yakni bagian tulang

yang padat, dasar panggul,vagina dan introitus.

b. Passenger (factor janin) yaitu ukuran kepala janin,presentasi,letak,sikap

dan posisi janin.

c. Power (tenaga/kekuatan) kekuatan yang mendorong janin dalam

persalinan adalah his,kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan

aksi dari ligament. Kekuatan primer yang diperlukan dalam persalinan

adalah his, sedangkan sebagai kekuatan sekundernya adalah tenaga

meneran ibu.

d. Psikis (psikologis) kondisi psikis pasien, tersedianya dorongan positif,

persiapan persalinan, pengalaman lalu dan strategi adaptasi.


e. Penolong mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi

pada ibu dan janin, dalam hal ini tergantung dari kemampuan dan kesiapan

penolong dalam menghadapi proses persalinan. (salemba medika,2014)

4. Jenis-jenis persalinan

a. Persalinan spontan adalah persalinan yang berlangsung dengan tenaga

ibu sendiri.

b. Persalinan buatan adalah persalinan dengan rangsangan sehingga

terdapat kekuatan untuk persalinan.

c. Persalinan anjuran adalah persalinan yang tidak dimulai sendiri,akan tetapi

dengan tindakan seperti secsio cesarean.

5. Macam-macam posisi meneran

a. Posisi berbaring miring ke kiri

Posisi ini mengharuskan ibu miring kiri atau kanan. Salah satu kaki

diangkat sedangkan kaki lainnya lurus. Posisi ini akrab disebut dengan

posisi lateral, umumnya dilakukan bila posisi kepala bayi belum tepat.

b. Posisi jongkok dan berdiri


Posisi ini sudah dikenal sebagai posisi bersalin yang alami. Dapat

memperluas rongga panggul, memperbesar dorongan untuk meneran,

proses persalinan lebih mudah,menggunakan gaya gravitasi dan

menguragi trauma pada perineum. Kekurangannya berpeluang membuat

kepala bayi cedera.

c. Posisi merangkak

Posisi ini, ibu merebahkan badan dengan merangkak,kedua tangan

menyanggah tubuh,kedua kaki ditekuk dan dibuka. Dapat mengurangi rasa

sakit mengurangikeluhan hemoroid dan posisi yang baik bagi ibu yang

mengalami nyeri punggung.

d. Posisi duduk atau semiduduk


Posisi ini merupakan posisi yang paling umum digunakan.

Memudahkan melahirkan kepala bayi, membuat ibu nyaman, jika merasa

lelah ibu bisa istirahat. (sarwono prawiharjo, 2014)

6. Mekanisme persalinan

a. Penurunan kepala

Pada primigravida masuknya kepala dalam pintu atas panggul

biasanya sudah terjadi pada bulan terakhir dari kehamilan, tetapi pada

multi gravida biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya

kepala ke dalam pintu atas panggul, biasanya dengan sutura sagitalis

melintang dan dengan fleksi yang ringan. Masuknya kepala melewati pintu

atas panggul dapat dalam keadaan asinklitismus yaitu bila sutura sagitalis

terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat di antara simpisis dan

promontorium.

b. Fleksi

Pada awal persalinan, kepala bayi dalam keadaan fleksi ringan.

Dengan majunya kepala biasanya fleksi juga bertambah. Pada pergerakan

ini, dagu dibawah lebih dekat kearah dada janin sehingga ubun-ubun kecil

lebih rendah dari ubun-ubun besar. Ini terjadi karena adanya tahanan dari

dinding serviks, dinding pelviks dan lantai pelviks.

Dengan adanya fleksi, diameter suboccipito bregmatika (9,5cm)

menggantikan suboctipito prontalis (11 cm). sampai di dasar panggul,

biasanya kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal.

c. Rotasi dalam

Putaran paksi dalam adalah pemutaran bagian depan sedemikian

rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan janin memutar ke depan
ke bawah simpisi. Pada presentasi belakang kepala, bagian yang terendah

ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke

depan kea rah simpisis.

d. Ektensi

Sesudah kepala janin sampai didasar panggul dan ubun-ubun kecil

berada dibawah simpisis, maka terjadilah ekstensi dari jalan lahir. Hal ini

disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah

ke depan dan ke atas sehinga kepala harus mengadakanfleksi untuk

melewatinya.

e. Rotasi luar (putaran paksi luar)

Kepala yang sudah lahir selanjutnya mengalami restitusi yaitu

kepala bayi memutar kembali kea rah punggung anak untuk

menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.

Bahu melintasi pintu karena dalam ke adaan miring.

f. Ekspulsi

Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai dibawah simpisis

dan menjadi hipomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Setelah kedua

bahu bayi lahir, selanjutnya seluruh badan bayi dilahirkan searah dengan

sumbu jalan lahir. (salemba medika, 20)

7. Tanda-tanda persalinan

a. Ibu merasa ingin meneran seiring dengan bertambahnya kontraksi. Rasa

ingin meneran disebabkan oleh tekanan kepala janin pada vagina dan

rectum, serta tekanan oleh uterus yang berkontraksi lebih kuat dan lebih

sering.
b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum atau vaginanya.

Tekanan direktum dan vagina di sebabkan oleh adanya dorongan uterus

dan turunnya kepala kedasar panggul.

c. Perineum menonjol yang di sebabkan oleh penurunan kepala janin sebagai

akibat dari kontraksi yang semakin sering.

d. Vulva-vagina spingter ani membuka. Membukanya vulva vagina dan

spingter ani terjadi akibat adanya tahanan kepala janin pada perineum.

e. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah. Lendir bercampur

darah ini merupakan lendir yang berasal dari jalan lahir.

8. Diagnosa persalinan

a. Kala I (kala pembukaan)

Kala I persalinan dimulai ketika ada kontraksi yang adekuat serta

adanya dilatasi serviks, dan berakhir di saat pembukaan lengkap. Kala I

persalinan terdiri atas 2 fase yaitu fase laten dan fase aktif.

1) Fase laten

Fase ini dimulai pada pembukaan serviks 0 dan berakhir sampai

pembukaan serviks mencapai 3 cm berlangsung 7- 8 jam.

2) Fase aktif

Fase yang dimulai pembukaan serviks 4 cm dan berakhir sampai

pembukaan serviks mencapai 10 cm berlangsung selama 6 jam. fase

aktif dibedakan menjadi fase akselerasi, fase dilatasi maksimal, dan fase

deselarasi.

a) Fase akselerasi : dari pembukaan serviks 3 cm smapai pembukaan 4

cm, fase ini merupakan fase persiapan menuju fase berikutnya.


b) Fase dilatasi maksimal : fase ini merupakan waktu ketika dilatasi

serviks meningkat dengan cepat, dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm

selama 2 jam. Normalnya pembukaan serviks pada fase ini konstan

yaitu 3 cm perjamuntuk multipara dan 1,2 cm untuk primipara.

c) Fase deselerasi : merupakan akhir fase akti, dimana dilatasi serviks

pada fase ini berjalan lambat rata-rata 1 cm per jam, namun pada

multipara dapat berlangsung lebih cepat.

b. Kala II ( kala pengeluaran janin )

Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat dan cepat kira-

kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk keruang panggul

sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara

refletoris menimbulkan rasa mengedan karena tekanan pada rectum, ibu

merasa seperti buang air besar, dengan anus membuka. Pada waktu his,

kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang. His

mengedan yang terpimpin akan lahirlah kepala di ikuti dengan seluruh

badan janin. Kala 2 pada primigravida 1½ jam dan pada multi ½ sampai 1

jam.

c. Kala III (kala pengeluaran uri)

Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi

mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.

Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat

perlekatan semakin kecil., tempat perlekatan plasenta tidak berubah maka

plasenta akan terlipat , menebal kemudian lepas dari dinding uterus.

Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah uterus atau kedalam

vagina.
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua

hal-hal di bawah ini :

1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus.

Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi,

uterus berbentukbulat penuhdan tinggi fundus biasanya di bawah pusat.

Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus

berbentuk segitiga atau seperti buah peer atau alvokat dan fundus

berada di atas pusat..

2) Tali pusat memanjang.

3) Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.

4) Semburan dara mendadak dan singkat

Darah yang berkumpul dibelakang plasenta akan membantu

mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila

kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding

uterus dan permukaan dalam plasenta meleihi kapasitas tampungnya

maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

d. Kala IV (kala pengawasan)

Kala IV adalah kala pengawasan 2 jam setelah bayi dan ari-ari lahir

untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post

partum.

Hal-hal yang perlu dipantau pada Kala IV persalinan adalah:

1) Pemantauan tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan

darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap

30 menit selama satu jam pada jam ke dua kala IV. Jika ada temuan
yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian kondisi

ibu.

2) Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi lebih baik.

Setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama

jam ke dua kala IV. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan

frekuensi observasi dan penilaian kondisi ibu.

3) Pantau temperature tubuh setiap jam dalam dua jam pertama pasca

persalinan. Jika meningkat, pantau dan tatalaksana sesuai apa yang di

perlukan.

4) Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina stiap 15 menit selama

satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua pada kala

empat. (Sarwono Prawirohardjo,2014)

B. Tinjauan Umum Tentang Ruptur Perineum

1. Pengertian Ruptur Perineum

Perineum adalah daerah antara kedua belah paha, antara vulva dan

anus (Dorland, 2010). Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan

anus yang berperan dalam persalinan. Ruptur perineum adalah ruptur yang

terjadi pada perineum sewaktu persalinan (Mochtar, 1998). Perineum

berperan dalam persalinan karena merupakan bagian luar dasar panggul

(Winknjosastro, 2010)

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu

persalinan. Ruptur perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama

dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Terjadinya ruptur perineum

disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak kelahiran dan berat badan bayi),
pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, riwayat persalinan.

Ekstraksi forceps, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomy.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga terjadi ruptur perineum

a. Faktor predisposisi penyebab ruptur perineum

Faktor penyebab rupture perineum diantaranya adalah faktor ibu,

faktor janin dan faktor persalinan pervagina. Faktor-faktor tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut :

1) Faktor ibu

a) Paritas

Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah di alami oleh ibu

baik lahir hidup maupun lahir mati, tapi tidak termasuk abortus

(winkjosastro.H.2011).

Paritas 1 ibu yang pertama kali melahirkan (primipara), paritas

lebih dari dua kali melahirkan (multipara) dan wanita yang telah

melahirkan lebih dari lima atau lebih (grandemultipara).

b) Jarak kelahiran

Menurut anjuran yang di keluarkan oleh Badan Koordinasi

Keluarga Berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang pendek akan

menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi

tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. kelahiran kurang dari dua

tahun tergolong resiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi

pada persalinan. Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran


yang lebih aman bagi ibu dan janin. Begitu juga dengan keadaan

jalan lahir yang mungkin pada persalinan terdahulu mengalami

robekan perineum derajat tiga atau empat, sehingga pemulihan belum

sempurna dan robekan perineum dapat terjadi.

c) Cara meneran

Secara fisiologi ibu akan merasakan dorongan untuk meneran

bila pembukaan sudah lengkap dan reflex ferguson telah terjadi. Ibu

harus di dukung untuk meneran dengan benar pada saat ibu

merasakan dorongan kuat untuk meneran (jhonson,2011).

Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam memimpin ibu

bersalin melakukan meneran untuk mencengah terjadinya rupture

perinem, diantaranya:

(1) Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan

alamiahnya selama kontraksi.

(2) Tidak menganjurkan Ibu untuk menahan nafas pada saat

kontraksi.

(3) Mungkin ibu akan merasa lebih mudah untuk meneran jika ibu

berbaring miring atau setegah duduk, menarik lutut kearah ibu,

dan menempelkan dagu ke dada.

(4) Menganjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.

(5) Tidak melakukan dorongan pada fundus untuk membantu

kelahiran bayi. Dorongan ini dapat meningkatkan resiko distosia

bahu dan rupture uteri.

(6) Pencengahan ruptur perineum dapat dilakukan saat bayi

dilahirkan terutama saat kelahiran kepala dan bahu.


d) Umur ibu

Wanita yang berumur <20 tahun atau >35 tahun beresiko

dengan kejadian ruptur perineum dikarenakan pada umur <20 tahun,

fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan

sempurna. Sedangkan pada umur >30 tahun fungsi reproduksi

seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi

reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi

pasca persalinan terutama ruptur perineum akan lebih besar

(Siswosudarmo, 2012).

2) Faktor Janin

a) Berat badan lahir.

Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir memiliki berat badan

lebih dari 4000 gram. Ruptur perineum terjadi pada kelahiran dengan

berat badan bayi yang besar. Hal ini terjadi karena semakin besar

berat badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya

ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan

regangan kepala bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar

sering terjadi ruptur perineum (Saifuddin, 2011).

3) Faktor Persalinan Pervagina

a) Vakum Ekstraksi

Vakum ekstraksi adalah suatu tidakan bantuan persalinan,

janin yang dilahirkan dengan ekstraksi menggunakan tekanan

negative dengan alat fakum yang dipasang dikepalanya

(mansjoer,2012). Waktu yang diperlukan untuk pemasangan cup

sampai dapat ditarik relative lebih lama daripada forsep (lebih dari 10
menit). Cara ini tidak dapt dipakai untuk melahirkan anak dengan fetal

distress ( gawat janin). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah

robekan pada serviks uteri dan robekan pada vagina dan ruptur

perineum.

b) Ekstraksi cunam atau porsep

Ekstraksi cunam/forsep adalah suatu persalinan buatan, janin

dilahirkan dengan cunam yang dipasang dikepala janin (mansjoer

2012). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan forsep

antara lain rupture uteri, robekan portio, ruptur perineum, syok

perdarahan post partu dan pecahnya varises vagina. (oxorn,2011).

c) Persalinan presipitatus

Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung

sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh

abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlalu kuat atau pada

keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada

saat pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses

persalinanyang sangat kuat. Sehingga sering petugas belum siap

untuk menolong persalinan dan ibu meneran kuat tidak terkontrol

kepala janin terjadi depleksi terlalu cepat. Keadaan ini akan

memperbesar kemungkinan rupture perineum (monchtar,2012).

Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2010)

laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala

dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi

dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali.

4) Faktor Penolong
Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu dan

berwenang dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan

yang salah merupakan salah satu penyebab terjadinya rupture

perineum, sehingga sangat diperlukan kerja sama dengan ibu dan

penggunaan pirasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala,

bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencengah ruptur perineum.

3. Klasifikasi Ruptur Perineum

Gamabar ruptur perineum

a. Ruptur perineum tingkat I

Ruptur perineum tingkat satu, yaitu robekan yang terjadi di daerah

Mukosa,Vagina dan Kulit perineum

b. Ruptur perineum tingkat II

Ruptur perineum tingkat dua, yaitu robekan yang terjadi di daerah

Mukosa,Vagina,Kulit perineum dan otot perineum.

c. Ruptur perineum tingkat III

Ruptur perineum tingkat tiga yaitu robekan yang terjadi di daerah

Mukosa, Vagina, Kulit perineum, otot perineum dan otot spigter ani.

d. Ruptur perineum tingkat IV


Ruptur perineum dertingkat empat, yaitu robekan yang terjadi di

daerah Mukosa, Vagina, Kulit perineum, otot perineum, otot spingter ani

dan dinding depan rektum.

4. Tanda dan Gejala Ruptur Perineum

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan

kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal

dari perlukaan jalan lahir.

5. Penanganan Ruptur perineum

Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara

melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan

sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat

dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya

penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan

antibiotik yang cukup (moctar,2012). Prinsip yang harus diperhatikan dalam

menangani rupture perineum adalah:

a. Bila palasenta seorang ibu bersalin megalami perdarahan setelah anak

lahir, segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta

atau plasenta tidak lahir lengkap.

b. Bila plasenta lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan

bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir selanjutnya

dilakuka penjahitan.
1) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal

ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam

kemudian lapis luar.

2) Ruptur perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan

dan posisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit

dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara

angka delapan.

3) Ruptur perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan

robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu

sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut

kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara satu-satu

atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan.

Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.

4) Ruptur perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding

depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum

rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.

5) Ruptur perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah

karena robekan diklem dengan klem lurus, kemudian dijahit antara 2-3

jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan

dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.

C. Tinjauan Umum Tentang Variabel Yang Diteliti

1. Pengertian Rupture Perineum

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu

persalinan. Ruptur perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama

dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Terjadinya ruptur perineum
disebabkan oleh faktor ibu (paritas, jarak kelahiran dan berat badan bayi),

pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, riwayat persalinan.

Ekstraksi forceps, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomy.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab terjadinya ruptur perineum

a. Faktor predisposisi penyebab ruptur perineum

Faktor penyebab rupture perineum diantaranya adalah faktor ibu,

faktor janin dan faktor persalinan pervagina. Faktor-faktor tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut :

b. Faktor ibu

1) Paritas

Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah di alami oleh ibu

baik lahir hidup maupun lahir mati, tapi tidak termasuk abortus

(winkjosastro.H.2011).

Paritas 1 ibu yang pertama kali melahirkan (primipara), paritas

lebih dari dua kali melahirkan (multipara) dan wanita yang telah

melahirkan lebih dari lima atau lebih (grandemultipara).

2) Jarak kelahiran

Menurut anjuran yang di keluarkan oleh Badan Koordinasi

Keluarga Berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang pendek akan

menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi

tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. kelahiran kurang dari dua

tahun tergolong resiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi


pada persalinan. Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran

yang lebih aman bagi ibu dan janin. Begitu juga dengan keadaan jalan

lahir yang mungkin pada persalinan terdahulu mengalami robekan

perineum derajat tiga atau empat, sehingga pemulihan belum sempurna

dan robekan perineum dapat terjadi.

3) Cara meneran

Secara fisiologi ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila

pembukaan sudah lengkap dan reflex ferguson telah terjadi. Ibu harus di

dukung untuk meneran dengan benar pada saat ibu merasakan

dorongan kuat untuk meneran (jhonson,2011).

4) Umur ibu

Wanita yang berumur <20 tahun atau >35 tahun beresiko dengan

kejadian ruptur perineum dikarenakan pada umur <20 tahun, fungsi

reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna.

Sedangkan pada umur >30 tahun fungsi reproduksi seorang wanita

sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal

sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan

terutama ruptur perineum akan lebih besar (Siswosudarmo, 2012).

c. Faktor Janin

1) Berat badan lahir.

Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir memiliki berat badan

lebih dari 4000 gram. Ruptur perineum terjadi pada kelahiran dengan

berat badan bayi yang besar. Hal ini terjadi karena semakin besar berat

badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya ruptur


perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala

bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur

perineum (Saifuddin, 2011).

a. Faktor Persalinan Pervagina

1) Vakum Ekstraksi

Vakum ekstraksi adalah suatu tidakan bantuan persalinan, janin

yang dilahirkan dengan ekstraksi menggunakan tekanan negative

dengan alat fakum yang dipasang dikepalanya (mansjoer,2012). Waktu

yang diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relative

lebih lama daripada forsep (lebih dari 10 menit). Cara ini tidak dapt

dipakai untuk melahirkan anak dengan fetal distress (gawat janin).

Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah robekan pada serviks

uteri dan robekan pada vagina dan ruptur perineum.

2) Ekstraksi cunam atau porsep

Ekstraksi cunam/forsep adalah suatu persalinan buatan, janin

dilahirkan dengan cunam yang dipasang dikepala janin (mansjoer

2012). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan forsep

antara lain rupture uteri, robekan portio, ruptur perineum, syok

perdarahan post partu dan pecahnya varises vagina. (oxorn,2011).

3) Persalinan presipitatus

Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung

sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh

abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlalu kuat atau pada

keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada

saat pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses
persalinanyang sangat kuat. Sehingga sering petugas belum siap untuk

menolong persalinan dan ibu meneran kuat tidak terkontrol kepala janin

terjadi depleksi terlalu cepat. Keadaan ini akan memperbesar

kemungkinan rupture perineum (monchtar,2012).

Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2010) laserasi

spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu

dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu

cepat dan tidak terkendali.

b. Faktor Penolong

Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu dan berwenang

dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan yang salah

merupakan salah satu penyebab terjadinya rupture perineum, sehingga

sangat diperlukan kerja sama dengan ibu dan penggunaan pirasat manual

yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi

untuk mencengah ruptur perineum.


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagi ciri, sifat atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep

penelitian tertentu (Notoatmojo, 2010)

Variabel independen

Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang menjadi

sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Variabel Dependen). Variabel

independen dalam penelitian ini adalah paritas , Jarak Kelahiran, Berat Badan

Lahir.

Variabel Dependen
Variable dependent merupakan variable terikat adalah variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas.

Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi

atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel dependen yang dimaksud

disini adalah ibu bersalin dengan ruptur perineum.

a. Paritas

Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah di alami oleh ibu baik

lahir hidup maupun lahir mati, tapi tidak termasuk abortus

(Winkjosastro.H.2011).

Paritas 1 ibu yang pertama kali melahirkan (primipara), paritas lebih

dari dua kali melahirkan (multipara) dan wanita yang telah melahirkan lebih

dari lima atau lebih (grandemultipara).

b. Jarak Kelahiran

Menurut anjuran yang di keluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga

Berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan

seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah

melahirkan sebelumnya.

c. Berat Badan Lahir Bayi

Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir memiliki berat badan lebih dari

4000 gram. Robekan perineum terjadi pada kelahiran dengan berat badan

bayi yang besar. Hal ini terjadi karena semakin besar berat badan bayi yang

dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya laserasi perineum karena

perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi dengan berat

badan bayi lahir yang besar sering terjadi laserasi perineum (Saifuddin, 2011).

B. Kerangka Konsep
Berdasarkan variabel fakror-faktor penyebab terjadinya rupture perineum

kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Kerangka Konsep Penelitian Tentang Gambaran Penyebab Terjadinya


Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanrutedong
Tahun 2017

Paritas

Jarak kelahiran Ruptur Perineum

Berat badan
lahir

Keterangan

: variabel dependen

: variabel independen

C. Definisi Operasional dan kriteria Objektif

Definisi operasional adalah definisi yang berdasarkan karakteristik yang

diamati atau diteliti secara tidak langsung. Defenisi operasional ini akan

menunjukkan alat pengambilan data yang cocok digunkan bagaimana mengukur

suatu variabel.

Pada penelitian ini yang digunakan skala nominal yaitu suata data yang

sifatnya interval yang dikategorikan dalam beberapa kategori.

1. Paritas : jumlah yang dilahirkan oleh seorang ibu baik hidup maupun mati.

Variabel ini akan diukur dengan wawancara dan penyebaran kuesioner. Hasil

ukur dikategorikan dalam 3 kategori, yaitu:

a. Primipara : Bila ibu mempunyai anak 1 orang,

b. Multipara : Bila ibu mempunyai anak 2-5 orang,


c. Grande Multipara : Bila ibu melahirkan anak > 5 orang.

Hasil ukur tersebut berskala nominal.

2. Jarak kelahiran : rentang waktu antara kelahiran anak sekarang dengan

kelahiran dengan anak sebelumnya. Variabel ini akan diukur dengan

wawancara dan penyebaran kuesioner. Hasil ukur dikategorikan dalam 2

kategori, yaitu:

a. Berisiko dengan jarak kelahiran < 2 Tahun, dan

b. Tidak Berisiko dengan jarak kelahiran ≥ 2 Tahun.

Hasil ukur tersebut berskala nominal

3. Berat Badan Bayi

Hasil timbangan Berat Badan Bayi saat dilahirkan. Variabel ini akan

diukur dengan wawancara dan penyebaran kuesioner. Hasil ukur

dikategorikan dalam 3 kategori, yaitu:

a. Bayi Besar : bayi yang memiliki berat badan lebih dari 4000 gram

b. Bayi cukup : bayi yang memiliki berat badan 2500-4000 gram

c. BBLR : bayi yang memiliki berat badab yang kurang dari 2500 gram.

Hasil ukur tersebut berskala nominal.

Analisa univariat bertujuan untuk mendeskripsikan setiap variabel

penelitian pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo 2010).

Analisa distribusi frekuensi selanjutnya di interprestasikan dengan

menggunakan kriteria objektif sebagai berikut

a. Tidak termasuk= 0%

b. Sebagian kecil = 1-25 %

c. Kurang dari seluruhnya= 26-49%


d. Sebagian = 50%

e. Lebih dari setengahnya 51-75%

f. Sebagian besar76-90%

g. Termasuk = 100%

(Arikunto 2010)
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian

deskriptif adalah penelitian dimaksudkan meneliti keadaan, kondisis atau hal

lain-lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan

penelitian yang bertujuan memaparkan peristiwa-peristiwa yang urgent yang

terjadi pada masa kini. Kuantitatif dengan metode pendekatan observasional.

(Buchari Lapau, 2015).

Penelitian ini mendeskripsikan tentang Gambaran Penyebab Terjadinya

Ruptur Perineum pada Ibu Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Tanrutedong

Kabupaten Sidenreng RappangTahun 2017.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Tanrutedong

Kabupaten Sidenreng Rappang Tahun 2017.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan ....... Tahun 2017.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan

diteliti (Notoatmojo,2011).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang bersalin pada

Bulan Januari sampai dengan Bulan ........ tahun 2017 di Wilayah Kerja

Puskesmas Tanrutedong sebanyak 73 orang Bersalin.

2. Sampel

Sampel adalah objek diteliti yang dianggap mewakili ibu bersalin di

wilayah kerja Puskesmas Tanrutedong dan dalam penelitian ini pengambilan

sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling.

Penentuan ukuran sampel pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan rumus slovin sebagai berikut :


𝑁
n = 1+𝑁𝑒 2

Keterangan :

n : Ukuran sampel

N : Ukuran populasi

e : Taraf kesalahan (error) sebesar 0.10 (10%)

Dari rumus diatas, maka besarnya jumlah sampel (n) adalah sebagai berikut :

n= 73

1 + 73 (0.10 x 0.10)

n= 73

1 + 0.73

n = 42

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, diperoleh besarnya sampel

sebanyak 42 orang.
D. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian adalah sebagai berikut (Hidayat, 2010) :

1. Informed concent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelian dengan memberikan lembar persetujuan menjadi responden, yang

diberikan sebelum penelitian.

2. Anominity (tanpa nama)

Memberikan jaminan dalam penggunaan responden penelitian dengan

cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar

alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Semua informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkkan pada hasil riset..

E. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebagai berikut

1. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian kepada Kepala Program

Studi Kebidanan STIKES Muhammadiyah Sidrap.

2. Peneliti memberikan surat pengantar penelitian kepada Kepala Puskesmas

Tanrutedong dan setelah mendapatkan surat ijin penelitian, Peneliti

menentukan sampel penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

3. Peneliti memperkenalkan diri pada responden dan menjelaskan tujuan

penelitian kepada responden dengan memberikan surat pengantar penelitian.

4. Responden yang setuju untuk dijadikan responden penelitian dipersilahkan

untuk mengisi lembar informed concent.


5. Peneliti melakukan wawancara terhadap seluruh responden sesuai dengan

pertanyaan pada kuesioner.

Dalam penyajian data digunakan adalah analisa univariat yang

dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi, dan persentase.

F. Rencana Analisa Data

Analisa data digunakan dengan menggunakan software program

Microsoft Excel berupa analisis univariat.

a. Analisa Univariat

Dari hasil tabulasi data tersebut kemudian dianalisa dalam bentuk statistik

diskriptif menggunakan distribusi frekuensi dan presentase.

Penyebab terjadinya ruptur di bagi atas 3 kategori yaitu paritas, jarak

kelahiran dan berat badan bayi lahir.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisa deskriptif, dengan

rumus :

𝑓
P= x 100
𝑛

Keterangan : P = presentase yang dicari

f = frekuensi variabel

n = jumlah sampel (Nursalam 2011)


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan ...... 2017 di Wilayah Kerja

Puskesmas Tanrutedong Kabupaten Sidrap dengan jumlah sampel 42

Responden. Ibu yang telah bersalin dan tercatat mengalami ruptur perineum.

Pengambilan data dengan menggunakan pembagian kuesioner yang telah di

siapkan sebelumnya sesuai data yang dibutuhkan untuk berbagai variabel

dependen dan variabel independen.

Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan

software microsoft excel dan disajikan dalam bentuk analisa univariat.

1. Karakteristik responden

Distribusi frekuensi dari karakteristik responden yang diperoleh secara

langsung sebagai data primer.

2. Karakteristik Variabel yang di Teliti

Berdasarkan analisa univariat pada tabel 5.1 diketahui bahwa 42

responden, ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum.

a. Ruptur perineum

Tabel 5.1.
Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran Penyebab Terjadinya Ruptur
Perineum Pada Ibu Bersalin Diwilayah Kerja Puskesmas Tanrutedong
Kabupaten Sidenreng RappangTahun 2017

Ruptur perineum Frekuensi Persentase (%)

Tingkat I 13 31 %

Tingkat II 28 66,6 %

Tingkat III 1 2,4%


Total 42 100%

Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 42 responden %)

yang mengalami ruptur perineum tingkat I terdapat 13 orang (31%) yang

mengalami ruptur perineum tingkat II sebanyak 28 orang (66,7%) dan yang

mengalami ruptur perineum tingkat III sebanyak 1 orang (2,4%). Tingginya

angka kejadian ruptur perineum derajat II di wilayah Kerja Puskesmas

Tanrutedong juga di karenkan berat badan bayi lahir.

Tabel 5.2.
Distribusi Frekuensi Paritas Terhadap Terjadinya Ruptur Perineum Pada
Ibu Bersalin Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanrutedong
Kabupaten Sidenreng RappangTahun 2017

Paritas Frekuensi Persentase (%)

Primipara 17 40,5%

Multipara 25 59,5 %

grandemultipara 0 0%

Total 42 100%

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 42 responden yang

mengalami ruptur perineum yaitu primipara sebanyak 17 orang (40,5%),

multipara yang mengalami ruptur sebanyak 25 orang (59,5%) dan

grandemultipara tidak ada . Total kejadiadian ruptur perineum dari 42 responden

sebanyak 100%.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Jarak Kelahiran Terhadap Terjadinya Ruptur Perineum
Pada Ibu Bersalin Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanrutedong
Kabupaten Sidenreng RappangTahun 2017

Jarak kelahiran Frekuensi Persentase (%)

< 2 tahun 2 8%

≥ 2 tahun 23 92 %

Total 25 100 %

Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 42 responden terdapat

primipara senbayak 17 orang dan multipara sebanyak 25 orang. Jarak kelahiran

kurang dari 2 tahun yang mengalami ruptur sebanyak 2 orang (8%),dan jarank

kelahiran ≥ 2 tahun sebanyak 23 orang (92%) dengan. Total total kejadian ruptur

perineum pada jarak kelahiran sebanyak 100%. Dari hasil ukur dari kriteria

objektif jarak kelahiran masuk kategori 100% yaitu termasuk salah satu factor

penyebab terjadinya ruptur perineum.

Tabel 5.4.
Distribusi Frekuansi Berat Badan Lahir Terhadap Penyebab Terjadinya Ruptur
Perineum Pada Ibu Bersalin Di Wilayah Kerja PuskesmasTanrutedong
Kabupaten Sidenreng RappangTahun 2017

Berat badan Frekuensi Persentase (%)


lahir
< 2500 gram 2 4,8%

2500-4000 40 95,2 %
gram
>4000 gram 0 0%

Total 42 100%

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 42 responden yang

mengalami ruptur perineum dengan berat badan lahir <2500 gram sebanyak 2
orang ( 4,8%), berat badan 2500-4000 gram sebanyak 40 orang (95,2%) dan

memiliki berat badan > 4000 gram tidak ada. Total kejadiadian ruptur perineum

dari 42 responden sebanyak 100%.

B. Pembahasan

Setelah melakukan penelitian mengenai Gambaran Penyebab Terjadinya

Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Tanrutedong

Tahun 2017 pada 42 responden, maka secara umum didapatkan bahwa dari 42

responden yang mengalami ruptur perineum, yang mengalami ruptur tingkat I

terdapat 13 orang (31%), yang mengalami ruptur perineum tingkat II sebanyak

28 orang (66,7%) dan yang mengalami ruptur perineum tingkat III sebanyak 1

orang (2,4%). Kemungkinan besar Tingginya angka kejadian ruptur perineum

derajat II di wilayah Kerja Puskesmas Tanrutedong ini dipengaruhi oleh berat

badan bayi saat lahir.

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan maka pada bagian

ini akan diuraikan tentang pembahasan hasil penelitian untuk menjawab tujuan

yang telah ditetapkan meliputi :

1. Penyebab terjadinya ruptur perineum berdasarkan paritas

Hasil penelitian mengenai Gambaran Penyebab Terjadinya Ruptur

Perineum Pada Ibu Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Tanrutedong

Tahun 2017 digambarkan pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 42

responden yang mengalami ruptur perineum yaitu primipara sebanyak 17

orang (40,5%) , multipara yang mengalami ruptur sebanyak 25 orang (59,5%)

dan grandemultipara tidak ada. Total kejadian ruptur perineum dari 42

responden yaitu sebanyak 100%.


Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian ruptur perineum pada

ibu paritas primipara memiliki resiko lebih besar untuk mengalami ruptur

perineum dari pada ibu yang multipara maupun grandemultipara. Dikarenakan

jalan lahir yang belum pernah di lalui kepala bayi sehingga otot-otot perineum

belum renggang (sarwono 2014).

Hasil penelitian ini menunjukkan paritas merupakan salah satu faktor

penyebab terjadinya ruptur perineum pada persalinan normal pada ibu

bersalin. Menurut (winkjosastro tahun 2011) paritas adalah jumlah persalinan

yang pernah di alami oleh ibu baik lahir hidup maupun lahir mati, tapi tidak

termasuk abortus. Menurut (JHPIEGO, 2011) paritas adalah jumlah

kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di luar rahim ( lebih

dari 28 minggu).

Penelitian ini juga pernah dilakukan oleh Hutomo (2010) dan Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan ruptur pada jalan lahir dengan

paritas. Hasil penelitian ini diperoleh ruptur perineum. Hasil penelitian ini pada

primipara 64 orang (51,6%),dan pada multipara sebanyak 60 orang (48,4%).

Dari total sampel 230 orang kejadian ruptur spontan pada perineum

ditemukan sebanyak 124 orang (53,9%) dan tidak terjadi laserasi spontan

pada persalinan ditemukan sebanyak 106 orang (46,1%). Secara statistic

diperoleh bahwa paritas merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya

ruptur perineum pada ibu bersalin.

Berdasarkan teori dan Hasil penelitian ini menunjukkan paritas

merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ruptur perineum pada

persalinan normal pada ibu bersalin dikarenakan dari 42 responden yang

mengalami ruptur perineum sebanyak 42 orang (100%) primipara sebanyak


17 orang (40,5%) ruptur tingkat I sebanyak 15 orang dan ruptur tingkat III

sebanyak 2 orang , multipara yang mengalami ruptur sebanyak 25 orang

(59,5%) ruptur tingkat I sebanyak 11 orang dan ruptur tingkkat II sebanyak 11

orang dan grandemultipara tidak ada. Di tinjau dari hasil ukur paritas masuk

kedalam katengori termasuk dengan hasil 100%.

2. Faktor penyebab terjadinya ruptur perineum berdasarkan jarak kelahiran.

Hasil penelitian mengenai Gambaran Penyebab Terjadinya Ruptur

Perineum Pada Ibu Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Tanrutedong

Tahun 2017 digambarkan pada tabel 5.3 yang menunjukkan bahwa dari 42

responden terdapat 2 orang (8%) yang mengalami ruptur yang jarak

kelahirannya kurang dari 2 tahun dan jarak kelahiran ≥ 2 tahun sebanyak 23

orang (92%) dengan total kejadian ruptur perineum pada jarak kelahiran

sebanyak 100 %. Dari hasil ukur dari kriteria objektif jarak kelahiran masuk

kategori 100 % yaitu jarak kelahiran merupakan salah satu faktor penyebab

terjadinya ruptur perineum.

Menurut (BKKBN) jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan

seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah

melahirkan sebelumnya sehingga beresiko untuk terjadinya ruptur perineum.

Namun laserasi pada persalinan normal dapat terjadi karena ibu kurang

mengetahui bagaimana cara meneran yang benar.

Hal ini tidak sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Depkes,

(2011) Jarak kelahiran kurang dari dua tahun tergolong resiko tinggi karena

dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran 2-3 tahun

merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. Begitu juga

dengan keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan terdahulu


mengalami robekan perineum derajat tiga atau empat, sehingga pemulihan

belum sempurna dan robekan perineum dapat terjadi.

Penelitian ini juga pernah dilakukan oleh Ruhama (2011) dengan hasil

menunjukkan bahwa dari 21 responden yang mengalami ruptur perineum

terdapat pada ibu yang tidak beresiko yaitu sebanyak 12 orang.

Berdasarkan teori dan hasil penelitian diatas, maka asumsi penelitian

jarak kelahiran merupakan salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum

yang menunjukkan bahwa dari 42 responden Jarak kelahiran kurang dari 2

tahun yang mengalami ruptur sebanyak 2 orang (8%) rupture tingkat II

sebanyak 2 orang ,dan jarank kelahiran ≥ 2 tahun sebanyak 23 orang (92 %)

rupture tingkat I sebanyak 11 orang dan ruptur tingkat II sebanyak 13 orang

dan total semuanya ruptur perineum sebanyak 25 orang (100 %) masuk

kategori kriteria termasuk mempengaruhi terjadinya ruptur perineum yaitu 100

% . Bahwa ruptur perineum dapat terjadi karena rupture spontan maupun

episiotomy, hal ini timbul pada jarak kelahiran yang tidak beresiko, meskipun

tidak terdapat penyulit, tetapi ibu kurang mengetahui bagaimana cara

melahirkan yang benar seperti meneran sebelum waktunya atau belum ada

kontraksi (his) dan juga karena bimbingan persalinan yang salah sehingga

dapat terjadi ruptur perineum.

3. Faktor penyebab terjadinya ruptur perineum berdasarkan berat badan lahir.

Hasil penelitian mengenai Gambaran Penyebab Terjadinya Ruptur

Perineum Pada Ibu Bersalin di Wilayah Kerja Puskesmas Tanrutedong

Tahun 2017 digambarkan pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 42

responden yang mengalami ruptur perineum dengan berat badan lahir <2500

gram sebanyak 2 orang ( 4,8%), berat badan 2500-4000 gram sebanyak 40


orang (95,2%) dan memiliki berat badan > 4000 gram tidak ada. Total

kejadiadian ruptur perineum dari 42 responden sebanyak 100%

Menurut (saifuddin 2011) semakin besar berat badan bayi yang

dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum artinya

semakin berat badan bayi semakin besar terjadinya ruptur perineum pada

persalinan. Karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala

bayi. Berat badan janin dapat Berat badan janin dapat mengakibatkan

terjadinya ruptur perineum yaitu berat badan janin lebih dari 3500 gram,

karena resiko trauma partus melalui vagina seperti distosia bahu dan

kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraaan berat janin bergantung pada

pemeriksaan klinik atau ultrasonografi. Pada masa kehamilan hendaknya

terlebih dahulu mengukur tafsiran berat badan janin (Label, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sekartini (2013) menunjukkan

bahwa ada berat badan bayi lahir merupakan salah satu factor terjadinya

ruptur perineum jalan lahir pada ibu bersalin normal. Berat mengakibatkan

terjadinya laserasi pada jalan lahir yaitu berat badan badan janin lebih dari

3500 gram, karena resiko trauma partus melalui vagina seperti distosia bahu

dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Berat badan lahir adalah berat badan

bayi yang ditimbang 24 jam pertama kelahiran. Semakin besar bayi yang

dilahirkan meningkatkan resiko terjadinya laserasi pada jalan lahir pada

normalnya berat badan lahir sekitar 2500-4000 gram.

Berdasarkan teori dan hasil Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

dari 42 responden yang mengalami ruptur perineum dengan berat badan lahir

<2500 gram sebanyak 2 orang ( 4,8%) tingkat I sebanyak 2 orang dan , berat

badan 2500-4000 gram sebanyak 40 orang (95,2%) tingkat I sebanyak 11


orang, ruptur tingkat II sebanyak 27 orang dan rupture tingkat III sebnyak 1

orang dan memiliki berat badan > 4000 gram tidak ada. Berat badan lahir

merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ruptur perineum pada

persalinan normal pada ibu bersalin. Di tinjau dari hasil ukur paritas masuk

kedalam katengori termasuk dengan hasil 100%. maka asumsi penelitian

bahwa faktor resiko terjadi ruptur perineum pada persalinan normal pada

berat badan bayi 2500-4000 gram dikarenakan semakin besar berat badan

bayi lahir semakin besar kemungkinan terjadi ruptur perineum pada jalan

lahir.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada Bulan ......

Tahun 2017 diwilayah Kerja Puskesmas Tanrutedong tentang Gambaran

Penyebab Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin dengan 42

Responden dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Paritas merupakana salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum dengan

kejadian ruptur perineum dilihat dari nilai frekuensi menunjukkan bahwa dari

42 responden, kejadian ruptur perineum yaitu primipara yang mengalami

ruptur sebanyak 17 orang (40,5%) dan multipara sebanyak 25 orang

(59,5%).

2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jarak kelahiran merupakan salah

satu faktor penyebab terjadinya ruptur perineum dikarenakan bahwa dari 42

responden terdapat primipara senbayak 17 orang dan multipara sebanyak 25

orang. Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun yang mengalami ruptur sebanyak

2 orang (8%),dan jarank kelahiran ≥ 2 tahun sebanyak 23 orang (92 8%)

dengan. Total total kejadian ruptur perineum pada jarak kelahiran sebanyak

100 %.

3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berat badan lahir merupakan salah

satu faktor penyebab terjadinya ruptur perineum pada persalinan normal

pada ibu bersalin. Dari 42 responden yang mengalami ruptur perineum

dengan berat badan lahir <2500 gram sebanyak 2 orang (4,8%), berat

badan 2500-4000 gram sebanyak 40 orang (95,2%) dan memiliki berat

badan > 4000 gram tidak ada.


B. Saran

Adapun saran yang dapat direkomendasikan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi Program

a. Pendidikan

Diharapkan dengan adanya karya tulis ilmiah ini bisa dijadikan

referensi bagi penelii selanjutnya.

b. Petugas kesehatan di Puskesmas Tanutedong

Dengan adanya penelitian ini, tenaga kesehatan di Puskesmas

Tanrutedong dapat meminimalisir terjadinya laserasi perineum pada

proses persalinan normal. Dengan memberikan seperti motivasi psikologis

pada ibu agar ibu dapat tenang dan memposisikan ibu dengan tepat dan

nyaman dalam menginstuksikan waktu untuk meneran dan meningkatkan

keterampilan menahan perineum sehingga sehingga angka kejadian ruptur

perineum di lapangan. juga diharapkan sebagai bahan masukan untuk

meningkatkan pengetahuan dan wawasan pada petugas kesehatan di

Puskesmas Tanrutedong tentang ruptur perineum.

c. Bagi masyarakat

Pentingnya peran serta masyarakat terutama pasangan suami istri

untuk mengurangi ternjadinya ruptur perineum dari berbagai penyebab

diantaranya dengan cara mengikuti program pemerintah untuk

menjarangkan kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi.

2. Bagi peneliti berikutnya

Diharapkan dengan penelitian ini dapat menambah informasi dan

pengalaman untuk mengatasi masalah ruptur perineum. Agar bisa


melakukan penelitian secara keseluruhan mengenai penyebab terjadinya

ruptur perineum pada ibu bersalin.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Surah Al-Ahqaf ayat 36:15

Arikunto, Suharsimi. (2010) prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Jakarta:


Rineka Cipta

Data Laporan Program Kesehatan Ibu Dan Anak Puskesmas Tanrutedong Tahun.
(2015)

Dinas Kesehatan Kabupaten Sidenreng Rappang (2015). Pengambilan data awal


ibu bersalin.

Hidayat (2010) metodologi penelitian kebidanan.jakarta: yayasan pustaka obor


Indonesia

Jurnal: Cut Rosmawar. (2013) Faktor-Faktor Yang Mempegaruhi Terjadinya


Laserasi Pada Persalinan Normal Di Puskesmas Tanah Jambo Aye Panton
Labu.

Jurnal: Hutomo. (2010) hubungan paritas dengan ruptur perineum pada ibu bersalin

Jurnal: Siti Dwi Endriana, Ali Rosidi Dan Wening Andarsari. (2012) Hubungan Umur
Paritas Dan Berat Bayi Lahir Dengan Kejadian Laserasi Perineum Di Bidan
Praktek Swasta Hj. Sri Wahyuni, S.Sit

Lapau,Buchari (2015) Metodologi Penelitian Kebidanan Edisi Iii. Jakarta:Yayasan


Pustaka Obor Indonesia.

Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah( Jenis Penelitian) Program Studi Diploma
Tiga (DIII) Kebidanan STIKES Muhammadiyah Sidrap (2015)

Prawiharjo,Sarwono. (2014). Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka-


Sarwono.

Rohani, Dkk (2011) Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.Jakarta: Salemba Medika

Susan Klien, Fiona Thamposan (2009) Panduan Lengkap Kebidanan.Yogyakarta:


Pallmall

http;//dinkes-sulsel.go.id/new/indeks. Di akses tanggal 5 juni 2014

Wahit,Iqbalmubarak (2012) Ilmu Kesehatan Masyarakat.Jakarta Selatan :Salemba


Medika

Wiknjosastro,H. (2011).Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi I,Egc:Jakarta

Worid Health Organization (WHO) (2015). Data Angaka Kematian Ibu Dab Bayi.
L

N
LAMPIRAN 1

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN


Informan yang saya hormati

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Wahidah.l

Nim : 201302097

Jurusan : D III kebidanan

Adalah mahasiswa STIKES MUHAMMADIYAH SIDRAP program studi D III

Kebidanan akan melakukan penelitian tentang “ Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya

Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Di Puskesmas Tanrutedong Kabupaten Sidrap “

Bersama ini saya memohon kesediaan saudara/i untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini dengan menandatangani lembar persetujuan dan menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian.

Jawaban yang saudara/I berikan akan di jaga kerahasiaannya dan hanya

digunakan untuk kepentingan penelitian, sehingga tidak ada mempengaruhi/

menghambat karier atau hambatan lain yang berkaitan dengan tugas yang saudara/i

laksanakan.

Atas bantuan dan partisipasinya saya ucapkan terimah kasih.

Sidrap,…………2016

Informan Peneliti

(………………..) Wahidah.L

LAMPIRAN 2

LEMBAR KUESIONER

Nama :

Umur :

Alamat :
Faktor Paritas

No Pertanyaan G P A

1. Ini kehamilan keberapa

2. Berapa jumlah anak yang lahir hidup

3 Apakah ibu pernah keguguran atau tidak

Di isi oleh peneliti

No Paritas Ruptur Ruptur Ruptur Ruptur


Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV

1. Primipara

2. Multipara

3. Grande multipara

Jarak Kelahiran

No Pertanyaan < 2 ≥ 2 tahun


tahun

1 Jararak kehamilan ibu dengan anak terakhir


dengan kehamilan sekarang

Di isi oleh peneliti

No Jarak Kelahiran Rupture Ruptur Ruptur Ruptur


Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV

1. <2 tahun

2. ≥ 2 tahun
Berat Badan Bayi

No Pertanyaan Rupture Ruptur Ruptur Ruptur


Tingkat Tngkat II Tingkat Tingkat
1 III IV

1. Berat badan bayi lahir >


4000 gram

2. Berat badan bayi lahir 2500-


4000 gram

3. Berat badan lahir rendah ≤


2500 gram
RIWAYAT HIDUP/BIODATA PENULIS
A. Identitas
Nama : WAHIDAH.L

NIM : 201302092

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tangal Lahir : Bila 01 Oktober 1994

Suku / Bangsa : Bugis / Indonesia

Agama : Islam

Alamat rumah : Pangkajene

B. Riwayat pendidikan

1. Tamat SD Negeri 5 Bila tahun 2007

2. Tamat SMP Negri 2 Dua Pitue tahun 2010

3. Tamat SMK Primanegara SIDRAP tahun 2013

4. Mengikuti Pendidikan di Prodi DIII Kebidanan STIKES Muhammadiyah Sidrap

sampai sekarang

Anda mungkin juga menyukai