PENGOLAHAN LIMBAH
INDUSTRI KULIT
10.1. Pendahuluan
245
kawasan seluas 80 Ha dengan jumlah pengrajin sebanyak 330.
Kegiatan SIK ini sejak tahun 1998 mulai menurun karena krisis
ekonomi yang melanda Indonesia, sehingga para pengrajin
mengalami kesulitan untuk melakukan impor bahan baku dan
untuk pembelian bahan kimia pembantu proses produksi. Agar
SIK ini mampu bertahan dan berkembang diperlukan suatu upaya
yang terintregrasi yang bertujuan untuk menjadikan SIK unggulan
yang mampu menghasilkan kualitas kulit yang siap ekspor,
meningkatkan kesejahteraan pengrajinnya dan meningkatkan
kualitas lingkungan kawasan SIK.
246
tidak mustahil kegiatan usaha di SIK Sukaregang akan gulung
tikar. Untuk menghindari kekawatiran tersebut, maka salah satu
jalan terbaik saat ini yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan kegiatan produksi yang ramah lingkungan.
247
Gambar 10.1. Pencukuran Dan Penghilangan Mekanis
Jaringan Ekstra Dari Sisi Daging Kulit
(2). Penyamakan
248
(3). Pasca penyamakan
249
Gambar 10.4. Pengeringan Kulit Dengan Panas Matahari
250
INPUT UNIT OUTPUT/LIMBAH
Kulit Penggaram
Pencukuran,
Lb padat : sisa cukuran
penghilangan daging
daging
& pemisahan
Krom sulfat,
garam, syntan, Lb cair : mengandung Cr3+,
sodium format, Penyamakan krom garam, syntan, bacterisit,
abu soda, Na format
bacterisit
251
INPUT UNIT OUTPUT/LIMBAH
PRODUK KULIT
252
Untuk mencapai proses produksi nir-limbah tidaklah mudah,
sehingga diperlukan alternatif lain yang bertujuan untuk
meminimalisasikan jumlah limbah yang dihasilkan/dibuang,
sehingga dapat mengurangi bahaya terhadap kesehatan manusia
dan lingkungan serta mahluk hidup lainnya. Sampai saat ini
reduksi limbah masih dianggap sebagai solusi yang paling tepat
untuk mencegah permasalahan limbah dimasa depan. Dengan
menggunakan bahan yang lebih effisien, industri dapat
mengurangi limbah yang dihasilkan dan melindungi kesehatan
manusia dan lingkungan yang diinginkan. Pada waktu yang
bersamaan, biaya pengelolaan limbah dapat diturunkan yang
berarti menghemat biaya operasional industri dan dalam jangka
panjang resiko dan pasiva dapat diminimalkan.
253
Penghilangan dari sumber
Pengurangan sumber
Recycle
Pengolahan
Penimbunan residu
254
Bahan
Usaha untuk
mendapatkan bahan
Limbah Reuse
Pembuangan
Alternatif minimisasi:
- Modifikasi proses
- Subtitusi bahan
- Recycle, reuse, recovery
Evaluasi ekonomi
Kriteria seleksi :
- Ekonomi
- Konservasi
- Regulasi
- Hubungan masyarakat
Prioritas alternatif
255
Proses produksi bersih yang diajukan untuk SIK industri kulit
Sukaregang adalah sebagai berikut :
Pemantauan dan pengontrolan
Pemrosesan masalah
Pengembangan metode
resolusi
Tidak
Seleksi solusi
Rencana Implementasi
Implementasi
A. Minimisasi limbah
256
(1). Membuat neraca bahan : Input, Output dan Proses
(4). Implementasi.
(5). Monitoring.
257
Banyak air yang tumbah keluar dari reaktor
258
Gambar 10.12. Salah Satu Peralatan Recovery Crom.
259
lainnya dapat digabungkan untuk diolah bersama dalam satu
IPAL terpadu.
260
Proses I Proses II
Unit Crom
recovery
Pemisah
minyak /lemak
Tangki
Asam/basa
Proses
netralisasi
Flow meter
Ke IPAL
terpadu
261
(4). Limbah dari industri sebelum masuk ke IPAL terpadu
dikontrol karakteristiknya terlebih dahulu. Hal ini untuk
menjaga agar limbah yang masuk ke IPAL mempunyai
karakteristik yang stabil. Jika karakteristik limbah tersebut
berfluktuasi terlampau besar akan menjadikan beban kerja
IPAL berat, bahkan dapat mematikan mikroba yang bekerja
di IPAL tersebut. Secara skematik limbah dari industri ke
IPAL terpadu dapat dilihat sebagai berikut:
Flow meter
Industri I Pre-
treatmen
Recovery Cr
Flow meter
Industri II Pre-
treatmen
Recovery Cr
Quality IPAL
control Terpadu
Flow meter
Industri III Pre-
treatmen
Recovery Cr
Flow meter
Industri IV Pre-
treatmen
Recovery Cr
262
(6). Tahap pertama IPAL terpadu adalah tangki equalisasi.
Tangki ini berfungsi untuk menstabilkan karakteristik limbah
yang akan di proses. Disamping itu tangki ini juga berfungsi
sebagai penampungan sementara, yang mana limbah dari
tangki equalisasi di pompa ke unit-unit berikutnya agar aliran
stabil. Hal ini untuk menjaga kestabilan proses kimia, fisika
dan biologis dan untuk memudahkan dalam sistem kontrol
IPAL.
263
264
265
Gambar 10.18. Sistem Pemipaan Pada Tanki Lumpur Aktif IPAL
266
(5). Setiyono (2002). Sistem Pengelolaan Limbah B-3 di
Indonesia. Kelompok Teknologi Air Bersih dan Limbah Cair,
Pusat pengkajain dan Penerapan teknologi Lingkungan
(P3TL), Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material
dan Lingkungan, Badan Pengkajain dan Penerapan
Teknologi (BPPT).
(6). Suffet, I.H. (1977). Fate of Pollutants in the Air and Water
Environments. Volume 8, Part 1, “Mechanism of interaction
between environments and mathematical modeling and the
physical fate of pollutants. Advances in Environmental
Science and Technology. John Wiley & Sons, A Wiley-
Interscience Publications, New York, USA.
(7). ----------- (1977). Fate of Pollutants in the Air and Water
Environments. Volume 8. Part 2, “Chemical and biological
fate of pollutants in the environment”. Advances in
Environmnetal Science and Technology. John Wiley & Sons,
A Wiley-Interscience Publications, New York, USA.
(8). Wentz, Charles A. (1989). Hazardous Waste Manajement.
Argonne National Laboratory.
267