Anda di halaman 1dari 20

SATUAN ACARA PENYULUHAN

FRAKTUR (PATAH TULANG)

Oleh :

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

POLTEKKES KEMENKES MALANG

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

AKPER HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PROGRAM KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM

Dr.SAIFUL ANWAR MALANG

2018
SAP FRAKTUR (PATAH TULANG)

Pokok Bahasan : Fraktur (Patah Tulang)


Sasaran : Pasien, keluarga pasien, dan pengunjung Ruang 12 HCU
Tempat : Ruang Penyuluhan Ruang 12 HCU
Hari/Tanggal : Kamis,03 Mei 2018
Waktu : 30 menit
Pukul : Pukul 09.00-09.30

A. Latar Belakang
Fraktur adalah patah tulang atau terganggunya kesinambungan jaringan
tulang yang disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak
langsung. Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur
pada tahun 2011-2012 terdapat 1,3 juta orang yang menderita fraktur.
Menurut DEPKES RI tahun 2011 di Indonesia sendiri juga banyak yang
mengalami fraktur, fraktur di Indonesia terdapat 45.987 orang yang
mengalami fraktur, prevalensi kejadian fraktur yang paling tinggi adalah
fraktur femur yaitu terdapat 19.729 orang yang mengalami fraktur, sedangkan
ada 14.037 orang yang mengalami fraktur cluris dan terdapat 3.776 orang
mengalami fraktur tibia. Salah satu cara untuk mengembalikan fraktur seperti
semula yaitu salah satu cara adalah rekognisi atau dilakukan tindakan
pembedahan (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).
Pembedahan adalah segala upaya tindakan pengobatan yang secara
invasif dengan cara membuka bagian organ tubuh yang akan ditangani.
Setelah tindakan pembedahan akan dilakukan tindakan untuk menangani
rasa nyeri yaitu dengan menggunakan obat penghilang rasa nyeri
(Sjamsuhidajat, R. & Jong, 2005). Menurut The International Association for
the Study of Pain, nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang tidak
menyenangkan yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan ataupun yang
berpotensi merusak jaringan.
B. Tujuan intruksional
1. Tujuan umum
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan peserta
mengetahui tentang fraktur (patah tulang)
2. Tujuan Khusus :
Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan peserta akan mampu :
1) Menjelaskan pengertian fraktur (patah tulang)
2) Menjelaskan tujuan fraktur (patah tulang)
3) Menjelaskan macam-macam fraktur (patah tulang)
4) Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur (patah tulang)
5) Menjelaskan pedoman penatalaksanaan fraktur (patah tulang)
6) Menjelaskan komplikasi fraktur (patah tulang)

C. Sub pokok bahasan


1. Pengertian fraktur (patah tulang)
2. Macam-macam fraktur (patah tulang)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur (patah tulang)
4. Pedoman penatalaksanaan fraktur (patah tulang
5. Komplikasi fraktur (patah tulang)
D. Sasaran
Sasaran penyuluhuan adalah pasien, keluarga pasien, dan pengunjung.

E. Metode
Metode yang digunakan saat penyuluhan adalah ceramah dan tanya jawab

F. Media
Media yang digunakan saat penyuluhan adalah leaflet, LCD dan laptop
G. Pengorganisasian & Uraian Tugas
1. Penanggung Jawab Acara :
Uraian tugas :
a. Penanggung Jawab Acara dari pre PKRS sampai laporan PKRS
b. Controling Acara
2. Protokol / Pembawa Acara :
Uraian tugas :
a. Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada
peserta
b. Mengatur proses dan lamanya penyuluhan
c. Memotivasi peserta untuk bertanya
d. Menutup acara penyuluhan
3. Penyuluh / Pengajar :
Uraian tugas :
1. Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan dengan bahasa
yang mudah dipahami oleh peserta
2. Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses
penyuluhan
3. Memotivasi peserta untuk bertanya
4. Fasilitator dan Dokumentasi :
Uraian tugas :
a. Memfasilitasi kebutuhan peserta sesuai fasilitas yang diberikan.
b. Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas
c. Mendokumentasikan acara dalam bentuk foto atau video.
5. Observer :
Uraian Tugas :
a. Ikut bergabung dan duduk bersama diantara peserta
b. Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses
penyuluhan
c. Menyampaikan evaluasi kepada semua penyuluh/panitia selama
penyuluhan yang dirasa tidak sesuai dengan rencana penyuluhan
6. Notulen :
Uraian tugas :
a. Mencatat nama, alamat dan jumlah peserta, serta menempatkan diri
sehingga memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses
penyuluhan
b. Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta

H. Setting Tempat

Observer Peserta

Notulen
Fasilitator

Pemateri Moderator
I. Kegiatan Belajar Mengajar
Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan peserta Metode Media
Pembukaan 5 menit • Membuka dengan • Mendengarkan Ceramah -
salam • Memperhatikan
• Memperkenalkan diri • Menjawab
• Menjelaskan maksud pertanyaan
dan tujuan penyuluhan
• Kontrak waktu
• Menggali pengetahuan
peserta sebelum
dilakukan penyuluhan

Penyajian 15 menit • Menjelaskan • Mendengarkan Ceramah Leaflet


tentang: • Memberikan ,Tanya
1. Pengertian tanggapan dan jawab
fraktur (patah pertanyaan
tulang) mengenai hal yang
2. Macam-macam kurang dimengerti
fraktur (patah
tulang)
3. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
fraktur (patah
tulang)
4. Pedoman
penatalaksanaa
n fraktur (patah
tulang
5. Komplikasi
fraktur (patah
tulang)
• Memberi
kesempatan untuk
bertanya/diskusi
tentang materi
penyuluhan
Penutup 10 menit • Menggali pengetahuan • Menjawab Ceramah Leaflet
peserta setelah pertanyaan ,Tanya
dilakukan penyuluhan • Memberikan jawab
• Menyimpulkan hasil tanggapan balik
kegiatan penyuluhan
• Menutup dengan
salam

1. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Peserta hadir ditempat penyuluhan.
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di ruang 12 HCU RSUD
dr. Saiful Anwar
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan
sebelumnya.
2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan.
b. Peserta mengikuti jalannya penyuluhan sampai selesai
c. Peserta dapat mengulang pengertian, manfaat, dan pelaksanaan
fraktur (patah tulang)
d. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara
benar.
3. Evaluasi Hasil
a. Setelah penyuluhan diharapkan sekitar 20% peserta penyuluhan
mampu mengerti dan memahami penyuluhan yang diberikan sesuai
dengan tujuan khusus.

2. Materi (lampiran 1)

3. Daftar Pustaka (lampiran 2)


Lampiran 1
Materi Penyuluhan

I. KONSEP DASAR FRAKTUR


A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang
biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot,
rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer,
2010).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan


sesuai jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2011). Fraktur atau
patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan (Sjamsuhidayat, 2009).

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan
yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma
tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2011). Berdasarkan pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang yang ditentukan oleh jenisnya, luasnya, dan tipenya yang biasanya
disebabkan oleh trauma / tenaga fisik.

B. KLASIFIKASI FRAKTUR
Jenis – jenis fraktur (Brunner dan Suddart, 2011)

1. Berdasarkan tempat (Fraktur


humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau
ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit adalah patahan pada seluruh garis tengah tulang
dan biasanya mengalami pergeseran
b. fraktur inkomplit adalah patahan hanya terjadi sebagian dari
tengah tulang.
3. Berdasarkan bentuk dan
jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang


yang juga disebut lokasi fragmen

5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara


fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup
ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.

2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit


dan jaringan subkutan.

3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan


lunak bagian dalam dan pembengkakan.

4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak


yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

b. Fraktur terbuka ( fraktur komplikata / kompleks ) merupakan


fraktur dengan luka pada kulit, menbran
mukosa sampai kepatahan tulang yang dibagi menjadi 3 grade :
1) Grade I dengan luka bersih ( 1 cm Panjangnya )
2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
3) Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak. Yang ekstensif.
C. ETIOLOGI
Menurut Corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena
tulang mengalami :

1. Trauma langsung/ direct


trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang).

2. Trauma yang tak


langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi
dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.

3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila


tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang
mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan


dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan
gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak.

Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah


hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1. Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang


tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.

2. Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya


tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari
tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan
tulang.
F. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,


pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan
warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada
integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5
cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah


“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray:

a. Bayangan jaringan lunak.


b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik
khususnya seperti:

a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang


lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur
saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.

2. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap


penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain

a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan


mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

H. STADIUM PENYEMBUHAN FRAKTUR

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain.


Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan
jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru
dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang,
yaitu:

1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah


fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang
rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium
ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi


fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow
yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus
masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast
beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai
selesai, tergantung frakturnya.

3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan


osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal
dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi
lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu.

4. Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang


berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.

5. Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.


Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang
oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus.
Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya
lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

I. KOMPLIKASI
1. Umum
a. Shock
b. Kerusakan organ
c. Kerusakan saraf
d. Emboli lemak
2. Dini
a. Cedera arteri
b. Cedera kulit dan jaringan.
c. Cedera partement syndrom
3. Lanjut
a. Stiffnes (kaku sendi)
b. Degenerasi sendi
c. Penyembuhan tulang terganggu
d. Mal union
e. Non union
f. Delayed union
g. Cross union

J. PENATALAKSANAAN MEDIS

Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :

1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri
dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang
fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai
atau gips.

a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.


b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :

1) Immobilisasi dan penyangga fraktur


2) Istirahatkan dan stabilisasi
3) Koreksi deformitas
4) Mengurangi aktifitas
5) Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips
adalah

1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan


2) Gips patah tidak bisa digunakan
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan
klien
4) Jangan merusak / menekan gips
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.

Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.

a. Penarikan (traksi) :

Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan


tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian
rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang
yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :

1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan
pada keadaan emergency

2) Traksi mekanik, ada 2 macam :


a) Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain
misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5
kg.

b) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit
melalui tulang / jaringan metal.

Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :

1) Mengurangi nyeri akibat spasme otot


2) Memperbaiki & mencegah deformitas
3) Immobilisasi
4) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5) Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :

1) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik


2) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
3) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
4) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
5) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam
pada pecahan-pecahan tulang.

Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak


keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini
disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang
bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma
fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi
yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini
dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan
paku.

Lampiran 2

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta

Carpenito, LJ. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Ircham Machfoedz, 2013. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau


di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

Johnson, M., et all. 2011. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2011. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai