Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH FIELD STUDY

Evaluasi Manajemen Puskesmas dan Program TB di Puskesmas Cisalak Pasar

Disusun oleh : Tutorial D-2

Woro Ayu Sekararum (1510211060)

Annisa Weningtyas (1510211094)

Arrens Muhammad B (1510211111)

Vernanda Maulidy Saputri (1510211112)

Nia Sabrina Purnamasari (1510211115)

Siska Putri Utami (1510211117)

Nimas Anindyonari (1510211119)

Annisa Dyah C (1510211128)

Faris Muhammad Asyari (1510211149)

Fadli Salim (1510211161)

Pembimbing :
Dr. Aulia Chairani Mkk.

Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jakarta


Program Studi Sarjana Kedokteran
2017/2018
Lembar Pengesahan
Makalah dengan judul:

Evaluasi Manajemen Puskesmas dan Program TB di Puskesmas Cisalak Pasar

di Puskesmas Cisalak Pasar

Ketua

(Faris Muhammad Asyari)

151.021.111.49

Telah diperiksa dan di setujui oleh :

DOKTER PEMBIMBING

Jakarta, _ 08 Mei 2018

( dr. Aulia Chairani Mkk. )


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur sudah sepantasnya kita panjatkan kepada ALLAH SWT Karena atas
izin dan kepastian ilmu-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah Field Study ini
dengan lancar dan tanpa adanya hambatan apapun. Serta ucapan terimakasih kami haturkan
untuk dosen pembimbing kami, dr. aulia chairani Mkk. yang selalu setia untuk memberikan
masukan serta saran untuk pembuatan makalah ini. Serta koordinator field study dan pihak
puskesmas Cisalak Pasar yang telah membantu menyelesaikan pembuatan makalah.
Makalah ini kami buat sebagai hasil dari kunjungan ke Cisalak Pasar dalam rangka
menjalani program Field Study FK UPN Veteran Jakarta yang mana di dalamnya kami
melaporkan Evaluasi Manajemen Puskesmas dan Program TB di Puskesmas Cisalak Pasar
di Puskesmas Cisalak Pasar.

Kami mengharapkan dengan makalah yang kami susun ini, dapat mewakilkan dari
kesuluruhan materi kuliah program yang telah diajarkan dan dapat memenuhi syarat penilaian
dari program Field Study. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan pembuatan makalah
ini masih sangat banyak kekurangannya, karena itu kami menerima segala saran dan kritikan
yang sekiranya dapat memperbaiki dalam penyusunan dan pembuatan makalah yang
berikutnya.

Jakarta, 08 mei 2018

(Penulis)
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak. Tidak hanya oleh orang per
orang, tetapi juga oleh keluarga, kelompok dan bahkan masyarakat. Kesehatan itu sendiri telah
diatur oleh undang-undang No.36 2009. Dalam rangka mewujudkan status kesehatan
masyarakat yang optimal, maka berbagai upaya harus dilaksanakan, salah satu di antaranya
ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak
mendasar masyarakat yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah
sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) “Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” dan Pasal 34 ayat
(3) “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak”. Salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan untuk
masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah puskesmas. Fasilitas pelayanan
kesehatan ini merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat dalam membina peran
serta masyarakat juga memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat. Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.

Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan dasar yang amat penting di Indonesia.
Menurut peraturan Menteri kesehatan RI No.75 2014 Puskesmas adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan
perorangan tingkat pertama (UKP), dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan prefentif
untuk mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya diwilayah kerja. Pelayanan tersebut
ditujukan kepada semua penduduk, tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak
pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia. UKM diabagi menjadi dua, Essensial dan
Pengembangan. Upaya kesehatan masyarakat essensial harus diselenggarakan oleh setiap
Puskesmas untuk mendukung pencapaian SPM kabupaten/kota bidang kesehatan. Sedangkan
upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya kesehatan masyarakat yang
kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan atau bersifat ekstensifikasi dan
intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah
kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas.

Prinsip penyelenggaran Puskesmas meliputi ; paradigma sehat, pertanggungjawaban


wilayah, kemandirian masyarakat, pemerataan, teknologi tepat guna, dan keterpaduan dan
kesinambungan. Diera desentralisasi dan otonomi daerah,Puskesmas harus di kelola secara
lebih profeisional dan lebih baik. SDM Puskesmas perlu ditingkatkan kemampuan dalam
menerapkan manajeman Puskesmas tersebut agar upaya kesehatan terselenggara secara
optimal. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara
sistematik untuk menghasilkan iuran Puskesmas secara efektif dan efesien. Manajemen
Puskesmas tersebut terdiri dari perencanaan(P1), pergerakan dan pelaksanaan (P2) serta
pengendalian serta pengawasan dan penilaian(P3). Seluruh kegiatan diatas merupakan satu
keseatuan yang paling terkait dan berkesinambungan.

Evaluasi atau kegiatan penilaian merupakan bagian yang penting dari proses
manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan karena
adanya dorongan atau keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan
pelaksanaan program terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi akan memberikan umpan
balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan suatu kegiatan. Tanpa adanya evaluasi,
sulit untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan yang sudah direncanakan oleh suatu program
telah tercapai atau belum. Evaluasi dipandang sebagai suatu cara untuk perbaikan pembuatan
keputusan untuk tindakan-tindakan di masa yang akan datang.

Melalui program dan kegiatannya, puskesmas berperan serta mewujudkan keberhasilan


pembangunan kesehatan Indonesia, khususnya di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok salah satunya yaitu program pokok Puskesmas yang dijadikan sebagai sumber data yang
wajib dilaporkan adalah Program Pemberantasan Penyakit Menular. Salah satu penyakit
menular yang angka prevalensinya tinggi di Indonesia adalah Tuberkulosis (TB) dan termasuk
penyebab kematian utama. Program tersebut termasuk satu dari enam program pokok (basic
six).

Di Indonesia, tuberculosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dengan


jumlah menempati urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah Cina dan India, dengan jumlah
sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberculosis di dunia. Diperkirakan terdapat 539.000 kasus
baru dan kematian 101.000 orang setiap tahunnya.
Oleh karena pentingnya kesehatan masyarakat Indonesia sebagai salah satu indikator
kesehatan, maka penulis mengangkatkan makalah Evaluasi Manajemen Puskesmas dan
Program TB di Puskesmas Cisalak Pasar sebagai perbandingan bagi puskesmas lain dan
sebagai evaluasi bagi Puskesmas Cisalak Pasar sendiri untuk memberikan pelayanan yang lebih
baik di masa yang akan datang.

1.2.Rumusan Masalah
Program pokok yang terdapat di puskesmas, model manajemen yang digunakan dan
implementasi (termasuk pelaporan dan pencatatan) di puskesmas, serta cara dan mekanisme
sistem pembiayaan yang terdapat di Puskesmas Cisalak Pasar yang digunakan dalam
manajemen Puskesmas Cisalak Pasar agar tercipta pelayanan dengan kualitas bermutu baik.
Program yang dilaksanakan dalam program TB di Puskesmas Cisalak Pasar untuk
menguranggi insiden dan prevalensi kematian. Perlunya data cakupan pengobatan dan
penyuluhan yang ditangani oleh petugas tenaga kesehatan Puskesmas Cisalak Pasar untuk
melihat sejauh mana tindakan puskesmas ini dalam meningkatkan kulitas kesehatan
masyarakat.

1.3. Dasar Kegiatan


Kegiatan ini dilaksanakan berdasarkan :
1. Tri Dharma Perguruan Tinggi
2. Program CHOP (Community Health Oriented Programe) dan CRP (Community
Research Programe)

1.4. Sasaran Kegiatan


Mahasiswa semester VI Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta, khususnya untuk
angkatan 2015 saat ini.

1.5. Tujuan
1.5.1 Tujuan Umum
Diperolehnya gambaran mengenai Evaluasi Manajemen puskesmas terutama
pada program TB kesehatan di Puskesmas Cisalak Pasar.
1.5.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui Program pokok Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan
daerah guna tercapainya pertumbuhan dan perkembangan kesehatan yang
sesuai dengan dasar didirikannya Puskesmas Cisalak Pasar.
b. Mengetahui model manajemen dan implementasinya sebagai pusat
pelayanan kesehatan daerah di Puskesmas Cisalak Pasar.
c. Mengetahui sistem pembiayaan yang terdapat di Puskesmas Cisalak Pasar.
d. Mahasiswa mengetahui dana mengerti indikator program yang
dilaksanakan pada program TB untuk mengurangi kematian di Puskesmas
Cisalak Pasar.
e. Mahasiswa mengetahui upaya cakupan pengobatan serta cakupan
penyuluhan oleh tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan Puskemas
Cisalak Pasar agar menurunnya insiden kematian.
f. Mahasiswa mengetahui cakupan pengobatan pada pasien TB.
g. Mahasiswa mampu menganilsa masalah terkait program TB dari input dan
output.
h. Mahasiswa mampu memberikan alternatif pada setiap masalah yang ada di
pelayanan kesehatan Puskesmas Cisalak Pasar.

1.6.Manfaat
Bagi Mahasiswa :

 Sebagai penerapan ilmu dan teori yang sudah didapatkan dari pendidikan dan
menambah wawasan serta pengalaman mengenai gambaran program pelaksanaan
pengawasan TB di Puskesmas Cisalak Pasar.
 Pengalaman untuk mengetahui cara pengambilan datasa sekunder di Puskesmas.
 Melatih kemampuan komunikasi efektif, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan
tenaga kesehatan.

Bagi Puskesmas Cisalak Pasar :

 Mengetahui masalah dalam pelaksanaan program pengawasan TB di Puskesmas


Cisalak Pasar beserta penyebab masalah yang menyertainya.
 Mendapat masukan mengenai cara menyelesaikan masalah bagi pelaksanaan
pengawasan TB Cisalak Pasar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah Suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan
kesehatan yang berada di garda terdepan dan mempunyai misi sebagai pusat pengembangan
pelayanan kesehatan, yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat di suatu wilayah kerja tertentu yang telah ditentukan
secara mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanan namun tidak mencakup aspek
pembiayaan.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja

2.1.1Tujuan Puskesmas

Mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni; meningkatkan


kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di
wilayah kerja puskesmas.

Visi Misi Puskesmas

Visi Puskesmas
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya
Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat.
Indikator Kecamatan Sehat:
a. lingkungan sehat
b. perilaku sehat
c. cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
d. derajat kesehatan penduduk kecamatan
Misi Puskesmas
a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya
b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya
c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan
d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta
lingkungannya
Fungsi Puskesmas

1. Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan Masyarakat di wilayah kerjanya.


2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan
kemampuan untuk hidup sehat.
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
4. masyarakat di wilayah kerjanya.
A. Proses dalam melaksanakan fungsinya, dilaksanakan dengan cara:
1. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka
menolong dirinya sendiri.
2. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan
menggunakan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien.
3. Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun
rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan
ketergantungan.
4. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.
5. Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program

Peran Puskesmas
peran Puskesmas adalah sebagai ujung tombak dalam mewujudkan kesehatan nasional
secara komprehensif, tidak sebatas aspek kuratif dan rehabilitatif saja seperti di Rumah Sakit

Upaya Puskesmas

A. Upaya Kesehatan Wajib

Adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global
serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Upaya ini dikenal dengan ‘Basic Six’ yang terdiri dari:

1. Upaya Promosi Kesehatan

2. Upaya Kesehatan Lingkungan


3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

6. Upaya Pengobatan

B. Upaya Kesehatan Pengembangan

Adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di


masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya ini terdiri dari:

1. Upaya Kesehatan Sekolah

2. Upaya Kesehatan Olahraga

3. Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat

4. Upaya Kesehatan Kerja

5. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut

6. Upaya Kesehatan Jiwa

7. Upaya Kesehatan Mata

8. Upaya Kesehatan Lanjut Usia

9. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional

Azas Puskesmas
1. Azas pertanggungjawaban wilayah
a. Puskesmas bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
b. bertempat tinggal di wilayah kerjanya.
c. Dilakukan kegiatan dalam gedung dan luar gedung
d. Ditunjang dengan puskesmas pembantu, Bidan di desa, puskesmas keliling
2. Azas pemberdayaan masyarakat
a. Puskesmas harus memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat agar berperan
b. aktif dalam menyelenggarakan setiap upaya Puskesmas
c. Potensi masyarakat perlu dihimpun
3. Azas keterpaduan
Setiap upaya diselenggarakan secara terpadu
 Keterpaduan lintas program
- UKS : keterpaduan Promkes, Pengobatan, Kesehatan Gigi, Kespro, Remaja, Kesehatan
Jiwa
 Keterpaduan lintassektoral
- Upaya Perbaikan Gizi : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
- lurah/kades, pertanian, pendidikan, agama, dunia usaha, koperasi, PKK
- Upaya Promosi Kesehatan : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
- lurah/kades, pertanian, pendidikan, agama
4. Azas rujukan
 Rujukan medis/upaya kesehatan perorangan
- rujukan kasus
- bahan pemeriksaan
- ilmu pengetahuan
 Rujukan upaya kesehatan masyarakat
- rujukan sarana dan logistik
- rujukan tenaga
- rujukan operasional

Program Puskesmas
Program wajib yang telah standar dilakukan sesuai pengamatan dan pengalaman
penulis, antara lain:

1. Promosi Kesehatan (Promkes)

 Penyuluhan Kesehatan Masyarakat


 Sosialisasi Program Kesehatan
 Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)
2. Pencegahan Penyakit Menular (P2M) :

 Surveilens Epidemiologi
 Pelacakan Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malaria, Flu Burung, ISPA, Diare, IMS (Infeksi
Menular Seksual), Rabies

3. Program Pengobatan :

 Rawat Jalan Poli Umum


 Rawat Jalan Poli Gigi
 Unit Rawat Inap : Keperawatan, Kebidanan
 Unit Gawat Darurat (UGD)
 Puskesmas Keliling (Puskel)

4. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

 ANC (Antenatal Care) , PNC (Post Natal Care), KB (Keluarga Berencana),


 Persalinan, Rujukan Bumil Resti, Kemitraan Dukun

5. Upaya Peningkatan Gizi

 Penimbangan, Pelacakan Gizi Buruk, Penyuluhan Gizi

6. Kesehatan Lingkungan :

 Pengawasan SPAL (saluran pembuangan air limbah), SAMI-JAGA (sumber air


minum-jamban keluarga), TTU (tempat-tempat umum), Institusi pemerintah
 Survey Jentik Nyamuk

7. Pencatatan dan Pelaporan :

 Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)

B. Program Tambahan/Penunjang Puskesmas :

Program penunjang ini biasanya dilaksanakan sebagai kegiatan tambahan, sesuai


kemampuan sumber daya manusia dan material puskesmas dalam melakukan pelayanan :
1. Kesehatan Mata : pelacakan kasus, rujukan
2. Kesehatan Jiwa : pendataan kasus, rujukan kasus
3. Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) : pemeriksaan, penjaringan
4. Kesehatan Reproduksi Remaja : penyuluhan, konseling
5. Kesehatan Sekolah : pembinaan sekolah sehat, pelatihan dokter kecil
6. Kesehatan Olahraga : senam kesegaran jasmani

2.2. Program Penanggulangan Tuberkulosis


Puskesmas merupakan variabel determinan yang ketersediaannya diperlukan dalam
menunjang analisis indikator pendataan dan pengobatan pasien Tuberkulosis. Variabel
puskesmas yang diperlukan antara lain: jumlah Puskesmas, letak Puskesmas, jenis pelayanan
yang dilakukan, ketenagaan dan data pelatihan yang terkait dengan program pendataan dan
pengobatan pasien Tuberkulosis.

Populasi sasaran evaluasi meliputi petugas pelaksana, pembuat kebijakan, perencana program
TB, pasien TB dan keluarganya, masyarakat, dan pemangku kepentingan penanggulangan TB.
Pelaksana dan pembuat kebijakan program penanggulangan TB di tingkat kota/ kabupaten
meliputi Kepala Dinkes Kota/ Kabupaten, Kasie P2M, Wasor TBC, Lab Kes Da, anggota DPR
komisi Kesra/ Kesehatan. Tingkat kecamatan meliputi Kepala Puskesmas, dokter fungsional
pemerintah, dokter praktik swasta, perawat poliklinik, petugas TB, petugas laboratorium,
bidan, petugas Puskesmas Pembantu.

Variabel variabel kuantitatif yang diteliti: (1) Angka penjaringan suspek; (2) Case Detection
Rate (CDR); (3) Angka konversi; (4) Angka kesembuhan (cure rate); (5) Angka keberhasilan
(Success Rate); (6) Angka kesalahan laboratorium. Definisi operasional variabel sebagai
berikut (DepKes, 2008).

a. Angka penjaringan suspek (Suspect Screening Rate) adalah jumlah suspek yang
diperiksa per 100,000 penduduk
b. Angka penemuan kasus baru TB BTA positif (Case Detection Rate, CDR) adalah
persentase jumlah kasus baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibagi dengan
jumlah kasus baru TB yang diperkirakan pada suatu populasi di suatu wilayah
c. Angka konversi adalah persentase jumlah kasus baru TB paru BTA positif yang
konversi menjadi negatif dibagi dengan jumlah kasus baru TB paru BTA positif yang
diobati
d. Angka kesembuhan (Cure Rate) adalah persentase dari jumlah kasus baru TB BTA
positif yang sembuh dibagi dengan jumlah kasus baru TB BTA positif yang diobati
e. Angka keberhasilan (Success Rate) adalah persentase kasus baru BTA positif yang
sembuh plus pengobatan lengkap di antara kasus baru TB paru BTA positif yang
diobati.
f. Angka kesalahan (Error Rate) laboratorium adalah persentase jumlah sediaan yang
dibaca salah dibagi dengan jumah seluruh sediaan yang diperiksa.
g. Penduduk
Jumlah penduduk diperoleh dari data resmi Kabupaten/Kota hasil pendataan setiap
tahun atau hasil perhitungan proyeksi pertumbuhan penduduk pertahun.
2.2.1 PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS
Penemuan kasus bertujuan untuk mendapakan kasus TB melalui serangkaian kegiatan
mulai dari penjaringan terhadap suspek TB, pemeriksaan fisik dan laboratories, menentukan
diagnosis dan menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan
pengobatan agar sembuh dan tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Kegiatan
penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan
tipe pasien.
Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang memahami dan sadar akan gejala TB,
akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga kesehatan yang kompeten yang mampu
melakukan pemeriksan terhadap gejala dan keluhan tersebut.
Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan tatalaksana pasien TB.
Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan
kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan
kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.
Strategi penemuan
· Penemuan pasien TB, secara umum dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan
tersangka pasien dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan
secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan
penemuan tersangka pasien TB. Pelibatan semua layanan dimaksudkan untuk mempercepat
penemuan dan mengurangi keterlambatan pengobatanPenemuan secara aktif pada masyarakat
umum, dinilai tidak cost efektif.
· Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap
a. kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada pasien dengan HIV
(orang dengan HIV AIDS),
b. kelompok yang rentan tertular TB seperti di rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan (para
narapidana), mereka yang hidup pada daerah kumuh, serta keluarga atau kontak pasien TB,
terutama mereka yang dengan TB BTA positif.
c. pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga TB harus dilakukan untuk
menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB atau pegobatan pencegahan.
d. Kontak dengan pasien TB resistan obat
· Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan gejala dan tanda yang sama
dengan gejala TB, seperti pendekatan praktis menuju kesehatan paru (PAL = practical approach
to lung health), manajemen terpadu balIta sakit (MTBS), manajemen terpadu dewasa sakit
(MTDS) akan membantu meningkatkan penemuan kasus TB di layanan kesehatan, mengurangi
terjadinya “misopportunity” kasus TB dan sekaligus dapat meningkatkan mutu layanan.
· Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala:
o Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
o Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di
Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Fasyankes dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
o Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan salah satu atau
lebih kriteria suspek dibawah ini:
1. Pasien TB yang gagal pengobatan kategori 2 (kasus kronik)
2. Pasien TB tidak konversi pada pengobatan kategori 2.
3. Pasien TB dengan riwayat pengobatan TB di fasyankes Non DOTS.
4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1.
5. Pasien TB tidak konversi setelah pemberian sisipan.
6. Pasien TB kambuh.
7. Pasien TB yang kembali berobat setelai lalai/default.
8. Pasien TB dengan riwayat kontak erat pasien TB MDR
9. ODHA dengan gejala TB-HIV.
Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
· S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB dating berkunjung pertama kali. Pada
saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
· P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes.
· S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2 spesimen dahak
mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu eksternal
pemeriksaan laboratorium.
b. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian TB adalah untuk
menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu :
- Pasien TB Ekstra Paru
- Pasien Tb Anak
- Pasien TB BTA Negatif
Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan tersedia laboratorium yang
telah memenuhi standar yang ditetapkan.
c. Uji Kepekaan Obat TB
Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis terhadap OAT. Uji
kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan lulus
pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk
diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR.
2.2.2. DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
Diagnosis TB paru
· Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -
sewaktu (SPS).
· Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada
program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
· Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
Diagnosis TB ekstra paru
· Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain lainnya.
· Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi
yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena
Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) Pada ODHA, diagnosis TB paru dan
TB ekstra paru ditegakkan sebagai berikut:
1. TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak positif.
2. TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran klinis &
radiologis mendukung Tb atau BTA negatif dengan hasil kultur TB positif.
3. TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau
histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.
2.2.3. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu “definisi kasus”
yang meliputi empat hal , yaitu:
· Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
· Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif;
· Riwayat pengobatan TB sebelumnya, pasien baru atau sudah pernah diobati
· Status HIV pasien. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat. Saat ini sudah tidak
dimasukkan dalam penentuan definisi kasus
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah
· Menentukan paduan pengobatan yang sesuai, untuk mencegah pengobatan yang tidak adekuat
(undertreatment), menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) .
· Melakukan registrasi kasus secara benar
· Standarisasi proses (tahapan) dan pengumpulan data
· Menentukan prioritas pengobatan TB, dalam situasi dengan sumber daya yang terbatas.
· Analisis kohort hasil pengobatan, sesuai dengan definisi klasifikasi dan
tipe.
· Memonitor kemajuan dan mengevaluasi efektifitas program secara akurat,
baik pada tingkat kabupaten, provinsi, nacional, regional maupun dunia.
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
· Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau
didiagnosis oleh dokter atau petugas TB untuk diberikan pengobatan TB.
· Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis
atau tidak ada fasilitas biakan, sekurangkurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena:
1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Pasien dengan TB
paru dan TB ekstraparu diklasifikasikan sebagai TB paru
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, keadan ini terutama ditujukan
pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif.
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB
paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien dengan HIV
negatif.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Catatan:
· Pasien TB paru tanpa hasil pemeriksaan dahak tidak dapat diklasifikasikan sebagai BTA
negative, lebih baik dicatat sebagai “pemeriksaaan dahak tidak dilakukan”.
· Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan
pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
· Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB
ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya disebut sebagai tipe pasien, yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif
2) Kasus yang sebelumnya diobati
· Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
· Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
· Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
3). Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan pengobatannya.
4). Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti yang i. tidak diketahui
riwayat pengobatan sebelumnya,
ii. pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,
iii. kembali diobati dengan BTA negative.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default
maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik,
bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.
2.2.4. PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:


· OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan
· Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
· Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap awal
(intensif)
o Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
o Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu.
o Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
o Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama
o Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
· Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR
o Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia terdiri dari OAT
lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS,
serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
· Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien.
· Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol
yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan
dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
2.2.5 PENGAWASAN MENELAN OBAT
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
a. Persyaratan PMO
· Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien,
selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
· Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
· Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
· Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
b. Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya,
Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh
masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
c. Tugas seorang PMO
Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur. Mengingatkan pasien untuk
periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan. Memberi penyuluhan pada anggota
keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk
mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan
keluarganya: TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan TB dapat
disembuhkan dengan berobat teratur Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan
cara pencegahannya Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur Kemungkinan terjadinya efek
samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke Fasyankes.
2.2.6. PEMANTAUAN DAN HASIL PENGOBATAN TB
1) Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih
baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.
Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak
spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan specimen
sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen
tersebut negatif. Bila salah satu specimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang
dahak tersebut dinyatakan positif.
2). Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif
Sembuh Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan apusan
dahak ulang (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya
Pengobatan Lengkap Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada AP dan pada satu
pemeriksaan sebelumnya. Meninggal Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan
karena sebab apapun. Putus berobat (Default) Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. Gagal Pasien yang hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan. Pindah (Transfer out) Adalah pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan
pelaporan (register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui. Keberhasilan pengobatan
(treatment success) Jumlah yang sembuh dan pengobatan lengkap. Digunakan pada pasien
dengan BTA+ atau biakan positif.
2.2.7. EFEK SAMPING OAT DAN PENATALAKSANAANNYA
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”: Jika seorang pasien
dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab
lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal
gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi
suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai
kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu
dirujuk Pada Fasyankes Rujukan penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
· Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian kembali OAT
harus dengan cara “drug challenging” dengan menggunakan obat lepas. Hal ini dimaksudkan
untuk menentukan obat mana yang merupakan penyebab dari efek samping tersebut.
· Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karena
kelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OA dihentikan dulu kemudian diberi kembali
sesuai dengan prinsip dechallenge-rechalenge. Bila dalam proses rechallenge yang dimulai
dengan dosis rendah sudah timbul reaksi, berarti hepatotoksisitas karena reakasi
hipersensitivitas.
· Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya pirasinamid
atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB dapat diberikan lagi dengan tanpa obat
tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat lain. Lamanya pengobatan mungkin
perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan risiko terjadinya kambuh.
· Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan)
terhadap Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuh
sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan jangka pendek. Bila pasien
dengan reaksi hipersensitivitas terhadap Isoniasid atau Rifampisin tersebut HIV negatif,
mungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB
dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar terjadi keracunan yang berat.
2.2.8. MANAJEMEN LABORATORIUM TUBERKULOSIS
Diagnosis TB melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan metode baku emas
(gold standard). Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama (paling cepat
sekitar 6 minggu) dan mahal. Pemeriksaan 3 spesimen (SPS) dahak secara mikroskopis
nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan. Pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah, murah, bersifat spesifik,
sensitif dan hanya dapat dilaksanakan di semua unit laboratorium. Untuk mendukung kinerja
penanggulangan TB, diperlukan ketersediaan laboratorium TB dengan manajemen yang baik
agar terjamin mutu laboratorium tersebut. Manajemen laboratorium TB meliputi beberapa
aspek yaitu; organisasi pelayanan laboratorium TB, sumber daya laboratorium, kegiatan
laboratorium, pemantapan mutu laboratorium TB, keamanan dan kebersihan laboratorium, dan
monitoring (pemantauan) dan evaluasi.
1. Organisasi Pelayanan Laboratorium TB
Laboratorium TB tersebar luas dan berada di setiap wilayah, mulai dari tingkat Kecamatan,
Kab/Kota, Provinsi, dan Nasional, yang berfungsi sebagai laboratorium pelayanan kesehatan
dasar, rujukan maupun laboratorium pendidikan/penelitian. Setiap laboratorium yang
memberikan pelayanan pemeriksaan TB mulai dari yang paling sederhana, yaitu pemeriksaan
apusan secara mikroskopis sampai dengan pemeriksaan paling mutakhir seperti PCR, harus
mengikuti acuan/standar. Untuk menjamin pelaksanaan pemeriksaan yang sesuai standar,
maka diperlukan jejaring laboratorium TB. Masing-masing laboratorium di dalam jejaring TB
memiliki fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab yang saling berkaitan sebagai berikut:
a. Laboratorium mikroskopis TB di fasyankes
Laboratorium mikroskopis TB di fasyankes terdiri dari:
· Puskesmas Rujukan Mikroskopis TB (PRM), adalah laboratorium yang mampu membuat
sediaan, pewarnaan dan pemeriksaan mikroskopis dahak, menerima rujukan dan melakukan
pembinaan teknis kepada Puskesmas Satelit (PS). PRM harus mengikuti pemantapan mutu
eksternal melalui uji silang berkala dengan laboratorium RUS-1 di wilayahnya atau lintas
kabupaten/kota.
· Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM), adalah laboratorium yang memiliki laboratorium
mikroskopis TB yang berfungsi melakukan pelayanan mikroskopis TB. PPM harus mengikuti
pemantapan mutu eksternal melalui uji silang berkala dengan laboratorium RUS-1 di
wilayahnya atau lintas kabupaten/kota.
· Puskesmas Satelit (PS), adalah laboratorium yang melayani pengumpulan dahak, pembuatan
sediaan, fiksasi yang kemudian di rujuk ke PRM. Dalam jejaring laboratorium TB semua
fasiltas laboratorium kesehatan termasuk laboratorium Rumah Sakit dan laboratorium swasta
yang melakukan pemeriksaan laboratorium mikroskopis TB dapat mengambil peran
sebagaimana laboratorium PRM, PPM dan PS.
b. Laboratorium Rujukan Uji Silang Pertama /Laboratorium Intermediate Laboratorium ini
ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berada di Kabupaten/Kota dengan
wilayah kerja yang ditetapkan Dinas Kabupaten/Kota terkait atau lintas kabupaten/kota atas
kesepakatan antar Dinas Kabupaten /Kota. Laboratorium Rujukan Uji Silang Pertama memiliki
tugas dan berfungsi:
1. Melaksanakan pelayanan pemeriksaan mikroskopis BTA.
2. Melaksanakan uji silang sediaan BTA dari Laboratorium Fasyankes di wilayah
kerjanya.
3. Melakukan pembinaan teknis laboratorium di wilayah kerjanya.
4. Melakukan koordinasi dengan program untuk pengelolaan jejaring laboratorium TB di
wilayahnya.
c. Laboratorium Rujukan Provinsi
Laboratorium Rujukan Provinsi di tentukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Laboratorium
Rujukan Provinsi memiliki tugas dan fungsi:
1. Melakukan pemeriksaan biakan M. Tuberculosis dan uji kepekaan OAT.
2. Melakukan pemeriksaan biakan dan identifikasi parsial NTM.
3. Melakukan pembinaan laboratorium yang melakukan pemeriksaan biakan TB di
wilayahnya.
4. Melakukan uji silang ke-2 jika terdapat perbedaan hasil pemeriksaan (diskordans)
mikroskopis Laboratorium Fasyankes dan laboratorium rujukan uji silang pertama.
5. Melakukan pemantapan mutu pemeriksaan laboratorium TB di wilayah kerjanya (uji
mutu reagensia dan kinerja pemeriksaan).
d. Laboratorium Rujukan Regional
Laboratorium rujukan regional adalah laboratorium yang menjadi rujukan dari beberapa
provinsi, dengan kemampuan melakukan pemeriksaan biakan, identifikasi dan uji kepekaan
M.tuberculosis & MOTT dari dahak dan bahan lain. Laboratorium rujukan regional secara rutin
menyelenggarakan PME kepada laboratorium rujukan provinsi.
e. Laboratorium Rujukan Nasional
Laboratorium rujukan nasional memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
· Memberikan pelayanan rujukan tersier (spesimen dan pelatihan teknis laboratorium) untuk
pemeriksaan biakan, uji kepekaan M. tuberculosis, NTM/ MOTT dan pemeriksaan non
mikroskospik TB.
· Membantu pelaksanaan pemantapan mutu laboratorium TB.
· Melakukan penelitian-penelitian operasional laboratorium untuk mendukung program
penanggulangan TB.
· Mengikuti pemantapan mutu eksternal di tingkat internasional
2. Pemantapan Mutu Laboratorium TB
Komponen pemantapan mutu terdiri dari 3 hal utama yaitu:
a. Pemantapan Mutu Internal (PMI)
b. Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
c. Peningkatan Mutu (Quality Improvement)
a. Pemantapan Mutu Internal (PMI)
PMI adalah kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan laboratorium TB untuk mencegah
kesalahan pemeriksaan laboratorium dan mengawasi proses pemeriksaan laboratorium agar
hasil pemeriksaan tepat dan benar.
Tujuan PMI:
· Memastikan bahwa semua proses sejak persiapan pasien, pengambilan, penyimpanan,
pengiriman, pengolahan contoh uji, pemeriksaan contoh uji, pencatatan dan pelaporan hasil
dilakukan dengan benar.
· Mendeteksi kesalahan, mengetahui sumber / penyebab dan mengoreksi dengan cepat dan
tepat.
· Membantu peningkatan pelayanan pasien. Kegiatan ini harus meliputi setiap tahap
pemeriksaan laboratorium yaitu tahap pra-analisis, analisis, pasca-analisis, dan harus dilakukan
terus menerus. Beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan PMI yaitu :
· Tersedianya Prosedur Tetap (Protap) untuk seluruh proses kegiatan pemeriksaan
laboratorium, misalnya :
 Protap pengambilan dahak
 Protap pembuatan sediaan dahak
 Protap pewarnaan Ziehl Neelsen
 Protap pemeriksaan Mikroskopis
 Protap pengelolaan limbah
 Protap pembuatan media
 Protap inokulasi, dan sebagainya.
· Tersedianya Formulir /buku untuk pencatatan dan pelaporan kegiatan pemeriksaan
laboratorium TB
· Tersedianya jadwal pemeliharaan/kalibrasi alat, audit internal, pelatihan petugas
· Tersedianya sediaan kontrol (positip dan negatip) dan kuman kontrol.
b. Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
PME laboratorium TB dilakukan secara berjenjang, karena itu penting sekali membentuk
jejaring dan Tim laboratorium. Pelaksanaan PME dalam jejaring ini harus berlangsung teratur
berkala dan berkesinambungan. Koordinasi PME harus dilakukan oleh laboratorium
penyelenggara bersama dengan dinas kesehatan setempat agar dapat melakukan evaluasi secara
baik, berkala dan berkesinambungan.
Perencanaan PME
· Melakukan koordinasi berdasarkan jejaring laboratorium TB
· Menentukan kriteria laboratorium penyelenggara
· Menentukan jenis kegiatan PME
· Penjadwalan pelaksanaan PME dengan mempertimbangkan beban kerja laboratorium
penyelenggara.
· Menentukan kriteria petugas yang terlibat dalam kegiatan PME
· Penilaian dan umpan balik.
Kegiatan PME
Kegiatan PME mikroskopis TB dilakukan melalui :
· Uji silang sediaan dahak.
Yaitu pemeriksaan ulang sediaan dahak dari laboratorium mikroskopis TB di Fasyankes.
Pengambilan sediaan untuk uji silang dilakukan dengan metode lot sampling. Untuk daerah
yang belum menerapkan metode ini, masih tetap menerapkan metode pengambilan
sebelumnya, yaitu 10% sediaan BTA negatif dan seluruh sediaan BTA positif.
· Bimbingan teknis Laboratorium TB.
Kegiatan ini dilaksanakan secara khusus untuk menjamin kualitas
pemeriksaan laboratorium mikroskopis.
· Uji profisiensi/panel testing, kegiatan ini bertujuan untuk menilai kinerja petugas
laboratorium TB tetapi hanya dilaksanakan apabila uji silang dan supervisi belum berjalan
dengan memadai.
c. Peningkatan Mutu (Quality Improvement)
Kegiatan ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari program PMI dan PME, dengan membuat
tolak ukur dan perencanaan peningkatan mutu, meliputi :
· Tenaga : Pelatihan, Penyegaran, Mutasi
· Sarana dan prasarana : Pemeliharaan, Pengadaan, uji fungsi
· Metode Pemeriksaan : Revisi prosedur tetap, pengembangan metode pemeriksaan
3. Keamanan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium TB
Manajemen laboratorium harus menjamin adanya sistem dan perangkat keamanan dan
keselamatan kerja serta pelaksanaannya oleh setiap petugas di laboratorium dengan
pemantauan dan evaluasi secara berkala, yang diikuti dengan tindakan koreksi yang memadai
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


III.1 Situasi Umum

UPF Puskesmas Cisalak Pasar mulai beroperasi pada tanggal 2 Desember 2013. Hingga
saat ini, belum memiliki Kode Puskesmas , dan medapatkan Peraturan Walikota tentang
pendirian nya, tetapi telah mampu memberikan pelayanan dan menjalankan upaya program ,
UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) Esensial dan Pengembangan maupuan UKP ( Upaya
Kesehatan Perseorangan).

UPF Puskesmas Cisalak Pasar terletak di Jl.Jamrud VI, Perum Permata Puri I
RT/RW.06/09, Kelurahan Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis,Kota Depok 16452. UPF
Puskesmas Cisalak Pasar memiliki 1 wilayah kerja yaitu Kelurahan Cisalak Pasar dengan luas
wilayah 1,71 km2 terdiri dari 9 RW, dan 54 RT dengan batas-batas wilayah kerja sebagai
berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Tanah Fasilitas Sosial


 Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Permata Puri Cimanggis
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kantor KUA Cimanggis
 Sebelah Timur berbatasan dengan Pemakaman Cina

Berdasarkan data BPS Kota Depok, jumlah penduduk di wilayah UPF Puskesmas
Cisalak Pasar adalah 28.588 jiwa. Bangunan Puskesmas Cisalak Pasar berdiri di atas tanah
dengan luas 325 m2, dan dengan luas bangunan 650 m2. Berlokasi di dekat Kantor KUA
Cimanggis dan Kelurahan Cisalak Pasar , di mana kondisi ini akan memudahkan dalam
berkoordinasi lintas sektor.

III.2 Visi dan Misi

III.2.1 Visi

Mewujudkan Kelurahan Cisalak Pasar yang Unggul ,Nyaman Religius dan ber-PHBS
serta melaksanakan Layanan Kesehatan yang Berkualitas dan Merata.

III.2.2 Misi

C : Cermat dan tanggap dalam memperhatikan permasalahan kesehatan di masyarakat.


I : Institusi Kesehatan yang Mengembangkan program kesehatan terpadu lintas
program dan lintas sektoral

P : Penggerak pembangunan masyarakat yang berwawasan kesehatan

A : Akurasi data dan informasi yang menunjang pelayanan prima dan pemberdayaan
yang optimal

S : Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun dalam pelayanan

III.3 Struktur Organisasi


KEPALA UPF
PUSKESMAS

MANAJEMEN MANAJEMEN
MANAJEMEN MANAJEMEN
ADMINISTRA SISTEM
KETATAUSA OPERASIONAL
SI KEUANGAN INFORMASI

PENANGGUNG JAWAB UPAYA PENANGGUNG JAWAB


PENANGGUNG JAWAB
KESEHATAN PERSEORANGAN, JARINGAN PELAYANAN
UPAYA
KEFARMASIAN DAN PUSKESMAS, JEJARING
KESEHATAN FASILITAS PELAYANAN
PELAYANAN PEMERIKSAAN

UPAYA UPAYA
KESEHATAN KESEHATAN
PROMOSI LAYANAN UMUM JEJARING
(LAYANAN MTBS, FASILITAS
KESEHATAN PELAYANAN
LINGKUNGAN LAYANAN GIGI DAN
KIA DAN KB
LAYANAN KIA - KB
GIZI

PENCEGAHAN DAN
KLINIK SANITASI
PENGENDALIAN
UPAYA KESEHATAN LAYANAN GIZI KLINIK
MASYARAKAT
KESEHATAN JIWA
KESEHATAN
OLAHRAGA
KESEHATAN KERJA
UPAYA
KESEHATAN GIGI

UKS / UKGS

PERKESMAS PELAYANAN

UPAYA
KESEHATAN PELAYANAN
PEMERIKSAAN
UPAYA PENUNJANG
KESEHATAN
III.4 Program Pokok

III.4.1 Unit Kesehatan Perseorangan

 Layanan Umum dan Lansia


 Layanan bayi – balita
 Layanan kefarmasian
 Layanan gigi dan mulut
 Layanan KIA dan KB
 Layanan Konseling Kesling
 Layanan Konseling Gizi

III.4.2 Standar Pelayanan Minimal Kesehatan

 Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil


 Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin
 Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir
 Pelayanan Kesehatan Balita
 Pelayanan Kesehatan pada Usia Pendidikan Dasar
 Pelayanan Kesehatan pada Usia Produktif
 Pelayanan Kesehatan pada Usia Lanjut
 Pelayanan Kesehatan Penderita Hipertensi
 Pelayanan Kesehatan Penderita Diabetes Melitus
 Pelayanan Kesehatan Orang dengan Gangguan Jiwa
 Pelayanan Kesehatan Orang dengan TB
 Pelayanan Kesehatan Orang dengan Risiko Terinfeksi

III.4.3 Program UKM Esensial

 Promkes
 Kesehatan Lingkungan
 KIA-KB
 Perbaikan Gizi Masyarakat
 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
 Keperawatan Kesehatan Masyarakat

III.4.4 Program UKM Pengembangan

 Kesehatan Jiwa
 Kesehatan Olahraga
 Kesehatan Kerja
 Kesehatan Gigi Masyarakat
 Kesehatan Indera
 Kesehatan Lansia
III.5 Kebijakan Mutu

 Menjalankan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.


 Memberikan Pelayanan Kesehatan yang berkualitas serta berorientasi kepada kepuasan
pelanggan.
 Menjalankan Upaya Program Kesehatan Masyarakat dengan optimal dan berorientasi
kepada kebutuhan masyarakat.
 Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan kebijakan dan mekanisme kerja kepada
pelaksana sehingga dapat dipahami dan dijalankan dengan optimal.
 Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan upaya layanan dan upaya program
secara berkesinambungan.
BAB IV
KESIMPULAN
KESIMPULAN

Perencanaan Tingkat Puskesmas sebagai suatu proses yang sistematis untuk menyusun
atau mempersiapkan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Puskesmas pada tahun berikutnya
untuk meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam upaya
mengatasi masalah-masalah kesehatan setempat.

Dengan tersusunnya Perencanaan Tingkat Puskesmas yang baik akan meningkatkan


kualitas program dalam upaya meningkatkan fungsi Puskesmas yang merupakan fasilitas
pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan upaya preventif dan kuratif dalam masalah
TB, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya diwilayah kerja.

B. SARAN

1. Dinas Kesehatan Kota Depok

a. Melaksanakan koordinasi dan evaluasi seluruh upaya kesehatan di Puskesmas


secara berkesinambungan, guna meningkatan program pencegahan TB
b. Memberikan dukungan dalam menyusun rencana tindak lanjut dan solusi terhadap
hambatan dan permasalahan yang dialami dalam pelaksanaan kegiatan program
pencegahan TB.
c. Melakukan upaya pendampingan dalam penyusunan Perencanaan program
pencegahan TB Tingkat Puskesmas dalam rangka meningkatkan kapasitas dan
keterampilan .

2. Pengelola Program Puskesmas

a. Melakukan koordinasi dengan Pengelola Program pencegahan TB Kota Depok


dalam upaya menyusun Perencanaan Tingkat Puskesmas.
b. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam penyusunan Perencanaan Tingkat
Puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai