Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

INVAGINASI

Pembimbing:

dr. Dini Lailani, Sp.A

Penyusun:

Maria Marsela Palendeng

112020046

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK

SMF ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

Intususepsi adalah suatu keadaan inversi segmen usus ke segmen usus lainnya. 1
Intususepsi menjadi penyebab tersering obstruksi intestinal pada bayi dan anak-anak. 2 Puncak
insidens tertinggi pada anak usia 4 – 9 bulan. 2 Kegagalan diagnosis dan terapi dini dapat
menyebabkan iskemi usus, perforasi, dan peritonitis yang dapat fatal.2 Trias gejala klasik terdiri
dari nyeri perut, muntah, dan darah pada feses.2 Namun, ketiga gejala ini hanya muncul pada
kurang dari 1/3 anak dengan intususepsi.2 Intususepsi sering terjadi pada anak – anak, dan
merupakan kasus langka pada dewasa.3 Penyebab intususepsi kebanyakan idiopatik. Hanya
sedikit kasus yang berhubungan dengan keadaan patologis seperti divertikel Meckel, atau proses
tumor jinak atau ganas seperti polip intestinal, tumor usus, dan limfoma usus.2

Invaginasi adalah suatu keadaan gawat darurat akut dibidang ilmu bedah dimana suatu
segmen usus masuk kedalam lumen usus bagian distalnya sehingga dapat menimbulkan gejala
obstruksi dan pada fase lanjut apabila tidak segera dilakukan reposisi dapat menyebabkan
strangulasi usus yang berujung pada perforasi dan peritonitis. Perjalanan penyakit ini bersifat
progresif. Insiden 70% terjadi pada usia <1 tahun tersering usia 6-7 bulan, anak laki-laki lebih
sering dibandingkan anak perempuan.4,5

Secara klasik perjalanan invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut: anak atau
bayi yang biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba-tiba menangis kesakitan, terlihat kedua
kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan
nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Diluar serangan anak atau bayi kelihatan
seperti normal kembali, pada waktu itu sudah terjadi proses invaginasi. Serangan nyeri perut
datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15-20 menit, lama serangan 2-3 menit. Pada
umumnya selama serangan nyeri perut diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada
di lambung. Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar
serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali.6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Invaginasi adalah suatu proses dimana segmen intestine masuk ke dalam bagian lumen
usus yang dapat menyebabkan obstruksi pada saluran cerna.7 Invaginasi artinya prolapsus suatu
bagian usus kedalam lumen bagian yang tepat berdekatan.8 Bagian usus yang masuk disebut
intususeptum dan bagian yang menerima intususeptum dinamakan intususipiens. Oleh karena itu,
invaginasi disebut juga intususepsi.9

2.1 Anatomi

2.1.1 Usus Halus

Secara anatomi usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan
ileum. Panjang duodenum kira-kira 20 cm, jejenum 100-110 cm, sedangkan ileum 150-160 cm.
Jejunoileum memanjang dari ligamentum Treitz ke katup ileosekal. Jejunum lebih besar dan
lebih tebal jika dibandingkan dengan ileum, dan hanya memiliki satu atau dua arcade valvular
dibandingkan empat sampai lima pada ileum.

Usus kecil digantung oleh mesenterium yang membawa pasokan vascular dan
limfatik.Mesenterium berjalan secara oblik dari kiri L2 ke kanan dari sendi S1 dan bersifat
sangat mobile.Pasokan darah ke jejunum dan ileum melalui arteri mesenterika superior, yang
juga melanjutkan pasokan sampai kolon transversal proksimal. Arcade vaskular dalam
mesenterium menyediakan pasokan kolateral. Drainase vena sejajar dengan pasokan arteri,
membawa ke vena mesenterika superior, bergabung dengan vena splenika di belakang pancreas
untuk membentuk vena porta.Drainase limfatik dari dinding usus melalui nodus mesenterikus ke
nodus mesenterikus superior ke dalam sisterna kili dan akhirnya ke duktus torasikus.Lipatan
mukosa membentuk plica plika sirkularis transversal sirkumferensial. Persarafannya adalah
parasimpatis dan mempengaruhi sekresi serta motilitas . Simpatik berasal dari nervus splanikus
melalui pleksus seliaka, mempengaruhi sekresi dan motalitas usus serta vascular dan membawa
aferen rasa nyeri.10

Gambar 1. Anatomi usus halus

Dinding usus halus di bagi dalam 4 lapisan :

1. Tunica Serosa.
Terdiri dari jaringan ikat longgar yang dilapisi oleh mesotel.

2. Tunica Muscularis.
Dua selubung otot polos tidak bergaris membentuk tunica muskularis usus halus.Lapisan
ini paling tebal di dalam duodenum dan berkurang dalamnya kearah distal.Lapisan
luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum sirkulare.Plexus
myentericus (Auerbach) dan saluran limfe terletak di antara kedua lapisan otot ini.

3. Tunica Submukosa.
Tunica Submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara tunika
muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak dibawah
mukosa.Dalam ruang ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe.Juga
ditemukan neuroplexus Meissner.

4. Tunica Mukosa.
Tunica mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum tersusun dalam lipatan
sirkuler tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing- masing lipatan
ini ditutup dengan tonjolan vili.

Lipatan dan vili lebih banyak di dalam jejunum dibandingkan di dalam ileum, sehingga
jejunum bertanggung jawab lebih besar dalam absorbsi.

Ada dua area dalam tingkatan submukosa dan bagian spesifik usus halus :

1. Plaque peyer
Plaque peyer terutama berada di dalam ileum dan lebih banyak ke distal.Ia terdiri dari
agregasi lymphaticus yang dikelilingi oleh plexus lymphaticus di atas permukaan
mesenterica usus.

2. Glandula Brunner
Glandula Brunner ada hampir seluruhnya di dalam duodenum, tetapi di dalam jejunum
proximal juga terdapat di proximal dan menurun dengan penuaan.

2.2.2 Usus Besar

Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya sekitar 1,5 meter,
terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter terbesarnya pada saat kosong ±6,5 cm
dalam sekum, dan berkurang menjadi ± 2,5 cm dalam sigmoid.Pada sekum terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.Katup ileosekal mengendalikan aliran
kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus
besar ke usus halus.

Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascenden, tranversum, descenden dan sigmoid.Tempat
kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan disebutfleksura hepatica dan kiri disebut
fleksura lienalis.

Gambar 2. Anatomi usus besar

Dinding kolon terdiri dari 4 lapisan, yaitu:

1. Tunica Serosa
Membentuk apendises epiploica, yaitu kantong-kantong kecil yang berisi lemak dan
menonjol dari serosa, kecuali pada rectum.

2. Tunica Muscularis
Terdiri atas stratum longitudinal di sebelah luar dan stratum circular di sebelah dalam.
Stratum circular membentukm.Sphincter ani internus sedangkan stratum longitudinale
membentuk 3 pita yang disebut taenia coli, yang lebih pendek dari kolon itu sendiri
sehingga membentuk kolon berlipat-lipat seperti kantong (haustrae).

3. Tunica Submucosa
Dibentuk oleh jaringan penyambung longgar yang berisi pembuluh darah dan kelenjar
getah bening.

4. Tunica Mukosa
Licin karena tidak mempunyai vili, permukaan dalamnya mempunyai lipatan-lipatan
berbentuk bulan sabit karena tidak mencapai seluruh lingkaran lumen dan dinamakan
plicae semilunares.

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan suplai darah
yang diterimanya.Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan kanan yaitu sekum, kolon
ascenden dan 2/3 proximal kolon transversum.Sedang arteri mesenterika inferior
memperdarahi 1/3 kolon transversum, kolon descenden, sigmoid dan bagian proximal rectum.
Arteri mesenterika superior akanbercabang ke a.ileokolika, a.kolika dextra, sedangkan arteri
mesenterika inferior akan bercabang ke a.kolika sinistra, a.sigmoid, a.hemoroidalis superior.

Aliran balik vena dari kolon berjalan parallel dengan arterinya. V.mesenterika superior
untuk kolon ascenden dan transversum.Sedang v.mesenterika inferior untuk kolon descenden,
sigmoid dan rectum.

Rektum disuplai oleh a.hemoroidalis superior (cabang dari a.mesenterika inferior) dan
a.hemoroidalis inferior (cabang dari a.pudenda interna).Sedang aliran venanya yaitu
v.hemoroidalis superior dan inferior.

Gambar 3. Perdarahan usus

Aliran limfe pada rectum yaitu, inguinal, kelenjar iliaka interna, kelenjar para
kolik, kelenjar di mesenterium, dan kel.para aorta.

Usus besar diperarafi oleh sistem otonom kecuali sfingter externa diatur secara
volunter.Kolon dipersarafi oleh system parasimpatis yang berasal dari n.splannikus dan pleksus
presakralis serta serabut yang berasal dari n.vagus.Sedangkan rectum dipersarafi oleh serabut
simpatis yang berasal dari plexus mesenterikus inferior dan dari system parasakral yang
terbentuk dari ganglion simpatis L 2-4 serta serabut simpatis yangberasal dari S 2-4.11

2.3 Epidemiologi

Invaginasi atau intususepsi merupakan penyebab obstruksi usus yang sering terjadi pada
anak-anak. Invaginasi dapat terjadi pada setiap umur. Insidens terbesar terjadi pada penderita
usia 5 hingga 9 bulan. Lebih dari separuh dari seluruh kasus terjadi pada usia dibawah 1 tahun
dan hanya 10-25% terjadi pada usia lebih dari 2 tahun. Mayoritas dari pasien dengan invaginasi
adalah bayi yang sehat, pria lebih sering daripada wanita dengan perbandingan 2:1.12

2.4 Etiologi

Penyebab terjadinya invaginasi pada anak belum diketahui secara pasti. Hanya sekitar
(5-10%) dapat ditemukan penyebab antara lain: divertikulum Meckel, polip usus,
dipublikasi usus, hematoma dinding usus, lymphoma ileum, lymphosarcoma, Henoch-
Schonlein purpura, mucocele, pankreas aberant, konstipasi, benda asing. Invaginasi
terjadi karena adanya kenaikan peristaltik usus yang berhubungan dengan adanya
perubahan pola makan dari makanan lunak ke yang lebih padat, pada keadaan infeksi
(enteristis akut), dan alergi. Invaginasi yang didasari adanya kelainan patologis lain pada
usus, lebih sering pada anak umur 2 tahun. Beberapa peneliti berpendapat bahwa
adanya infeksi adeno-virus pada epitel usus hubungan erat terhadap terjadinya invaginasi
ileo-caecal, sedangkan invaginasi pasca bedah sering disebabkan oleh edema dinding
usus, perlekatan- perlekatan dan peristaltik usus yang belum teratur. Hypertrofi Payers
Patches ndapat menjadi salah satu penyebab terjadinya invaginasi.13
2.5 Patogenesis
Invaginasi adalah masuknya satu segmen usus kedalam usus lainnya dan biasanya bagian
proksimal usus masuk ke bagian distal sebagai akibat peristaltic. Segmen usus penerima disebut
intususscepien dan segmen usus yang masuk disebut intusussceptum. Adanya usus yang masuk
kedalam bagian usus lain terjadi obstruksi. Invaginasi menyebabkan obstruksi usus melalui 2
cara, yaitu:

1. Adanya penyempitan lumen usus, karena terisi oleh bagian usus lain.
2. Penekanan vasa mesenterika oleh usus dibawahnya yang berakibat dinding usus
menjadi oedematus, kemudian terjadi infiltrasi lekosit dan butir darah merah serta
fibrin-fibrin pada lapisan serosa, mengakibatkan terganggunya vaskularisasi ke usus
tersebut,sehingga usus nekrosis, perforasi dan terjadi peritonitis.

Invaginasi merupakan penyebab obstruksi usus yang paling sering pada anak usia kurang
dari 2 tahun. Menurut jenisnya invaginasi dapat berupa:

1. Enteric : disebut invaginasi type ileo-ileal. Usus halus bagian proksimal masuk ke
usus halus bagian distal.
2. Colic : disebut invaginasi type colo-colica. Colon proksimal masuk ke bagian distal
colon.
3. Enterocolic : usus halus masuk ke bagian colon, jenis ini dapat berupa:
a. Ileocaecal : puncaknya ileocaecal valve.
b. Ileocolical : ileum masuk colon melalui ileo caecal valve.
c. Ileo-ileocaecal : ileum masuk ileum dan kemudian masuk lagi sebagai
ileocaecal

Sebagian besar invaginasi pada anak adalah type ileo-colica dan ileo-caecal. Invaginasi type
ileocolica biasanya bagian usus masuk sampai ke fleksura hepatica dan jarang lebih distal. Type
ileo-ileal adalah type invaginasi yang sering terjadi pasca pembedahan.13

2.6 Manifestasi Klinis


Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba-tiba

menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang

dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit.

Diluar serangan, anak / bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi

proses invaginasi. Serangan nyeri perut datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15-20

menit, lama serangan 2-3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan

muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung, sesudah beberapa kali serangan dan

setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu

dan tertidur sampai datang serangan kembali. Proses invaginasi pada mulanya belum terjadi

gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa,

kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa darah

segar bercampur lendir tanpa feses. Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan

tidak tegang, dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai

suatu massa tumor berbentuk bujur di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas

tengah atau kiri bawah.

Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian

kanan bawah teraba kosong yang disebut “dance’s sign” ini akibat caecum dan kolon naik ke

atas, ikut proses invaginasi. Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit

mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet

sel serta laserasi mukosa usus, ini memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru

dijumpai sesudah 6 – 8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang – kadang sesudah 12

jam. Berak darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai

hanya pada saat melakukan colok dubur. Sesudah 18 – 24 jam serangan sakit yang pertama,

usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang

semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai dengan tanda – tanda obstruksi, seperti perut
kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi.

Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi

hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses,

dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada

segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum, shock

dan kematian. Pemeriksaan colok dubur didapati:

 Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti portio

 Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala – gejala invaginasi tidak khas,

tanda – tanda obstruksi usus berhari – hari baru timbul, pada penderita ini tidak jelas tanda

adanya sakit berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami prolaps melewati

anus, hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang melemah, sehingga

obstruksi tidak cepat timbul. Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atipikal, bila kasus

itu gagal dibuat diagnosa yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini

kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim

pada penderita.

Trias invaginasi pada anak:14

1. Anak mendadak kesakitan episodik, menangis dan mengangkat kaki (Craping pain)

2. Muntah warna hijau (cairan lambung)

3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) acurrant

jelly stool

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dapat menunjang diagnosis invaginasi. Leukositosis dapat
merupakan indikasi gangren pada proses lanjut. Pemeriksaan elektrolit diperlukan untuk melihat
ketidakseimbangan elektrolit pada kondisi dehidrasi. 15

2. Foto Polos Abdomen


Pada lebih dari separuh kasus, diagnosis invaginasi dapat ditunjang melalui foto polos abdomen.
Meskipun demikian, foto polos abdomen ini hanya dapat menunjukkan adanya obstruksi usus
(adanya massa abdominalis, distribusi udara dan feses yang abnormal, udara di dalam usus yang
melebar, gambaran Herring bone, dan air-fluid level) atau perforasi (gambaran udara bebas).

Gambar 1. Foto polos abdomen menunjukkan dilatasi usus kecil dan


gambaran udara di kuadran atas dan kanan bawah.

3. Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG dapat ditemukan gambaran karakteristik invaginasi berupa lesi target
dan gambaran pseudokidney. Lesi target terlihat pada potongan transversal, terdiri atas dua cincin
hipoekoik di antara sebuah cincin hiperekoik. Gambaran pseudokidney terlihat pada potongan
longitudinal dan terlihat sebagai lapisan-lapisan hipoekoik dan hiperekoik yang saling tumpang-
tindih, menandakan adanya edema pada dinding usus. Pemeriksaan USG ini cukup akurat,
sayangnya sangat bergantung pada operator sehingga gambaran yang diberikan tergantung dari
kemampuan operator melakukan pemeriksaan USG. Pemeriksaan USG juga tidak memerlukan
kontras enema serta tidak ada paparan radiasi.
Gambar 2. USG perut memberikan gambaran lesi target
yang klasik dari intuseptum yang berada di dalam
intususipien.

4. Computed Tomography
Invaginasi pada pemeriksaan CT scan tampak sebagai massa intraluminal dengan lapisan yang
karakteristik. Mesipun demikian, pemeriksaan CT scan ini memiliki risiko terkait dengan pemberian
kontras, paparan radiasi, dan sedasi.

Gambar 3. CT scan menunjukkan gambaran klasik ying-yang


dari sebuah intususeptum di dalam intususipiens.

5. Pemeriksaan dengan kontras enema


( kontras berupa Barium atau Udara)
Pemeriksaan radiologik dengan kontras dapat digunakan untuk diagnostik sekaligus terapi pada
pasien yang stabil. Untuk tujuan diagnostik hanya dikerjakan jika terdapat keraguan diagnosa. Pada
foto terlihat gambaran cupping dan coil spring. Pemeriksaan maupun terapi dengan enema
merupakan kontraindikasi pada pasien dengan gejala perforasi atau peritonitis. 15

Gambar 4. Kontras enema udara menunjukkan adanya


intususepsi/invaginasi di dalam sekum.
Gambar 5. Barium enema menunjukkan adanya invaginasi di
kolon desendens.

2.8 Diagnosis Banding

2.9 Tatalaksana

Prinsip tatalaksana: tindakan perbaikan keadaan umum mutlak perlu dikerjakan sebelum
melakukan tindakan apapun.

1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi dan mencegah aspirasi


2. Rehidrasi melalui cairan intravena. Perlu diperhatikan bahwa kadang-kadang tanda dehidrasi
tidak begitu jelas tampak pada bayi dengan gizi baik dan gemuk. Jika akan dilakukan
tindakan operatif, sebaiknya bayi sudah terehidrasi dalam empat atau enam jam, ditandai
dengan keluaran urin 1-2 cc/kgBB/jam. Dilakukan juga pemeriksaan darah perifer lengkap
dan elektrolit.
3. Obat-obat penenang untuk penahan sakit, misal phenobarbital dan valium.
4. Setelah keadaan umum baik, dilakukan tindakan pembedahan, bila jelas terdapat tanda-tanda
obstruksi usus. Atau dilakukan tindakan reposisi dengan enema barium atau udara bila tidak
ditemukan kontraindikasi.2 Reposisi dengan enema kontras dilaporkan berhasil pada kasus-
kasus invaginasi dengan durasi kurang dari 24 jam.6

Reposisi dengan enema Barium (reduksi hidrostatik)

Reposisi dengan enema Barium dikerjakan dengan tekanan hidrostatik untuk mendorong
bagian usus yang masuk (intususeptum) ke arah proksimal. Tindakan ini dikerjakan jika belum
terdapat tanda-tanda obstruksi usus yang jelas seperti buncit abdomen dan muntah hijau atau
fekal. Peritonitis merupakan kontraindikasi melakukan reposisi dengan enema Barium.2

Reposisi dengan enema barium dilakukan dengan cara memasukkan kontras melalui
kateter Foley yang sudah dilubrikasi dan dimasukkan ke dalam rektum. Agar tidak mengalir lagi
keluar, barium ditahan dengan cara merapatkan kedua bokong, tidak dengan balon kateter.
Materi kontras mengalir ke rektum dari ketinggian tiga kaki (100 cm) dari bokong. Pengisian
kontras ke dalam usus diawasi secara fluroskopik. Tekanan hidrostatik yang konstan dilanjutkan
hingga terjadi reduksi, yang ditandai dengan terdorongnya invaginasi secara retrograd melewati
valvula ileosekal dan kontras mengalir bebas mengisi ileum terminalis. Jika reposisi dengan
enema barium mengalami kegagalan, dapat diulangi lagi hingga dua-tiga kali.3

Reposisi dengan enema barium memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan


tindakan bedah antara lain mengurangi morbiditas, biaya, dan lama perawatan di rumah sakit.
Prosedur dengan enema barium ini merupakan metode standar hingga pertengahan 1980-an,
hingga ditemukannya kontras isotonik larut air untuk reduksi hidrostatik. Risiko perforasi dan
ekstravasasi barium dilaporkan sebesar 0,5-2,4 % kasus, terutama terjadi pada pasien usia di
bawah 6 bulan, invaginasi terjadi lebih 72 jam, dan telah terjadi obstruksi total.7
Reposisi dengan Udara (Reduksi Pneumatik)

Reposisi dengan enema udara mulai dikenal pada tahun 1980 dilaporkan memiliki angka
keberhasilan lebih tinggi. Prosedur dilakukan dengan cara udara ditiupkan ke dalam rektum
seraya dimonitor secara fluroskopik. Tekanan udara maksimum yang diberikan adalah 110-120
mmHg. Prosedur ini dipercaya lebih cepat, lebih aman, dan menurunkan lamanya paparan
radiasi. Risiko dilakukannya reposisi dengan enema udara adalah tension pneumoperitonium,
lapang pandang invaginasi dan proses reduksi kurang baik, dan reduksi false-positif.

Baik reduksi hidrostatik maupun reduksi pneumatik tetap dilanjutkan sepanjang


ditemukan perbaikan pada pasien, meskipun terjadi kegagalan refluks kontras ke dalam ileum
terminalis. Prosedur kedua dapat dilakukan beberapa jam sesudah yang pertama jika pasien tidak
menunjukkan tanda abdomen akut dan gejala-gejala berkurang.

Setelah tindakan reposisi dengan kontras berhasil, pasien diobservasi selama beberapa
jam dan tidak boleh makan lewat mulut, melainkan melalui cairan intravena. Orang tua juga
perlu diberitahu mengenai kemungkinan terjadinya rekurensi.3 Angka rekurensi dilaporkan
sebesar 10-21% dan paling sering terjadi dalam 72 jam pertama.4
Tindakan Pembedahan

Tindakan bedah berupa laparotomi dilakukan pada pasien dengan gejala syok atau
peritonitis, kegagalan tindakan reduksi hidrostatik atau pneumatik,3 atau pasien dengan gejala-
gejala obstruksi yang jelas.2 Persiapan preoperatif antara lain adalah dekompresi dengan NGT,
resusitasi intravena, dan pemberian antibiotik profilaksis. Insisi transversal dilakukan pada
kuadaran kanan bawah. Reduksi secara manual dilakukan dengan lembut, yaitu secara milking
menggunakan jari-jari tangan ke arah proksimal. Seringkali suplai darah ke apendiks berkurang,
sehingga dilakukan apendiktomi setelah proses reduksi berhasil. Meskipun proses reduksi
berhasil, adakalanya viabilitas usus masih meragukan. Hal ini bisa dikurangi dengan cara
pengaplikasian normal saline hangat sehingga meningkatkan sirkulasi dan mengurangi keraguan
apakah perlu dilakukan reseksi.3

Jika usus sudah mengalami gangren dan mengalami gangguan vaskuler yang parah, atau
invaginasi tidak dapat direduksi secara komplit, dilakukan reseksi dengan anostomosis primer
end-to-end atau pembuatan stoma double-barrel sementara5 Pilihan bergantung dari status
hemodinamik pasien, ekstensi usus, dan preferensi dokter bedah. Jika dilakukan enterostomi,
stoma ditutup saat kondisi pasien membaik (10-94 hari). Komplikasi pascaoperasi antaralain
demam, prolonged ileus, infeksi luka, dan abses intra-abdomen (pada kasus perforasi kolon).
Insiden rekurensi invaginasi setelah pembedahan sangat rendah, antara 0-3%.7

Baru-baru ini mulai dikembangkan teknik laparoskopi sebagai tatalaksana invaginasi


dengan menggunakan laparoskop 5 mm yang diletakkan melalui umbilikus dan dua laparoskop
tambahan di kuadran kanan dan kiri bawah. Usus kemudian diinspeksi, dan jika tampak viabel,
maka dilakukan milking dengan menggunakan traksi.5

2.10 Pencegahan

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang sering te adi adalah dehidrasi, obstruksi, nekrosis, perforasi, peritonitis,
wound dehiscens, diare, fecal fistula dan recurrent idiopathic intussusception.12

2.12 Prognosis
Faktor penentu prognosis adalah diagnosa dini dan pengobatan yang
cepat dan tepat. Faktor lain yang mempengaruhi prognosis adalah kondisi
penderita waktu datang di rumah sakit dan fasilitas yang ada. Keterlambatan
diagnosa dan tindakan menyebabkan progosa yang jelek dan tingginya angka
kematian. Penderita invaginasi yang tidak diobati hampir semua meninggal.
Angka kematian sangat bervariasi, tergantung dari kondisi penderita sewaktu
datang, penanganan yang cepat dan lamanya menderita/mengalami
invaginasi. yaitu berkisar antara 0%-50%. Beberapa penulis melaporkan
angka kematian hampir 0% jika pengobatan dilakukan dalam 24 jam pertama
dan meningkat jika penanganan dilakukan setelah 24 jam. Angka
kekambuhan invaginasi umumnya rendah. Angka kekambuhan pada reposisi
dengan Ba-enema sebesar 10%.

Kesimpulan :

Intususepsi dapat terjadi pada segala usia, paling sering pada anak – anak.
Trias gejala klinis meliputi nyeri perut, muntah, dan BAB darah jarang ditemukan,
tetapi memiliki nilai prediktif diagnosis tinggi. USG dan CT scan sangat berguna untuk
membantu diagnosis. Terapi pilihan kasus intususepsi tanpa penyulit adalah reduksi
enema yang juga bisa sebagai alat diagnosis. Tindakan operasi merupakan pilihan jika
intususepsi disertai penyulit atau reduksi enema gagal.
Daftar Pustaka

1. Bissantz N, Jenke AC, Trampisch M, Klaaβen-Mielke R, Bissantz K, Trampisch HJ, et


al. Hospital-based, prospective, multicenter, surveillance to determine the incidence of
intussusception in children aged below 15 in Germany. BMC Gastroenterol.2011;11:26.
2. Caruso AM, Pane A, Scanu A, Muscas A, Garau R, Caddeo F, et al. Intussusception in
children: Not only surgical treatment. J Pediatr Neonatal Individualized
Medicine.2017;6(1):1-6.
3. Aydin N, Roth A, Misra S. Surgical versus conservative management of adult
intussusception: Case series and review.Internat J Surg Case Report. 2016;20:142-6
4. Sjamsuhidajat R, De jong W. Buku Ajar ilmu bedah. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2017
5. Holcomb GW, Murphy JP, Ostlie DJ, Peter SD, editor. Ashcraft’s pediatric sugery. Edisi ke-
7. Philadelphia: Elsevier Inc; 2019.
6. Coran AG, Adzick NS, Krummel TM, Laberge JM, Caldamone A, Shamberger R, Dkk
editor. Pediatric sugery. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Inc; 2018.
7. Blanco FC. Pediatric intussusceptions. Medscape Reference [serial on the Internet]. 2010;
[cited 2011 Apr 26]; [about 4 p]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview
8. Mayo Clinic [homepage on the internet]. Arizona: Intussusception; c1998-2011 [cited
2011 Apr 26]. Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/intussusception/DS00798
9. Spalding SC, Evans B. Intussusecption. Emergency Medicine Journal. 2004;36(11):12-9
10. Sjamsuhidajat R, Jong WD, editors. Buku ajar ilmu bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2004.

11. Bissantz N, Jenke AC, Trampisch M, Klaaben-Mielke R, Bissantz K, Trampisch HJ, et al.

Hospital-based, prospective, multicenter, surveillance to determine the incidence of

intussusception in children aged below 15 in Germany. BMC Gastroenterol.2011;11:26.

12. Willye R. Intususepsi. In: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM, editors. Nelson ilmu

kesehatan anak. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000.

13. Dedley HA. Intussusception In: Hamilton Bailey Emergency


Surgery. Ed.10. Bristol John With and Son Ltd.: 1977: 588-592.
14. Rasad, Syahriar. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai penerbit FKUI.2008. p

245-253, p 256-258, p 415-416.

15. Fallat ME. Intussusception. In: Ashcraft KW, Holcomb GW, Murphy JP, editors.
Pediatric surgery. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005. p. 533-42.

Anda mungkin juga menyukai