Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jamur merupakan salah satu sumber hayati yang tumbuh liar di alam. Di alam jamur
berperan penting dalam daur ulang nutrien, interaksi ekologis, dan kesejahteraan manusia.
Sebelum dibudidayakan, pemenuhan kebutuhan manusia terhadap jamur konsumsi hanya
mengandalkan produksi alami yang tumbuh liar di lingkungan. Cara ini tidak mungkin
memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat. Jumlah jamur yang terbatas dan hanya
diperoleh pada musim penghujan menyebabkan pembudidayaan jamur konsumsi sangat
diperlukan.
Jamur konsumsi memiliki cita rasa dan gizi yang tinggi sehingga memiliki nilai
ekonomi (Anonim1, 2001). Jamur ini kebanyakan berasal dari jenis jamur kayu, yaitu
diantaranya Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus), Jamur Kuping (Auricularia polytricha) dan
Ling Zhi (Ganoderma lucidum) (Yamin dan Mustika, 2005). Jamur tersebut disebut demikian
karena jamur kayu umumnya tumbuh pada kayu yang telah lapuk.
Budidaya jamur saat ini semakin berkembang di Indonesia. Budidaya jamur dengan
teknik yang baik belum dilakukan secara benar sehingga produksi jamur kurang optimal.
Produksi jamur kurang optimal disebabkan oleh berbagai jenis serangga, maupun
kontaminasi oleh golongan jamur lain yang merupakan kompetitor pada media atau tubuh
buah jamur tiram. Jamur kontaminan merupakan kendala yang besar dalam budidaya jamur
karena jamur kontaminan dapat mengambil nutrisi dalam pertumbuhan jamur tiram, oleh
karena itu, diperlukan perbaikan dalam teknik budidaya mulai dari pemilihan lokasi,
pembuatan media, inokulasi, produksi, pemeliharaan maupun panen untuk mengurangi
tumbuhnya jamur kontaminan pada jamur tiram.
Jenis jamur kontaminan yang umumnya menyerang baglog jamur tiram salah satunya
yaitu Trichoderma sp., jamur ini menimbulkan bintik hijau khususnya pada jamur yang mati.
Jenis lain yang menyerang media pertumbuhan jamur yaitu Coprinus sp. dan Penicillium sp.,
jenis jamur yang mengkontaminasi pada bagian substrat serbuk kayu yaitu Aspergillus sp.
dan Penicillium sp., sedangkan jenis jamur yang menyerang bagian miselia jamur yaitu
Paecillomyces sp.. Neurospora sp. atau jamur oncom, berada pada baglog jamur dengan

1
kadar nutrisi yg tinggi (biasanya > 20%), pemberian nutrisi dari jagung dapat memicu
pertumbuhan Neurospora sp. (Parjimo dan Andoko, 2008).
Tumbuhnya jamur kontaminan dapat dikendalikan dengan beberapa usaha
pengendalian yaitu preventif dan kuratif. Pengendalian secara preventif yaitu dengan menjaga
kebersihan tempat budidaya jamur, membuang dan memusnahkan media polibag yang
terkontaminasi jamur lain atau hama, menjaga kebersihan alat pembiakan (Djarijah, 2001).
Pengosongan rak tanah atau kumbung selama beberapa minggu atau beberapa musim tanam
juga dapat memutuskan keberlangsungan kontaminasi (Oei, 1996). Pengendalian kontaminasi
secara kuratif yaitu pengendalian yang dapat membunuh kontaminan yang masuk pasca
sterilisasi dan ketika berlangsungnya proses budidaya. Kontaminasi yang terjadi pasca
sterilisasi dan proses budidaya umumnya menggunakan pestisida kimiawi, berakibat kurang
baik terhadap lingkungan sekitar dan manusia (Oei, 1996). Penelitian mengenai
penanggulangan dan pengendalian kontaminan secara kuratif yang efektif membunuh
kontaminasi pasca sterilisasi autoklav, alami dan tidak beresiko terhadap lingkungan dan
makhluk hidup lainnya sangat penting. Selain itu mencari cara menggunakan bahan yang
mudah di dapat dan relatif murah, yang secara ilmiah terbukti mampu menghambat
kontaminan.
Beberapa tanaman, terutama digolongkan sebagai rempah-rempah atau bumbu
diketahui memiliki zat antimikrobia yang potensial sebagai fungisida alami dan lengkuas.
Tanaman Lengkuas (Alpinia galanga L.) merupakan salah satu tumbuhan yang telah lama
dipergunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan obat-obatan. Minyak esensial dari
rimpang segar dan kering lengkuas memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri, jamur,
ragi dan parasit ( Farnsworth & Bunyapraphatsara, 1992). Hasil penelitian Parwata dan Dewi
(2008) terhadap uji aktivitas antimikroba minyak atsiri dan ekstrak metanol lengkuas pada
konsentrasi 10% tidak efektif terhadap Escherichia coli dan jamur Rhizopus sp. namun
pada konsentrasi 6-8% minyak atsiri lengkuas dapat menghambat
pertumbuhan Penicillium sp. , Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus dan Neurospora sp..
Pada penelitian Soesanti dan Purwoko (2008) membuktikan bahwa ekstrak rimpang lengkuas
memiliki aktivitas anti jamur terhadap jamur filamentus meskipun tidak kuat.
Penelitian mengenai potensi ekstrak lengkuas terhadap jamur kontaminan pada jamur
edible belum pernah dilakukan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas
antifungi ekstrak lengkuas terhadap jamur kontaminan pada jamur edible dan jenis jamur
kontaminan yang tumbuh pada jamur edible khususnya jamur tiram.

2
B. Perumusan Masalah
1. Jenis jamur kontaminan apa saja yang terdapat pada budidaya jamur tiram ?
2. Apakah ekstrak lengkuas (Alpinia galanga L.) dapat menghambat atau mematikan
beberapa jenis jamur kontaminan pada media tanam jamur tiram ?
3. Berapakah konsentrasi minimum ekstrak lengkuas yang dapat menghambat pertumbuhan
hifa jamur kontaminan pada jamur edible?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi jenis jamur kontaminan yang terdapat pada budidaya jamur tiram.
2. Mengetahui potensi ektrak lengkuas (A. galanga L.) sebagai agen hayati antimikrobia
pada jamur kontaminan yang terdapat pada jamur tiram.
3. Mempelajari pengaruh ektrak lengkuas (A. galanga L.) pada konsentrasi minimumnya
terhadap pertumbuhan hifa jamur tiram.

D. Manfaat
Pelaksanaan penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam teknik budidaya jamur, khususnya Jamur tiram. Selain itu, dengan
penggunaan lengkuas sebagai tanaman antimikrobia dapat meningkatkan penggunaan
tumbuhan berkhasiat obat di kalangan masyarakat agar peranan obat tradisional dapat
ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai