Anda di halaman 1dari 92

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario
Seorang anak perempuan berusia 8 tahun datang ke puskesms dengan
keluhan batuk yang dialami sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya batuk
kering kemudian 2 hari terakhir mulai berdahak. Anak sering mengeluh
nyeri tenggorokan jika minum air. Ibu juga mengeluhkan hidung meler
dan suara anaknya mulai serak dalam 1 minggu terakhir. Riwayat
mengonsumsi Amoxicilin tetapi tidak ada perbaikan. Saat ini pasien
demam.
1.2 Kata atau Kalimat Kunci
a. Perempuan
b. Berusia 8 tahun
c. batuk yang dialami sejak 2 minggu yang lalu
d. Awalnya batuk kering kemudian 2 hari terakhir mulai berdahak
e. nyeri tenggorokan
f. hidung meler
g. suara serak dalam 1 minggu terakhir
h. Riwayat mengonsumsi Amoxicilin
i. Demam
1.3 Rumusan Masalah
a. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi pada sistem respirasi ?
b. Bagaimana definisi batuk dan klasifikasinya?
c. Apa etiologi dari batuk ?
d. Bagaimana mekanisme dari batuk ?
e. Bagaimana patomekanisme terakait gejala pada skenario?
f. Apakah ada hubungan konsumsi Amoxcilin terkait gejala pada
skenario ?
g. Bagaiamana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara
umum pada sistem respirasi

1
h. Bagaiamana DD terkait gejala pada skenario ?
i. Bagaimana integrasi keislaman dari sudut pandang respirasi /?
1.4 Learning Objective
a. Mahasiswa mampu menegetahui dan menjelaskan anatomi, histologi
dan fisiologi pada sistem respirasi
b. Mahasiswa mampu menegetahui dan menjelaskan definisi, etiologi dan
klasifikasi penyakit dengan keluhan batuk pada anak
c. Mahasiswa mampu menegetahui dan menjelaskan mekanisme semua
gejala terkait skenario
d. Mahasiswa mampu menegetahui dan menjelaskan tehnik diagnosis
secara umum
e. Mahasiswa mampu menegetahui dan menjelaskan DD terkait skenario
sesuai SKDI 2012
f. Mahasiswa mampu menegetahui dan menjelaskan integrasi keislaman
dari sudut pandang respirasi
1.5 Problem Tree

2
BAB II
PEMBAHASAN
Pembahasan Learning Objective
2.1 Anatomi, Histologi dan Fisiologi pada Sistem Respirasi
2.1.1 Anatomi
Saluran pernafasan dari atas kebawah dapat dirinci sebagai berikut :
Rongga hidung, faring, laring, trakea, percabangan bronkus, paru-paru
(bronkiolus, alveolus). Saluran nafas bagian atas adalah rongga hidung,
faring dan laring dan saluran nafas bagian bawah adalah trachea, bronchi,
bronchioli dan percabangannya sampai alveoli. Area konduksi adalah
sepanjang saluran nafas berakhir sampai bronchioli terminalis, tempat
lewatnya udara pernapasan, membersihkan, melembabkan &
menyamakan udara dengan suhu tubuh hidung, faring, trakhea, bronkus,
bronkiolus terminalis. Area fungsional atau respirasi adalah mulai
bronchioli respiratory sampai alveoli, proses pertukaran udara dengan
darah. (Boediman, Muljono W. 2008)
a. Hidung
• Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari
atas ke bawah: Pangkalhidung (bridge), batang hidung, (dorsum
nasi), puncak hidung (tip), ala nasi, kolumela, danlubang hidung
(nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang 1)
tulang hidung (os nasal), 2) prosesus frontalisos maksila dan 3)
prosesus nasalis os frontal; serta tulang rawan yang dilapisi oleh
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.
Udara memasuki hidung dan melewati permukaan konka nasal
(nasal turbinates) yang luas. Permukaan yang luas dan
bergelombang ini berfungsi untuk menghangatkan, melembabkan,
dan menyaring udara yang masuk. (Rahdian,Husa. 2013).
• Bagian dari rongga hidung atau kavum nasi yang letaknya sesuai
dengan ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut

3
vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yangmempunyai
banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut
vibrise. Tiapkavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu
dinding medial (septum nasi), dinding lateral(terdapat 4 buah
konka), dinding inferior dan superior. (Rahdian,Husa. 2013).
• Batas Rongga
Hidung Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan
dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau
atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis,
yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.
(Rahdian,Husa. 2013).
• Vaskularisasi Hidung
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid
anterior dan posterior yangmerupakan cabang dari a. oftalmika
dari a. karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat
pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, bagian depan
hidung mendapat pendarahan dari cabangcabang a. fasialis. Pada
bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang - cabang
a.sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior dan a.
palatine mayor, yang disebut Pleksus Kiesselbach (Little’s area).
(Rahdian,Husa. 2013).
• Persarafan Hidung
Fungsi penghidu berasal sari n. Olfaktorius . Saraf ini turun
melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius
dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada
mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung. (Rahdian,
Husa. 2013).

4
(Rahdian Husa, 2013)
b. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Bila terjadi radang disebut pharyngitis. saluran faring
rnemiliki panjang 12-14 cm dan memanjang dari dasar tengkorak
hingga vertebra servikalis ke-6. Faring berada di belakang hidung,
mulut, dan laring serta lebih lebar di bagian atasnya. Dari sini partikel
halus akan ditelan atau di batukkan keluar. Udara yang telah sampai
ke faring telah diatur kelembapannya sehingga hampir bebas debu,
bersuhu mendekati suhu tubuh. Lalu mengalir ke kotak suara
(Laring).(Sobotta, 2000).
Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring dan
laringofaring.a
1. Nasofaring : Bagian nasal faring terletak di belakang hidung dan
di atas palatum molle. Pada dinding lateral, terdapat dua saluran
auditori, tiap saluran mengarah ke masing-masing bagian tengah
telinga. Pada dinding posterior, terdapat tonsil faringeal
(adenoid), yang terdiri atas jaringan limfoid.Tonsil paling
menonjol pada masa kanak-kanak hingga usia 7 tahun.
Selanjutnya, tonsil mengalami atrofi.

5
2. Orofaring : Bagian oral faring terletak di belakang mulut,
memanjang dari bagian bawah palatum molle hingga bagian
vertebra servikalis ke-3. Dinding lateral bersatu dengan palatum
molle untuk membentuk lipatan di tiap sisi. Antara tiap pasang
lipatan, terdapat kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsil
palatin. Saat menelan, bagian nasal dan oral dipisahkan oleh
palaturn molle dan uvula. Uvula (anggur kecil) adalah prosesus
kerucut (conical) kecil yang menjulur kebawah dari bagian tengah
tepi bawah palatum lunak. Amandel palatinum terletak pada
kedua sisi orofaring posterior.
3. Laringofaring : Bagian laringeal faring memanjang dari atas
orofaring dan berlanjut ke bawah esofagus, yakni dari vertebra
servikalis ke-3 hingga 6. Mengelilingi mulut esophagus dan
laring, yang merupakan gerbang untuk system respiratorik
selanjutnya. (Sobotta, 2000).
• Suplai darah pada faring
Kebutuhan darah pada faring disuplai oleh beberapa cabang dari
arteri wajah. Aliran balik vena menuju vena fasialis dan jugularis
interna. Faring dipersarafi oleh pleksus faringeal yang dibentuk
oleh saraf vagus dan glosofaringeal (parasimpatik) serta ganglia
servikalis superior (simpatik). Faring dilapisi oleh tiga jaringan
yaitu membran mukosa, jaringan fibrosa, dan otot polos. (Sobotta,
2000).

6
c. Laring
Terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh
otot-otot yang mengandung pita suara, selain fonasi laring juga
berfungsi sebagai pelindung. Laring berperan untuk pembentukan
suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan
dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing
(gumpalan makanan), infeksi (misalnya difteri) dan tumor. pada
waktu menelan, gerakan laring keatas, penutupan glotis (pemisah
saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah) seperti pintu
epiglotis yang berbentuk pintu masuk. Jika benda asing masuk
melampaui glotis batuk yang dimiliki laring akan menghalau benda
dan sekret keluar dari pernapasan bagian bawah. (Sobotta, 2000)

• Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis,


kartilago tiroid. Kartilagokrikoid, kartilago aritenoid, kartilago
kornikulata, kartilago kuneiformis dan kartilago tritisea.Kartilago
krikoid dihbungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum
krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran. (Sobotta,
2000).
• Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas
bagian atas. Bentuknya menyerupailimas segitiga terpancung,
dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah.

7
Bangunankerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang
hyoid, dan beberapa buah tulang rawan.Tulang hyoid berbentuk
seperti huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan
lidah,mandibula, dan tengkorak tendo dan otot-otot. Sewaktu
menelan, kontraksi otot-otot ini akanmenyebabkan laring tertarik
ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja
untukmembuka mulut dan membantu menggerakan lidah.
(Boediman, Muljono W, 2008)

8
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis,
kartilago tiroid. Kartilagokrikoid, kartilago aritenoid, kartilago
kornikulata, kartilago kuneiformis dan kartilago tritisea.Kartilago
krikoid dihbungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum
krikotiroid. Bentukkartilago krikoid berupa lingkaran.
(Boediman, Muljono W, 2008)
• Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral,dan posterior), ligamentum
krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid posterior,
ligamentumkornikulofaringal, ligamentum hyoid lateral,
ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika,
ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang
menghubungkan kartilagoaritenoid dengan kartilago tiroid, dan
ligamentum tiroepiglotika.(Sloana, Ethel.2004)
• Gerakan laring dilaksankan oleh kelompok otot-otot otot-otot
ekstrinsik dan otot-otot intrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama
bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot
intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring tertentu yang
berhubungan dengan pita suara.Otot-otot ekstrinsik laring ada
yang terletak di atas tulang hyoid (suprahioid), m. digastrikus,
m.geniohioid. Otot intrinsik laring ialah m. krikoaritenoid lateral,
m. tiroepiglotika. (Rahdian, Husa.2013).
• Rongga Laring : Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum
vokale dan ligamentum ventrikulare, makatebentuklah plika
vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu).
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glottis,
sedangkan antara kedua plikaventrikularis, disebut rima vestibule.
Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring
dalam 3 bagian, yaitu vestibulumlaring (supraglotik), glotik dan
subglotik (rongga laring yang terletak dibawah plika

9
vokalis).Rima glottis terdiri 2 bagian, yaitu bagian intermembran
dan bagian interkartilago. (Boediman, Muljono W. 2008)

• Epiglotis membantu melindungi laring saat proses menelan


dengan mengarahkan makanan kearah esophagus. Kartilago
aritenoid yang membantu proses pembukaan dan penutupan
glotiskurang jelas terlihat pada anak dibandingkan orang dewasa.
Ruang subglotis menyempit kea rahkrikoid yang meruupakan
bagian dari trakea. Pada anak usia kurang dari 3 tahun, cincin
krikoid(cincin trakea pertama yang berbentuk lingkaran utuh)
merupakan bagian tersempit jalan napas,sementara pada anak
besar atau dewasa, glotis merupakan bagian tersempit.
(Boediman, Muljono W. 2008)

10
• Kebutuhan darah pada laring
Laring diperdarahi oleh arteri laringeal dan dialiri oleh vena tiroid
yang bekerja sama dengan vena jugularis internal. Saraf
parasimpatik yang mempersarafi laring disusun oleh saraf
laringeal superior dan laringeal rekurens, yang merupakan cabang
dari sarafvagus. Saraf simpatik yang mempersarafi laring disusun
oleh ganglia servikalis. Saraf ini mempersarafi otot laring dan
serat sensoris pada membran yang melapisinya. (Boediman,
Muljono W. 2008)
d. Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20
cincin kartilago yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang terbentuk
seperti C. Panjang 9-11cm. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang
terdiri atas epitilium bersilia dan sel cangkir. Trakea hanya
merupakan suatu pipa penghubung ke bronkus. Dimana bentuknya
seperti sebuah pohon oleh karena itu disebut pohon trakeobronkial.
tempat trakea bercabang menjadi bronkus di sebut karina. di karina
menjadi bronkus primer kiri dan kanan, di mana tiap bronkus menuju
ke tiap paru (kiri dan kanan), Karina memiliki banyak saraf dan dapat

11
menyebabkan bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang.
(Sobotta. 2000).

• Trakea terdiri atas tiga lapis jaringan yaitu:


1) Lapisan luar terdiri atas jaringan elastik dan fibrosa yang
membungkus kartilago.
2) Lapisan tengah terdiri atas kartilago dan pita otot polos
yang membungkus trakea dalam susunan helik. Ada
sebagian jaringan ikat, mengandung pembuluh darah dan
limfe, serta saraf otonom.
3) Lapisan dalam terdiri atas epitelium kolumnar penyekresi
mucus. (Sloana, Ethel.2004)
• Vascularisasi pada trakea
Arteri yang memperdarahi trakea terutama adalah arteri bronkial
dan arteri tiroid inferior. Aliran balik vena yang
memperdarahitrakea adalahvena tiroid inferior yang mengalir
menuju vena bronkiosefalik. Saraf parasimpatik yang
mempersarafi trakea adalah saraf laringeal rekurens dan
percabangan saraf vagus lainnya, sedangkan saraf simpatik yang
mempersarafi trakea adalah saraf dari ganglia simpatik. Stimulasi
parasimpatik mengonstriksi trakea dan stimulasi simpatik
mendilatasi trakea. Pembuluh limfe bermula dari saluran napas

12
yang mengalir ke nodus limfe yang berada di sekitar trakea dan di
karina, suatu area yang membagi trakea menjadi dua bronkus.
(Sloana, Ethel.2004)
e. Percebangan Bronkus
Bronkus, merupakan percabangan trachea. Setiap bronkus primer
bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan
tersier dengan diameter yang semakin kecil. Struktur mendasar dari
paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya secara
berurutan adalah bronki, bronkiolus, bronkiolus terminalis,
bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli. Dibagian
bronkus masih disebut pernafasan extrapulmonar dan sampai
memasuki paru-paru disebut intrapulmonary. (Rahdian, Husa. 2013).
• Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebar serta hampir
vertikal dengan trakea. Sedangkan bronkus utama kiri lebih
panjang dan sempit. Jika satu pipa ET yang menjamin jalan udara
menuju ke bawah, ke bronkus utama kanan, jika tidak tertahan
baik pada mulut atau hidung, maka udara tidak dapat memasuki
paru kiri dan menyebabkan kolaps paru (atelekteasis). Namun
demikian arah bronkus utama kanan yang vertikal menyebabkan
mudahnya kateter menghisap benda asing. (Rahdian,Husa. 2013).
• Cabang Bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan segmentalis. Percabngan ini terus menjadi kecil
sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis(saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli). bronkiolus,tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan. hanya otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Setelah iu terdapat asinus yang
merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas.
Asinus (lobulus primer), terdiri dari bronkiolus respiratorius,
duktus alveolaris, sakus alveolaris terminalis (akhir paru) yang
menyerupai anggur dipisahkan oleh septum dari alveolus di
dekatnya. (Rahdian, Husa. 2013)

13
(Sobotta. 2000).

f. Bronkus
Dua bronkus primer terbentuk oleh trakea yang membentuk
percabangan
• Bronkus kanan, bronkus ini lebih lebar, lebih pendek, dan lebih
vertikal daripada bronkus kiri sehingga cenderung sering
mengalami obstruksi oleh benda asing. Panjangnya sekitar 2,5
cm. Setelah rnemasuki hilum, bronkus kanan terbagi menjadi tiga
cabang, satu untuk tiap lobus. Tiap cabang kemudian terbagi
menjadi banyak cabang kecil.
• Bronkus kiri, panjangnya sekitar 5 cm dan lebih sempit daripada
bronkus kanan. Setelah sampai di hilum paru, bronkus terbagi
menjadi dua cabang, satu untuk tiap lobus. Tiap cabang kemudian
terbagi menjadi saluran-saluran kecil dalam substansi paru.
Bronkus bercabang sesuai urutan perkembangannya menjadi
bronkiolus, bronkiolus terminal, bronkiolus respiratorik, duktus
alveolus, dan akhirnya, alveoli . (Sobotta,2000)
g. Paru-paru
• Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam
susunan tulang-tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan

14
mediastinum yaitu struktur blok padat yang berada dibelakang
tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri dan vena besar,
esofagus dan trakea. Paru-paru berbentuk seperti spons dan berisi
udara dengan pembagaian ruang sebagai berikut :
a) Paru kanan, memiliki tiga lobus yaitu superior, medius
dan inferior.
b) paru kiri berukuran lebih kecil dari paru kanan yang terdiri
dari dua lobus yaitu lobus superior dan inferior Tiap lobus
dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula,
ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli (Rahdian,
Husa. 2013)
• Vascularisasi
Trunkus pulmonal terbagi menjadi arteri pulmonalis kanan dan
kiri, yang membawa darah yang miskin oksigen ke tiap paru. Di
dalam paru, arteri pulmonalis terbagi menjadi banyak cabang,
yang akhirnya bermuara di jaringan kapiler padat di sekitar
dinding alveoli. Dinding alveoli dan kapiler terdiri atas hanya satu
lapisan sel epitelium gepeng. Pertukaran gas antara udara di paru
dan darah di kapiler berlangsung pada dua selaput yang sangat
halus (keduanya disebut membran pernapasan). Kapiler pulmonal
bergabung membentuk dua vena pulmonalis di tiap paru. Vena ini
keluar dari paru melalui hilum dan membawa darah yang kaya
oksigen ke atrium kiri jantung. Kapiler darah dan pembuluh darah
yang sangat banyak di paru ditunjang oleh jaringan ikat.
(Sobotta,2000)

15
(Sobotta,2000)
h. Bronkiolus dan Alveoli Pernapasan
Dalam tiap lobus, jaringan paru lebih lanjut terbagi menjadi selubung
halus jaringan ikat, yaitu lobulus. Tiap lobulus disuplai oleh udara
yang berasal dari bronkiolus terminalis, yang lebih lanjut bercabang
menjadi bronkiolus respirarorik, duktus alveolus, dan banyak alveoli
(kantong-kantong udara). Terdapat 150 juta alveoli di paru-paru
orang dewasa. Hal ini memungkinkan terjadinya pertukaran gas. Saat
jalan napas bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih kecil,
dinding jalan napas menjadi semakin tipis hingga otot dan jaringan
ikat lenyap, menyisakan lapisan tunggal sel epitelium skuamosa
sederhana di duktus alveolus dan alveoli. Saluran napas distal
ditunjang oleh jaringan ikat elastik yang longgar di mana terdapar
makrofag, fibroblas, saraf, pembuluh darah, dan pembuluh limfe.
Alveoli dikelilingi oleh jaringan kapiler padat. Pertukaran gas di paru
(respirasi eksternal) berlangsung di membran yang disusun oleh
dinding alveolar dan dinding kapiler yang bergabung bersama.
Membran ini disebut membran respiratorik. Di antara sel skuamosa
terdapat sel septal yang menyekresi surfaktan, suatu cairan fosfolipid
yang mencegah alveoli dari kekeringan. Selain itu, surfaktan
berfungsi mengurangi tekanan dan mencegah dinding aiveolus
mengalarni kolaps saat ekspirasi. Sekresi surfaktan ke saluran napas
bawah dan alveoli dimulai saat janin berusia 35 minggu. .
(Rahdian,Husa. 2013).

16
i. Pleura
Paru-paru dibungkus oleh pleura yang menempel langsung ke paru,
disebut sebagai pleura visceral. Sedangkan pleura parietal menempel
pada dinding rongga dada dalam. Diantara pleura visceral dan pleura
parietal terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas
sehingga memungkinkan pergerakan dan pengembangan paru secara
bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada. (Rahdian,Husa. 2013)

2.1.2 Histologi
a. Rongga hidung
• Vestibulum
Vestibulum merupakan bagian paling anterior dan paling lebar di
rongga hidung. Kulit luar hidung memasuki nares (cuping hidung) dan
berlanjut ke dalam vestibulum. Di sekitar permukaan dalam nares,
terdapat banyak kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, selain rambut
pendek tebal vibrisa, yang menahan dan menyaring partikel-partikel
besar dari udara inspirasi. Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis
tanduk lagi dan beralih menjadi epitel respirasi sebelum memasuki fosa
nasalis . (Junqueira LC, Carneiro J. 2007).
• Fosa Nasalis (Kavum Nasi)
Kedua kavum nasi dipisahkan oleh septum nasi oseosa. Dari tiap
dinding lateral, keluar 3 tonjolan bertulang mirip rak yang dikenal
sebagai konka. 3 konka tersebut adalah konka superior, media, dan

17
inferior, dengan konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi.
Konka superior ditutupi epitel olfaktorius khusus. Adanya konka
berfungsi mempermudah pengkondisian udara inspirasi dengan
memperluas permukaan epitel respirasi dan menimbulkan turbulensi
aliran udara, sehingga meningkatkan kontak antara aliran udara dengan
lapisan mukosa. Lapisan mukosa ini juga melembabkan udara yang
masuk.Di dalam lamina propria konka terdapat pleksus vena besar yang
dikenal sebagai badan pengembang (swell bodies). Setiap 20-30 menit,
badan pengembang pada satu sisi fosa nasalis akan penuh terisi darah
sehingga mukosa konka membengkak dan mengurangi aliran udara,
kemudain sebagian besar udara diarahkan lewat fosa nasalis lain.
Interval penutupan periodic ini mengurangi aliran udara sehingga epitel
respirasi dapat pulih dari kekeringan. (Rahdian,Husa. 2013).
• Epitel Olfaktorius
Epitel ini merupakan epitel bertingkat silindris yang terdiri atas 3
jenis sel:Epitel olfaktorius merupakan tempat terletaknya
kemoreseptor olfaktorius. Epitel ini terletak di atap rongga
hidung. Pada manusia, luasnya sekitar 10 cm2 dengan tebal
sampai 100.
1) Sel penyokong atau sel sustentakular, dia punya apeks
silindris yang lebar dan basis yang lebih sempit. Pada
permukaan bebasnya terdapat mikrovili, yang terendam
dalam selapis cairan. Kompleks tautan yang berkembang baik
mengikatr sel-sel ini pada sel-sel olfaktori di sebelahnya. Sel-
sel ini mengandung pigmen kuning muda yang menimbulkan
warna mukosa olfaktorius.
2) Sel-sel basal berukuran kecil, bulat atau kerucut, membentuk
suatu lapisan pada basal epitel.
3) Diantara sel-sel basal dan sel penyokong terdapat sel-sel
olfaktorius, yaitu neuron bipolar yang intinya terletak di
bawah inti sel penyokong. Apeksnya, yaitu dendrite memiliki

18
daerah meninggi dan melebar, tempat 6-8 silia berasal. Silia
ini sangat panjang, nonmotil, dan berespons terhadap zat
pembau dengan membangkitkan suatu potensial reseptor.
Lamina propria di epitel olfaktorius memiliki kelenjar
Bowman. Sekretnya menghasilkan suatu medium cair di
sekitar sel-sel olfaktorius yang mampu membersihkan silia,
yang memudahkan akses zat pembau yang baru . (Rahdian,
Husa. 2013)
b. Faring
• Koana – Laring
1) Nasofaring
Epitel Respiratori
2) Orofaring
Epitel berlapis gepeng
3) Laringofaring
Epitel berlapis gepeng. (Rahdian, Husa. 2013)
• Lamina Propria
Disusun oleh jaringan ikat longgar dan padat yang ireguler dengan
pembuluh darah dan ,engandung kelenjar seromukosa dan unsur
limfoid. (Rahdian, Husa. 2013)
c. Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan
trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan
elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan
dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan
juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan
lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi
oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi
oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel
terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa . Di bawah epiglotis,
mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring:

19
pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang
terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah
membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng,
ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka).
Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan
frekuensi yang berbeda-beda.
• Epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel berlapis gepeng tidak
bertanduk dan para pars laringeal berupa epitel respiratorik.( Junqueira
LC, Carneiro J.2004)

• Epitel Respiratori (Epitel Bertingkat Bersilia)


Terdiri Dari 6 Jenis Sel :
1. Sel goblet
o Menghasilkan musinogen, inti sel terletak di tangkai
2. Sel silindris bersilia
o Sel ramping, inti sel di basal, ada tonjolan silia dan mikrovili di
apikal membran sel. → menggerakkan mukus&partikel melalui
gerakan silia mendorong ke arah nasofaring.
3. Sel basal
o Pendek, letakx diatas membran basal. Merupakan sel punca
berproiferasi menggantikan sel goblet, sel silindris dan sel
sikat.
4. Sel sikat (sel mukus bergranula kecil)

20
o Sel silindris, mempunyai mikrovili. End nerve, Berperan dlm
sistem sensorik, sel goblet yg melepaskan musinogenx.
5. Sel serosa
o Bentuk silindris, mikrovili dan granul di bagian apikal.
Mengandung sekret.
6. Sel dnes (Sel kulchitsky)
o Sel bergranula kecil, tonjolan menonjol ke arah lumen ;
memantau kadar O2 dan CO2 dalam lumen, membentuk
neuroepitel pulmonal. (Rahdian, Husa. 2013)
d. Trakea
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa
pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda),
yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan
mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk
lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel
asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen
trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin
yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan
berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah
distensi berlebihan. (Victor P, Eroschenko.2003)
Lapisan :
1) Mukosa
• Epitel Respiratori (Bertingkat Bersilia)
• Terdiri dari 6 Sel
• Lamina propria
• Jar.ikat, fibroelastin, Jar. limfoid
2) Submukosa
• Jaringan penyambung fibroelastin
• Ada kelenjar mukosa dan seromukosa
• Jar.limfoid, & banyak pembuluh darah.
3) Adventisia

21
• Tulang rawan hialin C & jar ikat fibrosa
• Mengaitkan trakea ke struktur sekitarx.
(Rahdian, Husa. 2013)

(Rahdian, Husa. 2013)


e. Bronkus
Bronkus memiliki susunan struktural mukosa yang mirip dengan trakea,
kecuali susunan tulang rawan dan otot polosnya. Lapisan mukosa terdiri
dari lapisan sel-sel epitel silindris berlapis semu bersilia dengan lamina
propria yang tipis (dengan banyak serabut elastin). Sedangkan tulang
rawan bronkus berbentuk lebih tidak teratur daripada tulang rawan trakea.
Pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi
seluruh lumen. Dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang
rawan digantikan oleh lempeng-lempeng atau pulau-pulau tulang rawan
hialin. Dibawah epitel, dalam lamina propria bronkus tampak adanya
lapisan otot polos(SM) yang terdiri dari anyaman berkas otot polos yang
tersusun menyilang. Berkas otot polos menjadi menjadi lebih jelas terlihat

22
di dekat bagian respirasi. Pengerutan otot yang terjadi setelah kematian
adalah hal yang menyebabkan penampilan mukosa bronkus menjadi
berlipat-lipat pada sediaan histologi. Lamina propria banyak mengandung
serat elastin dan memiliki banyak kelenjar serosa dan mukosa, dengan
saluran yang bermuara ke dalam lumen bronkus. Banyak limfosit yang
berada di dalam lamina propria dan di antara sel-sel epitel. Selain itu
terdapat kelenjar getah bening dan terutama banyak dijumpai di tempat
percabangan bronkus. (Rahdian, Husa. 2013)
• Pembagian Bronkus
• Bronkus Primer (ekstrapulmonal)
o Struktur identik dengan trakea, ø lebih kecil, & dindingx lebih
tipis.
o Bronkus kanan bercabang 3 (lebih lurus), bronkus kiri
bercabang 2.
• Bronkus Sekunder (intrapulmonal)
o Cabang langsung bronkus primer
o Menuju lobus paru (Bronkus Lobaris)
o Kiri 2, kanan 3.
• Bronkus Tersier (intrapulmonal)
o Saat masuk ke lobus, menjadi cabang lebih kecil → bronkus
segmental
o Bronkopulmonal Segmental (10)
o Terpisah satu sama lain oleh jar.ikat
(Rahdian, Husa. 2013)

Pada bronkus intrapulmonal serupa dengan histology di trakea dan


bronkus ekstrapulmonal, kecuali pada bronkus intrapulmonal terdapat
cincin tulang rwan yang berbentuk huruf C pada trakea diganti dengan
lempeng tulang rawan.Dinding pada bronkus intrapulmonal dapat dikenali
dengan lempeng tulang rawan hialin di sekitarnya. Bronkus juga dilapisi
oleh epitel kolumnar berlapis semy bersilia dengan sel goblet. Dindin

23
bronkus intrapulmonal terdiri dari lamina propia yang tipis serta terdapat
submukosa dengan kelenjar bronkus, adventisia.(Rahdian, Husa.2013)
Ketika bronkus intrapulmonal bercabang menjadi bronkiolus dan
bronkus yang lebih kecil, tinggi epitel dan tulang rawan disekitar bronkus
berkurang hingga akhirnya tulang rawan hanya terlihat sedikit. Tulang
rawan lenyap dari bronkus ketika garis tengah lumen berkurang menjadi 1
mm . (Rahdian, Husa.2013)

f. Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya.
Lamina propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen
awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang
lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin
memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris
bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil.
Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia
yang memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat
protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi
sebagai kemoreseptor. (Junqueira LC, Carneiro J.2007)
• Epitel bronkiolus terminalis juga memiliki sel Clara, yang tidak
bersilia, memiliki granul sekretori di apeksnya dan menyekresikan

24
protein yang melindungi lapisan bronkiolus terhadap polutan oksidatif
dan inflamasi. Kalo kata narasumber pleno, temuan baru menemukan
kalo sel Clara ini juga ada yang menghasilkan surfaktan. (Rahdian,
Husa.2013)
• Bronkiolus memperlihatkan daerah-daerah spesifik yang dibentuk
oleh sekumpulan sel yang mengandung granula sekretoris dan
menerima ujung saraf kolinergik. Walau belum diketahui fungsinya,
badan-badan ini kemungkinan kemoreseptor yang bereaksi terhadap
perubahan komposisi dalam gas napas dan terlibat dalam proses
pemulihan sel-sel epitel jalan napas setelah mengalami cedera.
(Junqueira LC, Carneiro J.2007)
• Lamina propria bronkiolus sebagian besar terdiri atas otot polos dan
serat elastin. Otot-otot bronki dan bronkioli berada di bawah kendali
nervus vagus dan susunan saraf simpatis. Stimulasi nervus vagus
mengurangi diameter struktur-struktur ini, stimulasi simpatis
menghasilkan efek kebalikannya, yaitu merelaksasikan otot polos.
(Junqueira LC, Carneiro J.2007)
g. Bronkiolus respiratorius
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa
bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak
alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid
bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus
menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya
semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai.
Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus
respiratorius. (Junqueira LC, Carneiro J.2007)
h. Duktus alveolaris
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak
terdapat muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang
disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada
lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal duktus

25
alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris
bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris.
Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus
alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu
inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal,
mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan
pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis. (Junqueira LC,
Carneiro J.2007)
Epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan
kelenjar campur pada lamina propria. (Junqueira LC, Carneiro J.2007)
i. Alveolus
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan
dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel
gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan
sel jaringan ikat. (Junqueira LC, Carneiro J.2007)
- Sel Alveolus
• sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, 95 %
permukaan alveolus terdiri dari epitel selapis gepeng (sel alveolar
gepeng/sel alveolar tipe 1). fungsinya untuk membentuk sawar
dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah.
Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang
berperan dalam penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel
alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil.
Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut
kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang
udara. (Junqueira LC, Carneiro J.2007)
• Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya
saling melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2
tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan
dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1.

26
Sel tipe 2 ini memiliki ciri mengandung badan lamela yang
berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan
tegangan alveolus paru . (Junqueira LC, Carneiro J.2007)
- Lapisan surfaktan terdiri atas suatu hipofase aqueous berprotein yang
ditutupi oleh selapis tipis fosfolipid monomolekular, yang terutama
terdiri atas fosfatidil dipalmitoil dan fosfatidilgliserol, dan
mengandung beberapa tipe protein. Fungsi utama surfaktan adalah
mengurangi tegangan permukaan sel-sel alveolus, sehingga diperlukan
daya inspirasi yang lebih sedikit untuk mengisi alveolus, sehingga
beban kerja pernapasan berkurang. Surfaktan juga mencegah alveolus
kolaps saat ekspirasi. Dalam masa fetus, surfaktan muncul pada
minggu-minggu terakhir kehamilan bersama dengan badan lamela dan
sel tipe II. Lapisan surfaktan ini diganti secara terus-menerus,
lipoprotein dihilangkan oleh vesikel pinostotik di sel epitel gepeng,
makrofag, dan sel tipe II. Cairan pelapis alveolus juga dibuang lewat
aktivitas sila ke atas lewat jalan napas, bergabung dengan mukus
bronkus menjadi cairan bronkoalveolar yang membantu pengeluaran
partikel halus dan komponen berbahaya dari udara inspirasi. (Victor P.
Eroschenko.2003)
- Sel Debu (makrofag alveolus)
Memfagositosis benda asing dalam lumen alveolus → mensterilkan
lingkungan yg ada di paru. Sekitar 100 juta makrofag bermigrasi ke
dalam bronkus setiap hari dan diangkut dari bronkus ke arah faring
untuk disingkirkan → ditelan atau dibatukkan. (Junqueira LC,
Carneiro J.2007)

27
j. Pleura
- Seperti juga jantung, paru-paru terdapat didalam sebuah kantong yang
berdinding rangkap, masing-masing disebut pleura visceralis dan
pleura parietalis. Kedua pleura ini berhubungan didaerah hilus.
Sebelah dalam dari tiap lapisan pleura, yaitu daerah diantara keduanya
yang merupakan rongga pleura dilapisi oleh mesotel. Rongga pleura
berisi sedikit sekali cairan pelumas, sehingga memudahkan pergeseran
antar pleura sewaktu bernapas. Pleura tersebut terdiri atas jaringan
pengikat yang banyak mengandung serabut kolagen, elastis, fibroblas
dan makrofag. Di dalamnya banyak terdapat anyaman kapiler darah
dan pembuluh limfe . (Victor P. Eroschenko.2003)
2.1.3 Fisiologi
 Fungsi utama pernapasan adalah ventilasi paru, difusi oksigen dan
karbondioksida, pengangkuatan oksigen dalam darah ke jaringan tubuh
dan karbondioksida dari jaringan tubuh, serta pengaturan ventilasi.
1. Mekanika ventilasi
a. Peran otot-otot pernapasan
Paru-paru dapat dikembang-kempiskan melalui dua cara:
• Dengan gerakan naik turunnya diafragma untuk memperbesar
atau memperkecil rongga dada,
• Dengan mengangkat dan menekan costa untuk memperbesar
atau memperkecil diameter anteroposterior rongga dada.
(Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014)
i. Pernapasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir
sempurna melalui metode pertama, yaitu melalui gerakan
diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik
permukaan bawah paru ke arah bawah. Kemudian, selama
ekspirasi, diafragma berelaksasi, dan stfat rekoil elastik paru
(elastic recoil), dinding dada, dan struktur abdomen akan
menekan paru-paru dan mengeluarkan udara. Namun, selama
bernapas kuat, daya elastis tidak cukup kuat untuk menghasilkan

28
ekspirasi cepat yang diperlukan, sehingga diperlukan tenaga
ekstra yang terutama diperoleh dari kontraksi otot-otot abdomen,
yang mendorong isi abdomen ke atas melawan dasardiafragma,
sehingga mengompresi paru. (Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014)
ii. Metode kedua untuk mengembangkan paru adalah dengan
mengangkat rangka iga. Pengembangan paru ini dapat terjadi
karena pada posisi istirahat, iga miring ke bawah, dengan
demikian sternum turun ke belakang ke arah kolumna
vertebralis. Namun, bila rangka iga diangkat, tulang iga
langsung maju sehingga sternum juga bergerak ke depan
menjauhi spinal, membuat jarak anteroposterior dada diperbesar
kira-kira 20 persen selama inspirasi maksimum dibandingkan
selama ekspirasi. Oleh karena itu, otot-otot yang mengangkat
rangka dada dapat diklasifikasikan sebagai otot-otot inspirasi,
dan otot-otot yang menurunkan rangka dada diklasifikasikan
sebagai otot-otot ekspirasi. Otot-ootot yang paling penting yang
mengangkat rangka iga adalah otot interkostalis eksterna, tetapi
otot-otot lain yang membantunya adalah
sternokleidomastoideus, mengangkat sternum ke atas, serratus
anterior, mengangkat sebagian besar iga; danskalenus,
mengangkat dua iga pertama. (Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014)
iii. Otot-otot yang menarik rangka iga ke bawah selama ekspirasi
adalah
1) rektus abdominis, yang mempunyai efek menarik iga-iga
bagian bawah ke arah bawah dengan sangat kuat, dan
sekaligus bersama dengan otot-otot abdomen lainnya
menekan isi abdomen ke atas ke arah diafragma,
2) interkostalis internus. selama ekspirasi tulang-tulang iga
membentuk sudut ke bawah dan otot interkostalis eksternus
memanjang ke depan dan ke bawah.Bila otot-otot ini
berkontraksi, otot tersebut menarik tulang iga bagian atas ke

29
depan dalam hubungannya dengan tulang iga yang lebih
bawah, keadaan ini akan menghasilkan daya ungkit pada
tulang iga untuk mengangkatnya ke atas, dengan demikian
menimbulkan inspirasi. Otot interkostalis internus memiliki
fungsi berlawanan, yang berfungsi sebagai otot-otot
ekspirasi, karena otot-otot ini membentuk sudut antara
tulang iga dalam arah yang berlawanan dan menghasilkan
daya ungkit yang berlawanan pula. (Guyton, A. C., Hall, J.
E., 2014)

b. Tekanan yang menyebabkan pergerakan udara ke dalam dan


keluar paru

1) Tekanan pleura

Tekanan pleura adalah tekanan cairan dalam ruang sempit


antara pleura paru dan pleura dinding dada. Seperti yang

30
telah disebutkan sebelumnya, normalnya terdapat sedikit
isapan, yang berarti suatu tekanan negatif yang ringan.
Tekanan pleura normal pada awal inspirasi adalah sekitar -5
cm H20, yang merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk
mempertahankan paru agar tetap terbuka pada tingkatan
istirahatnya. Kemudian, selama inspirasi normal,
pengembangan rangka dada akan menarik paru ke arah luar
dengan kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan
tekanan menjadi lebih negatif, menjadi ratarata sekitar -7,5
cm H20. (Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014)
2) Tekanan alveolus
Tekanan alveolus adalah tekanan udara di bagian dalam
alveoli paru. Ketika glotis terbuka, dan tidak ada udara yang
mengalir ke dalam atau ke luar paru, maka tekanan pada
semua bagian jalan napas, sampai alveoli, semuanya sama
dengan tekanan atmosfer, yang dianggap sebagai tekanan
acuan 0 dalam jalan napas yaitu, tekanan 0 sentimeter air.
selama inspirasi normal, tekanan alveolus menuru sampai
sekitar –1 cm H20. Tekanan yang sedikit negatif ini cukup
untuk menarik sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru dalam
waktu 2 detik sebagaimana yang diperlukan untuk inspirasi
normal dan tenang. Selama ekspirasi, terjadi tekanan yang
berlawanan: Tekanan alveolus meningkat sampai sekitar +1
cm H20, dan tekanan ini mendorong 0,5 L udara inspirasi
keluar paru pada saat ekspirasi selama 2 sampai 3 detik.
(Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014)
3) Tekanan transpulmonal
Tekanan tranpulmonal adalah perbedaan antara tekanan
alveolus dan tekanan pleura. Ini merupakan perbedaan
antara tekanan alveoli dan tekanan pada permukaan luar
paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru yang

31
cenderung mengempiskan paru pada setiap pernapasan, yang
disebut tekanan rekoil. (Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014)
c. Komplians paru
Ini merupakan perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan
pada permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam
paru yang cenderung mengempiskan paru pada setiap pernapasan,
yang disebut tekanan recoil Diagram komplians paru adalah
digram yang menghubungkan perubahan volume paru dengan
perubahan tekanan transpulmonal. Perhatikan bahwa hubungan
ini berbeda pada waktu inspirasi maupun ekspirasi. Setiap kurva
direkam dengan mengubah tekanan transpulmonal dalam tahap-
tahap yang sempit, dan memungkinkan volume paru untuk
mencapai tingkat yang stabil antara tahap-tahap yang berurutan
tersebut. Kedua kurva ini disebut kurva komplians inspiratorik
dan kurva komplians ekspiratorik, dan seluruh diagram disebut
diagram komplians paru. Ciri khas diagram komplians ditentukan
oleh daya elastis paru. (Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014)
Daya elastis ini. dapat dibagi menjadi dua bagian:
i. Daya elastis jaringan paru itu sendiri dan
ii. Daya elastis yang disebabkan oleh tegangan permukaan
cairan yang melapisi dinding bagian dalam alveoli dan
ruang udara paru lainnya. Daya elastis jaringan paru
terutama ditentukan oleh jalinan serabut elastin dan
serabut kolagen di antara parenkim paru. Pada paru yang
mengempis, serabut-serabut ini secara elastis
berkontraksi dan menjadi kaku; kemudian, ketika paru
mengembang, serabut-serabut menjadi teregang dan
tidak kaku lagi, dengan demikian menjadi lebih panjang
dan mengerahkan daya elastis yang lebih kuat. (Guyton,
A. C., Hall, J. E., 2014)

32
d. Volume dan kapasitas paru
a) Volume paru
- Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi
atau diekspirasi setiap kali bernapas normal; besarnya
kira-kira 500 ml pada laki-laki dewasa.
- Volume cadangan inspirasi adalah volume udara
ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di atas
volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat;
biasanya mencapai 3.000 ml. (Guyton, A. C., Hall, J.
E., 2014)
- Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara
ekstra maksimal yang dapat diekspirasi melalui
ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal normal;
jumlah normalnya adalah sekitar 1.100 ml. (Guyton,
A. C., Hall, J. E., 2014)
- Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap
berada dalam paru setelah ekspirasi paling kuat;
volume ini besarnya kira-kira 1.200 ml. (Guyton, A.
C., Hall, J. E., 2014)
b) Kapasitas Paru Untuk menguraikan peristiwa-peristiwa
dalam siklus paru, kadang-kadang perlu menyatukan dua
atau lebih volume di atas. Kombinasi seperti itu disebut
kapasitas paru. Di bagian kanan pada Gambar 37-6
dituliskan berbagai kapasitas paru yang penting, yang
dapat diuraikan sebagai berikut. (Guyton, A. C., Hall, J.
E., 2014)
- Kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal
ditambah volume cadangan inspirasi. Ini adalah
jumlah udara (kirakira 3.500 ml) yang dapat dihirup
oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal
dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum.

33
- Kapasitas residu fungsional sama dengan volume
cadangan ekspirasi ditambah volume residu. Ini adalah
jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir
ekspirasi normal (kirakira 2.300 ml). (Guyton, A. C.,
Hall, J. E., 2014)
- Kapasitas vital sama dengan volume cadangan
inspirasi ditambah volume tidal dan volume cadangan
ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang
dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih
dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian
mengeluarkan sebanyakbanyaknya (kira-kira 4.600
ml). (Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014)
- Kapasitas paru total adalah volume maksimum yang
dapat mengembangkan paru sebesar mungkin dengan
inspirasi sekuat mungkin (kira-kira 5.800 ml); jumlah
ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume
residu. Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita
kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria,
dan lebih besar lagi pada orang yang atletis dan
bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan
astenis. (Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014)
 Difusi
Proses difusi secara sederhana merupakan gerakan molekul-molekul
secara acak yang menjalin jalan ke seluruh arah melalui membran
pernapasan dan cairan yang berdekatan. faktor-fakfor yang menentukan
berapa kecepatan gas yang melalui membran adalah ketebalan
membran, luas permukaan membran, koefisien difusi gas dalam
substansi membran, dan perbedaan tekanan parsial gas antara kedua
sisi membran. (Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014)
- Tebalnya membran pernapasan kadang meningkat contohnya,
akibat cairan edema dalam ruang interstisial membran dan di dalam

34
alveoli sehingga gas-gas pernapasan kemudian harus berdifusi tidak
hanya melalui membran tetapi juga melalui cairan ini. Demikian
juga beberapa penyakit paru yang menyebabkan fibrosis paru,
dapat menambah ketebalan beberapa bagian membran pernapasan.
Oleh karena kecepatan difusi melalui membran berbanding terbalik
dengan ketebalan membran, maka setiap faktor yang dapat
meningkatkan ketebalan membran lebih dari dua sampai tiga kali
normal dapat menghalangi pertukaran gas secara bermakna.
(Sherwood, L. 2014)
- Luas permukaan membran pernapasan dapat sangat berkurang oleh
beberapa keadaan. Misalnya, pengangkatan satu paru seluruhnya
mengurangi luas permukaan total sampai setengah dari normal.
Juga, pada emfisema, beberapa alveoli bersatu, dengan
penghancuran sebagian dinding alveolus. Oleh karena itu, ruangan
alveolus baru yang terbentuk jauh lebih besar daripada alveoli yang
asli, tetapi jumlah total permukaan membrane pernapasan sering
kali berkurang sampai lima kali lipat akibat hilangnya dinding
alveolus. Bila jumlah total permukaan berkurang sampai mencapai
sepertiga hingga seperempat normal, pertukaran gas melalui
membran tersebut sangat terganggu, bahkan dalam keadaan
istirahat, dan selama pertandinga olahraga dan kerja fisik berat
lainnya, bahkan penurunan luas permukaan paru yang paling
sedikit pun dapat mengganggu pertukaran gas pernapasan.
(Sherwood, L. 2014)
- Koefisien difusi untuk memindahkan setiap gas melalui membran
pernapasan bergantung kepada kelarutan gas dalam membran dan,
berbanding terbalik dengan akar pangkat dua berat molekul gas.
Kecepatan difusi dalam membran pernapasan hampir sama dengan
kecepatannya dalam air, alasan untuk ini telah dijelaskan
sebelumnya. Oleh karena itu, untuk perbedaan tekanan tertentu,
karbon dioksida berdifusi kira-kira 20 kali lebih cepat dari oksigen.

35
Oksigen berdifusi kira-kira dua kali lebih cepat dari nitrogen.
(Sherwood, L. 2014)
- Perbedaan tekanan di antara kedua sisi membran pernapasan
adalah perbedaan antara tekanan parsial gas dalam alveoli dan
tekanan parsial gas dalam darah kapiler paru. Tekanan parsial
menyatakan suatu ukuran jumlah total molekul gas tertentu yang
membentuk suatu satuan luas permukaan membran alveolus pada
satu satuan waktu, dan tekanan gas dalam darah menyatakan
jumlah molekul yang berusaha keluar dari darah dalam arah yang
berlawanan. Oleh karena itu, perbedaan antara kedua tekanan ini
adalah ukuran kecenderungan neto untuk molekul gas bergerak
melalui membran. Bila tekanan parsial gas dalam alveoli lebih
besar daripada tekanan gas dalam darah, seperti pada oksigen,
terjadi difusi neto dari alveoli ke dalam darah; bila tekanan gas
dalam darah lebih besar daripada tekanan parsial dalam alveoli,
seperti pada karbon dioksida, terjadi difusi neto dari darah ke dalam
alveoli. (Sherwood, L. 2014)
 Perfusi
1) Pengankutan oksigen dari paru ke jaringan tubuh
a. Pengangkutan oksigen melalui hemoglobin
Masing-masing dari keempat atom besi di dalam bagian heme
sebuah molekul hemoglobin dapat berikatan dengan satu
molekul O2, sehingga setiap molekul Hb dapat membawa
hingga empat molekul O2. Hemoglobin dianggap jenuh ketika
semua Hb yang ada membawa O2 secara maksimal.
Persensaturasi hemoglobin (%H ), suatu ukuran seberapa
banyak Hb yang ada berikatan dengan O2, dapat bervariasi dari
0% hingga 100%. Faktor terpenting yang menentukan %
saturasi Hb adalah PO2 darah, yang pada gilirannya berkaitan
dengan konsentrasi O2 yang secara fisik larut dalam darah.
ketika PO2 darah meningkat, seperti di kapiler paru, reaksi

36
bergerak ke arah sisi kanan persamaan, meningkatkan
pembentukan HbO2 (peningkatan % saturasi Hb). Ketika PO2
darah turun, seperti di darah kapiler sistemik, reaksi terdorong
ke arah sisi kiri persamaan dan oksigen dibebaskan dari Hb
karena HbO2 berdisosiasi (penurunan % saturasi Hb). Karena
itu, akibat perbedaan PO2 di paru dan jaringan lain, Hb secara
otomatis "mengambil" O2 di paru, tempat ventilasi secara terus-
menerus menyediakan pasokan segar O2 dan "melepaskannya"
di jaringan, yang secara terus-menerus menggunakan O2.
Sherwood. sekitar 97 persen oksigen yang diangkut dari paru ke
jaringan, dibawa dalam campuran kimiawi dengan hemoglobin
di dalam sel darah merah. (Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014)
b. Pengangkutan oksigen melalui plasma darah
Pada keadaan PO2 arteri normal, yaitu 95 mm Hg, sekitar 0,29
ml oksigen dilarutkan dalam setiap 100 ml cairan darah, dan bila
Po2 darah turun menjadi 40 mm Hg dalam kapiler jaringan,
hanya 0,12 ml oksigen yang tetap terlarut. Dengan kata lain;
0,17 ml oksigen secara normal diangkut dalam keadaan terlarut
ke jaringan oleh setiap 100 ml darah. Jumlah ini sebanding
dengan kira-kira 5 ml oksigen yang diangkut oleh hemoglobin
sel darah merah. Oleh karena itu, oksigen yang diangkut ke
jaringan dalam bentuk terlarut normalnya berjumlah sedikit,
hanya kira-kira 3 persen dari jumlah total, bila dibandingkan
dengan 97 persen yang diangkut oleh hemoglobin. (Guyton, A.
C., Hall, J. E., 2014)
2) Pengangkutan karbondioksida
a. Larut secara fisik. Seperti O2 yang larut, jumlah CO2 yang larut
secara fisik dalam darah bergantung pada Pco2. Karena CO2
lebih larut dibandingkan O2 dalam air plasma, proporsi CO2
yang larut secara fisik dalam darah lebih besar daripada O2.
Meskipun demikian , hanya 10% kandungan CO2 total darah

37
yang terangkut dengan cara ini pada tinkat Pco2 vena sistemik
normal. (Sherwood, L. 2014)
b. Terikat ke hemoglobin. Sebanyak 30% CO2 berikatan dengan
Hb untuk membentuk karbamino hemoglobin (HbCO2). Karbon
dioksida berikatan dengan bagian globin Hb, berbeda dari O2,
yang berikatan dengan bagian heme. Hb tereduksi memiliki
afinitas lebih besar terhadap CO2 dibandingkan HbO2. Karena
itu, dibebaskannya O2 dari Hb di kapiler jaringan
mempermudah penyerapan CO2 oleh Hb. (Sherwood, L. 2014)
c. Sebagai bikarbonat. Sejauh ini cara yang paling penting untuk
mengangkut CO2 adalah sebagai bikarbonat (HCO3-), dengan
60% CO2 diubah menjadi HCO3- oleh reaksi kimia berikut:
CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H + HCO3-.
Dalam reaksi pertama, CO2 berikatan dengan H2O untuk
membentuk asam karbonat (H2CO3). Sesuai sifat asam,
sebagian dari molekul asam karbonat secara spontan terurai
menjadi ion hydrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO3-).
Karena itu, satu atom karbon dan dua atom oksigen dari molekul
CO2 asli terdapat dalam darah sebagai bagian integral dari
HCO3.- Hal ini menguntungkan karena HCO3- lebih larut
dalam darah daripada CO2. Reaksi ini dapat terjadi sangat
lambat di plasma, tetapi berlangsung sangat cepat di dalam sel
darah merah karena adanya enzim eritrosit karbonat anhidrase,
yang mengatalisis (memepercepat) reaksi. Pada kenyataannya,
di bawah pengaruh karbonat anhidrase, reaksinya berlanjut
secara langsung dari CO2+H2O menjadi H+ + HCO3, tanpa
adanya langkah H2CO3.
CO2 + H2O → H+ HCO3- (dengan bantuan karbonat anhydrase)
(Sherwood, L. 2014)

38
 Pusat pernapasan
Pusat pernapasan terdiri dari beberapa kelompok neuro yang terletak
bilateral di medulla oblongata dan pons pada batang otak. Daerah ini
dibagi menjadi tiga kelompok neuron utama: kelompok pernapasan
dorsal (di dorsal medula) terutama untuk inspirasi; kelompok
pernapasan ventral (ventrolateral medula) terutama menyebaabkan
ekspirasi; dan pusat pneumotaaksik (di dorsal superior pons ) terutama
untuk kecepatan dan kedalaman napas. (Guyton, A. C., Hall, J. E.,
2014)
2.2 Definisi, Etiologi dan Klasifikasi
2.2.1 Definisi
Batuk merupakan mekanisme pertahanan diri paling efisien dalam
membersihkan saluran nafas yang bertujuan untuk menghilangkan
mukus, zat beracun dan infeksi dari laring, trakhea, serta bronkus. Batuk
juga bisa menjadi pertanda utama terhadap penyakit perafasan sehingga
dapat menjadi petunjuk bagi tenaga kesehatan yang berwenang untuk
membantu penegakan diagnosisnya. (Ikawati Z.2007)
2.2.2 Etiologi

Iritan : Penyakit paru restriktif :

 Rokok  Pnemokoniosis
 Asap  Penyakit kolagen
 SO2  Penyakit granulomatosa
 Gas di tempat kerja
Infeksi :
Mekanik :
 Laringitis akut
 Retensi sekret bronkopulmoner  Bronkitis akut
 Benda asing dalam saluran  Pneumonia
nafas  Pleuritis
 Postnasal drip

39
 Aspirasi  Perikarditis

Penyakit paru obstruktif : Tumor :

 Bronkitis kronis  Tumor laring


 Asma  Tumor paru
 Emfisema
Psikogenik
 Fibrosis kistik
 Bronkiektasis

(Ikawati Z.2007)
2.2.3 Klasifikasi
o Jenis batuk berdasarkan produktivitasnya:
1) Batuk produktif
Batuk produktif adalah batuk yang menghasilkan dahak atau lendir
(sputum) sehingga lebih dikenal dengan sebutan batuk berdahak.
Batuk produktif memiliki ciri khas yaitu dada terasa penuh dan
berbunyi. Mereka yang mengalami batuk produktif umumnya
mengalami kesulitan bernapas dan disertai pengeluaran dahak.
Batuk produktif sebaiknya tidak diobati dengan obat penekan batuk
karena lendir akan semakin banyak terkumpul di paru-paru.
(Ikawati Z.2007)
2) Batuk tidak produktif
Batuk tidak produktif adalah batuk yang tidak menghasilkan dahak
(sputum), yang juga disebut batuk kering. Batuk tidak produktif
sering membuat tenggorokan terasa gatal sehingga menyebabkan
suara menjadi serak atau hilang. Batuk ini sering dipicu oleh
kemasukan partikel makanan, bahan iritan, asap rokok (baik oleh
perokok aktif maupun pasif), dan perubahan temperatur. Batuk ini
dapat merupakan gejala sisa dari infeksi virus atau flu. (Ikawati
Z.2007)

40
o Jenis batuk berdasarkan waktu berlangsungnya.
1) Batuk akut
Batuk akut adalah batuk yang berlangsung kurang dari 3 minggu,
serta terjadi dalam 1 episode. Batuk jenis ini umumnya disebabkan
oleh flu dan alergi. Bentuk batuk yang sering ditemui, merupakan
jenis batuk akut ringan yang disertai demam ringan dan pilek.
(Ikawati Z.2007)
2) Batuk kronis
Batuk kronis adalah batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu
atau terjadi dalam 3 episode selama 3 bulan berturut-turut. Batuk
jenis ini biasanya disebabkan oleh bronchitis, asma, dan
tuberkolosis. (Ikawati Z.2007)
o Jenis batuk pada anak-anak
1) Batuk menggonggong
Batuk seperti menyalak (menggonggong) umumnya disebabkan
oleh inflamasi atau pembengkakan pada saluran napas atas.
Kebanyakan batuk ini disebabkan oleh croup, yakni inflamasi pada
laring (pangkal tenggorok) dan trakea (batang tenggorok). Croup
dapat disebabkan oleh alergi, perubahan suhu pada malam hari dan
infeksi saluran napas atas. Anak dibawah 3 tahun cenderung
terserang croup karena batang tenggoroknya sempit. (Ikawati
Z.2007)
2) Pertusis/batuk rejan
Batuk rejan atau pertusis adalah infeksi pada saluran napas, yang
terjadi akibat bakteri bordetella pertusis. Penyakit ditandai oleh
batuk yang diakhiri dengan suara keras saat anak menarik napas.
Gejala lainnya adalah hidung berair, bersin, batuk dan sedikit
demam. Penyakit ini biasanya menyerang anak yang berusia
diantara 3 bulan dan 3 tahun, batuk rejan dapat mengancam
kehidupan jika tidak ditangani. Terapi biasanya meliputi pemberian
antibiotik dan cairan serta anak dipajankan terhadap udara yang

41
dilembapkan, untuk mempertahankan fungsi pernapasan. (Ikawati
Z.2007)
3) Batuk disertai napas berbunyi
Batuk disertai dengan napas berbunyi saat anak mengembuskan
napas merupakan tanda saluran napas bagian bawah mengalami
peradangan/inflamasi. Pada anak yang masih kecil, saluran bagian
bawah terhalang oleh benda asing atau lendir karena infeksi
pernapasan. (Ikawati Z.2007)
4) Batuk di malam hari
Batuk ini kebanyakan bertambah buruk ketika malam hari karena
penyumbatan dalam hidung dan sinus mengalir disepanjang
tenggorokan serta menyebabkan iritasi saat anak berbaring. Ini
menimbulkan masalah karena anak menjadi sulit tidur. Asma juga
dapat memicu batuk dimalam hari karena saluran napas cenderung
menjadi sensitif dan mudah teriritasi pada malam hari. (Ikawati
Z.2007)
5) Batuk di siang hari
Batuk di siang hari disebabkan alergi, asma, kedinginan, dan
infeksi pernapasan. Udara dingin dan aktivitas yang berat dapat
memperparah batuk ini, tetapi biasanya akan mereda dimalam hari
ketika anak beristirahat. Perlu dipastikan bahwa dirumah tidak ada
faktor pencetus batuk seperti pengharum ruangan, binatang
peliharaan, dan asap terutama asap rokok. (Ikawati Z.2007)
6) Batuk disertai demam
Jika anak batuk disertai demam dan hidung meler, kemungkinan
anak terserang flu. Namun batuk disertai demam tinggi (39oC) atau
lebih mungkin disebabkan oleh pneumonia, terutama jika anak
terlihat lesu dan bernapas tidak cepat. Bila ini terjadi, segera bawa
anak ke dokter. (Ikawati Z.2007)

42
7) Batuk disertai muntah
Umumnya anak batuk karena dipicu oleh reflex penyumbatan.
Anak yang menderita batuk disertai flu atau asma dapat muntah
jika terlalu banyak lendir yang mengalir ke dalam perut dan
menimbulkan rasa mual. (Ikawati Z.2007)
8) Batuk menetap
Batuk yang disebabkan flu dapat hilang dalam seminggu. Asma,
alergi, atau infeksi kronis di sinus atau saluran napas mungkin
penyebab pada batuk yang menetap (persisten). Jika batuk terjadi
selama seminggu, segera hubungi dokter. (Ikawati Z.2007)

2.3 Mekanisme pada gejala terkait skenario


2.3.1 Batuk
Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernafasan dan
merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di
tenggorokan karena adanya lendir atau mukus, makanan, debu, asap dan
sebagainya. Sekalipun batuk merupakan suatu mekanisme dari saluran
nafas untuk membersinkan (ckearance) saluran nafas, akan tetapi batuk
dapat dianggap patologi apabila frekuensi dan amplitudonya terlalu
dalam. (Silvestri RC, Weinberger SE. 2013)
Terjadinya batuk dapat merupakan proses yang disengaja maupun secara
tidak disengaja atau yang disebut dengan refleks batuk. Setiap batuk
terjadi melalui stimulasi refleks arkus yang kompleks. Komponen refleks
batuk terdiri atas reseptor batuk, serabut saraf afferent, pusat batuk,
serabut saraf efferent, dan efektor. Hal ini diprakarsai oleh reseptor batuk
yang berada pada trakea, carina, titik percabangan saluran udara besar,
dan saluran udara yang lebih kecil di bagian distal, serta dalam faring.
Tabel berikut memuat komponen refleks batuk. (Silvestri RC,
Weinberger SE. 2013)

43
Refleks batuk sebagai fungsi perlindugan dipicu oleh stimulasi ujung
saraf oleh bahan kimia (asam, kapsaisin) maupun mekanik (polutan,
suhu). Suatu kanal ion kationik, yaitu transient receptor potential
vanilloid tipe 1 (TRPV1) dan transient receptor potential ankyrin tipe 1
(TRPA1) yang terdapat pada rapidly adapting receptors dan serat tipe C,
diduga berperan dalam mekanisme timbulnya batuk. Serabut saraf aferen
banyak ditemukan pada faring, laring, hingga bronkiolus terminalis, di
samping meatus akustikus eksterna (cabang aurikular n. vagus),
perikardium, esofagus, dan lambung. Sinyal aferen diteruskan lewat n.
vagus, n. laringeal superior, n. trigeminal, dan n. glosofaringeal ke pusat
batuk di nukleus traktus solitarius. Setelah dipersepsikan, pusat batuk
mengirim sinyal eferen melalui saraf-saraf laringeal dan saraf spinal ke
berbagai efektor, di antaranya pita suara, otot-otot ekspiratorius, dan otot
polos bronkial. (Silvestri RC, Weinberger SE. 2013)

44
Di daerah efektor ini mekanisme batuk kemudian terjadi. Pada dasarnya
mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :

1) Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensorik nervus vagus di laring, trakea,
bronkus besar, atau serat aferen cabang faring dari nervus
glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila
reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan
saluran telinga luar dirangsang. (Silvestri RC, Weinberger SE. 2013)
2) Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi
otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan
cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk
ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi
otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada
membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara
ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu
akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta
memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan
mekanisme pembersihan yang potensial. (Silvestri RC, Weinberger
SE. 2013)

45
3) Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot
adduktor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada
fase ini tekanan intratoraks meningkat hingga 300 cm H2O agar
terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5
detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan
glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan
intratoraks walaupun glotis tetap terbuka. (Silvestri RC, Weinberger
SE. 2013)

4) Fase ekspirasi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar
dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-
benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot
pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting
dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang
sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang
ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.

2.3.2 Berdahak
Sputum (dahak) adalah lendir dan materi lainnya yang dibawa dari paru-
paru, bronkus dan trakea yang mungkin dibatukkan dan dimuntahkan
atau ditelan. Kata “sputum” yang dipinjam langsung dari bahasa

46
Latin“meludah,” disebut juga dahak. Sputum merupakan bahan yang
dikeluarkan dari paru dan trakea melalui mulut proses pengeluarannya
biasa juga disebut dengan ecpectoratorian. (Kritek P, Fanta C.2012)
Orang dewasa normal bisa memproduksi mukus sejumlah 100 ml dalam
saluran napas setiap hari. Mukus ini digiring ke faring dengan
mekanisme pembersihan silia dari epitel yang melapisi saluran
pernapasan. Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan (karena
gangguan fisik, kimiawi atau infeksi yang terjadi pada membran
mukosa), menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan secara normal
sehingga mukus ini banyak tertimbun. Bila hal ini terjadi membran
mukosa akan terangsang dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan
intra thorakal dan intra abdominal yang tinggi, dibatukkan udara keluar
dengan akselerasi yg cepat beserta membawa sekret mukus yang
tertimbun tadi. Mukus tersebut akan keluar sebagai sputum. Sputum yang
dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber,
warna, volume dan konsistensinya, kondisi sputum biasanya
memperlihatkan secara spesifik proses kejadian patologik pada
pembentukan sputum itu sendiri. (Kritek P, Fanta C.2012)
2.3.3 Serak
Hoarseness atau suara serak menggambarkan kelainan memproduksi
suara ketika mencoba berbicara, atau ada perubahan nada atau kualitas
suara.Suaranya terdengar lemah, terengah- engah, kasar dan serak.
Hoarseness biasanya disebabkan oleh adanya masalah pada bagian pita
suara. Produksi suara sendiri merupakan suatu hasil dari koordinasi
diantara sistem pernapasan, fonasi (suara) dan artikulasi, dimana masing-
masing dipengaruhi oleh teknik bersuara dan status emosianal setiap
individu. (Irwin RS, et al.2006)
Perubahan dari suara biasanya berkaitan dengan gangguan pada pita
suara yang merupakan bagian pembentuk suara yang terdapat di larynx.
Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan getaran, ketegangan dan

47
pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara
parau. (Irwin RS, et al.2006)
Berikut ini beberapa penyebab suara serak:
a. Laryngitis akut
Ketidaksempurnaan produksi suara pada pasien dengan laryngitis
akut dapat diakibatkan oleh penggunaan kekuatan aduksi yang besar
atau tekanan untuk mengimbangi penutupan yang tidak sempurna
dari glottis selama episode laringitis akut. Tekanan ini selanjutnya
menegangkan lipatan-lipatan (plika) vocal dan mengurangi produsi
suara. Pada akhirnya menunda kembalinya fonasi normal. (Irwin RS,
et al.2006)
Dalam keadaan laryngitis, pita suara mengalami peradangan sehingga
tekanan yang diperlukan untuk memproduksi suara meningkat. Hal
ini menyebabkan kesulitan dalam memproduksi tekanan yang
adekuat. Udara yang melewati pita suara yang mengalami peradangan
ini justru menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi parau. Bahkan
pada beberapa kasus suara dapat menjadi lemah atau bahkan tak
terdengar. (Irwin RS, et al.2006)
b. Nodul pita suara dan polip pita suara
Pada mereka yang memang menggunakan suara secara berlebihan,
seperti, penyanyi profesional, guru, dosen, atau mereka yang sering
berbicara dan menggunakan suara berlebihan dapat terjadi
pembengkakan pita suara yang disebut sebagai nodul pita suara atau
polip pita suara. (Irwin RS, et al.2006)
c. Merokok dan mengkonsumsi alkohol
Merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi laring, dapat
menyebabkan peradangan dan penebalan pita suara. (Irwin RS, et
al.2006)
d. Menggunakan suara secara berlebihan
Kondisi ini paling sering terjadi pada orang yang pekerjaannya selalu
berbicara dan penyanyi. Menyalahgunakan suara secara berlebihan

48
bisa menimbulkan gangguan pada pita suara seperti menyebabkan
kista atau perdarahan. Biasanya terjadi jika sering berbicara dengan
keras, teriak atau terlalu banyak berbicara. (Irwin RS, et al.2006)
2.3.4 Demam
a. Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam.
Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen.
Pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien.
Contohnya adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau
mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik
adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri
gram negative. Sedangkan pirogen endogen adalah pirogen yang
berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh pirogen endogen antara lain
IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. (Djojodibroto, Darmanto. 2009)
b. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosi,
neutrophil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan
pirogen endogen jika terstimulasi. Proses terjadinya demam dimulai
dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrophil)
oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau
reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat
kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF- α,
dan INF). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang
endothelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin.
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
thermostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan
menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang
baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk
meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan
mekanisme volunteer seperti memakai selimut. Sehingga akan
terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan

49
panas yang pada akhirnya akan
menyebabkan suhu tubuh naik ke
patokan yang baru tersebut.
(Djojodibroto, Darmanto. 2009)
Demam memiliki 3 fase, yaitu fase
kedinginan, fase demam, dan fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase
kedinginan merupakan fase peningkatan
suhu tubuh yang ditandai dengan
vasokonstriksi pembuluh darah dan
peningkatan aktivitas otot yang berusaha
untuk memproduksi panas sehingga
tubuh akan merasa kedinginan dan
menggigil. Fase kedua yaitu fase demam
merupakan fase keseimbangan antara
produksi panas dan kehilangan panas di
titik patokan suhu tertentu yang sudah
meningkat. Fase ketiga adalah fase
kemerahan yang merupakan fase
penurunan suhu yang ditandai dengan
vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk
menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan.
(Djojodibroto, Darmanto. 2009)
2.3.5 Nyeri Menelan
Odinofagia didefinisikan sebagai nyeri telan dan dapat terjadi dengan
disfagia. Odinofagia atau nyeri tenggorok merupakan gejala yang sering
dikeluhkan akibat adanya kelainan atau peradangan di daerah nasofaring,
orofaring dan hipofaring. Odinofagi dapat dirasakan sebagai sensasi ketat
atau nyeri membakar, tidak dapat dibedakan dari nyeri ulu hati di bagian
tengah dada. Odinofagia dapat disebabkan oleh spasme esofagus akibat
peregangan akut atau dapat terjadi sekunder akibat peradangan mukosa

50
esofagus. Odinofagia ditemukan lebih jarang dibandingkan dengan
disfagia. Nyeri terasa terus-menerus. tidak bersifat tajam seperti ditusuk.
Nyeri menyebar ke punggung. (Sherwood, Lauralee. 2016)
Keberhasilan mekanisme menelan tergantung dari beberapa faktor,
diantaranya ukuran bolus makana, diameter lumen esofagus yang dilalui
bolus, kontraksi peristaltik esofagus, fungsi sfingter esofagus bagian atas
dan bagian bawah, serta kerja otot-otot rongga mulut dan lidah. Integrasi
fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuskuler mulai
dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring
dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-
otot esofagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan
lancar. Odinofagi didefinisikan sebagai nyeri telan dan dapat
terjadi bersama dengan disfagi. Odinofagi umumnya dirasakan sebagai
sensasi ketat atau nyeri membakar, dapat disebabkan oleh laserasi
struktur yang dilewati makanan, spasme esofagus akibat peregangan
akut, atau dapat terjadi sekunder akibat peradangan mukosa. (Sherwood,
Lauralee. 2016)
2.3.6 Rinore
Rhinorrhea adalah suatu kondisi di mana rongga hidung dipenuhi dengan
sejumlah besar cairan lendir. Kondisi, umumnya dikenal sebagai "meler
hidung ",terjadi relatif sering dan biasanya tidak dianggap berbahaya.
Rhinorrhea adalah umum gejala dari alergi atau penyakit tertentu, seperti
flu biasa atau demam. Ini bisa menjadi efek samping dari menangis,
paparan suhu dingin, atau penarikan, seperti dari opioid seperti
methadone. Rinore atau hidung berair secara umum dapat diartikan
sebagaiai keluarnya cairan dari hidung yang salah satunya disebabkan
oleh adanya suatu proses inflamasi atau iritasi. Cairan yang keluar dapat
bewarna jernih, hijau ataupun coklat. (Price, Sylvia Anderson et al. 2015)

51
Etiologi :
a. Temperatur dingin
Rinore kerap dijumpai selama musim dingin. Salah satu tujuan mucus
nasal adalah untuk menghangatkan udara yang dihirup ke suhu tubuh
ketika memasuki tubuh. Agar hal ini terjadi, kavum nasi harus terus
menerus dilapisi dengan cairan mucus. Selama cuaca dingin, lapisan
lendir hidung cenderung kering, berarti membrane mucus harus
bekerja keras, memproduksi lebih banyak mucus untuk menjaga
kavum nasi akibatnya, kavum nasi terisi penuh oleh mucus. (Price,
Sylvia Anderson et al. 2015)
Pada saat yang sama, ketika udara dihembuskan, uap air mengembun
ketika udara hangat bertemu dengan temperatur luar yang lebih
dingin dekat lubang hidung. Hal ini menyebabkan jumlah air yang
berlebihan yang mengisi kavum nasi. Pada kasus ini kelebihan cairan
biasanya tumpah keluar melalui lubang hidung. (Price, Sylvia
Anderson et al. 2015)
b. Infeksi
Rinore dapat merupakan gejala dari penyakit lain, seperti “common
cold” atau influenza. Selama infeksi tersebut, membrane mucus nasal
memproduksi mucus yang berlebih, memenuhi kavum nasi. Hal ini
untuk mencegah infeksi dari penyebaran ke paru dan traktus
respiratori, yang dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Sinusitis
merupakan alasan yang signifikan untuk penyebab rinore yang dapat
bermanifestasi dalam bentuk akut maupun kronik. (Price, Sylvia
Anderson et al. 2015)
c. Alergi
Rhinore dapat juga terjadi ketika seseorang dengan alergi bahan
tertentu seperti pollen, debu, latex, atau binatang oleh allergen ini.
Orang dengan system imun tersensitisasi, substansi bahan tersebut
dapat memicu produksi antibody IgE, terikat sel mast dan basofil
sehingga menyebabkan pengeluaran mediator inflamasi seperti

52
histamin. Selanjutnya, hal ini menyebabkan inflamasi dan
pembengkakan jaringan dari rongga nasal dan juga peningkatan
produksi nasal. (Price, Sylvia Anderson et al. 2015)
d. Lakrimasi
Rhinore juga berhubungan dengan keluarnya air mata, baik dari
emosional maupun iritasi mata. Ketika sejumlah airmata diproduksi
berlebihan, cairan mengalir melalui sudut dalam kelopak mata,
melalui duktus nasolakrimal lalu ke dalam rongga hidung. Semakin
banyak airmata dikeluarkan, banyak cairan juga yang mengalir ke
dalam rongga hidung. Penumpukan cairan biasanya diatasi via
ekspulsi mucus melalui lubang hidung. (Price, Sylvia Anderson et al.
2015)
e. Trauma kepala
Jika disebabkan oleh trauma kepala, rinore dapat menjadi kondisi
yang serius. Fraktur basis cranii dapat menyebabkan ruptur barier
antara kavum sinonasal dan fosa cranial anterior atau fossa cranial
media. Kondisi ini dikenal dengan cerebrospinal fluid rhinorrhoea
atau CSF rhinorrhea, yang dapat menyebabkan sejumlah komplikasi
serius dan mungkin menyebabkan kematian jika tidak ditangani
dengan baik. (Price, Sylvia Anderson et al. 2015)
f. Penyebab Lain
Rinore dapat terjadi sebagai gejala dari ketergantungan opioid yang
berhubungan dengan lakrimasi. Penyebab lain termasuk cystic
fibrosis, nasal tumors, perubahan hormonal, dan cluster headaches.
(Price, Sylvia Anderson et al. 2015)
2.3.7 Riwayat Konsumsi Amoxicilin
Amoksisilin termasuk antibiotik spektrum luas yang sering diresepkan
pada anak untuk pengobatan pneumonia dan penyakit lain, termasuk
infeksi bakteri pada telinga, sinus, tenggorokan, saluran kemih, kulit,
abdomen dan darah. Amoksisilin diformulasikan dalam kapsul

53
konvesional, tablet, bubuk untuk suspensi oral, dan tablet dispersible.
(Kritek P, Fanta C.2012)
Absorpsi dari amoksisilin tidak terganggu oleh makanan. Amoksisilin
berikatan dengan protein dalam plasma sekitar 20% dan diekskresi dalam
bentuk aktif didalam urin. (Kritek P, Fanta C.2012)
Amoksisilin memiliki kegunaan klinik yang luas tidak hanya karena
sebagai antibakteri spektrum luas tetapi juga karena bioavailability yang
tinggi (70-90%) dengan kadar puncak pada plasma terjadi dengan waktu
1–2 jam dan dosisnya tergantung, umumnya 1,5–3 kali lebih besar
dibanding ampisillin setelah dosis oral. Amoksisilin terdistribusi pada
banyak jaringan termasuk hati, paru, prostat, otot, empedu, asites, cairan
pleura dan sinovial dan cairan okular, terakumulasi dalam cairan amnion
dan melewati plasenta tapi buruk melewati sistem saraf pusat. (Kritek P,
Fanta C.2012)
Amoksisilin adalah bakterisidal yang rentan terhadap organisme melalui
penghambatan biosintesis dinding sel mukopeptida selama tahap
penggandaan bakteri Amoksisilin lebih efektif melawan mikroorganisme
gram positif dibanding gram negatif, dan mendemonstrasikan efikasi
lebih baik dibanding penisillin, penisillin V dan dibanding antibiotik lain
dalam pengobatan penyakit atau infeksi yang beragam. (Kritek P, Fanta
C.2012)
Kondisi dimana seseorang mengonsumsi Amoxicillin tetapi tidak ada
perbaikan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantarnya:
 Mikroorganisme penyebab penyakit tersebut adalah bukan bakteri,
tetapi jenis lainnya, misalnya virus, jamur, maupun allergen lain.
 Penderita telah mengalami resistensi terhadap antibiotik ini, sehingga
pemberian Amoxicillin tidak akan memberikan dampak klinis pagi
penderita.
 Jumlah dosis yang dikonsumsi tidak adekuat.
 Efek obat yang belum terlihat karena baru saja di konsumsi.

54
(Kritek P, Fanta C.2012)
Infeksi

2.4 Tehnik Diagnosis Secara Umum


a. Inspeksi
Yang perlu diperhatikan saat melakukan inspeksi :
 Keadaan umum dan pola pernafasan pasien. Apakah pernafasan
pasien distressed atau diaphoresis ? Apakaha pernafasannya
regular dan dalam
 Penggunaan otot-otot pernafasan tambahan
 Ada tidaknya retraksi intracostalis atau supraclavikuler.
 Melihat warna kulit terutama kuku dan bibir, warna sianosis
menggambarkan pasien hipoksia.
 Menunjukkan bentuk thorax pasien simetris.
 Apakah ada kelainan bentuk dada dan tulang belakang seperti :
o Barrel chest kelainan dijumpai pada pasien emphysema
o Pectus exavatum atau funnel chest depresi pada sternum
o Kimfosis atau skliosis.
 Mecari pilsasi ictus cordis.
(Penuntun Skill Lab, 2016)

55
b. Palpasi
Merasakan perbandingan gerakan nafas kanan dan kiri atau
ekspansi paru dengan berdiri dibelakang pasien. Meletakkan
kedua telapak tangan pada punggung klien di kanan dan kiri
thorax.
Tempatkan ibu jari pada thorakal 9 atau 10 dan observasi
pergerakan ibu jari anda, lalu membandingkan fremitus suara kanan dan
kiri dengan meminta pasien mengucapkan angka atau 77.
(Penuntun Skill Lab, 2016)
c. Perkusi
Perkusi normal pada paru resonan. Hipersonan dapat terjadi
pada emphysema atau pneumothorax. Suara dullness dapat
terjadi karena adanya cairan atau jaringan padat pada rongga
paru. (Penuntun Skill Lab, 2016)
d. Auskultasi
Suara auskultasi normalnya bronchial, bronkhovesikuler dan vesikuler.
Berikut tahap-tahapnya :
 Meminta klien menarik nafas dengan pelan-pelan, mulut
terbuka
 Melakukan auskultasi dengan urutan benar
 Mendengarkan inspirasi dan ekspirasi tiap pemeriksaan
 Melakukan auskultasi pada samping dada kanan dan kiri
 Melakukan auskultasi pada dinding punggung dengan
urutan yang benar. (Penuntun Skill Lab, 2016)

56
2.5 DD terkait Skenario sesuai SKDI 2012
2.5.1 Faringitis
a. Definisi
Faringitis akut adalah suatu sindrom inflamasi dari faring dan/atau
tonsil yang disebabkan oleh beberapa grup mikroorganisme yang
berbeda. Faringitis dapat menjadi bagian dari infeksi saluran napas
atas atau infeksi lokal didaerah faring (Aung,2005)
b. Epidemiologi
Faringitis dapat terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis
kelamin, dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada populasi
anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan pada usia di bawah 1
tahun. Insidensinya meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7
tahun, tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa anak-anak dan
kehidupan dewasa. Kematian yang diakibatkan faringitis jarang, tetapi
dapat terjadi sebagai hasil dari komplikasi penyakit ini (Aung,2005 ;
Kazzi,2005 ; Berhman,1992).
c. Etiologi
Faringitis dapat terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis
kelamin, dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada populasi
anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan pada usia di bawah 1
tahun. Insidensinya meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7
tahun, tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa anak-anak dan
kehidupan dewasa. Kematian yang diakibatkan faringitis jarang, tetapi
dapat terjadi sebagai hasil dari komplikasi penyakit ini.
Faringitis akut baik disertai demam atau tidak, pada umumnya
disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus, Adenovirus,
Parainfluenzavirus, Coksakievirus, Coronavirus, Echovirus, Epstein-
Bar virus (mononukleosis) dan Cytomegalovirus. Dari golongan
bakteri seperti streptokokus beta hemolitikus kelompok A, merupakan
kelompok bakteri yang sering ditemukan sedangkan jenis bakteri yang

57
lain seperti Neisseria gonorrhoeae, Corynobacterium diphtheriae,
Chlamydia pneumonia, grup C dan G streptokokus.
Penyebab faringitis yang lain seperti Candida albicans (Monilia)
sering didapatkan pada bayi dan orang dewasa yang dalam keadaan
lemah atau terimunosupresi. Hal-hal seperti udara kering, rokok,
neoplasia, intubasi endotrakeal, alergi, dan luka akibat zat kimia dapat
juga menyebabkan faringitis. (Simon,2005 ; Kazzi,2005 ; Adam, 1997
; Mansjoer; 1999)
d. Gejala Klinis
Tanda dan gejala yang ditimbulkan faringitis tergantung pada
mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis
menunjukkan tanda dan gejala umum seperti lemas, anorexia, demam,
suara serak, kaku dan sakit pada otot leher. Gejala khas berdasarkan
jenisnya, yaitu:
- Faringitis viral (umumnya oleh rhinovirus): diawali dengan
gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis.
Gejala lain demam disertai rinorea dan mual.
- Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai
demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.
- Faringitis fungal: terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.
- Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering,
gatal dan akhirnya batuk yang berdahak.
- Faringitis atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta
mulut berbau.
- Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak
berespon dengan pengobatan bakterial non spesifik.
- Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika,
ditanyakan riwayat hubungan seksual (Berhman,1992 ; Boies,
2009)

58
e. Faktor Resiko
Faktor risiko penyebab faringitis biasanya karena udara dingin,
turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan oleh infeksi virus
influenza, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol
yang berlebih, gejala predormal dari 3 penyakit scarlet fever dan
seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit
tenggorokan atau demam (Accera,2010)
f. Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel,
kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial
bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian
edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi
menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat
melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah
dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning,
putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid.
Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring
posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan
membengkak (Adam, 1997 ; Mansjoer; 1999).
g. Penegakkan Diagnosis
- Anamnesis (Rusmarjono, 2011)
- Faringitis bakterial
 Nyeri tenggorokan
 Sulit menelan
 Nyeri kepala yang hebat
 Mual
 Muntah
 Demam tinggi
 Sakit kepala
 Nyeri abdomen

59
- Faringitis viral
a. Demam
b. Rinorea
c. Mual
d. Nyeri tenggorok
e. Sukar menelan
f. Malaise
- Faringitis fungal
a. Nyeri tenggorok
b. Nyeri menelan
- Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada faring dilakukan dengan inspeksi
terhadap palatum dan orofaring. Untuk inspeksi secara
memadai, pemeriksa harus menekan lidah pasien dengan
spatula lidah. Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-
lebar, menjulurkan lidahnya dan bernapas perlahan melalui
mulutnya. Spatula lidah dipegang dengan tangan kanan
sedangkan tangan kiri memegang penlight. Spatula lidah harus
diletakkan di sepertiga tengah lidah, tidak terlalu anterior
maupun posterior (Swartz, 1995).
Inspeksi pada pasien dengan faringitis akut akan didapatkan
(Rusmarjono, 2007) :
 Faringitis bakterial
c. Hipertrofi tonsil
d. Faring dan tonsil hiperemis
e. Eksudat dipermukaan tonsil dan faring
f. Bercak ptechie pada faring dan palatum
g. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan
nyeri tekan.
2. Faringitis viral
o Faring hiperemis

60
o Tonsil hiperemis
o Lesi vesikular di orofaring
o Lesi kulit berupa maculopapular rashi
3. Faringitis fungal
o Mukosa faring hiperemis
o Plak putih di orofaring
- Pemeriksaan Penunjang (Rusmarjono,2011 ; Fauci, 2008)
o Kultur bakteri
o Pembiakan jamur dengan media Sabouroud dextrosa
o Tes deteksi antigen cepat
o ELISA
o Gold Standar Diagnosis
o Kultur swab tenggorokan.
h. Terapi
Pengobatan pada penderita faringitis yang disebabkan oleh virus
cukup diberikan obat yang dapat menghilangkan gejala-gejala
faringitis dan tidak diperlukan antibiotik.
Pengobatan pada penderita faringitis yang disebabkan oleh bakteri
streptokokus dapat diberikan:
- Antibiotik
- Kortikosteroid
- Analgetik
- Kumur dengan air hangat atau antiseptik
- Diet cair atau lunak diberikan selama tahap akut penyakit,
tergantung pada nafsu makan pasien dan tingkat rasa tidak
nyaman pasien yang terjadi bersama proses menelan.
- Bila tenggorokan sakit sehingga cairan tidak dapat diminum
dalam jumlah yang cukup dengan mulut. Pada kondisi yang
parah, cairan diberikan secara intravena.

61
- Sebaliknya pasien didorong untuk memperbanyak minum
sedapat yang ia lakukan, dengan minimal 2 sampai 3 liter
sehari (Wilmana,1995)
i. Komplikasi dan Prognosis
Prognosis dari faringitis ini biasanya baik, karena biasanya faringitis
ini dapat sembuh sendiri. Namun, jika faringitis ini berlangsung lebih
dari satu minggu, masih terdapat demam, pembesaran nodus limfa,
atau muncul bintik kemerahan, hal tersebut dapat berarti terjadi
komplikasi dari faringitis, seperti demam reumatik. Beberapa
komplikasi lain dari faringitis ini yaitu:
- Sinusitis
- Otitis media
- Mastoiditis
- Demam scarlet, yang ditandai dengan demam dan bintik
kemerahan
- Abses peritonsillar biasanya disertai dengan nyeri faringeal,
disfagia, demam, dan dehidrasi. Kadang-kadang infeksi tonsila
berlanjut menjadi selulitis difusa dari daerah tonsila meluas
sampai palatum mole. Kelanjutan proses ini menyebabkan
abses peritonsillar.
- Demam rematik, yang dapat menyebabkan inflamasi sendi
atau kerusakan pada katup jantung. Pada negara berkembang,
sekitar 20 juta orang mengalami demam reumatik akut yang
mengakibatkan kematian. Demam reumatik merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi dari faringitis.
- Glomerulonefritis,komplikasi berupa glomerulonefritis akut
merupakan respon inflamasi terhadap protein M spesifik.
Kompleks antigen-antibodi yang terbentuk berakumulasi pada
glomerulus ginjal yang akhirnya menyebabkan
glomerulonefritis ini. (Boies, 2009)

62
j. Pencegahan
Beberapa pencegahan dan perawatan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi radang tenggorokan antara lain:
a) Istirahat yang cukup
b) Berkumur dengan air garam hangat 3-4 kali sehari. Air yang
mengandung garam kalsium dan klorida sodium dapat membantu
mengatasi bengkak-bengkak yang disebabkan oleh radang atau
infeksi.
c) Menaruh kompres hangat pada leher setiap hari.
d) Bagi perokok harus berhenti merokok
e) Banyak minum dan hindari makanan yang dapat menyebabkan
iritasi, seperti: minum es, sirup, es krim, makanan dan minuman
yang didinginkan, gorengan, makanan berpengawet yang
diasinkan, serta manisan. Dan pakailah masker khususnya bagi
penderita yang bekerja sebagai pegawai di lingkungan pabrik
f) Minum antibiotik, dan jika diperlukan minum analgesic
g) Tindakan pencegahan dilakukan dengan menghindari pemakaian
pelembab udara yang berlebihan (Rusmarjon,2011)
2.5.2 Laringitis Akut
a. Definisi
Laringitis merupakan radang laring akut yang dapat disebabkan oleh
virus maupun bakteri. Pada umumnya merupakan kelanjutan dari
rinofaringitis (common cold). (Buku Ajar Ilmu THT. 2010 dan
Faradilla, Nova .2009)
b. Etiologi
Laringitis pada umumnya disebabkan oleh virus influenza (tipe A dan
B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus dimana virus
ini dapat menyebabkan infeksi sistemik. Adapun penyebab lain adalah
bakteri seperti, Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus

63
pneumonia dimana bakteri ini dapat menyebabkan infeksi local.
(Buku Ajar Ilmu THT. 2010 dan Faradilla, Nova .2009)
c. Patofisiologi
Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran
nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa
saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk
memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran
nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang
bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya
inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri
akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan
merangsang peningkatan suhu tubuh. (Faradilla, Nova .2009)
d. Manifestasi Klinis
Pada laryngitis terdapat gejala umum berupa demam dan malaise serta
gejala lokal seperti suara parau sampai tidak bersuara (afoni), nyeri
saat menelan atau berbicara serta terdapat gejala sumbatan laring.
Selain itu juga terdapat batuk kering yang lama kelamaan akan disertai
dahak. (Buku Ajar Ilmu THT. 2010)
Pada pemeriksaan fisis akan tampak mukosa laring hiperemis,
membengkak, terutama pada bagian atas dan bawah pita suara.
Bisasanya terdapat juga tanda radang akut di hidung atau sinus para
nasal atau paru. (Buku Ajar Ilmu THT. 2010)
e. Penatalakasanaan
Pada umumnya penderita tidak perlu dibawa ke rumah sakit, kecuali
terdapat indikasi berikut: (Buku Ajar Ilmu THT. 2010)
- Usia penderita dibawah 3 tahun
- Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted
- Diagnosis penderita masih belum jelas
- Perawatan dirumah kurang memadai
Terapi non-medikamentosa (Buku Ajar Ilmu THT. 2010)
- Istirahat berbicara dan bersuara sela 2-3 hari

64
- Menghirup udara lembab
- Tidak merokok, menghindarai makanan pedas dan minum es
karena dapat mengiritasi laring dan faring
Medikamentosa (Faradilla, Nova .2009)
- Antipiretik diberikan jika pasien ada demam, sedian dapat berupa
paracetamol atau ibuprofen.
- Analgetik bila ada nyeri
- Pada keadaan hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal
seperti fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin,
napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral atau spray.
- Pemberian antibiotic yang adekuat yakni : ampisilin 100
mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis atau kloramfenikol : 50
mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis atau sefalosporin
generasi 3 (cefotaksim atau ceftriakson) lalu dapat diberikan
kortikosteroid intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5
mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari.
- Pemasangan pipa endotrakeal atau trakeostomi bila terdapat
sumbatan pada laring. (Buku Ajar Ilmu THT. 2010)
f. Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan
pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada
usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan udem
subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila
hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau
trakeostomiaik. (Faradilla, Nova .2009)
2.5.3 Bronchitis Akut
a. Definisi
 Bronchitis akut adalah infksi mukosa bronkial yang disebabkan
oleh virus dan bakteri. bronchitis akut umu ditemukan pada anak-
anak. (Tu Z, dkk. 2017)

65
 Pada anak-anak bronchitis akut biasa muncul sebagai infeksi
sekunder dari saluran pernapasan atas ataupun bawah. (Nelson,
Behrman, dkk. 2000)
b. Epidemiologi
Penyakit ini umumnya terjadi pada bayi dan mobiditasnya lebih tinggi
pada musim dingin dan musim semi.(Nelson, Behrman, dkk. 2000)
c. Etiologi
Penelitian medis modern telah menunjukkan bahwa penyakit ini
terutama disebabkan oleh virus, bakteri atau infeksi campuran.
Mycoplasma Pnemoni merupakan penyebab umum. Sejumlah besar
studi klinis mengungkapkan bahwa infeksi saluran pernaapasan
merupakan faktor penting untuk menyebabkan bronkitis akut.
(Kinkade, Scott, dkk.2016)
d. Patomekanisme
Infeksi dapat menginduksi berbagai sitokin yang secara langsung
ataau tidak langsung terlibat dalam reaksi peradangan sehingga
memicu eksudasi dan kemotaksis sel-sel inflamasi, aktivasi dan
piroginesiti sel-sel inflamasi. Oleh kaarena itu, mekanisme imunologi
berperan penting dalam bronchitis akut. Pada anak dengan bronchitis
akut memiliki jjumlah sel T-regulatory, rasio T-reg/Th17, serta IL-10
dan TGF-B menurun secara signifikan, sedangkan jumlah Th17, IL-
17, dan IL-22 meningkat secara signifikan. (Kinkade, Scott, dkk.2016)
e. Gejala Klinis
Bronchitis akut biasanya didahului oleh infeksi pernapasan atas.
Khasnya anka-anak datang dengan batuk sering, peendek, tidak
produktif, dan timbulnya relative bertahap, mulai 3-4 hari sesudah
munculnya rhinitis. Ketidakenakan atau nyeri terbakar di dada depan
dan diperjelek dengan batuk. Jika memberat dapaat terdengar suara
ronki dapat menyerupai suara mengi pada asma, nyeri dada, dan
kadang-kadang naapas pendek. Batuk paroksismal atau rasa mencekik
pada saat sekresi kadang-kadang disertai muntah. Dalam beberapa

66
hari batuk menjadi produktif, dan sputum berubah dari jernih ke
purulent. Biasanya dalam 5 atau 10 hari mucus encer, dan batuk
menghilang secara bertahap. Badan sangat malaise biasanyaa tidak
disertai demam atau demam ringan. Tanda-tanda nasofaringitis,
infeksi konjungtiva, dan rhinitis. (Nelson, Behrman, dkk. 2000)
f. Diagnosis
- Riwayaat kesehatan
Riwaayat kesehatan dapat dilihat dari gejala klinis seperti batuk
kering dan batuk berdahak, dyspnea, hidung tersumbat, demam,
sakit kepala, dan malaise. (Kinkade, Scott, dkk.2016)
- Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara ronki menyerupai mengi
asma pada auskultasi paru, takipneu, bunyi napas bronkial,
egofoni, dan peningkatan fremitus taktil. (Kinkade, Scott,
dkk.2016)
- Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan leukosistosis.
(Kinkade, Scott, dkk.2016)
g. Terapi
Tidak ada terapi spesifik, sebagian besar penderita sembuh tanpa
banyak masalah, tanpa pengobatan apaapun. Pada bayi yang kecil,
drainase paru dipermudah dengan cara sering melakukan pergeseran
posisi anak yang lebih tua lebih enak dengan kelembapaan tinggi,
tetapi tidak ada bukti bahwa ini memperpendek waktu penyakit. Batuk
iritatif dan paroksismal dapat menyebabkan distress berat dan
mengganggu tidur. Walaupun penekanan batuk dapat menambah
kemungkinan supurasi, penggunaan antitusif seperti kodein dapat
mengurangi gejala, tidak dianjurkan antihistamin yang mengeringkan
sekresi. Antibiotic diberikan pada brobkitis akut berulang harus
dievaaluasi dengan cermatuntuk kemungkinan anomaly saluran
pernapasan, benda asing, bronkiektasia, defisiensi imun, tuberculosis,

67
alergi, sinusitis, adeoiditis, dan kistik fibrosis. (Nelson, Behrman,
dkk. 2000)
2.5.4 Pneumonia
a. Definisi
Pneumonia adalah infeksi pada parenkima paru akut yang ditandai
dengan adanya infiltrat pada pemeriksaan radiografik paru (zuhrial,
dkk.2012).
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan olehmikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
parasit).Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang
disebabkan oleh non mikroorganisme(bahan kimia, radiasi, aspirasi
bahan toksik, obat-obatan danlain-lain) disebut pneumonitis
(Nurjannah,dkk. 2012)
Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru dimana asinus
terisi dengan cairan radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari
sel radang ke dalam dinding dinding alveoli dan rongga interstisium
yang ditandai dengan batuk disertai nafas cepat dan atau nafas sesak
pada anak usia balita). Menurut WHO (2014), pneumonia adalah
bentuk infeksi pernapasan akut yang mempengaruhi paru-paru,
dimana alveoli paru- paru terisi dengan cairan sehingga membuat
asupan oksigen terbatas untuk bernafas (Fida,amaliah 2014).
b. Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
utama pada anak di negara berkembang. Penyakit pneumonia adalah
penyebab utama kematian balita baik di Indonesia maupun di dunia,
namun tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini. Oleh karena itu
penyakit ini sering disebut sebagai Pembunuh Balita Yang
Terlupakan (The Forgotten Killer of Children). Di negara
berkembang, penyakit pneumonia merupakan 25% penyumbang
kematian pada anak, terutama bayi berusia kurang dari 2 bulan.

68
Insidens pneumonia di negara berkembang adalah 2-10 kali lebih
banyak dari pada negara maju. Perbedaan tersebut berhubungan
dengan etiologi dan faktor resiko pneumonia di negara tersebut
(Nurjannah,dkk,2012).
Di Indonesia, angka kejadian pneumonia pada balita adalah sekitar
10-20% per tahun. Angka kematian pneumonia pada balita di
Indonesia adalah 6 per 1000 balita. Ini berarti dari setiap 1000 balita
setiap tahun ada 6 orang diantaranya yang meninggal akibat
pneumonia. Jika dihitung, jumlah balita yang meninggal akibat
pneumonia di Indonesia mencapai 150.000 balita per tahun, 12.500
per bulan, 416 perhari, 17 balita per jam atau 1 orang balita per
menit (Fida amaliah, 2014).
Sebuah studi menyebutkan rata-rata kasus pneumonia dalam setahun
adalah 12 kasus setiap 1000 orang. Mortalitas pada penderita
pneumonia komuniti yang membutuhkan perawatan rumah sakit
diperkirakan sekitar 7 - 14%, dan meningkat pada populasi tertentu
seperti pada penderita Comunity Acquired Pneumonia (CAP) dengan
bakterimia, dan penderita yang memerlukan perawatan di Intensive
Care Unit (ICU). Angka mortalitas juga lebih tinggi ditemukan pada
negara berkembang, pada usia muda, dan pada usia lanjut, bervariasi
dari 10 – 40 orang tiap 1000 penduduk di negara-negara barat (Fida
amaliah, 2014):.
c. Etiologi
i. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya
yaitu (Kuntjoro,dkk.2016)
1. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
- Streptococcus pneumonia : merupakan bakteri anaerob
facultatif. Bakteri patogen ini di temukan pneumonia
komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak 20-60%,

69
sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU
sebanyak 33%.
- Staphylococcus aureus : bakteri anaerob fakultatif. Pada
pasien yang diberikan obat secara intravena (intravena
drug abusers) memungkan infeksi kuman ini menyebar
secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke
paru-paru. Kuman ini memiliki daya taman paling kuat,
apabila suatu organ telah terinfeksi kuman ini akan timbul
tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan
abses. Methicillin-resistant S. Aureus (MRSA) memiliki
dampak yang besar dalam pemilihan antibiotik dimana
kuman ini resisten terhadap beberapa antibiotik.
- Enterococcus (E. faecalis, E faecium) : organism
streptococcus grup D yang merupakan flora normal usus.
Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering
menyerang pada pasien defisiensi imun
(immunocompromised) atau pasien yang di rawat di rumah
sakit, di rawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan
dilakukan pemasangan endotracheal tube. Contoh bakteri
gram negatif dibawah adalah :
- Pseudomonas aeruginosa : bakteri anaerob, bentuk batang
dan memiliki bau yang sangat khas.
- Klebsiella pneumonia : bakteri anaerob fakultatif, bentuk
batang tidak berkapsul. Pada pasien alkoholisme kronik,
diabetes atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
dapat meningkatkan resiko terserang kuman ini.
- Haemophilus influenza : bakteri bentuk batang anaerob
dengan berkapsul atau tidak berkapsul. Jenis kuman ini
yang memiliki virulensi tinggu yaitu encapsulated type B
(HiB)7.

70
2. Atipikal organisme
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp. ,
chlamedia sp. , Legionella sp.
ii. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet,
biasanya menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi.
Diduga virusn penyebabnya adalah cytomegaliviru9, herpes
simplex virus, varicella zooster virus.
iii. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
oportunistik, dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat
menghirup udara. Organisme yang menyerang adalah Candida
sp. , Aspergillus sp. , Cryptococcus neoformans.

Patogen penyebab yang sering ditemukan (Kuntjoro,dkk.2016)


Penyebab yang sering terjadi
Rawat jalan Rawat inap ICU
Streptococcus pneumonia Streptococcus pneumonia Streptococcus pneumonia
Mycoplasma pneumonia Mycoplasma pneumonia Staphylococcus aureus
Haemophilus influenza Haemophilus influenza Legionella species
Chlamydophila Chlamydophila Kuman batang gram
pnuemoniae pnuemoniae negatif
Virus pernapasan Legionella species Haemophilus influenza
Virus pernapasan
d. Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak (Fida amaliah, 2014):
1. Community-Acquired Pneumonia
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius
ini sering di sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia
(Penicillin sensitive and resistant strains ), Haemophilus
influenza (ampicillin sensitive and resistant strains) and

71
Moraxella catarrhalis (all strains penicillin resistant). Ketiga
bakteri tersebut dijumpai hampir 85% kasus CAP. CAP biasanya
menular karena masuk melalui inhalasi atau aspirasi organisme
patogen ke segmen paru atau lobus paru-paru. Pada pemeriksaan
fisik sputum yang purulen merupakan karakteristik penyebab dari
tipikal bakteri, jarang terjadi mengenai lobus atau segmen paru.
Tetapi apabila terjadi konsolidasi akan terjadi peningkatan taktil
fremitus, nafas bronkial. Komplikasi berupa efusi pleura yang
dapat terjadi akibat infeksi H. Influenza , emphyema terjadi akibat
infeksi Klebsiella , Streptococcus grup A, S. Pneumonia . Angka
kesakitan dan kematian infeksi CAP tertinggi pada lanjut usia dan
pasien dengan imunokompromis. Resikokematian akan
meningkat pada CAP apabila ditemukan faktor komorbid berupa
peningkatan respiratory rate, hipotensi, demam, multilobar
involvement, anemia dan hipoksia.
2. Hospital-Acquired Pneumonia
Berdasarkan America Thoracic Society (ATS) , pneumonia
nosokomial ( lebih dikenal sebagai Hospital-acquired pneumonia
atau Health care-associated pneumonia ) didefinisikan sebagai
pneumonia yang muncul setelah lebih dari 48 jam di rawat di
rumah sakit tanpa pemberian intubasi endotrakeal . Terjadinya
pneumonia nosokomial akibat tidak seimbangnya pertahanan
inang dan kemampuan kolonisasi bakteri sehingga menginvasi
traktus respiratorius bagian bawah. Bakteria yang berperan dalam
pneumonia nosokomial adalah P. Aeruginosa , Klebsiella sp, S.
Aureus, S.pneumonia. ATS membagi pneumonia nosokomial
menjadi early onset (biasanya muncul selama 4 hari perawatan di
rumah sakit) dan late onset (biasanya muncul setelah lebih dari 5
hari perawatan di rumah sakit). Pada early onset pneumonia
nosokomial memili prognosis baik dibandingkan late onset
pneumonia nosokomial; hal ini dipengaruhi pada multidrug-

72
resistant organism sehingga mempengaruhi peningkatan
mortalitas. Pada banyak kasus, diagnosis pneumonia nosokomial
dapat diketahui secara klinis, serta dibantu dengan kultur bakteri;
termasuk kultur semikuantitatif dari sample bronchoalveolar
lavange (BAL).
3. Ventilator-Acquired Pneumonia (VAP)
Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan
pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah
intubasi trakea.Ventilator adalah alat yang dimasukan melalui
mulut atau hidung, atau melalu lubang di depan leher. Infeksi
dapat muncul jika bakteri masuk melalui lubang intubasi dan
masuk ke paru-paru.
Berdasarkan bakteri penyebab :
- Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang
yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,
Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
- Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
- Pneumonia virus
- Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder.
Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised).

Secara anatomi, pneumonia dapat dikenal sebagai berikut


(Kuntjoro,dkk,2016):

 Pneumonia lobaris, dimana yang terserang adalah seluruh


atau segmen yang besar dari satu atau lebih lobus
polmonary. Apabila kedua paru yang terkena, maka hal ini
sering disebut sebagai bilateral atau “double” pneumonia
(pneumonia lobular) .

73
 Broncho pneumonia (pneumonia lobular), yang dimulai
pada terminal bronchiolus manjadi tersumbat dengan
eksudat muco purulent sampai membentuk gabungan pada
daerah dekat lobulus.
 Interstitial pneumonia, yang mana adanya suatu proses
inflamasi yang lebih atau hanya terbatas didalam dinding
alveolar (interstitium) dan peri bronchial dan jaringan inter
lobular.

Menurut Departemen Kesehatan tahun 2009 klasifikasi


pneumonia berdasarkan adanya batuk dan atau kesukaran
bernapas disertai peningkatan frekuensi napas seuai kelompok
umur yakni (Fida,Amaliah, 2014)

 Kelompok umur 2 bulan - ≤ 5 Tahun


1. Klasifikasi Pneumonia berat selain batuk dan atau
sukar bernapas, tanda penyerta lain yaitu tarikan
dinding dada bagian bawah kedalama (chest
indrawing),
2. Klasifikasi Pneumonia selain ditandai dengan batuk
dan atau sukar bernapas, tanda penyerta lainnya yaitu
napas cepat sesuai golongan umur. Umur 2 Bulan - < 1
Tahun irama napas sama dengan 50 kali atau
lebih/menit sedangkan untuk umur 1 - <5 Tahun irama
napasnya 40 kali atau lebih/menit.
3. Klasifikasi bukan Pneumonia hanya ditandai dengan
batuk dan atau sukar bernapas tidak ada tanda penyerta
lain yakni tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan
dinding dada bagian bawah. (Fida, Amaliah, 2014)
 Kelompok umur < 2 Bulan
2. Klasifikasi pneumonia berat untuk umur <2 Bulan
ditandai dengan napas cepat > 60 kali atau lebih/menit

74
atau ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah
kedalam serta dibarengi dengan batuk dan atau sukar
bernapas.
3. Klasifikasi bukan pneumonia untuk kelompok umur <2
Bulan hanya ditandai dengan batuk dan atau sukar
bernapas serta tidak ada napas cepat dan tidak ada
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
- Pneumonia aspirasi adalah kerusakan paru yang
disebabkan oleh masuknya cairan, partikel
eksogen, atau sekresi endogen ke dalam saluran
napas bawah. Secara konvensional aspirasi
pneumonia didefinisikan sebagai infeksi yang
disebabkan oleh bakteri yang kurang virulen,
terutama bakteri anaerob, yang biasanya
merupakan flora normal pada inang yang rentan
mengalami aspirasi ( zuhrial,dkk.2012)
e. Manifestasi Klinis
Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum
berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena
pleuritis dan sesak.Gejala umum lainnya adalah pasien lebih
suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena
nyeridada.Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan
dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan
atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak
menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki,
suara pernafasan bronkial, pleural friction rub. (zuhrial,
dkk.2012)

75
f. Diagnosis
- Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C,
batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang
disertai darah, sesak napas dan nyeri dada. (zuhrial,
dkk.2012)
- Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di
paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit
tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar
suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin
disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki
basah kasar pada stadium resolusi. (zuhrial, dkk.2012)
g. Penatalaksanaan
Pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan
hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai
penyebab pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
(Pamungkas DR.2012)
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara
empiris. Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri
penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut : (Pamungkas
DR.2012)
- Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP
• Golongan Penisilin
• TMP-SMZ
• Makrolid

76
- Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
• Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
• Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
• Marolid baru dosis tinggi
• Fluorokuinolon respirasi
- Pseudomonas aeruginosa
• Aminoglikosideftazidim, Sefoperason, Sefepim
• Tikarsilin, Piperasilin
• Karbapenem : Meropenem, Imipenem
• Siprofloksasin, Levofloksasin
2.5.5 TB Paru
a. Definisi
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, Mycobcterium bovis dan
Mycobacterium africanum. Sebagian besar kuman TB menyerang
paru dan dapat juga menyerang organ tubuh yang lainnya. (Kemenkes,
2014)
b. Etiologi
Infeksi bakteri Mycobacterim tuberculosis, Mycobacterium bovis dan
Mycobacterium africanum. dimana Mycobacterium tuberculosis
merupakan penyebab infeksi tertinggi dengan presentase >95%.
(Kemenkes, 2014)
c. Epidemiologi
TB anak adalah penyakit TB yang sering terjadi pada anak 0-14 tahun
adapun cara penularannya sebagai berikut :
1. Sumber penularannya adalah pasien TB paru BTA positif,
baik dewasa maupun anak.
2. Faktor resiko penularan TB anak tergantung dari tingkat
penularan, lama pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB
dengan BTA positif memberikan resiko penularan lebih besar

77
disbanding dengan pasien TB negative. Dimana tingkat
penularan TB BTA positif (65%) dan TB negative (26%)

Tuberculosis anak merupakan factor penting dinegara-negara


berkembang karena jumlah anak kurang dari 15 tahu adalah 40-50%
dari jumlah seluruh populasi berikut presentasenya :

Jumlah populasi berdasarkan usia (2004)

Data TB anak di Indonesia menunjukkan kasus pada TB anak diantara


semua kasus TB pada tahun 2010 (9,4%), 2011 (8,5%) dan tahun 2012
(8,2%). Berdasarkan data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi
dari 1,8%-15,9%. Hal ini menunjukkan diagnosis TB anak masih
sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB anak dikelompokkan
berdasarkan kelompok umur 0-4 tahum dan 5-14 tahun dimana pada
usia 5-14 tahun memiliki kasus lebih banyak dibanding anak berumur
0-4 tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010 (5,4%), 2011
(6,3%) dan tahun 2012 (6%).(Kemenkes, 2013)

d. Patomekanisme
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB.
Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat
kecil (<5 um), akan terhirup dan dapat mecapai alveolus. Pada
sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan oleh imunitas non
spesifik sehingga tidak terjadi respon imunitas spesifik. Namun pada

78
kasus lainnya kuman TB tidak dapat dihancurkan secara keseluruhan .
makrofag alveolus akan memfagositosis kuman TB, namun sebagian
kecil kumannya tidak dapat dimatikan dan akhirnya akan berkembang
biak didalam makrofag dan melisiskan makrofag, selanjutnya kuman
TB membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan focus primer
ghon.(Kemenkes,2013)
Dari focus primer ghon kuman TB akan menyebar secara limfogen
yang akan menuju ke kelenjar limfe regional yaititu kelenjar limfe
yang ke lokasi focus prime menyebabkan peradangan pada saluran
limfe (Limfangitis) dan kelenjar limfe (limfadenitis). Jika focus
primer menyerang lobus inferior dan medius maka kelenjar limfe yang
terlibat adalah kelenjar limfe parahilus sedangkan jika ia menyerang
apex paru maka ia menyerang kelenjar paratrakeal. Gabungan focus
primer limfangitis dan limfadenitis disebut kompleks primer.
(Kemenkes,2013)
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer kompleks disebut masa inkubasi. Masa
inkubasi kuman TB 2-12 minggu, biasanya berlangsung selama 4-8
minggu. Jika kumannya mecapai 103-104 maka ia akan merangsang
respon imunitas seluler.(Kemenkes,2013)
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer telah dinyatakan
terjadi dan imunitas seluler terhadap kuman TB terbentu. Yang dapat
diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberculoprotein
maka hasil tes tuberkulinnya positif dan pada fase inkubasi tes
tuberculin negative. Apabila imunitas seluler suatu individu baik maka
kuman TB akan terhenti begitupun sebaliknya.(Kemenkes,2013)
Selain penyebarannya secara limfogen, penyebarannya dapat pula
secara hematogen. Penyebaran secara hematogen akan menyeraang
secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan
gejala klinis. Kemudian kuman TB akan menyebar ke seluruh organ.
Dan kuman ini akan bersarang di organ yang memiliki vascularisasi

79
yang baik, paling sering di apex paru, limpa dan kelenjar limfe
superficialis dan selain itu juga dapat bersarang di organ lain seperti
otak hati ginjal dan lain-lain.(Kemenkes,2013)

(Diagram mekanisme infeksi kuman TB)

(Kemenkes,2013)

e. Gejala Klinik
Gejala klinik TB pada anak terbagi atas :
- Gejala Umum
 Berat badan turun tanpa sebab dalam tanpa sebab dan
berat badannya tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan
upaya perbaikan gizi yang baik
 Demam >2 minggu)

80
 Batuk (>3 minggu) yang tidak redah dan lama-lama
menjadi parah.
 Anoreksia.
 Malaise.
 Dare persisten (>2 minggu) yang tidak sembuh walaupun
diberi obat diare.
- Gejala Khusus
 Tuberkulosis kelenjar (terbanyak diregio colli), pembesaran
KGB multiple, diameter > 1 cm dengan onsistensi kenyal,
tidak nyeri dan konfluens.
 TB Otak dan selaput otak
 TB system skeletal
1) Tulang belakang (spondilitis) : adanya gibbus
2) Tulang panggul (coccytis) : pincang, gangguan berjalan
3) Gonitis : pincang dan bengkak pada lutut tanpa sebab
yang jelas.
 Skrofudermal
 TB mata
i. Konjungtivitis flitenularis
ii. Tuberkel choroid
 TB organ lainnya
f. Diagnosis
Diagnosis yang pada umumnya digunkan pada tingkat pelayanan
keshatan dasar adalah system scoring, dimana metode ini membantu
tenaga kesehatan dalam mengumpulkan data klinis maupun
pemeriksaan penunjang sederhana sehingga tidak terjadi
underdiagnosis atau over diagnosis TB. (Kemenkes, 2013)
Penilaian pada system scoring dengan ketentuan sebagai berikut :
- Parameter uji tuberculin dan kontak erat dengan pasien TB
menular mempunyai nilai tertinggi yakni 3.

81
- Uji tuberculin merupakan uji penentu utama untuk menegakkan
diagnosis pada anak dengan system scoring.
- Pasien dengan jumlah skor >6 harus ditatalaksana sebagai
pasien TB dengan mendapat OAT.

- Pemeriksaan penunjang
1. Tes BTA
2. Tes tuberculin
Pemeriksaan hipersensitivitas terhadap tuberculoprotein,
dikatakan positif jika ditemukan dan dikatakan negative
jika hasilnya negative.
3. Foto Thorax
Gambara foto pada penderita TB yakni sebagai berikut :

82
a) Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrat (visualisasinya selain dengan
foto toraks AP, harus disertai foto toraks lateral)
b) Konsolidasi segmental/lobar
c) Efusi pleura
d) Milier
e) Atelektasis
f) Kavitas
g) Kalsifikasi dengan infiltrat
h) Tuberkuloma
4. Pemeriksaan Histopatologi
Gambaran khasnya terdapatnya gambaran granuloma
dengan nekrosis perkijauan di tengahnya dan dapat pula
gambaran sel datia langhans dan kuman TB.
5. Xpert MTB/RIF
Teknologi terbaru ini telh didukung oleh WHO untuk
meningkatkan ketepatan diagnosis TB anak diantaraya
pemeriksaan biakan dengan metode cepat yakni metode
cair, molecular dan NAAT (Nuclei acid amplification
Test). Saat ini data tentang pengguanaan teknologi ini
masih terbatas yaitu menunjukkan hasil yang lebih baik
dari pemeriksaan mikroskopik namun sensitivitasnya
masih rendah dibanding pemeriksaan biakan dan diagnosis
klinis. Hasil Xpert MTB/RIF yang negative tidak selalu
menunjukkan anak sakit TB
Cara mendapatkan sampel anak :
a) Berdahak
b) Bilas Lambung
c) Induksi Sputum

(kemenkes,2013)

83
g. Terapi
Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan)
dan profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang
sakit TB sedangkan profilaksis diberikan pada anak yang kontak TB
(profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB
(profilaksis sekunder). (Kemenkes, 2014)
Beberapa hal penting dalam pengobatan TB anak sebagai berikut :
a) Obat TB diberikan dalam panduan obat tidak boleh diberikan
sebagai monoteapi
b) Pemberian gizi yng adekuat
c) Mencari penyakit penyerta, jika ada maka ditatalaksana secara
bersamaan.

Panduan OAT Anak (Kemenkes,2014)


Prinsip pengobatan TB Anak :
 OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam
obat untuk mencegah resisten obat serta membunuh kuman
ekstra dan intra pulmonal.
 Waktu pengobatan TB anak selama 6-12 bulan.
 Pengobatan anak terbagi atas :
 Pada TB anak dengan gejala yang berat maka dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehtan rujukan.
 Pada kasus TB tertentu seperti TB miler,efusi pleura TB,
pericarditis TB, TB endobrochial, TB mengingitis dan TB

84
peritonitis diberikan steroid (prednisone) 1-2 mg/kgBB/hari.
Lama pemberian 2-4 minggu dengan tujuan mengurangi
proses inflamasi.
 Pemberian dosis obat OAT pada kasus TB anak disesuaikan
dengan BB anak.
 Panduan OAT kategori diberikan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet obat
ini terdiri dari 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet.

Kombinasi dosis tetap OAT KDT


Untuk mempermudah dalam pemberian OAT sehingga
meningkatkan keteraturan minum obat , paduan obat OAT
disediakan dalam bentuk paket KDT, dimana paket KDT
berisi : (Kemenkes, 2014)
- Fase intensif
Rimfapisin (R), INH (H) dan pirazinamid (Z)
- Fase lanjutan
Rimfapisin (R) dan INH (H)

85
Dengan dosis yang dianjurkan sesuai dengan table berikut :

(Kemenkes, 2014)
2.6 Integrasi Keislaman dari sudut pandang Respirasi
Satu satu kunci agar kita bisa semakin bertakwa kepada Allah SWT adalah
dengan cara merenungkan dan memikir-mikir nikmat-nikmat Allah SWT,
khususnya nikmat-nikmat yang sering terlupakan. Memang kita tidak akan
mampu menghitung nikmat-nikmat Allah, sebagaimana ditegaskan Allah
dalah surah ibrahim ayat 34:

“Jika kalian menghitung nikmat Allah maka niscaya kalian tidak akan bisa
menghitungnya”.
Namun begitu kita tetap diperintah untuk merenungkan nikmat-nikmat Allah,
sebab ini akan membawa faedah yang besar bagi diri kita sendiri sebagai
hamba-nya. Setidaknya ada 2 faedah yang akan kita peroleh:
Kita bisa membedakan antara nikmat yang betul-betul bermanfaat bagi hidup
kita dan nikmat-nikmat semu yang cenderung merusak kualitas hidup kita.
Mata hati dan pikiran kita menjadi tajam, tidak hanya melihat nikmat-nikmat
yang besar yang kasat mata, tapi bisa dengan mudah melihat nikmat-nikmat
yang sering tidak nampak, tersembunyi, dan terlupakan. Jika ini bisa kita
lakukan maka kita akan menjadi hamba-hamba yang syakuur (pandai
bersyukur). Rasa syukur kita akan mendorong dan memperkuat ketulusan kita

86
dalam beribadah, dan akhirnya hidup kita akan penuh dengan ketakwaan yang
berkualitas terhadap Allah SWT.
Dalam kesempatan ini saya ingin mengajak merenungkan sebuah nikmat yang
sangat penting tapi sering kali terlupakan. Tentu ini tidak satu-satunya tapi
hanya salah satunya saja. Nikmat yang saya maksud ini menjadi syarat mutlak
bagi berlangsungnya kehidupan di bumi. Sebuah zat berupa gas yang tidak
berbau, tidak berwarna, dan tidak bisa dirasa oleh lidah. Ditemukan pada
tahun 1774 oleh joseph priestley ahli kimia asal inggris dan carl scheel ahli
kimia asal swedia. Ia adalah oksigen.
Kita tahu bahwa tidak ada satupun makhluk hidup di bumi ini yang tidak
butuh oksigen. Tanaman akan tumbuh baik jika tanahnya mengandung
oksigen yang cukup. Semua hewan dan manusia menghirup oksigen agar
mereka bisa tetap hidup. Ikan dan semua makhluk hidup di laut juga hidup
karena oksigen. Cacing, rayap, dan segala serangga yang di dalam tanah juga
butuh oksigen.
Sebuah penemuan yang menarik menyebutkan bahwa 60% dari tubuh manusia
adalah oksigen. Oksigen terdapat dalam darah, daging, tulang, otot-otot, dan
semua komponen tubuh kita. Bahkan makanan dan minuman yang kita
konsumsi tidak luput dari oksigen. Singkatnya, semua bagian tubuh kita tanpa
kecuali butuh oksigen agar tetap tumbuh sehat. Sehingga bisa dipastikan,
anggota tubuh manapun yang kekurangan oksigen akan menderita sakit.
Pasien rumah sakit yang sistem pernafasannya (respiratory system) lemah
akan dibantu dengan selang oksigen. Itulah kiranya mengapa kita harus
senantiasa mengingat atau berdzikir pada Allah dalam setiap tarikan nafas.
Bahkan sebenarnya tidak hanya makhluk hidup saja yang perlu oksigen.
Berbagai industri yang berbahan dasar logam atau baja membutuhkan banyak
oksigen dalam proses pembakarannya.
 Mari sahabat kita menghitung berapakah harga nafas dalam satu hari
dan pernahkah kita
 Menanyakan harga oksigen di apotik ?
Jika belum tahu, +/- Rp. 25rb/ltr,

87
 Pernahkah kita menanyakan harga nitrogen di apotik ?
Jika belum tahu, +/- Rp. 9.950/ltr.
 taukah bahwa dalam sehari manusia menghirup 2.880 liter oksigen &
11.376 liter nitrogen-
o x Rp..25.000,- = Rp.. 72.000.000,-
11.376 x Rp.. 9.950,- = Rp..113.191.200,-
Total biaya sehari = Rp..185.191.200,-
Biaya bernafas 1 bln = 30 x 185.191.200,- = Rp..5.555.736.000,-
1 thn 365 hari maka biaya utk bernafas selama 1 th
365 x 185.191.200 = Rp..67.594.788.000,-
 Jika harus dihargai dgn rupiah
Maka oksigen & nitrogen yg kita hirup,
Akan mencapai Rp..185juta lebih/hr/manusia
 Jika kita hitung harga nafas dalam satu hari Rp..185 juta,maka sebulan
Rp..5,5m/orang, setahun Rp..67,5 milyar /orang !!! Sudah berapa
lamakah kita hidup di bumi Allah ini? Dan…. Berapa rupiah biaya
yang harus kita keluarkan untuk hidup selama itu jika udara yang kita
hirup harus dibayar? Sungguh manusia pada hakekatnya sangat lemah
& tidak layak berlaku sombong di muka bumi ini
Namun Allah tak menyuru kita untuk menghitung nikmat Allah
kenapa demikin karna itu tidak munkin karna nikmat Allah sangat
banyak bahkan alat secanggi apapun belum ad yang bisa di gunakan
untuk menghitung nikmat Allah trsb.
Intinya mari kita manfaatkan mari kita gunakan sisa umur kita ini
untuk ingat kepada Allah, untuk ibadah kepada Allah agar kita
menjadi org yang beruntung
Orang yg paling kayapun tdk akan sanggup melunasi biaya nafas
hidupnya, kalo tuhan mau pake rumus dagang sama manusia.

88
DAFTAR PUSTAKA

Acerra,J.R. 2010. Pharyngitis. DepartementofEmergencyMedicine.NorthShore.


(Diakses pada tanggal 13 April 2018. Available from: http://emedicine.
medscape.com/article/764304-)

Adam, Goerge L.2009. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring dalam: Boeis


Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta; 328-29

Aung, K. 2005. Pharyngitis, Viral. eMedicine.Com; (Diakses pada tanggal 13


April 2018. Availabel : http://www.emedicine.Com/med/topic.1812.ht
m)

Berhman, E. Richard dan Victor C.V.1992. Sistem pernafasan: Infeksi-infeksi


Saluran Nafas Bagian Atas dalam: Nelson Ilmu Penyakit Anak Bagian
2. EGC. Jakarta; 297-98.

Boediman, Muljono Wirjodiardjo. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respiratorik.


Buku AjarRespirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 2010.
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC.
Fida amaliah. 2014. Pneumonia pada anak. Univeristas diponegoro. Vol 12
nomor 4.

Faradilla, Nova .2009.Laryngitis Akut. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran


Universitas Riau.
Fauci et al. Severe Sepsis and Septic Shock. Harison’s: Principles of Internal
Medicine 17th Ed. USA: The McGraw Hill Companies;2008.Ebook
version. (Diakses pada tanggal 13 April 2018. Availabel :
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=1130&sec
tionid=79745851

89
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : Egc, 1022 Sobotta .(2000). Atlas Anantomi Manusia, Jakaerta
: EGC
Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC;
2007. p. 335-54

Ikawati Z. Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan : Jakarta; Pustaka Adipura.


2007

Irwin RS, et al. Diagnosis and management of cough executive summary: ACCP
evidence-based clinical practice guidelines. Chest. 2006;129:1S-23S.

Kazzi, AA. 2005. Pharyngitis. eMedicine.Com. (Diakses pada tanggal 13 April


2018. Availabel : http://www.emedicine.Com/emerg/topic.419.htm)

Kinkade, Scott,dkk. Acute Bronchitis. Am Fam Physician. 2016;94(7):560-565

Kritek P, Fanta C. Cough and hemoptysis. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL,
Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, editors. Harrison’s principles of
internal medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2012 .p.282-6.

Kuntjoro,dkk..Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi .Departemen Ilmu


Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah
Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia | Vol. 3, No. 4 | Desember 2016.
Mansjoer, A (ed). 1999. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok:
Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI. Jakarta;
118

Nelson, Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol 2.
Jakarta : EGC.
Nurjannah,dkk. Profil Pneumonia pada Anak di RSUD Dr. Zainoel Abidin, Studi
Retrospektif. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

90
Kedokteran,Universitas Syiah Kuala RSUD Dr Zainoel Abidin, Banda
Aceh. Sari pediatric.vol 13. No. 5 februari 2012

Pamungkas DR. Analisis faktor risiko pneumonia pada balita di 4 provinsi di


Indonesia Timur analisis data Riskesdas 2007 (jurnal). Universitas
Indonesia. 2012.

Pedoman pengendalian Tuberculosis ,jakarta ,2014, Kementrian kesehatan


Indonesia.

Pentunjuk teknis TB pada anak, Jakarta,2013, Kementrian Kesehatan.

Penuntun Skill Lab Blok. 2.6 Gangguan Respirasi Fakultas Kedokteran


Universitas Andalas Edisi ke. 6 Tahun 2016.
Price, Sylvia Anderson et al. 2015. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.

Rahdian Husa 2013..Anatomi Histologi dan Fisiologi SaluranPernapasan Atas.


Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal Biomedik (JBM), Volume
5, Nomor 3.
Rusmarjon, soepardi EA. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J. Restuti RD editors. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi 6.
Jakarta : FKUI. 2011.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: Egc

Sherwood, Lauralee. 2016. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.

Silvestri RC, Weinberger SE. 2013. Evaluation of subacute and chronic cough in
adults. Wolters-Kluwers Health Inc UptoDate.

Simon, HK. 2005. Pediatrics, Pharyngitis. eMedicine.Com. (Diakses pada tanggal


13 April 2018. Availabel :http://www.emedicine.Com/emerg/topic.395.
htm)

91
Sloana, Ethel, .2004. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC
Victor P. Eroschenko. Sistem Pernapasan. Atlas Histologi di Fiore dengan
KorelasiFungsional. 9th edition. Jakarta: EGC; 2003
Swartz, 1995, Buku Ajar Diagnostik Fisik, EGC : Jakarta, p 227 – 238

Tu Z, dkk. Changes Of Treg And Th17 Cells As Well As Cytokines In Children


With Acute Bronchitis.PMC. 2017; 14(4):3846-3850.

Wilmana P.F. 1995. Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-inflamasi Nonsteroid


dan Obat Pirai dalam Ganiswarna, S (ed). 1995. Farmakologi dan
Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi FK UI. Jakarta

Zuhrial,dkk. Pneumonia aspirasi.2012. Divisi Pulmonologi dan Alergi Imunologi


Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Universitas sumatera utara/RSUP
Haji Adam Malik Medan.

92

Anda mungkin juga menyukai