Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN.

Penyebab kematian maternal cukup kompleks, salah satunya adalah

terjadinya perdarahan post partum . Perdarahan post partum adalah sebab penting

kematian ibu, ¼ dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan postpartum. Yang

termasuk etiologi perdarahan post partum adalah plasenta previa, atonia uteri,

retensio plasenta, trauma jalan lahir, inversio uteri, ruptur uteri dan gangguan

sistem pembekuan darah.3

Walaupun inversio uteri adalah kasus yang jarang, tetapi masih merupakan

salah satu penyebab dari perdarahan pasca persalinan dini. Inversio uteri adalah

suatu keadaan dimana fundus uterus terputar balik keluar, baik sebagian atau

seluruhnya kedalam uterus atau kedalam vagina, bahkan dapat juga keluar

vagina. Pada keadaan yang ekstrim, kita dapat menjumpai endometrium yang

berwarna keunguan dengan plasenta yang masih melekat.6

Berdasarkan sejarahnya inversio uteri dilaporkan pertama kali dalam

kepustakaan avuverde, yaitu sistem kesehatan hindu (2500-600 SM). Hipocrates

adalah orang yang pertama kali mengetahui dan menamakan inversio uteri (460-

370 SM). Arvicenna (980-1037) adalah seorang dokter Arab, yaitu orang pertama

yang mendeskripsikan dengan jelas diagnosis banding antara inversio uteri dengan

prolapsus uteri3.

Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan

merupakan kasus kedaruratan obstetri, oleh karena dapat menimbulkan syok

bahkan sampai menimbulkan kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio

uteri dapat terjadi tanpa gejala yang berarti, tetapi tidak jarang kasus tersebut

1
menimbulkan keadaan yang serius dan fatal, dimana angka mortalitasnya cukup

tinggi yaitu 15-70% dari jumlah kasus6.

Upaya pencegahan dengan cara penatalaksanaan kala III yang baik yaitu

dengan cara memperhatikan saat dan cara yang tepat untuk melepaskan plasenta

melalui tarikan yang ringan pada tali pusat setelah kontraksi uterus atau setelah

selesai ada tanda-tanda lepasnya plasenta. Serta mengenal secara dini dan

penatalaksanaan yang adekuat dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian2.

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui gejala dan tanda-

tanda serta penanganannya yang adekuat terhadap inversio uteri sehingga resiko

morbiditas dan mortalitas dapat dikurangi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Inversio uteri berarti uterus terputar balik, sehingga fundus uteri

terdapat dalam vagina dengan selaput lendir disebelah luar. Inversio uteri

mengacu pada turunnya fundus uterus ke atau melalui serviks, sehingga

rahim secara harfiah berbelok kedalam yang dapat bersifat komplit dan

inkomplit. Bila fundus hanya menekuk kedalam dan tidak sampai keluar

ostium uteri , ini disebut inversio uteri inkomplit dan bila fundus turun

sampai di ostium uteri dan keluar disebut inversio uteri komplit. Bila

uterus yang terputar balik itu sampai keluar dari vulva, inversio prolaps.1

Inversio uterus jarang terjadi, tetapi jika terjadi dapat menimbulkan

syok berat. Pada inversio uteri tidak dapat teraba di fundus uteri atau

teraba lekukan pada fundus.

2.2. Epidemiologi

Insiden inversio uteri bervariasi, dan dalam 3 laporan yang

berjumlah sekitar 116.500 pelahiran, Insiden ini berkisar 1 dalam 3000

(Achanna, et.all.,2006; Baskett,2002; Platt dan Druzin, 1981). Nilai ini

konsisten dengan pengalaman dilayanan obstetri Parkland Hospital,

tempat kami menjumpai beberapa kasus per tahun diantara sekitar 15.000

pelahiran. Hal yang mungkin ironis, sebagian besar kasus inversio uteri

terjadi pada pelahiran “risiko rendah”.6

Insidensi sangat bervariasi dari 1 per 1.584 pengiriman hanya

sampai 1 per 20.000 pengiriman dalam studi berbasis populasi baru-baru

3
ini di Belanda. Kematian karena inversio uteri telah dilaporkan sebanyak

15%. Namun, di negara-negara dengan sumber daya tinggi sekarang

sangat langka, mungkin karena identifikasi sebelumnya dan manajemen

yang tepat.6

2.3. Klasifikasi

1). Inversio uteri akut : terjadi dalam waktu 24 jam setelah kelahiran,

sebelum kontraksi cincin serviks uteri. Inversio uteri akut

menyebabkan rasa sakit dan perdarahan

2). Inversio uteri subakut : terjadi antara 24- jam hingga 30 hari

postpartum

3). Inversion uteri kronik : terjadi setelah 30 hari postpartum, jarang terjadi

namun inversio uteri kronik berbahaya dimana ditandai dengan

ketidaknyamanan panggul, keputihan, perdarahan tidak normal dari

vagina dan anemia.4

2.4. Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi dan faktor resiko terbagi menjadi dua yaitu inversio uteri

nonobstetri dan inversio uteri puerperalis.

2.4.1. Inversio uteri puerperalis :

a. Penyebab spontan :

1. Tali pusat pendek

2. Implantasi plasenta pada fundus

3. Retensio plasenta dan perlekatan abnormal dari plasenta

4. Endometritis kronis

5. Kelahiran pervaginam setelah operasi caesar sebelumnya

4
5. Atonia uterus

6. Ukuran janin sangat besar (Makrosomia)

7. Nuliparitas

8. Polihidramnion

9. Kanalis cervikalis yang longgar

10. Kelainan congenital uteri

11. Riwayat inversio uteri sebelumnya serta

12. Penggunaan obat antepartum tertentu seperti magnesium

sulfat (obat tocolysis)

b. Pertolongan persalinan yang kurang baik

1. Traksi umbilicus yang dini atau berlebihan pada pertolongan

aktif kala III

2. Adanya tekanan berlebihan pada fundus sebelum pemisahan

plasenta (Maneuver Crede)

3. Tarikan cepat sebelum pemisahan plasenta

4. Penarikan plasenta yang terburu-buru

Pengelolaan persalinan kala III yang buruk bisa menjadi

penyebab hingga 75% kasus, terutama bila tingkatnya tinggi.

Pengelolaan Aktif pada tahap ketiga persalinan bisa

mengurangi.

2.4.2. Inversio uteri non obstetri

Pada inversio uteri non-obstetri, tumor yang berada pada

daerah fundus biasanya menjadi penyebabnya.

5
2.5. Gambaran Klinis

Inversio uteri ditandai dengan adanya syok karena kesakitan, nyeri

perut pada tahap ketiga persalinan yang disertai perdarahan (hampir

dalam 94% kasus), di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau

tanpa plasenta yang masih melekat.

Stadium inversio uteri :

Stadium 1 : Inversio uteri tetap berada dalam rongga rahim.

Stadium 2 : Inversio lengkap, fundus melalui leher rahim

Stadium 3 : Fundus terbalik menonjol melalui vulva

Stadium 4 : Inversio uteri dan dinding vagina melalui vulva4

Gambar 1. Stadium inversio uteri5

2.6. Diagnosa

Diagnosis inversio uteri akut maupun kronik dapat ditegakkan

berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang.

6
2.6.1. Gambaran klinis

Diagnosis biasanya kemudian segera terlihat jelas dan

ditegaskan oleh ketidakmampuan merasakan fundus. Mendiagnosis

inversio tingkat pertama jauh lebih sulit. Obesitas bisa membuat

diagnosa lebih sulit. Ultrasound mungkin diperlukan untuk

mengkonfirmasi diagnosis. Kasus kronis tidak biasa dan sulit

didiagnosis. Karena kasus kronis ditandai dengan adanya bercak

atau keluarnya darah disertai dengan nyeri tulang belakang.1

2.6.2. Pemeriksaan penunjang

a. Ultrasonografi (USG)

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)4

2.7. Penatalaksanaan

Inversio uteri paling sering dikaitkan dengan perdarahan segera

yang mengancam jiwa. Di masa lalu, diajarkan bahwa syok yang

terjadi tidak sebanding dengan kehilangan darah, kemungkinan

diperantarai oleh rangsangan parasimpatis akibat teregangnya jaringan.

Namun, evaluasi cermat mengenai keperluan transfusi darah dalam

jumlah besar yang dibutuhkan pada banyak kasus menggambarkan

bahwa kehilangan darah biasanya masif dan sering ditaksir terlalu

rendah (Watson dkk.,1980).

2.7.1. Intervensi Manual

Penundaan tata laksana meningkatkan angka kematian

secara nyata, sejumlah langkah harus dilakukan secara segera dan

berurutan:

7
1. Panggil bantuan segera, mencakup petugas anestesi dan dan

dokter lain.

2. Uterus yang baru mengalami inversi, dan bila plasenta sudah

terlepas, sering dapat dikembalikan ke posisinya dengan

mendorong fundus keatas menggunakan telapak tangan dan

jemari sesuai arah sumbuh panjang vagina.

3. Pasang sistem infus intravena berdiameter besar, serta berikan

kristaloid dan darah untuk mengatasi hipovolemia.

4. Jika masih melekat, plasenta tidak dilepas hingga sistem infus

siap digunakan. Cairan mulai diberikan dan anastestika

perelaksasi uterus seperti agen inhalasi terhalogenasi, telah

diberikan. Obat tokolitin lain seperti terbutalin, ritrodin,

magnesium sulfat dan nitrogliserin telah berhasil digunakan

untuk relaksasi dan reposisi uterus (Hong dkk., 2006, You dan

Zhan, 2006). Sementara itu jika uterus yang mengalami inversi

telah mengalamai prolapsus hingga keluar dari vagina, uterus

direposisikan kedalam vagina dengan teknik ala Johnson.

5. Setelah mengeluarkan plasenta, berikan tekanan spontan pada

fundus yang mengalami inversi menggunakan kepalan tangan,

dalam upaya mendorong fundus keatas, kedalam serviks yang

berdilatasi. Alternatif lain ekstensikan dua jari tangan secara

kaku dan gunakan jari tersebut untuk mendorong bagian tengah

fundus keatas. Lakukan dengan hati-hati agar tekanan yang

diberikan dengan ujung jari tangan tidak sampai menyebabkan

8
perforasi uterus. Segera setelah uterus berhasil dikembalikkan ke

konfigurasi normalnya, hentikan pemberian agen tokolitik. Mulai

infus oksitosin sementara operator mempertahankan fundus

dalam posisi anatomis normalnya.

Pada awalnya, kompresi bimanual seperti

diperlihatkan pada gambar dibawah ini membantu

mengendalikan perdarahan yang lebih hebat hingga tonus uterus

berhasil dipulihkan. Setelah uterus berkontraksi baik, operator

terus memantau uterus secara transvaginal untuk mencari tanda-

tanda inversi berulang.3

Gambar 2. Kompresi Bimanual3

9
Selain tindakan diatas penanganan kasus inversio uteri dapat

dilakukan dengan teknik hidrostatik O'Sullivan. Langkah- langkahnya

meliputi :

1. Hydrostatic O'Sullivan adalah metode untuk mengoreksi inversio

dengan menanamkan garam hangat ke dalam vagina.

2. Mengeluarkan ruptur uterus sebelum melakukan prosedur.

3. Jika penggantian uterus segera tidak berhasil, pertimbangkan untuk

menggunakan agen relaksasi rahim seperti: Gllyceryl trinitrate

semprot 400 mikrogram - sublingual (bekerja dalam 2 menit dan

memiliki waktu paruh pendek) ATAU Salbutamol intravena hingga

250 mikrogram ATAU Bacill terbutalin subkutan 250 mikrogram .

4. Siapkan kamar bedah untuk mengurangi / mengoreksi inversi. Setelah

inversi rahim dikoreksi lakukan pemindahan plasenta secara manual

jika perlu.

5. Metode hidrostatik tidak selalu membutuhkan anestesi dan dapat

dilakukan di ruang persalinan sambil menunggu kamar operasi atau

dalam perjalanan menuju kamar operasi.

6. Posisikan wanita dalam litotomi.

7. Gunakan kantong 2 x 1 liter cairan irigasi hangat (misalnya natrium

klorida 0,9%) yang dilekatkan pada irigasi sistoskopi.

8. Ujung tabung terbuka dapat dimasukkan ke dalam vagina dan

introitus ditutup dengan lengan bawah memegang labia erat-erat, dan

menggunakan sisi lain, untuk mencegah agar cairan hangat tidak

bocor (mungkin memerlukan asisten) atau

10
9. Ujung tabung terbuka dapat dilekatkan pada cup ventilasi silastic 6

cm. Papan hisap ventilasi silastic diposisikan di vagina bagian bawah

pada bagian dalam introitus untuk membuat penutupan.

10. Alirkan cairan hangat dalam jumlah banyak dengan gravitasi atau

dengan tekanan pada kantong sebanyak yang diperlukan sekitar

empat liter .

11. Dalam kebanyakan kasus, ini akan mengurangi inversi, dengan

resolusi shock yang cepat. Plasenta kemudian dapat diangkat dengan

anestesi. Setelah itu kontraksi rahim harus dipelihara dengan

pengobatan oksitosin yang tepat.5

2.7.2. Intervensi Bedah

Umumnya, uterus yang mengalami inversio dapat dikembalikkan

ke posisi normalnya dengan teknik yang telah diuraikan, namun

kadang-kadang, uterus tidak dapat direposisi ke posisi normal dengan

teknik manipulasi pervagina karena adanya jepitan serviks yang keras

(Kochenour, 2002). Pada kasus yang seperti ini biasanya tindakan

laparatomi harus dilakukan dan pada kasus yang lain terpaksa

dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan

nekrosis.1

Metode operasi yang dilakukan pada penanganan inversio uteri

terdiri dari abdominal : Haultain dan Huntington dan Vaginal :

Kustner (forniks posterior) dan spinelli (forniks anterior).3

11
2.8. Komplikasi

1. Perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri

2. Syok hipovolemik dan semua konsekuensinya

3. Syok vasovagal (karena sakit parah)

4. Endometritis (sepsis)

5. Infeksi adneksa

6. Nekrosis adneksa (indung telur) karena kompresi ovarium saat uterus

masuk ke dalam

7. Kerusakan pada usus / septik ileus paralitik5

2.9. Prognosis

Semakin lambat keadaan ini teridentifikasi dan diobati, semakin

buruk pula prognosisnya. Namun, jika penderita inversio uteri dapat

bertahan selama 48 jam, prognosis berangsur baik.1

12
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan

perdarahan adalah terjadinya inversio uteri. Inversio uteri adalah keadaan

dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium

uteri eksternum yang bersifat inkomplit sampai komplit. Inversio uteri

terdiri dari inversio uteri akut dan inversio uteri kronik. Kasus inversio

uteri tidak banyak dilaporkan tetapi kasus ini sungguh ada . Faktor-faktor

yang memungkinkan terjadinya inversio uteri adalah adanya faktor

kelainan pada uterus dan plasenta dan kesalahan yang dilakukan oleh

penolong persalinan. Pada dasarnya kasus inversio uteri dapat terjadi

tanpa gejala yang berarti, tetapi tidak jarang kasus tersebut menimbulkan

keadaan yang serius dan fatal, dimana angka mortalitasnya cukup tinggi

yaitu 15-70% dari jumlah kasus. Adapun Gambaran klinis yang

ditemukan pada kasus ini terdiri dari 3 stadium. Untuk penengakkan

diagnosa berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang.

Tatalaksana yang dapat dilakukan pada kasus ini adalah tindakan reposisi

segera dengan teknik bimanual dan teknik hidrostatik O'Sullivan

dilanjutkan reposisi operatif dengan dua cara yaitu abdominal dengan

metode Haultain dan Huntington, cara vaginal : Kustner dan spinelli.

Upaya pencegahan dilakukan dengan cara penatalaksanaan kala III yang

baik. Prognosis baik bila terdeteksi dini.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Karkata K..M.2012. Inversio Uteri. Ilmu kebidanan Sarwono

Prawirohardjo Edisi 4. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 527-

528.

2. Wirakusumah, F.F;Pribadi A. 2012. Inversio Uteri. Obstetri Patologi Edisi

3.Jakarta, EGC : 188-189.

3. Cunningham F.G. et.all. 2014. Inversio Uteri. Obstetri Williams Edisi 23.

Volume 2 .EGC: 820-821

4. Prajakta, K; Shalini, V; et.all. 2013. Chronic Non - Peurperal Uterine

Inversion : Recommendation for Diagnosis and Management. Global

Journals Inc. (USA) :1-3

5. Belfort , M.A; Dildy. 2011. Postpartum Hemorrhage and Other Problems

Of The third Stage4th edition. James DK,High risk pregnancy managemen.

St Louis: Elsevier Saunders : 1307-1308.

6. Reisenauer, C; Solomayer E. 2009. Images In Clinical Medicine. Pelvic-

Organ Prolapse and Uterine Inversion. N Engl J Med :1238.

14

Anda mungkin juga menyukai