Anda di halaman 1dari 31

Halaman 125

BAB 11
LIEN

Indikasi 126
Persiapan 126
Teknik Skening 127
Lien yang normal 128
Lien yang abnormal 129
Trauma 134

Halaman 126
Indikasi
1. Splenomegali (lien yang membesar).
2. Massa abdomen kiri.
3. Trauma tumpul abdomen.
4. Nyeri abdomen kiri atas (pemeriksaan sinar-X abdomen dalam posisi tegak yang mencakup
kedua sisi diafragma juga diperlukan jika terdapat kecurigaan ke arah perforasi usus)
5. Suspek abses subfrenikus (pireksia dengan penyebab yang tidak diketahui).
6. Ikterus yang disertai anemia.
7. Ekinokokosis (penyakit hidatidosa).
8. Asites atau cairan intra-abdomen yang terlokalisir.
9. Suspek malihnitas, khususnya limfoma atau leukimia.

Persiapan
1. Persiapan pasien. Pasien tidak boleh mendapatkan apapun lewat mulut selama 8 jam
sebelum pemeriksaan dilakukan. Jika diperlukan cairan untuk mencegah dehidrasi,hanya
air yang boleh diberikan. Bila gejalanya akut, pemeriksaan dapat langsung dikerjakan. Jika
keadaanya memungkinkan, pasien bayi tidak boleh memperoleh apapun lewat mulut
selama 3 jam sebelum pemeriksaan dilakukan.
Bagi pasien yang sakitnya akut (misalnya, trauma, nyeri abdomen mendadak, pireksia
pascabedah) tidak diperlukan obat.
2. Posisi pasien. Pasien harus berbaring mula-mula
dalam posisi terlentang dan kemudian pada sisi
kanan.

Oleskan jeli ke bagian dada kiri bawah, abdomen


bagian atas dan pinggang sebelah kiri.

Pasien harus menarik napas dalam dan menahannya


ketika suatu daerah tertentu tengah diskening.
3. Pemilihan transduser. Gunakan transduser 3,5 Mhz bagi pasien
dewasa. Gunakan transduser 5 Mhz bagi pasien anak-anak atau
orang dewasa yang kurus. Jika ada, transduser sektor yang
berukuran kecil akan membantu.

Halaman 127
4. Penyetelan gain yang benar. Mulai lakukan skening dengan meletakkan transduser di
bagian tengah pada puncak abdomen (sudut sifoideus). Arahkan berkas gelombang
ultrasound secara menyudut ke sisi kanan pasien untuk melihat gambar hepar; lakukan
pengaturan gain untuk mendapatkan gambar USG yang paling jelas (lihat hal. 50)

Teknik skening.
Lakukan skening dengan pasien berada dalam posisi telentang dan oblique, pemeriksaan
skening yang multipel mungkin diperlukan.
Lakukan skening mulai dari bawah margo kosta, arahkan berkas ultrasound secara menyudut
ke arah diafragma, kemudian pada sela antariga kesembilan ke arah bawah. Ulangi
pemeriksaan pada semua sela antariga bagian bawah. Pertama-tama dengan pasien berada
dalam posisi telentang dan kemudian posisi berbaring oblique (30 derajat) pada sisi kanan.

Juga lakukan skening longitudinal dari linea aksilaris anterior hingga posterior dan skening
transversal abdomen bagian atas. Juga lakukan skening hepar, khususnya kalau terdapat
pembesaran lien.

Halaman 128
Lien yang normal
Identifikasi bagian berikut ini perlu dilakukan:
1. Hemi-diafragma kiri.
2. Hilus lienalis.
3. Vena lienalis dan hubungannya dengan pankreas.
4. Ginjal kiri (dan hubungan renal/lien)
5. Tepi kiri hepar.
6. Pankreas.
Kalau lien berukuran normal, gambar USG-nya yang lengkap mungkin sulit terlihat. Hilus
lienalis merupakan titik acuan untuk memastikan identifikasi lien yang benar. Kenali hilus
sebagai titik masuk pembuluh darah lien (gambar 78)

Identifikasi diafragma kiri dan tepi atas lien merupakan pemeriksaan penting
Gambar 78. Skening oblique : lien normal dan ginjal kiri

Pola gelombang eko


Lien harus memperlihatkan pada eko homogen yang seragam. Organ ini tidak begitu bersifat
ekogenik dibandingkan hepar.
Ekogenisitas
Sinus Korteks Medula
Tinggi Hepar Lien Rendah
Renalis Renalis Renalis

Kesalahan yang umum dalam melakukan skening lien


Berikut ini dapat dikelirukan sebagai lesi pada lien:
 Lesi pada ginjal
 Kauda pankreas
 Tumor adrenal
 Lambung
Identifikasi semua organ ini sebelum melihat lien.

Halaman 129
Lien yang abnormal
Lien yang membesar/splenomegali
Bagi ukuran lien pada USG tidak terdapat
criteria yang absolute. Lien yang normal sedikit
lebih besar dibandingkan ginjal kiri atau
kurang-lebih sama ukurannya dengan ginjal
kiri. Panjang lien yang normal tidak boleh
melebihi 15 cm pada sumbu utamanya.

Lien yang mengalami pembesaran kronis sering menunjukkan distorsi dan menggeser ginjal
kiri dengan mempersempit diameter antero-posterior serta lebarnya.
Splenomegali yang homogen
Keadaan ini dapat disebabkan oleh:
1. Splenomegali tropikal, yang mencakup splenomegali idiopatik, malaria, tripanosomtasis,
leishmaniasis dan skistosomiasis (Gambar 79a).
2. Penyakit sickle cell (kecuali lien yang mengalami infark)
3. Hipertensi portal
4. Leukemia (Gambar 79b)
5. Kelainan metabolik
6. Limfoma (dapat mengandung massa hiperekoik)
7. Infeksi seperti rubella dan mononucleosis.
Kapan saja terdapat splenomegali, lakukan pemeriksaan pada hepar untuk menentukan
ukuran dan ekogenisitasnya. Juga lakukan pemeriksaan pada vena lienalis serta vena porta,
vena kava inferior, vena hepatica dan vena mesenterika untuk mengecek penebalan vena-
vena tersebut. Regio di dekat hilus lienalis harus diskening untuk menemukan struktur
tubuler yang disebabkan oleh pembentukan varises.

Gambar 79a. Skening Longitudinal : splenomegali hebat (akibat lesi leishmaniasis) yang
menekan ginjal kiri.

Gambar 79b. Skening transversal: hepatospelomegali akibat leukemia.


Halaman 130
Lien nonhomogen dengan atau tanpa splenomegali
Lesi kistik yang batasnya jelas
Jika terdapat massa bebas eko yang batasnya jelas dengan posterior acoustic enhancement,
bedakan antara :
1. Penyakit kistik (yang mungkin multipel), lakukan pemeriksaan hepar dan pancreas untuk
menemukan kista
2. Kista kongenital. Biasanya kista ini bersifat soliter dan dapat mengandung gelombang eko
sebagai akibat dari pendarahan (Gambar 80a).

Gambar 80a. Skening longitudinal: kista yang memiliki septum dalam lien.
Kista ini ditemukan secara kebetulan.
3. Kista ekinokokus (hidatidosa). Biasanya kistab ini memiliki batas yang jelas dengan
dinding dobe: (perikista serta dinding kista) dan sering terdapat septum. Pada kista ini
terdapat penguatan gelombang eko dinding posterior yang nyata dan ketebalan dinding
kista mempunyai variasi yang mencolok. Walaupun demikian, kista hidatidosa dapat
terlihat sebagai massa yang secara kasar berbentuk bulat dengan contour ireguler dan pola
eko campuran sehingga menyerupai abses. Kista tersebut bisa bersifat hipoekoik dengan
beberapa gelombang eko yang ireguler atau hiperekoik dan padat tanpa bayangan dinding
belakang (back wall shadow). Kombinasi semua gejala ini dapat terjadi. Dinding kista dapat
kolaps atau menggayut dan mungkin terdapat floating density dalam kista atau bahkan
gambaran kista dalam kista (yang merupakan gambaran patognomonik untuk penyakit
hidatidosa). Kalsifikasi dapat terjadi dalam diding kista dan mungkin terdapat “pasir”
dalam sebagian nesar bagian yang dependen. Lakukan pemeriksaan USG pada seluruh
abdomen dan pemeriksaan sinar-X toraks. Kista hidatidosa sering multipel tetapi polanya
bervariasi dan kista dalam hepar tidak selalu menyerupai kista dalam lien (Gambar 80b)
(lihat hal. 82-83 dan 135).
Gambar 80b. Kista hidatidosa dalam lien.
4. Hematoma. Lihat hal. 134

Jika lien membesar, dan terdapat riwayat trauma, sken lien untuk menyingkirkan
cedera (lihat hal. 134).

Halaman 131
Lesi Kistik yang teratur tetapi batasnya kabur dalam lien
Lakukan skening dengan pelbagai projeksi.
1. Daerah kistik yang hipoekoik dengan garis bentuk yang ireguler, yang biasanya
mengandung debrisdan disertai dengan splenomegali dan nyeri tekan setempat,
menunjukkan abses lien (Gambar 81a). Lakukan pemeriksaan hepar untuk menemukan
abses lainnya (lihat hal. 78 dan 86-87).

Gambar 81a. Abses dini dalam lien sebelum pengobatan diberikan.

Gambar 81b. Abses lien setelah pengobatan diberikan.


2. Lesi kistik serupa yang berukuran lebih besar dan mengandung cairan mungkin
merupakan abses pada lien yang timbul setelah terjadi infark sebagai akibat dari penyakit
sickle cell. Abses ameba sangat jarang ditemukan pada lien; abses bakteri lebih sering
dijumpai.

Vena lienalis

Vena lienalis yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan hipertensi portal

Gambar 81c. Dua orang pasien dengan dilatasi vena lienalis dan pembentukan varises
yang multiple akibat hipertensi porta.

Vena lienalis yang membesar


Jika vena lienalis tampak besar dan diameternya tetap melebihi 10 mm pada respirasi yang
normal, kemungkinan hipertensi portal harus dipikirkan. Kalau diameter vena porta lebih
dari 13 mm dan tidak berubah pada respirasi, gambaran ini memiliki korelasi yang kuat
dengan hipertensi portal (Gambar 81c).

Halaman 132
Massa intralien dengan atau tanpa splenomegali
Massa dalam lien bisa soliter atau multiple dan berbatas jelas atau mempunyai garis bentuk
yang ireguler. Limfoma merupakan penyebab massa intralien yang paling sering ditemukan
dan massa seperti ini biasanya bersifat hipoekoik (Gambar 82a). tumor malignan, yang bisa
primer atau metastatik, jarang dijumpai dan bisa hiperekoik atau hipoekoik (Gambar 82b).
Kalau terjadi nekrosis, akan terdapat pola gemlombang eko yang kompleks yang
menunjukkan suatu abses (Gambar 82b, hal. 133). Infeksi seperti tuberculosis atau
hipstoplasmosis dapat menyebabkan granuloma yag tersebar dan tampak sebagai massa yang
hiperekoik dengan kadang-kadang disertai shadowing karena kalsifikasi. Kemungkinan
hematoma harus disingkirkan (lihat hal. 134-135).

Gambar 82a. Dua orang pasien dengan limfoma pada lien; sebuah massa yang kecil
dalam lien pada gambar yang kiri; sebuah massa yang jauh lebih besar dalam lien pada
gambar yang kanan. Kedua massa tersebut tampak hipoekoik.

Gambar 82b. Metastase dalam lien dari karsinoma ovarii.

Gambar 82c. Infark lien

Kapan saja terdapat massa intralien, singkirkan kemunginan cedera yang baru
terjadi, khususnya kalau ditemukan splenomegali.
Halaman 133
Abses lien: Massa kistik intralien yang kompleks, ireguler dan hipoekoik (gambar 82d). Lihat
pula hal.131-132.

Gambar 82d. Sebuah abses lien yang besar dan mengandung debris; abses ini hampir
mengisi seluruh lien.

Pireksia (biasanya dengan penyebab yang tidak diketahui)


Jika mungkin, lakukan pemeriksaan hitung leukosit dan hitung jenis. Pemeriksaan USG
dimulai dengan skening longitudinal.

Massa yang kompleks, bebas-eko, perisplenikus, subdiafragmatika disebelah superior lien


tetapi dibatasi oleh diafragma kiri kemungkinan merupakan abses subfrenikus. Geraikan
diafragma biasanya akan berkurang. Lakukan skening di bawah diafragma kanan untuk
melihat apakah terdapat cairan pada sisi itu. Juga lakukan skening seluruh abdomen yang
mencakup bagian pelvis untuk menyingkirkan keberadaan cairan di daerah lain. Lakukan
skening toraks bagian bawah di daerah posterior dan lateral kiri untuk menemukan daerah
bebas-eko di atas diafragma yang menunjukkan cairan pleura, yang kadang-kadang terlihat
lewat lien (Gambar 83a). Pemeriksaan sinar-X toraks mungkin membantu.

Gambar 83a. Skening longitudinal: kumpulan cairan di sekeliling lien; kumpulan cairan
ini merupakan abses perisplenikus tetapi jenis cairannya jarang dapat dikenali dengan
USG.
Gambar 83b. Efusi pleura kiri yang tampak lewat lien.

Halaman 134
Trauma
Pemeriksaan harus mencakup penelitian terhadap garis-bentuk lien untuk mengidentifikasi
setiap daerah yang mengalami pembesaran lokal, dan kemudian penelitian abdomen untuj
menentukan ada-tidaknya cairan bebas di dalam kavum peritonei. Ulangi pemeriksaan
skening beberapa hari lagi jika kondisi klinik pasien tidak membaik.
1. Bila terdapat cairan intra intraperitone atau subfrenika dan garis- bentuk lien yanv
ireguler, kemungkinan ruptur atau cedera pada lien harus dipikirkan (Gambar 84a, b).
2. Daerah bebas eko atau daerah eko yang kompleks pada bagian tepi lien yabg disertai
dengan splenomegali yang menyeluruh atau terlokalisir menunjukkan hematoma
subkapsuler (Gambar 84c). Lakukan skening untuk mencari dengan teliti adanya cairan
bebas dalam rongga abdomen.
3. Massa irreguler intralien yang bebas-eko atau dengan eko yang kompleks menunjukkan
hematoma akut (Gambar 84d). Lien aseaorius mungkin memiliki gambaran yang sama
(Gambar 84e).
4. Massa intralien yang ekogenik kemungkinan merupakan hematoma lama yang sudah
mengalami kalsifikasi dengan menghasilkan gelombang eko yang terang dan disertai
dengan acoustic shadowing. Hemangioma bisa memberikan gambaran yang sama (Gambar
84f).
5. Massa ireguler yang bebas-eko atau massa dengan eko yang kompleks mungkin
merupakan kista traumatik atau kista hidatidosa yang hancur (Gambar 84g) (lihat hal.130).
Gambar 84a. Ruptur pada polus superior lien setelah terjadi cedera.

Gambar 84b. Laserasi lien dengan cairan intra-abdomen yang kemungkinan merupakan
darah.

Gambar 84c. Skening interkostal kiri yang dikerjakan delapan hari setelah cedera.
Gambar ini merupakan hematoma intrasplenikus dan subkapsuler.
Halaman 135

Gambar 84d. Hematoma akut pada lien tanpa ruptura kapsula lienalis.

Gambar 84e. Lien asesorius: lien asesorius dapat dikelirukan dengan hematoma yang
terjadi akibat ruptura lien.

Gambar 84f. Lien yang membesar akibat splenomegali tropikal, dimana hemangioma
soliter merupakan gambaran yang ditemukan secara kebetulan. Gambar ini dapat
dikelirukan dengan hematoma lama atau kista yang kolaps.
Gambar 84g. Kista hidatidosa pada lien yang sudah lama dan sebagian telah mengalami
kalsifikasi.

Jika terdapat riwayat trauma pada abdomen dalam waktu 10 hari sebelumnya,
pikirkan kemungkinan kerusakan pada lien kalau ditemukan splenomegali, anemia
atau cairan intraabdomen.

Halaman 136
-

Halaman 137

BAB 12
KAVUM PERITONEI DAN TRAKTUS GASTROINTESTINAL

Indikasi 138
Persiapan 138
Teknik Skening 139
Traktus Gastrointestinal yang normal 140
Cairan Intraperitoneal (asites) 142
Massa dalam usus 143
Suspek apendisitis 147
Gejala gastrointestinal pada anak-anak 148
Infeksi HIV 150
Halaman 138
Indikasi
Pada orang dewasa:
1. Suspek asites dan peritonitis.
2. Massa abdominal.
3. Suspek apendisitis (khususnya untuk menyingkirkan kemungkinan lain).
4. Nyeri abdomen yang terlokalisir.

Pada anak-anak:
1. Nyeri yang terlokalisir dan massa abdominal.
2. Suspek stenosis hipertrofik pilorus.
3. Suspek invaginasi.
4. Apendisitis yang dicurigai tapi tidak bisa ditentukan.
5. Asites dan peritonitis.

Persiapan
1. Persiapan pasien. Pasien tidak boleh mendapatkan apapun lewat
mulut selama 8 jam sebelum pemeriksaan dilakukan. Jika hendak
memberikan cairan, hanya air yang boleh diberikan. Jika gejalanya
akut, langsung lakukan pemeriksaan USG.
Jika keadaannya memungkinkan, bayi tidak boleh mendapatkan
apapun lewat mulut selama 3-4 jam sebelum pemeriksaan
dilakukan. Jika bayi tersebut muntah dab dicurugai dengan stenosis
hipertrofik pilorus, minuman yang hangat, manis dan tidak
mengandung soda diperlukan untuk mengisi lambung sehingga
aliran balik bisa diperiksa dan perjalanan cairan lewat saluran
pilorus dapat dilihat.
2. Posisi pasien. Pasien harus berbaring pada bagian punggungnya (telentang) dan jika
diperlukan dapat diputar secara oblique. Pemeriksaan skening dalam posisi tegak mungkin
bermanfaat.
Halaman 139
3. Pemilihan transduser. Untuk orang dewasa, gunakan
transduser kurvilinier 3.5 Mhz. Untuk anak-anak atau
orang dewasa yang kurus, gunakan transduser 5 Mhz
atau 7 Mhz.
4. Penyetelan gain yang benar. Pemeriksaan dimulai
dengan meletakkan transduser di tengah pada puncak
abdomen (sudut sifoideus). Arahkan berkas ultrasound
menyudut pada sisi kanan pasien untuk menghasilkan
gambar USG hepar; lakukan pengaturan gain untuk mendapatkan gambar yang paling jelas
(lihat hal.50).

Teknik Skening
Pemeriksaan USG dimulai dengan skening longitudinal diseluruh abdomen; kemudian
lengkapi pemeriksaan ini dengan skening transversal dan oblique yang kalau perlu, dapat
disertai penekanan untuk memindahkan gas dalam usus.
Jika terdapat kecurigaan kearah asites, lihat
hal. 142.
Korelasi dengan hasil pemeriksaan sinar-X
mungkin berguna karena pemeriksaan USG
tidak dapat menyingkirkan kemungkinan
perforasi usus. Ulangi kembali pemeriksaan
dengan projeksi supinasio antero-posterior
dan tegak (atau dekubitus).

Halaman 140
Traktus gastrointestinal dapat dikenali.
Berbagai bagian anatomis traktus gastrointestinal dapat dikenali.
Esofagus
Esofagus pars abdominalis dapat dilihat dengan skening longitudinal; organ ini terletak di
sebelah inferior diafragma dan di sebelah anterior aorta. Dengan skening transversal,
esofagus tampak di belakang lobus kiri hepar (Gambar 85).

Gambar 85a. Skening longitudinal: esofagus bagian bawah pada seorang anak.

Gambar 85b. Skening transversal: esofagus bagian bawah pada anak yang sama.
Lambung
Dalam keadaan kosong, fundus ventrikuli akan berbentuk bintang dan mudah diidentifikasi
(Gambar 86). Korpus ventrikuli akan terlihat pada skening transversal, tepat di sebelah
anterior pankreas. Jika terdapat keraguan, suruh pasien minum satu atau dua gelas air untuk
menimbulkan distensi lambung.

Gambar 86a. Skening transversal: fundus ventrikuli yang normal.

Gambar 86b. Skening transversal: korpus ventrikuli yang normal.

Halaman 141
Usus halus dan usus besar
Penampakan usus sangat bervariasi menurut derajat kepenuhannya, isi cairan dan jumlah
feses serta gas. Peristalsis yang normal dapat terlihat pada skening. Jika usus terisi penuh
dengan cairan, gelombang eco mobile yang khas akan ditemukan. Peristalsis biasanya tampak
dalam usus halus tetapi tidak selalu terlihat dalam kolon.

Pada pemeriksaan USG,dinding intestinum tampak sebagai dua lapisan, yaitu lapisan
hipoekoik eksternal (otot) dan hiperekoik internal (mukosa yang terkena gas dalam usus).
Tebal dinding ototnya jarang melebihi 3 mm dan bergantung pada bagian usus serta derajat
pengisian (Gambar 87).
Gambar 87. Gelungan usus halus yang berisi cairan.

Gas dalam usus bersifat hiperekoik dan dapat menghasilkan artefak reverberasi serta
bayangan akustik di sebelah posterior (Gambar 88), sementara cairan dalam usus bersifat
bebas-eko atau dapat memberikan beberapa gelombang eko akibat adanya feses.

Gerakan yang normal akibat respirasi harus dikenali dan dibedakan dengan peristalsis.

Gambar 88. Artefak reverberasi dan bayangn akustik di bawah gas dalam intestinum.

Halaman 142
Cairan intraperiotoneal (asites)
Pemeriksaan USG merupakan cairan yang akurat untuk menentukan lokasi cairan
bebas dalam kavum peritonei.

Pasien harus berbaring terlentang sementara seluruh abdomen diskening. Dan kemudian
skening dilakukan secara oblique pada sisi kanan atau kiri abdomen pada saat mengerjakan
skening masing-masing pinggang. Bila terdapat gas yang berlebihan dalam usus, posisi
merangkak dengan bertumpu pada tangan/lutut dapat pula digunakan. Jika ingin mencari
cairan, lakukan skening bagian abdomen yang pling bebas dalam semua posisi. Cairan akan
tampak sebagai daerah yang bebas-eko.
Cairan dengan jumlah yang sedikit akan berkumpul dalam dua arah abdomen:
1. Pada wanita, dalam kavum Douglasi (cul de sac retrouterina) (Gambar 89a).
2. Pada laki-laki, dalam resesus hepatorenal (kavum Morrison) (Gambar 89b).

Gambar 89a. Cairan dengan kavum Douglasi (cul de sac retrouterina

Gambar 89b. Skening transversal: cairan dalam resesus hepatorenal (kavum Morrison).

Jika cairan terdapat dengan jumlah yang besar, rongga sisi abdomen (flank spaces, paracolic
gutter) akan berisi cairan. Bila jumlahnya meningkat, cairan tersebut akan mengisi seluruh
rongga abdomen. Gelungan usus akan mengambang dalam cairan yang membuat gas
intraluminal dekat dengan dinding anterior abdomen dan akan bergerak jika posisi pasien
berubah. Bila mesentrium menebal akibat infiltrasi malignan atau infeksi, usus tidak begitu
bebas bergerak, dan diantara dinding abdomen dan gelungan usus akan terdapat cairan.
Pelekatan dalam kavum peritoneal menyebabkan penyekatan (pembentukan septum), dan
gambar cairan dapat dikaburkan oleh gas intralumbal atau

Ultrasound tidak dapat membedakan antara asites , darah, cairan empedu, pus, dan
urin. Aspirasi diperlukan untuk mengidentifikasi cairan.
Halaman 143
Ekstraluminal. Pemeriksaan skeningyang lebih dari satu kali dalam pelbagai posisi yang
berlainan diperlukan.

Kista yang besar dapat menyerupai asites. Lakukan skening seluruh abdomen untuk
menemukan caran, khususnya yang berada di daerah pinggang dan pelvis.

Pemeriksaan USG membantu aspirasi jarum untuk mengambil sejumlah kecil cairan
intraperitoneal, tetapi teknik ini memerlukan pelatihan (lihat hal. 318-319).

MASSA DALAM USUS


1. Massa padat dalam usus dapat merupakan kelainan yang bersifat neoplasia, inflamasi
(misalnya, ameba) atau yang disebabkan oleh Ascaris. Massa dalam usus biasanya
berbentuk seperti ginjal. Pemeriksaan USG dapat memperlihatkan penebalan dinding dan
garis batas yang ireguler, bengkak dan kabur (Gambar 90a, b). Infeksi atau penyebaran
tumor dapat menyebabkan fiksasi, dan cairan yang menyertai bisa disebabkan oleh
perforasi atau perdarahan. Penentuan lokasi massa mungkin sulit dilakukan.

Gambar 90a. Skening transversal: dinding usus yang menebal.

Gambar 90b. Skening longitudinal pada pasien yang sama. Penebalan usus
disebabkan oleh limfoma. Sebagian besar massa dalam usus tampak berbentuk
seperti ginjal kalau dilihat dengan USG.
Kalau ditemukan suatu massa pada usus, kemungkinan metastase hepar harus
disingkirkan dan begitu pula dengan kemungkinan kelenjar limfe yang membesar serta
bebas-eko (gambar 90c). Kelenjar limfe yang normal jarang terlihat pada pemeriksaan USG.

Gambar 90c. Skening transversal: kelenjar limfe abdomen yang membesar.

Halaman 144
2. Massa padat di luar usus. Massa hipoekoik yang multipel dan sering konfulen
menunjukkan kemungkinan limfoma atau kelenjar limfe yang membesar. Pada anak-anak
di daerah tropis, pikirkan kemungkinan limfoma Burkitt dan lakukan skening ginjal serta
ovarium untuk menemukan tumor yang serupa. Kendati demikian, pemeriksaan USG untuk
membedakan limfoma dengn adenitis tuberkulosa mungkin sangat sulit (Gambar 91).

Gambar 91a. Skening transversal: kelenjar limfe yang terkena tuberkulosis. Limfoma
akan memperlihatkan gambaran yang serupa.
Gambar 91b. Massa retroperitoneal pada seorang anak yang disebabkan oleh limfoma

Sarkoma retroperitoneal merupakan keadaan yang jarang terjadi tetapi dapat dijumpai
sebagai suatu massa padat berukuran besar dengan ekogenisitas yang bervariasi (lihat
pula hal. 68). Nekrosis dapat terjadi pada bagian tengahnya sehingga terlihat sebagai suatu
daerah hipoekoik atau non-homogen akibat likuefaksi.
3. Massa kompleks
 Abses : dapat terjadi di segala tempat dalam abdomen atau pelvis. Acapkali massa ini
teraba lunak serta nyeri jika disentuh, dengan disertai demam dan bentuk massa yang
ireguler serta mempunyai batas yang kabur. Di luar abses apendiks (lihat hal. 147),
pikirkan kemungkinan:
- divertikulitis kolon dengan perforasi: abses pada keadaan ini biasanya terletak di
daerah abdomen kiri bawah;
- amebiasis dengan perforasi: abses pada keadaan ini dapat terletak di mana saja;
- tuberkulosis atau infeksi granulomatosa lainnya: abses umumnya terdapat pada sisi
kanan abdomen, tetapi juga bisa dimana saja;
- ileitis regional (penyakit Crohn), kolitis ulseratif, demam tifoid dan infeksi usus
lainnya; abses dapat terjadi di mana saja;
- perforasi oleh parasit, misalnya strongyloides, Ascaris atau Oesophagostomum: abses
biasanya terletak pada abdomen kanan bawah tetapi juga bisa di mana saja. (Ascaris
dapat dikenali pada skening potongan melintang atau sebagai struktur tubuler yang
panjang: lihat hal. 149)

Halaman 145

Identifikasi abses sering dapat dilaksanakan dengan mudah, tetapi identifikasi


penyebabnya jarang dapat dlakukan.
 Hematoma tampak sebagai massa kompleks atau kistik yang serupa dengan abses tetapi
tanpa gejala panas. Riwayat klinik trauma atau terapi antikoagulan yang baru saja
dialami pasien merupakan informasi penting. Hematoma dapat memperlihatkan debris
serta likuefaksi pada bagian tengah dan bisa loculated. Lakukan pula pemeriksaan untuk
mencari cairan bebas dalam rongga abdomen (lihat hal. 142 - 143).

4. Massa yang berisi cairan. Mayoritas massa ini bersifat benigna dan bisa kongenital atau
disebabkan oleh infeksi parasit atau lainnya. (Lihat hal. 216 - 217 untuk pemeriksaan kista
ginekologis).
 Duplikasi usus. Lesi kongenital ini sering terlihat dengan bentuk yang bervariasi dan
berisikan cairan dengan dinding yang batasnya jelas. Ukurannya bisa besar atau kecil
dan didalamnya bisa terdapat gelombang eko yang disebabkan oleh debris atau
pembentukan septum (Gambar 92a).
 Kista limfatik atau mesenterik. Meskipun biasanya benas eko, kista ini mungkin
mempunyai septum dengan atau tanpa gelombang eko internal. Keduanya bisa
ditemukan dalam setiap bagian rongga abdomen dan memiliki diameter yang bervariasi
hingga 20 cm atau lebih (Gambar 92b).

Gambar 92a. Duplikasi usus.

Gambar 92b. Limfangioma intra-abdominal


5. Iskemia usus. Pemeriksaan USG akan memperlihatkan penebalan yang solid pada dinding
usus, yang kadang-kadang terlokalisir tetapi kadang-kadang pula meluas. Gelembung gas
yang mobile dapat ditemukan dalam vena porta.

Halaman 146
6. Kista ekinokokus (penyakit hidatidosa). Kista dalam abdomen tidak memiliki
karakteristik yang spesifik dan menyerupai kista hidatidosa viseral lainnya, khusus yang
terdapat dalam hepar. Kista ini hampir selalu multipel dan disertai dengan kista lain di
bagian lain. (Lakukan skening USG hepar dan pemeriksaan sinar-X toraks). Jika terdapat
kista kecil-kecil yang terkumpul, pikirkan kemungkinan hidatid alveoler (Echinococcus
multilocularis) yang lebih jarang dijumpai.

Gambar 93a. Kista hidatidosa dalam peritoneum dengan beberapa kista internal yang
kecil di dalamnya (daughter cysts).

Gambar 93b. Kista hidatidosa multiple intraperitoneal.


Gambar 93c. Kista hidatidosa mesenterika dengan kista internal (daughter cyst) yang
kecil. Pada dinding kista yang besar terdapat kalsifikasi.

Gambar 93d. Kista hidatidosa intra-abdominal yang memiliki septum.

Halaman 147
Suspek Apendisitis
Diagnosa apendisitis akut dengan USG mungkin sulit dibuat dan tidak bisa diandalkan.
Diperlukan pengalaman yang cukup luas.

Kalau terdapat kecurigaan ke arah


apendisitis akut, lakukan skening
dengan menggunakan transduser 5
Mhz sementara pasien berada dalam
posisi terlentang. Letakkan sebuah
bantal di bawah kedua lutut pasien untuk membuat abdomen lemas. Oleskan jeli pada
abdomen kanan bawah dan pemeriksaan USG dimulai dengan skening longitudinal yang
mula-mula dilakukan dengan memberikan tekanan secara perlahan-lahan. Gunakan tekanan
yang lebih kuat untuk menggeser usus. Jika sudah terjadi inflamasi, gelungan usus akan
terfiksasi dan tidak menunjukkan gerakan peristalsis; nyeri tekan akan membantu
menentukan lokasi.
Apendiks yang mengalami inflamasi tampak skening potongan melintang sebagai lingkaran
konsentris yang terfiksasi ("target") (Gambar 94a kiri). Lumen apendiks akan tampak
hipoekoik yang dikelilingi oleh edema hiperekoik. Dalam sumbu memanjang, pola yang sama
akan terlihat berbentuk tubuler (Gambar 94a kanan). Jika apendiks sudah mengalami
perforasi, di dekat bagian tersebut akan terdapat daerah bebas-eko atau daerah komplesk
yang mungkin meluas sampai pelvis atau bagian lain (Gambar 94b).

Apendiks tidak selalu dapat dilihat dengan mudah, khususnya jika terdapat abses. Penyebab
abses lainnya dalam abdomen kanan bawah adalah perforasi usus akibat amebiasis,
neoplasma atau parasit (lihat hal. 144). Korelasi yang cermat antara gambar USG dan keadaan
klinik pasien merupakan informasi yang sangat penting tetapi diagnosis yang tepat tidak
selalu dapat dibuat dengan pemeriksaan USG.

Gambar 94a. Skening transversal (kiri) dan longitudinal (kanan) pada apendiks yang
mengalami inflamasi dengan dinding yang menebal serta edematosa dan edema di
sekitarnya.

Gambar 94b. Skening transversal: apendiks yang mengalami inflamasi dan rupture
dengan abses yang terjadi sebagai akibatnya.
Halaman 148
Gejala gastrointestinal pada anak-anak
Pemeriksaan USG terutama bermanfaat pada kondisi pediatrik berikut ini.

Stenosis hipertrofik pilorus


Diagnosis akan dibuat secara klinis pada sebagian besar bayi dengan palpasi penebalan
pilorus yang bentuknya oval seperti buah zaitun. Gambaran ini dapat diperlihatkan dengan
mudah oleh USG dan didiagnosis secara akurat (Gambar 95). Pada gambar USG akan tampak
daerah hipoekoik akibat otot pilorus yang menebal yang dalam keadaan normal tidak boleh
melebihi 4 mm. Diameter internal transversal kanalis pilorikus tidak boleh lebih dari 2 mm.
Stasis lambung akan tampak bahkan sebelum bayi tersebut mendapatkan minuman-manis
yang hangat, yang diperlukan untuk mengisi lambung sebelum pemeriksaan selanjutnya
dilakukan (lihat hal. 138).

Pada skening longitudinal, panjang kanalis pilorikus bayi tidak boleh melampaui 2 cm. Setiap
hasil pengukuran yang melebihinya sangat sugestif ke arah stenosis hipertrofik pilorus.

Gambar 95a. Skening transversal: pilorus bayi yang normal.

Gambar 95b. Skening transversal: hipetrofi pilorus infantilis.


Gambar 95c. Skening longitudinal: pilorus bayi yang normal.

Gambar 95d. Skening longitudinal: hipertrofi pilorus infantilis.

Halaman 149
Invaginasi
Kalau pemeriksaan klinik menunjukkan kemungkinan invaginasi, pemeriksaan skening USG
abdomen kadang-kadang akan memperlihatkan invaginasi berbentuk susis yang khas. Jika
bagian ini dilihat dari potongan transversal, cincin usus yang konsentris juga merupakan ciri
khas (gambar 96a). pada gambar invaginasi usus ini akan terdapat suatu bingkai perifer yang
hipoekoik dengan ketebalan sedikitnya 8 mm dan diameter keseluruhan yang melebihi 3 cm.

Gambar 96a. Skening transversal: invaginasi usus.


Gambar 96b. Pemeriksaan radiologi: barium enema pada pasien yang sama.

Pada anak-anak, diagnosis stenosis hipertrofik pylorus dan invaginasi dengan USG
memerlukan pengalaman serta korelasi klinis yang erat.

Ascaris
Massa dalam setiap bagian usus dapat disebabkan oleh Ascaris. Cincin konsentris yang tipikal
pada dinding usus dan benda berisikan cacing di dalamnya dapat terlihat ketika dilakukan
skening dalam potongan transversal. Ascaris mungkin tampak bergerak dan gerakan tersebut
bisa terlihat pada real-time scanning. Perforasi ke dalam kavum peritonei dapat terjadi.

Gambar 96c. Sejumlah cacing Ascaris (cacing gelang) dalam usus halus seorang anak.

Halaman 150
Infeksi HIV
Pasien infeksi HIV sering menunjukkan gejala demam (pireksia), tetapi sumber infeksinya
tidak selalu dapat dikenali dengan pemeriksaan klinik. Pemeriksaan USG akan membantu
dalam menentukan lokasi abses dalam abdomen atau kelenjar limfe yang membesar. Kalau
terdapat obstruksi intestinal, usus halus yang berdilatasi dengan pola mukosa yang abnormal
dapat dikenali secara dini dengan pemeriksaan USG.
Dengan mengikuti teknik yang standar, pemeriksaan USG harus selalu mencakup:
1. Hepar,
2. Lien,
3. Kedua daerah subfrenikus,
4. Ginjal,
5. Pelvis,
6. Setiap nyeri tekan atau pembengkakan subkutan yang terlokalisir,
7. Kelenjar limfe para-aorta dan pelvis.

Pemeriksaan USG tidak dapat membedakan antara infeksi bakteri dan fungus. Jika suatu abses
mengandung gas, kemungkinan besar infeksi tersebut terutama bacterial kendati abses
campuran bakteri dan fungus dapat terjadi.

Kalau seorang pasien dengan HIV-positif mengalami demam, pemeriksaan USG


abdomen dan pelvis dianjurkan.

Anda mungkin juga menyukai