Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang sampai saat

ini belum terselesaikan. International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2005

menyatakan terdapat 200 juta (5,1%) orang di dunia mengidap DM dan

diperkirakan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta jiwa atau 6,3%

dari 3,8 miliar penduduk dunia dengan usia diabetesi berkisar antara 20 hingga 79

tahun. Menurut estimasi data World Health Organisation (WHO), memaparkan

data angka kasus diabetes di Indonesia berdasarkan hasil survei tahun 2008

menempati urutan ke empat tertinggi di dunia setelah Cina, India dan Amerika,

yaitu 8,4 juta jiwa dan diperkirakan jumlahnya melebihi 21 juta jiwa pada tahun

2030 mendatang (Qemar et al, 2008).

Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010,

DM adalah penyebab kematian nomor 6 di Indonesia dengan proporsi kematian

yaitu 5,7% setelah stroke, TB paru, hipertensi, cedera, dan perinatal. Pada tahun

2007, prevalensi DM tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi

Maluku Utara (masing-masing 11,1%), diikuti Provinsi Riau (10,4%), dan

Provinsi Aceh (8,5%) sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di Provinsi

Papua (1,7%) dan Provinsi NTT (1,8%) (RISKESDAS, 2007).

Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes mellitus

diklasifikasikan menjadi diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2 dan

diabetes mellitus tipe lain (ADA, 2010). Hampir 80% hingga 90% dari seluruh

kejadian diabetes adalah DM tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM) (Robbins dan Cotran, 2008).


Orang dengan diabetes atau sering disebut “diabetesi” rentan mengalami

komplikasi kronik yang disebabkan karena kondisi hiperglikemi yaitu kerusakan

organ seperti ginjal, saraf, mata, jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2010).

Salah satu komplikasi yang paling ditakutkan adalah gangren diabetikum atau

kaki diabetes. Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi

dokter pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya (Waspadji, 2009).


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau

mengalihkan”. Mellitus berasal dari bahasa Latin yang berarti “manis atau madu.

Secara harfiah diartikan individu yang mengalirkan volume urin yang banyak

dengan kadar glukosa yang tinggi (Corwin, 2009).

Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang

ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin (resistensi insulin),

sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau keduanya (PAPDI, 2006).

2.2 Klasifikasi diabetes mellitus

Klasifikasi penyakit Diabetes Mellitus menurut Robbins dan Cotran

(2008), yaitu :

1. Diabetes Mellitus tipe 1

Diabetes tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat defisiensi insulin

absolut karena destruksi sel beta (β) pankreas, penyebabnya karena autoimun

dan idiopatik. Tipe ini disebut juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(IDDM) atau Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI).

2. Diabetes Mellitus tipe 2

Dua defek metabolik yang menandai diabetes tipe 2 adalah resistensi

insulin dan disfungsi sel β menyebabkan defisiensi relatif insulin. Tipe ini

disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes
Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI). Sekitar 80% hingga 90% pasien

mengindap diabetes tipe 2.

3. Diabetes Mellitus tipe lain

Menurut Corwin (2009), untuk DM tipe lain diklasifikasikan menurut

penyebabnya yaitu :

a. Defek genetik fungsi sel β

Maturity onset diabetes of the young (MODY) dan mutasi mitokondria

DNA.

b. Defek genetik kerja insulin

Defek pada konversi proinsulin, mutasi gen insulin, dan mutasi reseptor

insulin.

c. Penyakit eksokrin pankreas

Pankreatitis kronik, pankreatektomi, neoplasia, fibrosis kistik,

hemokromatosis, dan pankreatopati fibrokalkulus.

d. Endokrinopati

Akromegali, sindrom cushing, hipertiroidisme, feokromasitoma, dan

glukagonoma.

e. Karena obat/zat kimia

Glukokortikoid, hormon tiroid, interferon-α, inhibitor protease, agonis β-

adrenergik, tiazid, asam nikotinat, dan fenitoin.

f. Infeksi

citomegalovirus dan virus coxsackie B.

g. Sindroma genetik lain

Sindrom down, sindrom klinefelter, dan sindrom turner.


4. Diabetes Mellitus Kehamilan (Gestasional)

Merupakan diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya

tidak mengindap diabetes mellitus. Meskipun dibetes tipe ini sering membaik

setelah persalinan. Sekitar 50% wanita pengindap kelainan ini tidak akan

kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Bahkan, jika

membaik setelah persalinan risiko untuk mengalami diabetes tipe 2 setelah

sekitar 5 tahun lebih besar daripada orang normal (Corwin, 2009).

2.3 Patogenesis diabetes mellitus

Menurut Robbins dan Contran (2008), patogenesis DM dijelaskan sebagai

berikut :

1. Diabetes Mellitus tipe 1

Bentuk diabetes ini terjadi karena kekurangan insulin yang berat akibat

destruksi autoimun sel-sel β pankreas dalam pulau-pulau Langerhans

pankreas. Diabetes tipe 1 paling sering terjadi pada usia kanak-kanak

bermanifestasi pada usia pubertas, dan berjalan progresif mengikuti

pertambahan usia. Adapun mekanisme destruksi sel β pankreas meliputi :

a. Limfosit T (sel T CD4+, sel T CD8+ sitotoksik) bereaksi terhadap antigen sel

β dan menyebabkan kerusakan sel.

b. Sitokin yang diproduksi secara lokal merusak sel-sel β. Diantara sitokin yang

terlibat dalam jejas sel adalah IFN-γ, dihasilkan oleh sel 7 dan TNF serta IL1

yang diproduksi oleh sel-sel makrofag yang diaktifkan selama reaksi imun.

c. Autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin juga terdeteksi

dalam darah pada 70% hingga 80% pasien. Autoantibodi tersebut bersifat
reaktif dengan sejumlah antigen sel β, yang meliputi enzim glutamic acid

decarboxylase (GAD). Pada anak-anak yang rentan tapi belum menderita

diabetes (misalnya sanak keluarga pasien), keberadaan antibodi terhadap sel

pulau Langerhans merupakan tanda prediktif untuk meramalkan terjadinya

DMTI.

2. Diabetes Mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 sejauh ini merupakan tipe yang lebih sering

ditemukan dengan peranan kerentanan genetik yang lebih besar. Penyakit

tersebut terjadi karena resistensi insulin dan disfungsi sel β.

a. Resistensi insulin

Resistensi insulin merupakan keadaan berkurangnya kemampuan jaringan

perifer untuk berespon terhadap hormon insulin. Sejumlah penelitian

fungsional pada orang dengan resistensi insulin memperlihatkan sejumlah

kelainan kuantitatif dan kualitatif pada lintasan penyampaian sinyal insulin

yang meliputi penurunan jumlah reseptor insulin, penurunan fosforilasi

reseptor insulin serta aktivitas tirosin kinase, dan berkurangnya kadar zat-zat

antara yang aktif dalam lintasan penyampaian sinyal insulin.

Resistensi insulin dipengaruhi oleh berbagai faktor genetik serta

lingkungan. Diantara faktor-faktor lingkungan, obesitas memiliki korelasi

yang paling kuat. Resistensi insulin pada obesitas dikarenakan kadar asam

lemak bebas yang tinggi dalam darah serta di intrasel. Hal ini dapat

mempengaruhi fungsi insulin “lipotosisitas” dan sejumlah sitokin yang

dilepas jaringan adiposa “adipokin”; sitokin ini meliputi leptin, adiponektin,

dan resistin.
b. Disfungsi sel-β

Disfungsi sel-β bermanifestasi sebagai sekresi insulin yang tidak adekuat

dalam menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia. Disfungsi sel-β

bersifat kualitatif (hilangnya pola sekresi insulin yang normal) maupun

bersifat kuantitatif (berkurangnya massa sel-β, degenerasi pulau Langerhans,

dan pengendapan amiloid dalam pulau Langerhans.

2.4 Faktor risiko diabetes mellitus

Berdasarkan Depkes RI (2008), adapun faktor risiko DM dijelaskan

sebagai berikut :

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

1. Riwayat keluarga dengan DM

2. Umur; risiko untuk menderita DM meningkat seiring dengan meningkatnya

usia. Usia > 45 tahun merupakan faktor risiko.

3. Riwayat pernah menderita diabetes gestasional

4. Riwayat Berat Badan Lahir > 4.000 gram

b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

1. Berat badan lebih (BB >120% BB ideal atau IMT > 23 kg/m3) dan ratio

lingkar pinggang pinggul untuk laki-laki > 90 cm dan perempuan > 80 cm.

2. Kurangnya aktifitas fisik

3. Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg

4. Dislipidemia, kadar lipid (Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau Trigliserida ≥

250 mg/dl)
5. Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa

Terganggu (GDPT).

6. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular

7. Diet tidak sehat, dengan tinggi gula dan rendah serat.

2.5 Manifestasi klinis diabetes mellitus

Menurut Corwin (2009), gejala klinis penderita DM dibagi menjadi dua

yaitu :

1. Gejala klasik DM/gejala khas

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membran dalam sel

menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau

hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi ke dalam sirkulasi atau

cairan intravaskular. Akibatnya aliran darah ke ginjal meningkat karena

hiperosmolariti yang terjadi sehingga menyebabkan diuresis osmotik

(poliuria).

b. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel ke dalam vaskuler

menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi

sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi

menyebabkan seseorang haus terus ingin selalu minum (polidipsia).

c. Polifagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel akibat kurangnya kadar

insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi menstimulasi rasa


lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih sering dan banyak

makan (polifagia).

d. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat ditransport ke dalam sel maka sel kekurangan

cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme. Akibat dari itu maka sel

akan menciut sehingga seluruh jaringan terutama akan menglami atrofi dan

penurunan berat badan secara drastis.

2. Gejala tidak khas DM

a. kesemutan

b. pruritus / gatal di vulva pada wanita

c. disfungsi ereksi pada pria

d. luka sulit sembuh

e. penglihatan kabur

f. cepat lelah

g. suka mengantuk

2.6 Diagnosis diabetes mellitus

Kriteria diagnosis DM menurut WHO tahun 2004 dikutip dari

Purnamasari (2009) yaitu :

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mml/L).

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan pada sesaat pada

suatu hari tanpa memperlihatkan waktu makan terakhir.

2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa

diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.


3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) ≥ 200mg/dL

(11,1 mml/L). TTGO dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban

glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke

dalam air.

4. Cara Pelaksanaan TTGO menurut WHO (2004) dikutip dari Purnamasari

(2009) :

a. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari

dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

c. Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa.

d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-

anak), dilarutkan dalam air 250mL dan diminum dalam waktu 5 menit.

e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2

jam setelah minum larutan glukosa selesai.

f. Diperiksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

g. Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.

h. Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3

yaitu :

1. < 140 mg/dL : normal

2. 140- 199 mg/dL : toleransi glukosa terganggu (TGT)

3. ≥ 200 mg/dL : diabetes mellitus


5. Pemeriksaan HbA1C atau glycosylated haemoglobin. Glycosylated

haemoglobin adalah protein yang terbentuk dari perpaduan antara gula dan

haemoglobin dalam sel darah merah. Nilai yang dianjurkan oleh PERKENI

untuk HbA1C normal (terkontrol) 4 % - 5,9 %.

Tabel 2.1. Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan
Penyaring dan Diagnosis DM

Pemeriksaan Darah diambil Bukan Belum DM


DM pasti DM
Konsentrasi glukosa darah Plasma vena < 100 100-199 ≥ 200
sewaktu (mg/dL)
Darah kapiler < 90 90-199 ≥ 200

Konsentrasi glukosa darah Plasma vena < 100 100-125 ≥ 126


puasa (mg/dL)
Darah kapiler < 90 90-99 ≥ 100

2.7 Terapi diabetes mellitus

1. Terapi non farmakologis

a. Edukasi

Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan

mengenai DM. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada

anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak

perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada

pasien DM adalah definisi penyakit DM, faktor-faktor yang berpengaruh

pada timbulnya DM dan upaya-upaya menekan DM, pengelolaan DM secara

umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi DM, serta pemeliharaan kaki

(Yunir dan Soebardi, 2009).


b. Latihan jasmani

Menurut Yunir dan Soebardi (2009) penyusunan program latihan bagi

diabetesi sangat individual sesuai dengan kondisi penyakitnya sehingga latihan

teratur dan terus menerus dibawah pengawasan tenaga medis sangat

bermanfaat untuk menurunkan kadar glukosa darah, kontrol diabetes,

meningkatkan fungsi jantung dan pernafasan, menurunkan berat badan dan

meningkatkan kualitas hidup. Prinsip latihan jasmani bagi penderita DM yaitu

memenuhi beberapa hal sebagai berikut :

1. Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan

teratur 3-5 kali perminggu.

2. Intensitas : ringan dan sedang (60-70% maximum heart rate)

3. Durasi : selama 30-60 menit

4. Jenis : latihan jasman enduran (aerobik) untuk meningkatkan

kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging,

berenang, dan bersepeda.

c. Perencanaan pola makan

Menurut Yunir dan Soebardi (2009), standar yang dianjurkan adalah

makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan

lemak, sesuai dengan kecukupan gizi yang baik sebagai berikut :

1. Karbohidrat 60-70%

2. Protein 10-15%

3. Lemak 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress

akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah
kalori dipakai rumus Broca yaitu Berat Badan Ideal (BBI) = (TB cm - 100) -

10%, sehingga didapatkan status gizi:

1. BB kurang bila BB < 90% BBI

2. BB normal bila BB 90-110% BBI

3. BB lebih bila BB 110-120% BBI

4. Gemuk bila BB > 120% BBI

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BBI dikali kelebihan kalori

basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian

ditambah untuk kebutuhan kalori sesuai aktivitas, aktivitas ringan + 10%,

aktivitas sedang + 20%, dan aktivitas berat + 30%. Koreksi status gizi (gemuk

dikurangi 20%, kurus ditambah 20%) dan kalori untuk menghadapi stress akut

sesuai dengan kebutuhan (+ 10-30%).

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut dibagi

dalam beberapa porsi yaitu :

1. Makan pagi sebanyak 20%

2. Makan siang sebanyak 30%

3. Makan malam sebanyak 25 %

4. 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15% diantaranya

2. Terapi farmakologis

a. Golongan insulin sensitizing

Biguanid (Metformin); terdapat dalam konsentrasi tinggi di usus dan hati,

namun tidak dimetabolisme dan secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Oleh

karena itu, biasanya diberikan 2-3 kali sehari kecuali dalam bentuk extended

release. Efek samping yang dapat terjadi yaitu asidosis laktat, oleh karena itu
sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, atau

pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung, serta harus diberikan hati-hati

pada orang lanjut usia. Mekanisme kerjanya yaitu melalui pengaruhnya

terhadap kerja insulin di tingkat seluler, distal reseptor insulin dan menurunkan

produksi glukosa hati. Metformin dapat menurunkan glukosa darah, namun

tidak akan menyebabkan hipoglikemia, sehingga tidak dianggap sebagai obat

hipoglikemik, namun sebagai obat antihiperglikemik (Soegondo, 2009).

Thiazolidinediones (Glitazone), merupakan golongan obat dengan efek

farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Selain itu, obat ini juga

dapat diberikan secara oral dan secara kimiawi maupun fungsional tidak

berhubungan dengan obat lainnya. Mekanisme kerjanya yaitu sebagai

agonist Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR) yang

sangat poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja insulin

seperti sel adipose, otot skeletal, dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut

merupakan regulator homeostasis lipid, differensiasi adiposit, dan kerja insulin

(Soegondo, 2009).

b. Golongan sekretagok insulin

Golongan sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara

stimulasi sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Sulfonilurea, terutama

digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal dimulai terapi DM, terutama

bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi

insulin. Efek hipoglikemia sulfonilurea diperoleh dengan cara merangsang

channel K+ yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea

terikat pada reseptor channel (SUR) tersebut, maka akan terjadi


penutupan. Keadaan ini menyebabkan terjadinya penurunan permeabilitas K+

pada membran sel beta, terjadi depolarisasi membran dan membuka channel

Ca2+ tergantung voltase, menyebabkan peningkatan Ca2+ intrasel, yang berefek

pada eksositosis granul yang berisi insulin (Soegondo, 2009).

Glinid, merupakan sekretagok insulin tipe baru yang berbeda dengan

sulfonilurea, namun sama sama bekerja pada reseptor SUR, yang mana

keduanya merupakan sekretagok yang khusus menurunkan glukosa

postprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal.

c. Golongan penghambat alfa glukosidase

Obat ini bekerja dengan secara kompetitif menghambat enzim alfa

glukosidase, sehingga menyebabkan penurunan penyerapan glukosa dan

menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan

tidak menyebabkan hipoglikemia, dan juga tidak berpengaruh pada kadar

insulin (Soegondo, 2009).


BAB 3
STATUS PASIEN

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Umur : 48 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Gampong Paloh, Kec. Tanah Pasir

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Suku : Aceh

Status Perkawinan : Sudah menikah

No. CM : 07

Tanggal Masuk : 7 September 2015

Tanggal Pemeriksaan : 7 September 2015

3.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Lemas seluruh badan

b. Keluhan Tambahan : Kesemutan dan pusing.

c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien perempuan 48 tahun, datang ke Puskesmas kontrol ulang

DM, pasien mengeluh lemas seluruh badan yang sudah dialami ± 3 hari.

Keluhan juga disertai dengan keadaan mudah lelah jika melakukan

aktivitas, keluhan tidak disertai sesak napas.


Pasien mengaku sudah 5 tahun menderita DM. Awalnya pasien

merasakan penurunan berat badan. Pasien juga merasa mudah lapar dan

sering buang air kecil, tetapi mudah merasa haus pasien kurang

memperhatikannya.

Dari anamnesa didapatkan pasien sering minum teh manis terutama

pada saat sarapan pagi, pasien juga lebih menyukai makanan yang manis-

manis. Selain itu pasien tidak pernah melakukan aktivitas fisik seperti

berolahraga.

Pasien juga mengeluh sering kesemutan yang dirasakan hilang

timbul, namun hanya dirasakan beberapa menit saja terutama di bagian

kaki. Selain itu pasien juga mengeluh pusing dan nafsu makan berkurang.

Pasien tidak merasakan mual ataupun muntah.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat DM ± 5 tahun yang lalu

2. Riwayat hipertensi (-)

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Menurut pasien tidak ada keluarga yang mengalami penyakit

seperti pasien. Namun pasien juga tidak bisa memastikannya karena tidak

ada keluarga yang memeriksanya.

f. Riwayat Kebiasaan Sosial


Pasien memiliki kebiasaan lebih suka mengkonsumsi makanan
dan minuman yang manis. Pasien juga tidak pernah berolahraga.
g. Riwayat Pemakaian Obat

Pasien mengonsumsi obat DM yang didapat di puskesmas.

h. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi

1. Jenis kelamin

2. Umur

3. Genetik

i. Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi

1. Kurangnya aktifitas fisik dan olahraga (lifestyle)

2. Berat badan lebih

3. Diet tidak sehat, dengan tinggi gula dan rendah serat.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Present

Keadaan Umum : Lemas

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Frekuensi Jantung : 78x/ menit, reguler

FrekuensiNafas : 20x/ menit

Temperatur : 370C

TB : 150cm

BB : 51 Kg

IMT : 22,66 ( BB normal )


b. Status General

Kulit

Warna : Sawo Matang

Turgor : Kembali Cepat

Ikterus : (-)

Anemia : (-)

Sianosis : (-)

Edema : (-)

Kepala

Bentuk : Kesan Normocepali

Rambut : Bewarna hitam.

Mata : Cekung (-), Reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),

Conj.palpebra inf pucat (-/-)

Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)

Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)

Mulut

Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)

Gigi Geligi : Karies (-)

Lidah : Beslag (-)

Mukosa : Basah (+)

Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal

Faring : Hiperemis (-)


Leher

Bentuk : Kesan simetris

Kel. GetahBening : Kesan simetris, Pembesaran (-)

Axilla : Pembesaran KGB (-)

Thorax

Thorax depan

1. Inspeksi

Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris

Retraksi : (-)

2. Palpasi

Paru kanan Paru kiri


Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal

3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor

4. Auskultasi
SuaraPokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
SuaraTambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-) Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Thoraks Belakang

1. Inspeksi

Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakansimetris

Tipe pernafasan : Thorako-abdominal

Retraksi : (-)

2. Palpasi

Paru kanan Paru kiri


Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal

3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor

4. Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V LMCS.

Perkusi : Batas jantung atas: di ICS III

Batas jantungkanan: di ICS III LPSD

Batas jantungkiri: di ICS V LMCS.


Kesan : Tidak ada pembesaran

Auskultasi : BJ I >BJ II, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Kesan simetris, Distensi (-)

Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan epigastrium (-),

Hepar/Lien/Ren tidak teraba, Murphy sign (-)

Perkusi : Tympani (+), Asites (-)

Auskultasi : Peristaltik usus (N)

Genetalia : perempuan

Anus : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Superior Inferior
Ekstremitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -

3.4 RESUME

Pasien perempuan 48 tahun, datang ke Puskesmas kontrol ulang

DM, pasien mengeluh lemas seluruh badan yang sudah dialami ± 3 hari.

Keluhan juga disertai dengan keadaan mudah lelah jika melakukan

aktivitas, keluhan tidak disertai sesak napas.


Pasien mengaku sudah 5 tahun menderita DM. Awalnya pasien

merasakan penurunan berat badan. Pasien juga merasa mudah lapar dan

sering buang air kecil, tetapi mudah merasa haus pasien kurang

memperhatikannya.

Dari anamnesa didapatkan pasien sering minum teh manis terutama

pada saat sarapan pagi, pasien juga lebih menyukai makanan yang manis-

manis. Selain itu pasien tidak pernah melakukan aktivitas fisik seperti

berolahraga.

Pasien juga mengeluh sering kesemutan yang dirasakan hilang

timbul, namun hanya dirasakan beberapa menit saja terutama di bagian

kaki. Selain itu pasien juga mengeluh pusing dan nafsu makan berkurang.

Pasien tidak merasakan mual ataupun muntah.

3.6 DIAGNOSIS KERJA


DM tipe 2 Normowight

3.7 PENATALAKSANAAN

Umum

1. Pengaturan pola makan

 Kalori Basal 25 kkal/kgBB = 1275 kkal

 Kalori perhari

Energi = Normal x kerja ringan

BB x 30 kak/kgBB

= 51 kg x 30 kak/kgBB

= 1530 kal
15% 𝑥 1530
Protein =
4
= 57,37 gr

25% 𝑥 1530
Lemak =
9
= 42,5 gr

60% 𝑥 1530
Karbohidrat =
4
= 229,5 gr
2. Kurangi makanan dan minuman yang manis

3. Terapkan pola makan teratur dan sehat

4. Gerakan Senam Kaki Diabetes 3 kali perminggu selama 15-30 menit

 Bisa dilakukan dalam posisi duduk tegak diatas bangku dan kaki

menyentuh kelantai.

 Letakkan tumit kaki dilantai, jari-jari dari kedua belah kaki diluruskan

keatas kemudian dibengkokkan kembali kebawah seperti halnya cakar

ayam, minimal 10 kali gerakan.

 Letakkan salah satu tumit kaki dilantai, angkatlah telapak kaki ke atas

lalu pada kaki lainnya, jari-jari pada kaki diletakkan kelantai dengan

tumit kaki yang diangkatkan keatas, cara seperti ini dilakukan secara

bersamaan yakni pada kaki kiri dan juga kanan secara bergantian serta

diulangi sebanyak 10 kali.

 Letakkan tumit kaki kelantai, yang dimana bagian ujung kaki diangkat

keatas serta buat gerakan-gerakan memutar dengan pergerakan di

pergelangan kaki, 10 kali putaran.


 Letakkan jari-jari kelantai, lalu tumit diangkat dan buatlah gerakan

memutar dengan pergelangan kaki, 10 kali putaran.

 Angkatlah salah satu lutut kaki lalu luruskan , kemudian gerakkan jari-

jari kedepan lalu turunkan kembali secara bergantian kekiri dan

kekanan, lakukan sebanyak 10 kali.

 Luruskanlah salah satu kaki kelantai lalu angkat kaki dan gerakkan

ujung jari kaki kearah wajah lalu turunkan kembali.

 Angkatlah kedua kaki, luruskan, ulangi, lakukan sebanyak 10 kali.

 Angkatlah kedua kaki, luruskan , gerakkan pergelangan kaki kebagian

depan dan juga belakang.

 Luruskanlah salah satu kaki dan angkat, lalu putar pergelangan kaki,

kemudian anda lakukan seperti menulis diudara pada kaki anda

gerakan angka 0-9 secara bergantian.

 Letakkan koran dilantai, lalu anda bisa membentuk koran tersebut

seperti bola dengan kedua kaki, lalu buka kembali bentukkan koran

tersebut, kemudian robek koran menjadi dua bagian dan satu bagian

yang utuh simpan dahulu, satu bagiannya lagi robek kecil-kecil dengan

kedua kaki ,setelah itu kumpulkan kembali sobekan koran tersebut dan

letakkan pada koran yang masih utuh, bungkus kembali dengan kedua

kaki, bentuk menjadi bola kembali.

Khusus

1. Glibenclamide 5 mg 1x1 a.c pagi

2. Vit. B. Com 2x1


3. Anjuran diberikan Aspirin 80 mg 1x1
3.8 PLANING DIAGNOSTIK

1. Cek KGD rutin

2. Darah rutin

3. Urin rutin

4. Lipid Profil

5. HBA1C

6. EKG

3.9 PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

Anjuran Ketika Pulang

1. Atur pola makan sehari-hari harus seimbang dan tidak berlebihan

2. Olahraga teratur

3. Hindari makanan dan minuman yang manis

4. Minum obat yang teratur

5. Rutin kontrol ulang

6. Menjaga berat badan agar tidak menjadi obesitas

7. Kenali tanda-tanda hipoglikemi seperti: lelah, pusing, pucat, bibir

kesemutan, gemetar, berkeringat, merasa lapar, jantung berdebar-debar,

sulit berkonsentrasi.
BAB 4
ANALISA KASUS

Lemas seluruh badan, penurunan berat badan, mudah lapar, sering buang

air kecil, kesemutan pada kedua kakinya yang dirasakan hilang timbul.

Merupakan gejala khas dari DM

Riwayat kebiasaan sering minum teh manis ketika pagi hari, terutama

sering sarapan pagi dengan nasi dan teh manis dan tidak pernah berolahraga. Hal

ini merupakan faktor risiko terjadinya DM yang diakibatkan oleh life style

(makan tidak teratur) dari si penderita.


BAB 5
KESIMPULAN

Diabetes Mellitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang sampai saat

ini belum terselesaikan. International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2005

menyatakan terdapat 200 juta (5,1%) orang di dunia mengidap DM dan

diperkirakan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta jiwa atau 6,3%

dari 3,8 miliar penduduk dunia dengan usia diabetesi berkisar antara 20 hingga 79

tahun. Menurut estimasi data World Health Organisation (WHO), memaparkan

data angka kasus diabetes di Indonesia berdasarkan hasil survei tahun 2008

menempati urutan ke empat tertinggi di dunia setelah Cina, India dan Amerika,

yaitu 8,4 juta jiwa dan diperkirakan jumlahnya melebihi 21 juta jiwa pada tahun

2030 mendatang.

Diagnosis dapat ditegakkan menggunakan kriteria American Diabetes

Association (ADA) dengan parameter gejala klinis, glukosa darah sewaktu,

glukosa darah puasa, dalam darah. Ada 4 pilar dalam penatalaksanaan DM, yaitu

edukasi, nutrisi medik, latihan jasmani dan farmakologis. Terapi farmakologis

dapat menggunakan obat-obat antidiabetik oral dan insulin. Diabetes dapat

menimbulkan komplikasi berupa komplikasi akut dan kronis. Jika penyandang

DM dapat menerapkan 4 pilar penatalaksanaan DM dengan baik, prognosis akan

lebih baik dibandingkan dengan tidak terkontrol.


DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), 2010. American Diabetes Association’s


Clinical Practice Recommedation2010. Diabetes Care. Vol 31, No.1.
January 2010.

Corwin. E J.,2009.BukuSakuPatofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan R.I., 2008.Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana


Penyakit Diabetes Melitus.
PAPDI, 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta : PB PAPDI

Purnamasari, Dyah., 2009.Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus dalam


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing.
Qemar, Rmarky., Mardjozen, Djoni., Renowati, T.S., 2008. Pedoman Teknis
Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Mellitus, Cetakan II.
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Depkes RI, 2008.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia,
2007.

Robbins dan Cotran, 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta:
EGC
Soegondo, Sidartawan., 2009. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia
Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III,
Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing.
Waspadji, Sarwono., 2009. Kaki Diabetes dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III, Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing.

Yunir, E dan Soebardi, S., 2009. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing.

Anda mungkin juga menyukai