Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1) Kanker Serviks
a) Definisi

Kanker merupakan suatu kondisi sel tubuh kehilangan kemampuannya dalam


mengendalikan kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya. Jaringan akan tumbuh
secara tidak terkontrol dan dapat bersifat fatal10. Kanker serviks adalah tumor ganas
primer yang berasal dari sel epitel skuamosa. Kanker serviks merupakan kanker yang
terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang
merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang
senggama atau vagina1.

Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim
yang menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang secara
bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang
mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan
epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia
berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi
menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat
pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun,
sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun10.

Saat ini kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang
menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama di negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan 500.000 kasus baru kanker serviks
terjadi setiap tahunnya di dunia, 80% dari kasus tersebut terdapat dinegara-negara
yang sedang berkembang2. Menurut data WHO diketahui terdapat 493.243 jiwa
pertahun penderita kanker serviks baru di dunia. Dengan angka kematian karena
kanker serviks ini sebanyak 273.505 jiwa pertahun11.

Di Indonesia Kanker serviks merupakan kanker kedua terbanyak ditemukan


pada wanita setelah kanker payudara dan merupakan penyebab kematian utama pada
wanita2. Kasus baru kanker serviks ditemukan 40-45 kasus perhari dan setiap satu jam
seorang perempuan meninggal karena kanker serviks. Ada 15.000 kasus baru per
tahun dengan kematian 8000 orang pertahun7.

b) Etiologi

Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik,
yang menyerang serviks. Berawal terjadi pada serviks, apabila telah memasuki tahap
lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita12.
HPV dapat dengan mudah ditularkan melalui aktifitas seksual dan beberapa sumber
transmisi tidak tergantung dari adanya penetrasi, tetapi juga melalui sentuhan kulit di
wilayah genital tersebut (skin to skin genital contact). Dengan demikian setiap wanita
yang aktif secara seksual memiliki resiko untuk terkena kanker leher rahim11.

HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang


berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Onkoprotein
E6 akan mengikat p53 sehingga TSG (Tumor Supressor Gene) p53 akan kehilangan
fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini
menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel
berjalan tanpa kontrol11.

Meskipun HPV merupakan penyebab terbanyak, namun sebagai tambahan


perokok sigaret telah ditemukan sebagai penyebab juga. Wanita perokok mengandung
konsentrat nikotin dan kotinin didalam serviks mereka yang merusak sel. Laki-laki
perokok juga terdapat konsetrat bahan ini pada sekret genitalnya, dan dapat
memenuhi serviks selama intercourse. Defisiensi beberapa nutrisional dapat juga
menyebabkan servikal displasia. National Cancer Institute merekomendasikan bahwa
wanita sebaiknya mengkonsumsi lima kali buah-buahan segar dan sayuran setiap hari.
Jika anda tidak dapat melakukan ini, pertimbangkan konsumsi multivitamin dengan
antioksidan seperti vitamin E atau beta karoten setiap hari13.

c) Faktor Resiko
 Hubungan Seksual Sejak Dini

Karsinoma serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo-columnar


junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel
ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel
kuboid/kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia,
aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri
eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam
kanalis serviks. Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium
uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan memicu
displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak
di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin14.

Makin muda seorang perempuan melakukan hubungan seksual, makin besar


risiko yang harus ditanggung untuk mendapatkan kanker serviks dalam kehidupan
selanjutnya karena pada usia muda sel epitel serviks belum bisa menerima rangsangan
spermatozoa, Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun
ke atas15.

Risiko kanker serviks akan meningkat pada pernikahan usia muda atau
pertama kali koitus, yaitu pada umur 15-20 tahun atau pada belasan tahun serta period
laten antara pertama kali koitus sampai terdeteksi kanker serviks selama 30 tahun.
Menurut Aziz (2006), wanita di bawah usia 16 tahun menikah biasanya 10-12 kali
lebih besar terserang kanker serviks daripada yang berusia 20 tahun ke atas16.
Penelitian Zuraedah (2001) didapatkan hasil yaitu menikah pada usia < 20 tahun
dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena
kanker serviks 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20
tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia
muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap
rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar. Termasuk zat-zat
kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat
menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh
lagi17.

 Paritas

Semakin tinggi risiko menderita kanker serviks pada wanita dengan banyak
anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Seorang perempuan yang
sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena
penyakit kanker serviks. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan
berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya
dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus
(HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker serviks.

 Merokok

Beberapa penelitian menunjukan hubungan yang kuat antara merokok dengan


kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola
hubungan seksual. Penemuan lain memperlihatkan ditemukannya nikotin pada cairan
serviks wanita perokok bahan ini bersifat sebagai komponen dan bersama-sama
dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah
kanker.

 Kontrasepsi hormonal

Penggunaan kontrasepsi hormonal lebih dari 4 atau 5 tahun dapat


meningkatkan risiko terkena kanker serviks 1,5-2,5 kali. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV
yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk
terjadi kanker serviks18.

 Defisiensi Gizi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti


betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan resiko
terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat ini tdak ada indikasi bahwa
perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko19.

 Sosial Ekonomi

Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat


antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini
juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen
pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi
nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah
tersebut19.
 Pasangan Seksual

Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan
yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi
resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan
genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang
terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan
factor resiko yang lain19.

d) Patofisiologi

Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol
sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4
fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi
DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap)
berada sebelum fase S (Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb
berperan penting, dimana p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb
memiliki kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri19.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi
jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal.
Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas,
berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein
yang berperan banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV
dalam proses perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan
retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor
sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7
berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan
sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang
resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika
dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi HPV
mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel19.
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung
dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro
invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel
tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah
terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam
pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah
menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai
karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult).
Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfa
regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus
uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat
menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke
parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum,
kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya
secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di
kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak19.

Gambar 1. Patofisiologi Kanker Serviks19

Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi memerlukan


waktu sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya ditemukan pada
wanita yang sudah berusia sekitar 40 tahun.Ada empat stadium kanker serviks yaitu
Stadium satu kanker masih terbatas pada serviks (IA dan IB), pada stadium dua
kanker meluas di serviks tetapi tidak ke dinding pinggul (IIA menjalar ke
vagina/liang senggama, IIB menjalar ke vagina dan rahim), pada stadium III kanker
menjalar ke vagina, dinding pinggul dan nodus limpa (IIIA menjalar ke vagina,IIIB
menjalar ke dinding pinggul, menghambat saluran kencing, mengganggu fungsi ginjal
dan menjalar ke nodus limpa), pada stadium empat kanker menjalar ke kandung
kencing, rektum, atau organ lain (IVA: Menjalar ke kandung kencing, rectum, nodus
limpa, IVB: Menjalar ke panggul and nodus limpa panggul, perut, hati, sistem
pencernaan, atau paru-paru)20.

e) Manifestasi Klinis

Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini.
Biasanya sering ditandi sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan postkoital
atau perdarahan pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada
stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang ;ebih khas untuk kanker serviks, baik
berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang
berbau dan rasa sakit yang sangat hebat19.
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda yang
khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina
ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis
jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian berlanjt
ke perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau
dan dapat bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian
bawah bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari
daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu
masih mungkin terjadi nyeri pada tempat-tempat lainnya.
g. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi,
edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar
bagian bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau
timbul gejala-gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker
serviks itu sendiri19.

Neoplasma ganas

(Ca Cervix)
pertumbuhan sel
infiltrasi sel infiltrasi sel kanker ke
kanker tidak
kanker ke ureter jaringan sekitar
terkendali

Obstruksi total Menekan Infeksi Sifat sel kanker


serabut dan yang mudah
saraf nekrosis berdarah
Retrograde jaringan
coitus

Nyeri Perdarahan
Hidronefrosi spontan Perdarahan
s Keputihan kontak
anemia
dan bau
CRF khas Peningkatan
kanker kebutuhan
metabolism
- Penurunan CO
- Perubahan - Perfusi jar. tdk e sel kanker
terhadap pola adekuat
seksual
- Gangguan konsep
Nutrisi <dari
kebutuhan tubuh

- Kurang
perawatan diri
Kelemahan
- Intoleransi
aktivitas fisik

Gambar 2. Manifestasi Klinis Kanker Serviks19

f) Pencegahan dan Tatalaksana

Saat ini upaya pencegahan sekunder dengan skrining masih menjadi fokus
utama untuk menurunkan angka kejadian kanker serviks. Skrining kanker serviks
dapat dilakukan melalui beberapa metode, diantaranya metode Inspeksi Visual Asam
Asetat (IVA), dan tes pap smear. Skrining dilakukan untuk orang yang sudah pernah
berhubungan seksual7

Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-
kanker, maka tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan seperti
menghindari factor – factor resiko penyebab timbulnya kanker serviks dan juga
pemberian vaksin HPV yang memberikan perlindungan spesifik terhadap kanker
seviks19.

Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan


skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks
secara dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan
kanker serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive
memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan
metode sederhana dan sensitif untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati
dengan baik, karsinoma prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati
100%. Diagnosa kasus pada fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar
35%19. Teknik – teknik yang dapat dilakukan untuk deteksi dini dan skrining kanker
serviks yang termudah salah satunya adalah pemerisaan Inspeksi Visual dengan
Asam Asetat (IVA).

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara


histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup
melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi).
Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium kanker serviks saat
didiagnosis19.
g) Prognosis

Angka harapan hidup 5 tahun, berdasarkan AJCC tahun 2010 adalah sebagai
berikut:

Stadium Angka harapan


hidup 5 tahun

0 93%

I 93%

IA 80%

IIA 63%

IIB 58%

IIIA 35%

IIIB 32%

IVA 16%

IVB 15%
2) Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) merupakan cara sederhana untuk


mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin21. IVA merupakan pemeriksaan leher
rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim
setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5%. Laporan hasil
konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat pra kanker
(high-Grade Precanceraus Lesions) dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan spesifitas
64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif (positive predective value) dan nilai prediksi
negatif (negative predective value) masing-masing antara 10-20% dan 92-97%22.
Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan skrining alternatife dari pap smear karena
biasanya murah, praktis, sangat mudah untuk dilaksanakan dan peralatan sederhana
serta dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan selain dokter ginekologi.
Pada pemeriksaan ini, pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat serviks
yang telah diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo. Setelah serviks diulas dengan
asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara
langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal. Dibutuhkan waktu satu
sampai dua menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada jaringan epitel.
Serviks yang diberi larutan asam asetat 5% akan merespon lebih cepat
daripada larutan 3%. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan
pemberian asam asetat akan didapat hasil gambaran serviks yang normal (merah
homogen) dan bercak putih (displasia).

 Program Skrining Oleh WHO :


- Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
- Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
- Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
(Nugroho Taufan, dr. 2010:66)
- Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-
60 tahun.
- Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.
- Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1
tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
 Syarat:
- Sudah pernah melakukan hubungan seksual
- Tidak sedang datang bulan/haid
- Tidak sedang hamil
- 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

 Klasifikasi IVA
Menurut Sukaca E. Bertiani, ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah
satu kategori yang dapat dipergunakan adalah21:
- IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
- IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya
(polip serviks).
- IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok
ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode
IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker
(dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
- IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan
stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian
akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini
(stadium IB-IIA).

 Pelaksanaan IVA
- Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim
yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan
warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan
negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi merah dan
timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.
- Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung
diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas
CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya
sekitar 40% dengan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu
sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan
demikian, bisa segera ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker
stadium lanjut.
- Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari
adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih,
artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu
bisa dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan
demikian, penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu
tidak jadi berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

1. Notodiharjo, R. (2002). Reproduksi, Kontrasepsi, Dan Keluarga Berencana.


Yogyakarta. Kanisius
2. Aziz, F M. (2006) Deteksi Dini Kanker, Skrining Dan Deteksi Dini Kanker
Serviks. (Eds) Ramli Muchlis, Umbas Rainy, Panigoro S. Sonar Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta
3. Andrijono, 2007.Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks.
Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 57, Nomor: 5, [Accessed 20 Oktober
2017] <http://mki.idionline. org/index.php?uPage = mki.mki_dl&smod = mki&sp
= public&key = MTE2LTE0>
4. Rasjidi, Imam, 2010. 100 Question & Answer Kanker pada Wanita. Penerbit Elex
Media Computindo: Jakarta
5. Diananda, R. (2007). Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta. Katahati
6. Wahyuningsih T, Mulyani EY. Faktor Risiko Terjadinya Lesi Prakanker Serviks
melalui Deteksi Dini dengan Metode IVA. Forum Ilm. 2014;11:192–209.
7. Nurwijaya, Hartati, Andrijono & HK, Suhaemi, 2010. Cegah dan Deteksi Dini
Kanker Serviks.Jakarta: Gramedia
8. Depkes RI. Pencegahan Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara. 2009
9. Megevand E, Denny L, Dehaeck K, Soeters R, Bloch B. Acetic acid visualization
of the cervix : an alternative to cytologic screening. Obstet Gynecol.
1996;88(3):383-6.
10. Otto, S.E. (2001). Oncologi Nursing. 4th Ed. St Louis: Mosby Inc
11. Emilia, O dkk. (2010) Bebas Ancaman Kanker Serviks. Yogyakarta Media
Pressindo
12. Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan. Ed.2. Jakarta: PT.Bina Pustaka Surwono
Prawiroharjo. 2009
13. Andrijono, Kanker Leher rahim, Divisi Onkologi, Dep.Obstetri-Ginekologi
FKUI.2007
14. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2007.
15. Rasjidi, I. (2008). Manual Prakanker serviks. Edisi 1. Sagung Seto. Malang
16. Aziz, F M. (2006) Deteksi Dini Kanker, Skrining Dan Deteksi Dini Kanker
Serviks. (Eds) Ramli Muchlis, Umbas Rainy, Panigoro S. Sonar Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta
17. Zuraedah, E. (2001) Faktor-faktor risiko kanker leher rahim jenis karsinoma sel
skuamosa di RSUPN Dr.Cipto mangunkusumo jakarta. Tesis tidak diterbitkan.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
18. Hartmann (2005) Mayo Clinic Guide to Women’s Cancer : Breast and
Gynecologic cancers. New York. Kensington Publishing
19. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society.
20. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009;380-387.
21. Sukaca E. Bertiani. 2009. Cara Cerdas Menghadapi KANKER SERVIK (Leher
Rahim). Yogyakarta: Genius Printika
22. Wijaya Delia. 2010. Pembunuh Ganas Itu Bernama Kanker Servik. Yogyakarta:
Sinar Kejora

Anda mungkin juga menyukai