TINJAUAN PUSTAKA
1) Kanker Serviks
a) Definisi
Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim
yang menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang secara
bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang
mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan
epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia
berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi
menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat
pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun,
sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun10.
Saat ini kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang
menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama di negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan 500.000 kasus baru kanker serviks
terjadi setiap tahunnya di dunia, 80% dari kasus tersebut terdapat dinegara-negara
yang sedang berkembang2. Menurut data WHO diketahui terdapat 493.243 jiwa
pertahun penderita kanker serviks baru di dunia. Dengan angka kematian karena
kanker serviks ini sebanyak 273.505 jiwa pertahun11.
b) Etiologi
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik,
yang menyerang serviks. Berawal terjadi pada serviks, apabila telah memasuki tahap
lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita12.
HPV dapat dengan mudah ditularkan melalui aktifitas seksual dan beberapa sumber
transmisi tidak tergantung dari adanya penetrasi, tetapi juga melalui sentuhan kulit di
wilayah genital tersebut (skin to skin genital contact). Dengan demikian setiap wanita
yang aktif secara seksual memiliki resiko untuk terkena kanker leher rahim11.
c) Faktor Resiko
Hubungan Seksual Sejak Dini
Risiko kanker serviks akan meningkat pada pernikahan usia muda atau
pertama kali koitus, yaitu pada umur 15-20 tahun atau pada belasan tahun serta period
laten antara pertama kali koitus sampai terdeteksi kanker serviks selama 30 tahun.
Menurut Aziz (2006), wanita di bawah usia 16 tahun menikah biasanya 10-12 kali
lebih besar terserang kanker serviks daripada yang berusia 20 tahun ke atas16.
Penelitian Zuraedah (2001) didapatkan hasil yaitu menikah pada usia < 20 tahun
dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena
kanker serviks 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20
tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia
muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap
rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar. Termasuk zat-zat
kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat
menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh
lagi17.
Paritas
Semakin tinggi risiko menderita kanker serviks pada wanita dengan banyak
anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Seorang perempuan yang
sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena
penyakit kanker serviks. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan
berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya
dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus
(HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker serviks.
Merokok
Kontrasepsi hormonal
Defisiensi Gizi
Sosial Ekonomi
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan
yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi
resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan
genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang
terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan
factor resiko yang lain19.
d) Patofisiologi
Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol
sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4
fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi
DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap)
berada sebelum fase S (Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb
berperan penting, dimana p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb
memiliki kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri19.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi
jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal.
Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas,
berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein
yang berperan banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV
dalam proses perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan
retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor
sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7
berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan
sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang
resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika
dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi HPV
mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel19.
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung
dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro
invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel
tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah
terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam
pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah
menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai
karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult).
Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfa
regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus
uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat
menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke
parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum,
kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya
secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di
kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak19.
e) Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini.
Biasanya sering ditandi sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan postkoital
atau perdarahan pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada
stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang ;ebih khas untuk kanker serviks, baik
berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang
berbau dan rasa sakit yang sangat hebat19.
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda yang
khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina
ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis
jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian berlanjt
ke perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau
dan dapat bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian
bawah bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari
daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu
masih mungkin terjadi nyeri pada tempat-tempat lainnya.
g. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi,
edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar
bagian bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau
timbul gejala-gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker
serviks itu sendiri19.
Neoplasma ganas
(Ca Cervix)
pertumbuhan sel
infiltrasi sel infiltrasi sel kanker ke
kanker tidak
kanker ke ureter jaringan sekitar
terkendali
Nyeri Perdarahan
Hidronefrosi spontan Perdarahan
s Keputihan kontak
anemia
dan bau
CRF khas Peningkatan
kanker kebutuhan
metabolism
- Penurunan CO
- Perubahan - Perfusi jar. tdk e sel kanker
terhadap pola adekuat
seksual
- Gangguan konsep
Nutrisi <dari
kebutuhan tubuh
- Kurang
perawatan diri
Kelemahan
- Intoleransi
aktivitas fisik
Saat ini upaya pencegahan sekunder dengan skrining masih menjadi fokus
utama untuk menurunkan angka kejadian kanker serviks. Skrining kanker serviks
dapat dilakukan melalui beberapa metode, diantaranya metode Inspeksi Visual Asam
Asetat (IVA), dan tes pap smear. Skrining dilakukan untuk orang yang sudah pernah
berhubungan seksual7
Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-
kanker, maka tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan seperti
menghindari factor – factor resiko penyebab timbulnya kanker serviks dan juga
pemberian vaksin HPV yang memberikan perlindungan spesifik terhadap kanker
seviks19.
Angka harapan hidup 5 tahun, berdasarkan AJCC tahun 2010 adalah sebagai
berikut:
0 93%
I 93%
IA 80%
IIA 63%
IIB 58%
IIIA 35%
IIIB 32%
IVA 16%
IVB 15%
2) Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Klasifikasi IVA
Menurut Sukaca E. Bertiani, ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah
satu kategori yang dapat dipergunakan adalah21:
- IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
- IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya
(polip serviks).
- IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok
ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode
IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker
(dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
- IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan
stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian
akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini
(stadium IB-IIA).
Pelaksanaan IVA
- Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim
yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan
warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan
negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi merah dan
timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.
- Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung
diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas
CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya
sekitar 40% dengan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu
sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan
demikian, bisa segera ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker
stadium lanjut.
- Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari
adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih,
artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu
bisa dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan
demikian, penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu
tidak jadi berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.
DAFTAR PUSTAKA