Anda di halaman 1dari 73

Gambaran Seorang

Perempuan dengan Abses


Hepar
pembimbing :
dr. Lia sasdesi mangiri, Sp.Rad

Leona Friyanti Ngadiah -

Latar Belakang
Abses

hepar adalah infeksi pada hati oleh bakteri,

parasite, jamur atau nekrosis hati steril dari sistem


gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses
supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari
jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah
didalam parenkim hati

Secara

umum:

1.

Abses Hepar Amubik (AHA)

2.

Abses Hepar Piogenik (AHP)

Latar Belakang
Sekitar

40-50 juta orang di seluruh dunia terinfeksi

setiap tahunnya, dan sebagian infeksi terjadi di


negara berkembang
Prevalensi

tertinggi ditemukan di negara-negara

berkembang

yang

beriklim

tropis,

terutama

di

Meksiko, India, Amerika Tengah dan Selatan dan


daerah tropis di Asia dan Afrika
Abses

hepar

dibandingkan

lebih

sering

perempuan,

terjadi

dengan

pada

pria

rentang

usia

berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi


puncak pada dekade ke 6

Latar Belakang
Pemeriksaan

penunjang yang dilakukan pada kasus dengan

kecurigaan abses hepar adalah USG abdomen dan CT Scan


USG

abdomen merupakan baku emas untuk mendiagnosis

abses hepar. Dapat menjadi pemeriksaan awal dengan


sensitivitas tinggi (80 90%), mampu mengidentifikasi lesi
dengan diameter < 2 cm
CT

scan dapat mengidentifikasi lesi dengan ukuran lebih

kecil (hingga 0.5 cm) dengan sensitivitas tinggi (95%)

Anatomi Hepar
Merupakan

kelenjar terberat di dalam

tubuh manusia
Dengan berat sekitar 1,500 1,800 g pada

laki laki dan 1,300 1,500 g pada wanita


Dengan

ukuran: 25 30 x 12 20 x 6

10 cm
Permukaan
Berwarna

halus dan mengkilat

merah kecoklatan

Fungsi Hepar
1.

Pembentukan dan sekresi empedu

2.

Pengolahan metabolik nutrien utama


(KH, lemak, dan protein)

3.

Detoksifikasi

4.

Metabolisme obat

5.

Pembentukan faktor faktor


pembekuan darah

ABSES HEPAR

Abses Hepar
Abses

hepar adalah bentuk infeksi pada hati yang

disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit,


jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya
proses supurasi dengan pembentukan pus yang
terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi
atau sel darah didalam parenkim hati
Secara

umum, abses hepar terbagi 2

1.

Abses hepar amebik (AHA)

2.

Abses hepar piogenik (AHP)

Epidemiologi
Sekitar

40-50 juta orang di seluruh dunia terinfeksi

setiap tahunnya, dan sebagian infeksi terjadi di


negara berkembang
Prevalensi

tertinggi ditemukan di negara-negara

berkembang

yang

beriklim

tropis,

terutama

di

Meksiko, India, Amerika Tengah dan Selatan dan


daerah tropis di Asia dan Afrika
Abses

hepar

dibandingkan

lebih

sering

perempuan,

terjadi

dengan

pada

pria

rentang

usia

berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi


puncak pada dekade ke 6

1. ABSES HEPAR
AMUBIK

Abses Hepar Amubik


AHA

merupakan salah satu komplikasi

amebiasis ekstraintestinal yang paling sering


dijumpai di daerah tropik/subtropik,
termasuk Indonesia
Hampir

10 % penduduk dunia terutama

negara berkembang terinfeksi E.histolytica


tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan
gejala

Abses Hepar Amubik


Paste coklat
kemerahan
Sebagian besar tidak berbau
(infeksi steril)
Terdapat tropozoit pada jaringan
nekrotik hepar
Ancory

Etiologi
Didapatkan

beberapa spesies amoeba

yang dapat hidup sebagai parasit nonpatogen dalam mulut dan usus, tetapi
hanya Entamoeba histolytica yang
dapat menyebabkan penyakit
Entamoeba

histolytica adalah

protozoa usus kelas Rhizopoda

Patogenesis

Gejala Klinis
1.

Demam internitten (38-40 oC)

2.

Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri


epigastrium

3.

Pembengkakan perut kanan atas

4.

Ikterus

5.

Buang air besar berdarah

6.

Kadang ditemukan riwayat diare

7.

Kadang terjadi cegukan (hiccup)

Diagnosis
Diagnosis

pasti dengan menemukan trofozoit


hasil biopsi pada jaringan nekrotik hepar

Kriteria Sherlock
(1969)
Hepatomegali
dan nyeri tekan
Respon baik
terhadap obat
amubisid
Leukositosis
Peninggian
diafragma dan
pergerakan yang
tertinggal
Aspirasi pus
USG: rongga
dalam hati
Test

Kriteria
Ramachandran
(1973)
Hepatomegali
yang nyeri
Riwayat disentri
Leukositosis
Kel. Radiologis
Respon terhadap
terapi amubisid

Kriteria Lamort
dan Pooler
Hepatomegali
yang nyeri
Kel. Hematologis
Kel. Radiologis
Pus Amubik
Test serologi
positif
Respon terhadap
terapi amubisid

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
2. USG
3. CT - Scan
1.

1. Laboratorium
Leukositosis
Anemia
SGPT
Uji

ringan sedang

SGOT meningkat

serologi adanya Ag dan Ab

spesifik

2. USG
Umumnya
Tipikal

soliter, dibawah diaphragma

berbentuk oval atau bulat hipoekoik

Dinding

terkadang tidak terlihat, atau

terlihat nodul pada dinding


Terdapat
Tidak

homogen internal eco

terbentuk gas, kecuali terbentuk fistul

dengan usus
Dapat
Tidak

terbentuk internal septa

terdapat vaskularisasi pada dinding

atau septa pada abses amubik

: Large hipoekoik
amoebic abscess
- : contour is more
irreguler

Diagnostic Imaging
Ultrasound

: Large hipoekoik
amoebic abscess
- : fluid debris level

Diagnostic Imaging
Ultrasound

2. CT - Scan
Lesi

dapat unilokular atau multilokular


Berbentuk bulat atau oval hipodens
Peningkatan densitas pada bagian
kapsul
Jarang terdapat oembentukan septa

Gambaran CT
scan pada pasien
dengan abses
hepar amubik

Radiopaedia.org

Penanganan
Medikametosa
2. Aspirasi
3. Drainase Perkutan
4. Drainase Bedah
1.

1. Medikametosa
Abses

hati amuba dapat menunjukkan

penyembuhan yang besar apabila


diterapi dengan anti amubisid
Metronidazole

Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses


hepar amoeba adalah 3 x 750 mg per
hari selama 5 10 hari. Sedangkan untuk
anak ialah 35-50 mg/kgBB/hari terbagi
dalam tiga dosis.

2. Aspirasi
Apabila

pengobatan medikamentosa
dengan berbagai cara tersebut di atas
tidak berhasil (72 jam), terutama pada
lesi multipel, atau pada ancaman ruptur
atau bila terapi dengan metronidazol
merupakan kontraindikasi seperti pada
kehamilan, perlu dilakukan aspirasi.

Aspirasi

USG.

dilakukan

dengan

tuntunan

3. Drainase Perkutan
Drainase

perkutan indikasinya pada

abses besar dengan ancaman ruptur


atau diameter abses > 7 cm, respons
medikametosa

kurang, letak abses

dekat dengan permukaan kulit

4. Drainase Bedah
Pembedahan

diindikasikan untuk penanganan


abses yang tidak berhasil membaik dengan
cara yang lebih konservatif, kemudian secara
teknis susah dicapai dengan aspirasi biasa

Penderita

dengan septikemia karena abses


amuba yang mengalami infeksi sekunder juga
dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya
bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil
Laparoskopi
juga
dikedepankan
untuk
kemungkinannya
dalam
mengevaluasi
tcrjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal.

2. ABSES HEPAR
PIOGENIK

Abses Hepar Piogenik


AHP

dikenal juga sebagai hepatic abscess,

bacterial liver abscess, bacterial abscess of


the liver, bacterial hepatic abscess
AHP

ini tersebar di seluruh dunia, dan

terbanyak di daerah tropis dengan kondisi


hygiene /sanitasi yang kurang.

Etiologi
Organisme

ditemukan

penyebab yang paling sering


adalah

E.Coli,

Klebsiella

pneumoniae, Proteus vulgaris, Enterobacter


aerogenes dan spesies dari bakteri anaerob
(contohnya Streptococcus Milleri)
Kebanyakan

abses hepar piogenik adalah

infeksi sekunder di dalam abdomen

Patogenesis
5 mayor route:
1. Biliary: ascending cholangitis
2. Portal Vein: Pylephlebitis
3. Arteri hepatis
4. Perluasan langsung )
pyelonefritis, abses subsphrenic)
5. Trauma tembus

Gejala Klinis
Gambaran

klinis abses hepar piogenik


menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih
berat dari abses hepar amuba.
Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau
kontinyu yang disertai menggigil
Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan
membungkuk ke depan dan kedua tangan diletakkan
di atasnya.
Mual dan muntah
Berkeringat malam
Malaise dan kelelahan
Berat badan menurun
Berkurangnya nafsu makan

Diagnosis
Diagnosis

ditegakkan dengan
menggunakan Fine Needle Aspiration
Cytology (FNAC)

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
2. USG
3. CT - Scan
1.

1. Laboratorium
Leukositosis
Anemia
SGPT

ringan sedang

SGOT meningkat

Kultur

darah yang memperlihatkan bakterial

penyebab

menjadi

standar

emas

untuk

menegakkan diagnosis secara mikrobiologik

2. USG
1.
2.
3.
4.
5.

Bervariasi dalam hal bentuk, jumlah dan ekogenisitas


Biasanya berbentuk speris atau lonjong
Batas: well defined sampai ireguler
Dinding: tipis sampai tebal (mildly echogenic)
Fluid level atau debris dan terkadang terdapat internal
septal
6. Pada tahap awal, lesi biasanya lebih ekogenik dan berbatas
tidak tegas
7. Kemudian akan menjadi anekoik dan berbatas tegas

USG DOPPLER

Vaskularisasi dapat ditemukan pada bagian dinding yang


tebal

Parenkim yang berbatasan dengan abses dapat menjadi


hipervaskular

: Fluid debris
level

Diagnostic Imaging
Ultrasound

: hipoechoic abscess
with uniform low
level debris
- : iregular thick wall
and contour

Diagnostic Imaging
Ultrasound

: Doppler
Ultrasound
shows
vascularity within
a thick septum in
an abscess

Diagnostic Imaging
Ultrasound

2. CT - Scan
Lesi

jelas
Densitas lebih tinggi dari air, namun
lebih rendah dari hati
Densitas kapsul bisa meningkat, tapi
bagian tengah tidak meningkat
Bisa terdapat septa
20 30% terdapat gas, namun gas
fluid level jarang

Gambaran CT Scan
dengan abses hepar

Radiopaedia.org

Penanganan
Medikametosa
2. Aspirasi
3. Drainase Perkutan
4. Drainase Bedah
1.

1. Medikametosa
Antibiotik

ini yang diberikan terdiri dari:

Penisilin

atau sefalosporin untuk coccus gram positif


dan beberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif.
Misalnya sefalosporin generasi ketiga seperti
cefoperazone 1-2 gr/12jam/IV

Metronidazole,

klindamisin atau kloramfenikol untuk


bakteri
anaerob
terutama
B.
fragilis.
Dosis
metronidazole 500 mg/6 jam/IV

Aminoglikosida

untuk bakteri gram negatif yang

resisten.
Ampicilin-sulbaktam

atau kombinasi klindamisinmetronidazole, aminoglikosida dan siklosporin.

2. Drainase Perkutan
Drainase

perkutaneus

intraabdominal

dengan

abses
tuntunan

abdomen ultrasound atau tomografi


komputer.

4. Drainase Bedah
Drainase

bedah

kegagalan

terapi

perkutan,

drainase

dilakukan
antibiotik,
perkutan,

pada
aspirasi
serta

adanya penyakit intra-abdomen yang


memerlukan manajemen operasi.

LAPORAN
KASUS

LAPORAN KASUS
Identitas pasien

Nama : Ny. SB
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 45 tahun
Alamat : Perdana IV/25 RT 04/04, Bayumanik
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Status perkawinan : Menikah
Suku bangsa: Jawa
Agama : Islam
Tanggal masuk : 6 Oktober 2015
No. CM : 338456
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2015
pukul 13.00 WIB

KELUHAN UTAMA
Demam

dan nyeri ulu hati

Riwayat Penyakit
Sekarang

Pasien

datang

dalam

kondisi

sadar,

mengeluh

demam dan merasa mual terus menerus 5 hari


SMRS. Demam akan turun setelah minum obat dan
akan meningkat lagi setelah beberapa jam. Rasa mual
dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi oleh
aktivitas dan tidak membaik dengan istirahat.

Setelah 1 hari dirawat, pasien merasa nyeri pada


ulu

hati. Nyeri dirasakan hilang timbul.

Nyeri

dirasakan makin berat terutama jika dilakukan


penekanan pada daerah ulu hati dan bagian
kanan perut bagian atas dan tidak berkurang
dengan istirahat. Pasien mengaku belum pernah
mengalami

nyeri

yang

serupa.

Nafsu

makan

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien

mempunyai riwayat menderita


penyakit kencing manis. Riwayat penyakit
hepatitis A, B, C disangkal. Riwayat muntah
darah disangkal. Riwayat keganasan
disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan

umum : Kompos mentis, status gizi baik,


kontak wajar
dapat dipertahankan
Kepala
: Mesocephal
Rambut
: Hitam tidak mudah dicabut
Mata
: Palpebra simetris, mata cekung (-/-),
konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, reflek cahaya pupil langsung (+/+)
Telinga
: Serumen (-/-), nyeri tarik (-/-), nyeri tekan
(-/-)
Hidung
: Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung

PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN FISIK
+

Pemeriksaan
Laboratorium

USG Abdomen

Gambar 3.1. Hepar

USG Abdomen

Gambar 3.2. Vesica Urinaria dan Lien

USG Abdomen

Gambar 3.3. Ginjal Kanan dan Kiri

Gambar 3.4. Gallbladder & Pancreas

USG Abdomen

HEPAR : Ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, ekogenitas normal, tepi rata,
sudut tajam, pada segmen 7: tampak lesi inhomogen disertai dengan bagian kistik di
dalamnya batas kabur, V.Porta dan V.Hepatika tak melebar. Duktus biliaris intraekstrahepatal tak melebar.

VESIKA FELEA : tidak membesar, dinding tidak menebal

LIEN : Ukuran normal, parenkim homogen, V.Lienalis tak melebar, tak tampak nodul.

PANKREAS : Ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tak melebar.

GINJAL KANAN : Ukuran dan bentuk normal, batas kortikomedular jelas, PCS tak
melebar, tampak kalsifikasi.

GINJAL KIRI : Ukuran dan bentuk normal, batas kortikomedular jelas, PCS tak
melebar, tampak kalsifikasi.

AORTA : Tak tampak melebar, tak tampak pembesaran noduli limfatici paraaorta.

VESIKA URINARIA : dinding tak menebal, reguler, tak tampak batu/massa.

Tak tampak efusi pelura. Tak tampak cairan bebas intra abdomen.

KESAN :

Massa dengan bagian kistik didalamnya pada segmen 7 hepar, dd: abses,
hepatoma

Tak tampak kelainan di organ intraabdomen lainnya diatas secara sonografi.

CT Scan
Abdomen

CT Scan Abdomen

CT Scan
Abdomen

CT Scan
Abdomen

CT Scan Abdomen

CT Scan

CT Scan

CT Scan
Abdomen

CT - Scan Abdomen

HEPAR: Ukuran membesar, diameter craniocaudal 19,3 cm, bentuk


normal, parenkim homogen, tepi rata, sudut tumpul, pada segmen 6 7:
tampak lesi hipodens besar batas tegas tepi sedikit ireguler dengan
multiple lesi kistik didalamnya (CT number 15 35 HU) pada post kontras
tampak enhancement pada dinding kista. Duktus biliaris intra
ekstrahepatal tidak melebar.
VESIKA FELEA: Tak membesar, dinding tidak menebal, tak tampak batu.
LIEN: ukuran normal, parenkim homogen, V. Lienalis tak melebar, tak
tampak nodul.
PANKREAS: Ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tak
melebar.
GINJAL KANAN: Ukuran dan bentuk normal, batas kortikomedular jelas,
PCS tak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa.
GINJAL KIRI: Ukuran dan bentuk normal, batas kortikomedular jelas, PCS
tak melebar, tak tampak baru, tak tampak massa.
AORTA: tak tampak melebar. Tak tampak pembesaran noduli limfaciti
paraaorta.
VESIKA FELEA: Dinding tak menebal, reguler, tak tampak batu/massa.
Tak tampak efusi pleura. Tak tampak cairan bebas intraabdomen.

KESAN:
Massa besar pada segmen 6 7 liver: batas tegas tepi sedikit

RESUME

Telah diperiksa Pasien datang dalam kondisi sadar, mengeluh


demam dan merasa mual terus menerus 5 hari SMRS. Setelah 1
hari dirawat, pasien merasa nyeri pada ulu hati. Nyeri dirasakan
hilang timbul. Nyeri dirasakan makin berat terutama jika dilakukan
penekanan pada daerah ulu hati dan bagian kanan perut bagian
atas dan tidak berkurang dengan istirahat. Pasien mengaku belum
pernah mengalami nyeri yang serupa. Pasien juga mengaku tidak
mengalami diare sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan pada


quadran kanan atas.

Pada pemeriksaan laboratorium, kadar Hb dan HT menurun,


terdapat leukositosis, GDS tinggi, Ureum dan kreatinin sedikit
meningkat, dan kadar SGPT dan SGOT juga ikut meningkat. Pada
pemeriksaan USG abdomen, terdapat massa dengan bagian kistik
didalamnya dan pada pemeriksaan CT Scan terdapat massa

Diagnosis
Abses Hepar

Penatalaksanaan
Medikamentosa
Cefoperazone IV, 1 2gr/ 12jam, selama 3 hari
Paracetamol 500 mg, 3x1

Rencana

tindak lanjut : Drainase


percutaneus

PROGNOSIS
Ad

vitam
: Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

Thank
You

Anda mungkin juga menyukai