Anda di halaman 1dari 26

Amoebiasis hati (Abses Hati Amoebik)

Lidya Aprilia Sari 1010211159

B.EPIDEMIOLOGI
Hampir 10% penduduk dunia terutama di negara berkembang terinfeksi E. histolytica, tetapi hanya sepersepuluh yang memperlihatkan gejala. Insiden amoebiasis hati di RS di Indonesia berkisar antara 5-15 pasien pertahun. perbandingan pria : wanita berkisar 3:1 sampai 22:1 Penularan pada umumnya melaluijalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan amoebiasis hati yang dikenai adalah pria. Usia yang dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak.

C.ETIOLOGI
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit non-patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya E. histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E. histolytica yang memberi gejala invasive, sehingga diduga ada 2 jenis E. histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen.

Bervariasinya virulensi strain ini berbeda bedasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. E.histolytica didalam feses dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu:
bentuk vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup diluar tubuh manusia.

Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten tehadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering atau asam. Tropozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan dekstruksi jaringan.

D.PATOGENESIS
Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated.

Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme: 1. Strain E. histolytica ada yang patogen dan non-patogen 2.Secara genetic E. histolytica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama kepada flora bakteri.

Mekanisme terjadinya amoebiasis hati : 1. penempelan E. histolytica pada mukosa usus. 2. pengrusakan sawar intestinal. 3. lisis sel epitelintestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cell-mediated yang disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit tuberculosis, malnutrisi, keganasan, dll. 4. penyebarab amoeba ke hati.

Penyebaran amoeba dari usus ke hati sebagian besar melalui v.porta.

terjadi proses akumulasio neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa.
Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.

Amoebiasis hati ini dapat terjadi bebulan atau tahun setelah terjadinya amoebiasis intestinal dan sekitar 50% amoebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amoebiasis.

Patologi

Abses adalah kantong atau rongga yang terbentuk akibat infeksi dan berisi cairan kental yang merupakan sisa-sisa nekrosis jaringan yang telah mencair serta sisa-sisa leukosit yang musnah (nanah/ pus). Abses ialah rongga yang berisi nanah, sedangkan jaringan sekitar abses ini bersebukan lekosit banyak. Bila abses terletak lebih dalam, maka abses tidak dapat memecah dan pus lambat laun akan diabsorbsi. Bila iritans dapat diatasi maka abses dapat menyembuh yaitu dengan cara pus diabsorbsi atau dengan cara pus dilingkari jaringan ikat.

F. GAMBARAN KLINIS
Cara timbulnya abses hati amoebik biasanya tidak akut, menyusup yaitu terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh kasus. Terdapat rasa sakit diperut atas yang sifat sakit berupa perasaan ditekan atau ditusuk. Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah posisi atau batuk. Penderita merasa lebih enak bila berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu dapat pula terjadi sakit dada kanan bawah atau sakit bahu bila abses terletak dekat diafragma dan sakit di epigastrium bila absesnya dilobus kiri.

Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Batuk-batuk dan gejala iritasi diafragma juga bisa dijumpai walaupun tidak ada ruptur abses melalui diafragma. Riwayat penyakit dahulu disentri jarang ditemukan. I kterus tak biasa ada dan jika ada ia ringan. Nyeri pada area hati bisa dimulai sebagai pegal, kemudian mnjadi tajam menusuk. Alcohol membuat nyeri memburuk dan juga perubahan sikap.

Pembengkakan bisa terlihat dalam epigastrium atau penonjolan sela iga. Nyeri tekan hati benar-benar menetap. Limpa tidak membesar. Gambaran klinik tidak klasik dapat berupa : 1. benjolan didalam perut, seperti bukan kelainan hati misalnya diduga empiema kandung empedu atau tumor pancreas. 2. gejala renal. Adanya keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa yang diduga ginjal kanan. Hal ini disebabkan letak abses dibagian posteroinferior lobus kanan hati. 3. ikterus obstruktif. Didapatkan pada 0,7% kasus, disebabkan abses terletak didekat porta hepatis. 4. colitis akut. Manifestasi klinik colitis akut sangat menonjol, menutupi gambaran klasik absesnya sendiri.

5. gejala kardiak. Ruptur abses ke rongga pericardium memberikan gambaran klinik efusi pericardial. 6. gejala pleuropulmonal. Penyulit yang terjadi berupa abses paru menutupi gambaran klasik abses hatinya. 7. abdomen akut. Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga peritoneum, terjadi distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang berkurang. 8. gambaran abses yang tersembunyi. Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri, ditemukan pada 1,5 %. 9. demam yang tidak diketahui penyebabnya. Secara klinik sering dikacaukan dengan tifus abdominalis atau malaria.

G. KELAINAN LABORATORIUM DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.Laboratorium Kelainan pemeriksaan hematology pada amoebiasis hati didapatkan Hb antara 10,4-11,3 g%, sedangkan leukosit berkisar antara 15.000-16.000/mm3. Pada pemeriksaan faal hati didapatkan
albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/l SGOT 27,8-55,9 u/l dan SGPT 15,7-63,0 u/l.

Jadi kelainan laboratorium yang dapat ditemukan pada amoebiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang, leukositosis. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang.

2. Pemeriksaan penunjang a. Foto dada Kelainan foto dada pada amoebiasis hati dapat berupa : peninggian kubah diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
b. Foto polos abdomen. Kelainan yang didapat tidak begitu banyak, mungkin dapat berupa gambaran ileus , hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang didapatkan berupa air fluid level yang jelas.

c. Ultrasonografi Untuk mendeteksi amoebiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran USG pada amoebiasis hati adalah : 1. bentuk bulat atau oval 2. tidak ada gema dinding yang berarti 3. ekogenisitas lebih rendah dari parenkim hati normal 4. bersentuhan dengan kapsul hati 5. peninggian sonic distal d. Tomografi computer Sensitivitas tomografi komputer berkisar 95-100% dan lebih baik untuk melihat kelainan di daerah posterior dan superior. e. Pemeriksaan serologi Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain indirect haemaglutination (IHA) , counter immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Yang banyak dilakukan adalah tes IHA. Tes IHA menunjukkan sensitivitas yang tinggi. Titer1:128 bermakna untuk diagnosis amoebiasis invasive.

CT scan: Hipoekoik Massa oval dengan batas tegas Non-homogen

USG: 1. Bentuk bulat atau oval 2. Tidak ada gema dinding yang berarti 3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal. 4. Bersentuhan dengan kapsul hati 5. Peninggian sonik distal (distal enhancement)

H. DIAGNOSIS
Untuk diagnosis amoebiasis hati dapat digunakan criteria Sherlock (1969), criteria Ramachandran (1973) atau criteria Lamont dan Pooler. Kriteria Sherlock : 1. hepatomegali yang nyeri tekan 2. respon baik terhadap obat amoebisid 3. leukositosis 4. peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang 5. aspirasi pus 6. pada USG didapatkan rongga dalam hati 7. tes hemaglutinasi positif

Kriteria Ramachandran (bila didapatkan 3 atau lebih dari) : 1. hepatomegali yang nyeri 2. riwayat disentri 3. Leukositosis 4. kelainan radiologis 5. respon terhadap terapi amoebisid

Kriteria Lamont dan Pooler (bila didapatkan 3 atau lebih dari ) : 1. hepatomegali yang nyeri 2. kelainan hematologis 3. kelainan radiologis 4. pus amoebik 5. tes serologic positif 6. kelainan sidikan hati 7. respon yang baik dengan terapi amoebisid

I. KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder ; merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus. 2. Ruptur atau penjalaran langsung ; rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya pericardium dan organ-organ lain. 3. Komplikasi vaskuler ; ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang terjadi. 4. Parasitemia, amoebiasis serebral ; E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.

Komplikasi

J. PENGOBATAN DAN TINDAKAN


1. Medikamentosa Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal atau kista.Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena. Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut : 1. Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ; 2. Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari, ditambah; 3. Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr) selama 10 hari.

2. Tindakan aspirasi terapeutik Indikasi: : 1. abses yang dikhawatirkan akan pecah 2.respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada. 3. abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium atau peritoneum.

3. Tindakan pembedahan Pembedahan dilakukan bila :


1. abses disertai komplikasi infeksi sekunder. 2. abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal. 3. bila teraoi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil. 4. ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial. Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya lobektomi.

K. PROGNOSIS
Faktor yang mempengaruhi prognosis : 1. virulensi parasit 2. status imunitas dan keadaan nutrisi penderita 3. usia penderita, lebih buruk pada usia tua 4. cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk 5. letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple. Sejak digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin, mortalitas menurun secara tajam. Sebab kematian biasanya karena sepsis atau sindrom hepatorenal.

Anda mungkin juga menyukai