OLEH:
Desi Rahmawati, S.Kep
NIM 122311101021
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Termoregulasi
B. Epidemiologi
Belum terdapat data yang tepat mengenai gangguan termoregulasi, tetapi bayi
dan lansia merupakan kelompok resiko yang rentang mengalami permasalah
termoregulasi terkait respon fisiologi. CDC melaporkan kematian akibat
permaslahan demam dan dingin meningkat secara drastis pada lansia yang
berusia diatas 75 tahun (Giddens, 2009)
C. Etiologi
Menurut Giddens (2009) beberapa kondisi medis dapat menjadi faktor resiko
terjadinya perubahan termoregulasi antara lain:
a. Kondisi autoimun
b. Luka bakar
c. Kondisi penyakit kronis
d. Cidera hipotalamik seperti: cidera trauma kepala, stroke, neoplasma otak
e. Infeksi
f. Inflamasi
g. Prosedur bedah yang lama
h. Kondisi metabolik seperti: hipertiroideisme, hipotiroidisme
i. Prematuritas
j. Malnutrisi protein kalori
1. Usia
Pada saat bayi suhu tubuh berespon secara drastis terhadap perubahan
suhu lingkungan, dan ketidakstabilan regulasi suhu tubuh akan berkurang
hingga memasuki usia remaja. Rentang suhu normal akan dipertahankan
dan akan turun secara berangsur sampai seseorang mendekati lansia.
Adanya penurunan fungsi vasomotor menyebabkan lansia sensitif
terhadap perubahan suhu.
2. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik memerlukan suplai darah dan pemecahan lemak serta
karbohidrat. Hal ini menyebabkan peningkatan metabolisme serta
produksi panas.
3. Kadar hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar
daripada pria. Variasi hormonal pada siklus menstruasi menyebabkan
fluktuasi suhu tubuh. Kadar progesteron meningkat dan menurun secara
bertahap selama siklus menstruasi disertai dengan peningkatan serta
penurunan suhu tubuh.
4. Irama sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,50 sampai 10C selama periode 24
jam. Sepanjang hari suhu tubuh akan naik. Suhu tubuh paling rendah
biasaya terjadi pukul 01.00 hingga 04.00 dini hari
5. Stres
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan persarafan. Perubahan fisiologis tersebut dapat
meningkatkan panas.
6. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika klien mengalami demam
ditempatkan pada suhu ruangan sangat hangat maka klien mungkin tidak
mamapu meregulasi suhu tubuh menlalui mekanisme pengeluaran panas
dan suhu tubuh akan naik. Sebaliknya jika klien ditempatkan di
lingkungan luar tanpa baju hangat maka suhu tubuh akan rendah akibat
penyebaran panas yang efektif serta pengeluaran panas yang konduktif.
a. Hipertermia:
Suhu tubuh > 37,50C wajah memerah, kulit teraba hangat hingga panas,
gelisah, menggigil, dan haus, banyak berkeringat, kulit dan membran
mukosa kering, takipnea, takikardia, hipotensi, vasodilatasi, urin output
berkurang bahkan hingga dapat disertai kejang (Rosdahl & Kowalski,
2012).
Dalam NANDA (2015) kondisi hipertermia ditandai dengan Kulit teraba
hangat, postur abnormal, koma, apnea, kejang, kulit memerah, hipotensi,
vasodilatasi, lethargi, takikardia, takipnea, irritable.
b. Hipotermia: Suhu tubuh <36,50C, lemas, pucat, kulit teraba dingin, kuku
terlihat kebiruan, bradikardi, hipertensi, bradipnea, hipoglikemia, CRT
lambat, sedikit bekeringat, kulit lembab, (Rosdahl & Kowalski, 2012).
Dalam NANDA (2015) kondisi hipertermia ditandai dengan kulit teraba
dingin, muka pucat, hipertensi, berkurangnya ventilasi, meningkatnya
laju metabolik, hipoksia,hipoglikemia, acroasianosis, bradikardi,
bradipnea, kuku sianosis, menggigil,CRT lambat, meningkatnya
konsumsi oksigen, piloereksi, vasokonstriksi perifer.
c. Hipotermia
Hipotermia terjadi akibat kehilangan panas berlebihan, produksi panas
yang kurang serta disfungsi regulasi hipotalamus. Hipotermia dapat
terjadi akibat aksidental ataupun terapeutik. Hipotensi aksidental dapat
terjadi akibat paparan dari lingkungan sedangkan terapeutik dapat terjadi
akibat proses tindakan atau perawatan pada penyakit misalnya
pembedahan yang teralalu lama (Giddens, 2009).
Clinical Pathway:
Pengeluaran endotoksin sebagai antigen Produksi panas, penyimpanan panas, pengeluaran panas
s
Produksi prostagladin
Hipotermia
Merangsang hipotalamus mencapai set point
Hipertermia
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk termoreguasi antara lain:
1. Terapi cairan intrevena untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh
2. Pemberian obat antipiretik, terkadang disertai antiinfamasi
3. Pada kasus infeksi diberikan antibiotik
4. Pemberian terapi oksigen sebagai kompensasi kebutuhan oksigen akibat
permasalahan termoregulasi
G. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan untuk termoreguasi antara lain:
1. Memantau TTV meluputi suhu tubuh, nadi, frekueni napas, tekanan darah
2. Memodifikasi lingkungan dengan cara menyediakan lingkungan yang
nyaman dengan menyesuaikan suhu
3. Menggantikan pakaian yang sesuai kondisi klien: jika pasien demam
perawat mengganti baju pasien dengan baju yang tipis, jika pasien
mengalami hipotermia lepaskan baju yang terkena keringat dan ganti
dengan baju hangat serta kenakan kaos kaki penutup kepala dan selimut
hangat.
4. Memberikan kompres hangat pada pasien yang mengalami hipertermi dan
membalurkan minyak kayu putih pada pasien yang mengalami hipotermi
5. Memberikan banyak minum pada pasien yang mengalami hipertermia.
6. Memantau balance cairan dari intake dan output cairan pasien.
Daftar Pustaka
Gidden, Jean Foret. 2009. Concept for Nursing Practice 2nd Edition. Missouri:
Elsevier.
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Vol.1 Edisis 4. Jakarta: EGC
Rosdahl, Bunker C & Kowalski, Marry T. 2012. Texbook of Basic Nursing 10th
Edition. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins.