Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

ILMU KESEHATAN JIWA


SKIZOFRENIA

Disusun oleh :

Ajeng Rahayu Mulyo

(1102013017)

Pembimbing :

dr. Henny Riana Sp.KJ


dr. Esther Sinsuw Sp.KJ
AKBP dr. Karjana Sp.KJ
dr. Hening Madonna Sp.KJ
dr. Witri Antariksa Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA Tk. I R.S. SUKANTO
PERIODE 16 APRIL – 19 MEI 2018
BAB I
KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.ES
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Cibinong, 24 Mei 1979
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan Terakhir : SMA
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Asrama Sat 1 Gegana
Masuk RS : 11 April 2018
Tanggal Pemeriksaan : 7 Mei 2018
Ruang Perawatan : Bangsal Dahlia

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Autoanamnesis : Pada tanggal 7 Mei 2018 di bangsal


Dahlia
Alloanamnesis : Tn.D ( suami pasien ) tanggal 7 Mei 2018
melalui wawancara
Rekam Medis Pasien

A. Keluhan Utama
Pasien datang ke Rumah Sakit karena sudah tidak mau makan sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit

B. Keluhan Tambahan
Pasien sering merasa curiga terhadap orang lain, berdiam diri dan melihat
sesuatu yang aneh sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit

C. Riwayat Gangguan Sekarang


Pasien Nn. YR, 39 tahun datang ke IGD RS POLRI pada tanggal
11 April 2018 ditemani oleh suaminya. Pasien datang dengan keluhan

1
tidak mau makan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
sebelum masuk rumah sakit pasien sudah terlihat sangat lemas dan sering
melamun dengan tatapan kosong dirumah. Setelah melihat keadaan pasien
suaminya langsung membawa pasien ke IGD RS POLRI karena khawatir.
Gejala gangguan jiwa yang dialami pasien terlihat memburuk oleh
suami sejak 6 bulan yang lalu yaitu pada bulan November 2017. Namun
suaminya membawa pasien untuk pengobatan alternatif berupa ruqiyah.
Suaminya mengatakan bahwa pasien sering melamun didalam kamarnya,
dan bicara melantur.
Pasien juga sering sekali merasa curiga terhadap orang-orang
disekitarnya. Pasien merasa curiga saat tetangga sedang berkumpul
bersama, bahwa mereka sedang membicarakan tentang dirinya dan
berencana untuk melakukan sesuatu yang buruk kepadanya. Begitu pula
jika pasien sedang melihat televisi, ia merasa bahwa sesuatu didalam acara
televisi tersebut membicarakan tentang dirinya dan berencana untuk
menyakiti pasien.
Pasien mengaku sering mendengar bisikan-bisikan dari seseorang
yang mengatakan bermacam hal-hal dan sering mengancamnya. Pasien
merasa bisikan-bisikan tersebut akan menyakiti dirinya bahkan menyakiti
suami pasien, sehingga pasien sering merasa ketakutan dan merasa tidak
aman. Pasien terlihat murung dan tidak banyak bicara.
Suami pasien mengatakan bahwa sejak keluar dari rumah sakit
pada tahun 2016, pasien enggan untuk minum obat secara teratur. Pasien
sering menolak untuk diminumkan obat. Pasien mengatakan bahwa obat-
obatan tersebut tidak cocok untuk dirinya serta membuat dirinya tidur
lebih lama. Pasien merasa bahwa obat-obatan tersebut bukan untuk dirinya.
Namun suami pasien tetap memberikan obat dengan cara dicampur
kedalam makanan atau minumannya.
Suami pasien menceritakan bahwa pasien merupakan pribadi yang
pendiam, tertutup dan cenderung memendam perasaan hanya kepada
dirinya sendiri saat pasien merasa sedih, kecewa atau marah. Walaupun
pasien mempunyai suami, pasien tidak pernah menceritakan apa yang
dirasakan olehnya selama ini. Pasien mengatakan bahwa pasien mungkin
merasa terbebani oleh ibu mertuanya, karena ibu mertua pasien memiliki
watak yang keras . Saat wawancara pasien mengaku ingin pulang ke
rumah karena rindu dengan keluarganya.

D. RIWAYAT GANGGUAN DAHULU


1. Gangguan Psikiatrik :
Riwayat memiliki gangguan jiwa 2 tahun yang lalu pada tahun
2016. Pada Desember 2016 pasien pernah mendapatkan perawatan di RS
POLRI diantar oleh suaminya ke IGD karena bicara melantur dan tidak
mau makan. Suami pasien juga mengatakan sebelum masuk rumah sakit
pasien sering menangis tiba-tiba dan menyendiri. Suami pasien
mengatakan pasien merasa ketakutan karena sebelumnya tetangga pasien
pernah kehilangan kalung , lalu tetangga tersebut menceritakan ciri-ciri

2
orang yang mengambil kalung ke tetangga lain lalu pasien merasa seolah-
olah ciri-ciri yang disebutkan oleh tetangga pasien adalah pasien. Sejak
saat itu pasien merasa curiga terhadap tetangga bahwa tetangganya sedang
membicarakan pasien dan akan berbuat jahat padanya. Pasien mendapat
perawatan dengan keadaan sedang mengandung anak ketiganya saat usia 3
bulan diruang perawatan Dahlia. Suami pasien mengatakan sejak pasien
menggunakan cadar pada tahun 2005-2015 pasien tidak pernah keluar
rumah kecuali dengan suaminya.
2. Gangguan Medik : Disangkal
3. Gangguan Zat Psikoaktif dan Alkohol : Disangkal

E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


 Riwayat Perkembangan Kepribadian
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir dengan usia kehamilan cukup bulan dengan persalinan normal.
Kondisi ibu pasien saat melahirkan baik. Pasien lahir dengan kondisi baik
secara fisik dan mental.
2. Riwayat Masa Kanak Awal ( 0-3 tahun )
Pada masa ini perkembangan pasien baik. Pasien dirawat oleh kakek
pasien di Sukabumi. Pasien melewati proses pertumbuhan dan
perkembangan sesuai anak sebayanya. Pasien tidak pernah sakit, kejang,
maupun demam tinggi atau sakit berat saat masa ini serta tidak ada tanda-
tanda kelainan perilaku yang tampak.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( 3-11 tahun )
Pasien mengaku pada masa ini pasien tidak memiliki banyak teman dan
sulit untuk bergaul. Tumbuh kembang baik sesuai dengan usia pasien.
4. Masa Kanak Akhir dan Remaja ( 12-18 tahun )
Masa ini dilalui dengan baik, namun pasien mengaku tidak memiliki
banyak teman namun pasien aktif dikegiatan sekolah.
5. Masa Dewasa ( >18 tahun )
Pasien tumbuh dewasa seperti pada umumnya. Pasien mengaku menjadi
lebih mandiri serta pekerja keras.

 Riwayat Pendidikan
1. SD : Pasien menyelesaikan pendidikan SD tanpa pernah tinggal
kelas.
2. SMP : Pasien menyelesaikan pendidikan SMP tanpa pernah
tinggal kelas.
3. SMA : Pasien menyelesaikan pendidikan SMA tanpa pernah
tinggal kelas.

 Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja di PT.Sanyo Cimanggis pada tahun 2000 selama 3,5
tahun.
 Kehidupan Beragama

3
Pasien menganut agama Islam dan taat beribadah terutama sholat 5 waktu
ketika berada di rumah.
 Kehidupan Sosial dan Perkawinan
Pasien merupakan pribadi yang pendiam dan tertutup. Pasien juga
mengaku kurang pandai dalam bergaul dan interaksi sosial pasien juga
kurang baik. Status pernikahan pasien sekarang adalah sudah menikah.
 Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan aparat penegak hukum, dan tidak
pernah terlibat dalam proses peradilan yang terkait dengan hukum.

F. RIWAYAT KELUARGA
Pasien adalah anak ke 3 dari 4 bersaudara. Pasien memiliki kakak laki-laki
sebanyak 2 orang dan 1 orang adik laki-laki. Pasien tinggal dengan suami
setelah menikah. Berdasarkan alloanamnesis dengan suami pasien semua
kakak pasien telah berusaha memberikan kasih sayang namun setelah
berkeluarga kakak pasien kurang memiliki waktu untuk memerhatikan
pasien. Dalam keluarga tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
gangguan jiwa.

Genogram

4
G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien mengetahui ada sesuatu pada dirinya yang tidak wajar karena
pasien selalu merasa ketakutan dan tidak aman namun pasien enggan
untuk memperbaiki hal tersebut terlihat dari ketidakpatuhannya pasien
dalam mengonsumsi obat.
H. Impian, Fantasi, dan Cita-Cita Pasien
Pasien ingin dapat pulang ke rumah karena merasa lebih nyaman dirumah

III. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien perempuan berumur 39 tahun dengan penampakan fisik sesuai usia
dengan usianya. Kulit berwarna putih. Pada saat wawancara, pasien
berpakaian santai, memakai baju berwarna abu-abu lengan panjang dengan
celana panjang dan memakai kerudung. Pasien cukup baik dalam merawat
diri dan menjaga kebersihan.
2. Kesadaran
Kesadaran : Compos mentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor

5
a. Sebelum wawancara : Pasien sedang berbaring dikasur bangsal
dahlia.
b. selama wawancara : Pasien terlihat tenang dan dapat menjawab
pertanyaan dengan baik, konsentrasi tidak terganggu.
c. Sesudah wawancara : Pasien tenang, di akhir wawancara pasien
kembali berbaring dikasur.
4. Sikap terhadap pemeriksa
Selama wawancara pasien menunjukkan sikap kooperatif.
5. Pembicaraan
Pasien berbicara spontan, artikulasi jelas, volume sedang, ide baik.

B. MOOD DAN AFEK


Mood : Disforia (Pemeriksaan pada Tanggal 7 Mei 2018)
Afek : Serasi (Pemeriksaan pada Tanggal 7 Mei 2018).
Empati : Cerita pasien kurang dapat diraba rasakan.

C. GANGGUAN PERSEPSI
o Halusinasi : Ada tetapi sudah jarang pada 1 minggu belakangan
ini.
Auditorik pasien sering mendengar bisikan
seseorang berupa kata-kata ancaman akan berbuat
jahat dengan dirinya
Visual pasien mengaku pernah melihat banyak
binatang aneh di tembok rumahnya
o Ilusi : Tidak ada
o Depersonalisasi : Tidak ada
o Derealisasi : Tidak ada

D. SENSORIUM DAN KOGNITIF (FUNGSI INTELEKTUAL)


1. Taraf pendidikan : SMA
2. Pengetahuan umum : baik

6
3. Kecerdasan : cukup baik
4. Konsentrasi : cukup baik
5. Orientasi :
 Waktu : Baik (pasien dapat menyebutkan pemeriksaan
pada pagi hari)
 Tempat : Baik (pasien tahu sekarang sedang berada di
Rumah Sakit)
 Orang : Baik (pasien mengenal dirinya dan orang
sekitarnya)
6. Daya ingat :
 Jangka panjang :Baik (Pasien dapat mengingat tanggal lahir)
 Jangka pendek : Baik (Pasien ingat menu makan paginya )
 Segera : Baik (Pasien dapat menyebutkan 3 benda
yang disebutkan oleh pemeriksa).
7. Pikiran abstraktif
Baik (Pasien dapat membedakan pensil dan bulpen)
8. Visuospasial
Baik (Pasien dapat menggambarkan bentuk yang diminta oleh
pemeriksa)
9. Kemampuan menolong diri
Baik (Pasien tidak membutuhkan bantuan orang lain untuk makan,
mandi dan berganti pakaian)

E. PROSES PIKIR
Arus pikir
Kontinuitas : Koheren (Pemeriksaan pada Tanggal 7 Mei 2018)
Hendaya bahasa : Tidak ada

Isi pikir
o Preokupasi : Tidak ada

7
o Waham : Ada, tetapi sudah tidak ada sejak 2 minggu yang
lalu
Waham kejar (Pasien meyakini bahwa orang-orang
yang sedang berkumpul akan berbuat jahat
padanya)
Waham rujukan (Pasien meyakini bahwa siaran
TV sedang membicarakan kehidupan pribadinya)
o Obsesi : Tidak ada
o Kompulsi : Tidak ada
o Fobia : Tidak ada

F. PENGENDALIAN IMPULS
Baik, selama wawancara pasien dapat berlaku dengan tenang dan tidak
menunjukkan gejala yang agresif dan tidak marah.

G. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Kurang (Pasien memiliki masalah dalam
berinterasi dengan orang-orang sekitar namun tidak sampai berkelahi)
2. Uji daya nilai : Baik (Tahu bahwa permusuhan merupakan hal
buruk)
3. RTA : Baik

H. TILIKAN
Derajat 1 : Pasien tidak menyadari bahwa pasien sedang sakit dan pasien
merasa baik-baik saja

I. RELIABILITAS (TARIF DAPAT DIPERCAYA)


Pemeriksa memperoleh kesan bahwa keseluruhan jawaban pasien kurang
dapat dipercaya.

8
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Internus
a) Keadaaan Umum : Baik
b) Kesadaran : Compos Mentis
c) TTV : TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
HR : 89 x/menit
Suhu : 37,1 ˚C
d) Sistem Kardiovaskular : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
e) Sistem Respiratorius : Vesikuler +/+, Rhonki-/-, Wheezing-/-
f) Sistem Gastrointestinal : Tidak diperiksa
g) Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), akral hangat.
h) Sistem Urogenital : Tidak diperiksa

B. Status Neurologik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Gerakan abnormal : Tidak ada
C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


 Pasien perempuan usia 36 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Polri dengan
keluhan tidak mau makan sejak 4 hari sebelum masuk RS. Keluhan diserta
i dengan pasien sering menyendiri, curiga yang berlebihan, dan melihat hal
aneh.
 Pasien sebelumnya sering menyendiri dan berperilaku aneh lainnya semenj
ak tahun 2016.
 Pasien melihat hal aneh di tembok rumah. (Halusinasi Visual)
 Pasien mendengar bisikan berupa ancaman akan berbuat jahat padanya. (H
alusinasi Auditorik)

9
 Pasien meyakini bahwa orang-orang yang berkumpul akan berbuat jahat p
ada dirinya. (Waham Kejar)
 Pasien meyakini bahwa siaran di TV menceritakan kehidupan pribadinya.
(Waham Rujukan)
 Pasien terlihat kebingungan dan gelisah.
 Saat pemeriksaan dilakukan pasien sudah tenang, pasien menjawab wawan
cara dengan baik, perawatan diri baik.
 Saat pemeriksaan dilakukan tilikan pasien derajat 1.

FORMULA DIAGNOSTIK
1. Setelah wawancara, pasien ditemukan adanya sindroma atau perilaku dan
psikologi yang bermakna secara klinis dan menimbulkan penderitaan (distress)
dan ketidakmampuan/ hendaya (disability/impairment) dalam fungsi serta
aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami gangguan jiwa yang sesuai dengan definisi yang tercantum dalam
PPDGJ III.

2. Pasien ini tidak termasuk gangguan mental organik karena pasien pada saat di
periksa dalam keadaan sadar, tidak ada kelainan secara medis atau fisik yang
bermakna. (F0)

3. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikotropika karena pasien tidak mengkonsumsi alkohol, rokok,
dan zat psikotropika. (F1)

4. Pasien ini termasuk gangguan skizofrenia Paranoid karena didapatkan adanya


gejala halusinasi auditorik, halusinasi visual berupa ancaman dan waham kejar
serta waham rujukan. (F2)

5. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan suasana perasaan karena tidak ada
ganguan perasaan yang dialami (F3)

6. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan
gangguan terkait stress (F4)

10
Susunan formulasi diagnostik ini berdasarkan dengan penemuan bermakna
dengan urutan untuk evaluasi multiaksial, seperti berikut:
o Aksis I : Gangguan Klinis dan Gangguan Lain yang Menjadi Fokus
Perhatian Klinis
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien tidak pernah memiliki
riwayat trauma kepala maupun kejang. Pasien juga tidak pernah menggunakan zat
psikoaktif. Sehingga gangguan mental dan perilaku akibat gangguan mental
organik dan penggunaan zat psikoaktif dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien sering mendengar
bisikan-bisikan suara berupa kata-kata bahwa tetangganya akan melakukan
sesuatu yang buruk pada dirinya yang telah dirasakan sejak 6 bulan yang lalu.
Dari hal tersebut, kriteria diagnostik menurut PPDGJ III pada ikhtisar penemuan
bermakna pasien digolongkan dalam F20.0 Skizofrenia Paranoid.
o Aksis II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II

o Aksis III : Kondisi Medis Umum


Tidak ada diagnosis aksis III
o Aksis IV : Problem Psikososial dan Lingkungan
Masalah dengan “primary support group” (keluarga) suami pasien
mengatakan bahwa pengawasan serta perhatian terhadap pasien agak
kurang karena suami pasien bekerja, namun suami pasien selalu berusaha
memberikan yang terbaik untuk pasien. Penilaian kemampuan
penyesuaian menggunakan skala Global Assement Of Functioning (GAF)
menurut PPDGJ III didapatkan GAF saat pemeriksaan berada pada range
70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,
secara umum masih baik.
Masalah Lingkungan dan Psikososial

11
Evaluasi multiaksial

Aksis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid

Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II


Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III

Aksis IV : Masalah psikososial, masalah keluarga

Aksis V : GAF 70-61

DIAGNOSIS

Diagnosis kerja: F20.0 Skizofrenia Paranoid

Diagnosis banding: F25 Gangguan Skizoafektif

PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam


Ad Sanationam : dubia ad malam
Ad Fungsionam : dubia ad malam
Prognosis tersebut mengacu pada :
1. Onset pada usia yang terbilang muda
2. Perilaku patuh minum obat yang buruk
3. Riwayat sering keluar masuk rawat inap di rumah sakit jiwa, menandakan
pasien sering kambuh
4. Kurangnya support family dalam kehidupan pasien
RENCANA TERAPI
a. Psikofarmaka
Risperidone 1x2 mg
Merupakan antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi sistem
reseptor (seperti serotonin, dopamine, kolinergik, muskarinik, alpha adrenergik,
histamine) sehingga efektif juga untuk gejala negatif. Diindikasikan untuk
pengobatan skizofrenia.
b. Psikoterapi

12
 Suportif
Dengan memberikan motivasi kepada pasien agar bisa cepat
kembali pulih dan berkumpul lagi bersama keluarganya, berempati dan
memberikan perhatian pada pasien, tidak menghakimi pasien,
menghormati pasien sebagai manusia seutuhnya dan peduli pada
aktivitas keseharian pasien.
c. Psikoedukasi

 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dialami


pasien, rencana terapi, efek samping pengobatan, dan prognosis penyakit.
 Mengingatkan pasien dan keluarga tentang pentingnya minum obat sesuai
aturan dan datang kontrol ke poli kejiwaan.
 Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa dukungan keluarga akan
membantu keadaan pasien.

13
TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOFRENIA

I. Definisi
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Hawari, 2003).
Skizofrenia adalah gangguan terhadap fungsi otak yang timbul akibat
ketidakseimbangan dopamine (salah satu sel kimia dalam otak), dan juga
disebabkan oleh tekanan yang dialami oleh individu. Merupakan gangguan jiwa
psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons
emosional dan menarik diri dari hubungan sosial. Sering kali diikuti dengan delusi
/ waham (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang
panca indra).
Skizofrenia paranoid adalah yang terbanyak dialami oleh penderita
skizofrenia. Terapi pada pasien ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi sosial
sehingga dapat memiliki peran sosial di masyarakat. Adapun jenis farmakoterapi
yang diberikan harus melalui beberapa pertimbangan tertentu.

II. Epidemiologi
DSM-IV-TR, insidensi tahunan skizofrenia antara 0,5-5,0/10.000 dengan
beberapa variasi geografik. Menyerang <1% populasi, biasanya bermula <25
tahun, berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang dari semua kelas sosial.
Terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan risiko morbiditas 0,85%
(pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir masa remaja atau awal dewasa.
Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita; (Lk 15-
25th, Pr 25-35th) Pria cenderung mengalami hendaya akibat gejala negative.
Wanita cenderung memiliki kemampuan fungsi sosial yang lebih baik sebelum
awitan penyakit. Hasil akhir pasien skizofrenia wanita lebih baik dibandingkan
pria.

14
III. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.
Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi
beberapa fase yang dimulai dari keadaan:
a. Premorbid, merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala
yang ada dikenali hanya secara retrospektif.
b. Prodromal, Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas,
gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. gejala prodromal yang berlangsung
beberapa hari sampai beberapa bulan.
c. Fase aktif, ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu
adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien
skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai
tidak ada.
d. Keadaan residual, ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata
secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh

IV. Penegakkan diagnosis


Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah sebagai berikut
(Maslim, 2003).:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. “thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda atau
“thought insertion or withdrawal” yang merupakan isi yang asing dan luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
“thought broadcasting”, yaitu isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;

15
b. “delusion of control”, adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar atau
“delusion of passivitiy” merupaka waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” diartikan secara jelas
merujuk kepergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus),
“delusional perception”yang merupakan pengalaman indrawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi dibawah ini:
 Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku
pasien atau,
 Mendiskusikan perihal pasien-pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara) atau,
 Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh yang
lain.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk
asing dan dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
 Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

 Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan


(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;

 Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi

16
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor;

 Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

 Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu


satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal)

 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM IV adalah :

A. Gejala-gejala yang khas :

2 atau lebih dari gejala berikut yang bermakna dalam periode 1 bulan
(atau kurang jika berhasil diterapi):

• Waham
• Halusinasi
• Pembicaraan yang janggal (mis; sering derailment atau incohorensia)
• Perilaku janggal atau katatonik
• Adanya gejala negatif (spt; afek datar =, alogia, abulia)

Cat. : Hanya satu dari kriteria A yang diperlukan jika waham-nya janggal
atau jika halusinasinya berupa suara yang terus menerus mengomentari
tingkah laku atau pikiran yang bersangkutan atau berisi 2 (atau lebih)

17
suara-suara yang saling bercakap-cakap.

B. Disfungsi sosial atau pekerjaan:

1 atau lebih dari area fungsional utama menunjukkan penurunan nyata di


bawah tingkat yang dicapai sebelum onset dalam suatu rentang waktu
yang bermakna sejak onset gangguan (atau bila onset pada masa anak-
anak atau remaja terdapat kegagalan pencapaian tingkat interpersonal,
akademik atau okupasi lainnya) seperti pekerjaan, hubungan interpersonal
atau perawatan diri.

C. Durasi:

Tanda-tanda gangguan terus berlanjut dan menetap sedikitnya 6 bulan.


Periode 6 bulan ini meliputi 1 bulan gejala-gejala fase aktif yang
memenuhi kriteria A (atau kurang bila berhasil diterapi) dan dapat juga
mencakup fase prodromal atau residual. Selama berlangsung. fase
prodormal atau residual ini, tanda-tanda gangguan dapat bermanifestasi
hanya sebagai gejala-gejala negatif saja atau lebih dariatau=2 dari gejala-
gejala dalam kriteria A dalam bentuk yang lebih ringan (seperti
kepercayaan –kepercayaan ganjil, pengalaman perseptual yang tidak biasa).

D. Penyingkiran skizofektif dan gangguan mood:

Gangguan skizoafektif dan mood dengan gambaran psikotik


dikesampingkan karena : (1) tidak ada episode depresi, mania atau
campuran keduanya yang terjadi bersamaan dengan gejala-gelala fase aktif,
(2) jika episode mood terjadi intra fase aktif maka perlangsungannya
relatif singkat dibanding periode fase aktif dan residual. 20

E. Penyingkiran kondisi medis dan zat:

Gangguan ini bukan disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu
zat (seperti obat-obatan medikasi atau yang disalah gunakan) atau oleh
suatu kondisi medis umum.

18
F. Hubungan dengan suatu gangguan perkembangan pervasif:

Jika terdapat riwayat autistik atau gangguan pervasif lainnya maka


tambahan diagnosa skizofernia hanya dibuat bila juga terdapat delusi atau
halusinasi yang menonjol dalam waktu sedikitnya 1 bulan (atau kurang
jika berhasil diterapi).

Berdasarkan PPDGJI-III, pedoman diagnostik skizofrenia paranoid (F20.0),


yaitu :

• Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Sebagai tambahan :

 Halusinasi dan atau waham harus menonjol

 Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau


halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);

 Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;

 Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas

 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik


secara relatif tidak nyata/tidak menonjol

Berdasarkan PPDGJI-III, pedoman diagnostik skizofrenia Hebefrenik (F20.1),


yaitu :

 Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia

 Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja

19
atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun).

 Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri (solitary),


namun tidak harus demikian untuk memastikan bahwa gambaran yang khas
berikut ini

Untuk meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3


bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
memang benar bertahan: perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat
diramalkan, serta manerisme, ada kecenderungan untuk menyendiri (solitaris) dan
perilaku menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan. Afek pasien yang
dangkal (shallow) tidak wajar (inaproriate), sering disertai oleh cekikikan
(gigling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum-senyum sendiri (self
absorbed smiling) atau sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyerigai,
(grimaces), manneriwme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakalI dan ungkapan dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases), dan proses pikir yang mengalamu disorganisasi dan pembicaraan yang
tak menentu (rambling) dan inkoherens.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
biasanya menonjol, halusinasi dan waham biasanya ada tapi tidak menonjol )
fleeting and fragmentaty delusion and hallucinations, dorongan kehendak (drive)
dan yang bertujuan (determnation) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga
prilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose) Tujuan
aimless tdan tampa maksud (empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal, dan bersifat dibuat-buar terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak
lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikirannya.

V. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.
A. Farmakoterapi
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk

20
mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik
mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-
dopamin.
a. Antagonis Reseptor Dopamin
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia,
terutama terhadap gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama.
Pertama, hanya presentase kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat
memulihkan fungsi mental normal secara bermakna. Kedua, antagonis reseptor
dopamin dikaitkan dengan efek samping yang mengganggu dan serius. Efek yang
paling sering mengganggu aalah akatisia adan gejala lir-parkinsonian berupa
rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup diskinesia tarda dan sindrom
neuroleptik maligna.
b. Antagonis Serotonin-Dopamin
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada,
berinteraksi dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding
antipsikotik standar, dan mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat.
Obat ini juga menghasilkan efek samping neurologis dan endokrinologis yang
lebih sedikit serta lebih efektif dalam menangani gejala negatif skizofrenia. Obat
yang juga disebut sebagai obat antipsikotik atipikal ini tampaknya efektif untuk
pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding agen antipsikotik
antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini setidaknya sama efektifnya
dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik efektif untuk
gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal.
Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon,
olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan
menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk
penanganan skizofrenia.
Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik,
pada subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan
antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati
keadaan skizofrenia

21
Kategori obat: Antipsikotik – memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.

22
Profil Efek Samping
 Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa:

o Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,


kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).
o Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut
kering, kesulitan miksi&defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).
o Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,akathisia, sindrom parkinson:
tremor, bradikinesia, rigiditas).
o Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian panjang.

Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang
sampai membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien.
Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang
involunter pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada
waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka
panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak
berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis.

Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus


dilakukan pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati, fungsi

23
ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat. Obat anti-psikosis
hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis atau untuk
bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang
menguntungkan sebaiknya dilakukan “lacage lambung” bila obat belum lama
dimakan.

SKIZOAFEKTIF

I. Definisi
Skizoafektif adalah kelainan mental yang ditandai adanya kombinasi
gejala skizofrenia (gangguan berpikir, delusi dan halusinasi) dan gejala afektif
(gajala depresif atau manik).
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun
gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang
jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang
menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.

II. Pedoman Diagnostik


Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa
pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau
episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik
untuk fase aktif dari skizofrenia. Di samping itu, pasien harus memiliki waham
atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan
mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus ditemukan untuk
sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria dituliskan
untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan
ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.
Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III
a. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously),
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik
atau depresif.
b. Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia
dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.
c. Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia)
d. Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik
berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari
keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode manik
atau depresif (F30-F33)

24
Menurut PPDGJ-III :
F25.0 Gangguan skizoafektif tipe manic
Pedoman Diagnostik
 Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manic yang
tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode
skizoafektif tipe manic.
 Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak
begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang
memuncak.
 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik
lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk
skizofrenia, F20.-pedoman diagnostic (a) sampai (d).

F 25.1 Skizoafektif tipe depresif


Pedoman diagnostik
 Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif
yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar di
dominasi oleh skizoafektif tipe depresif.
 Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya 2 gejala khas, baik
depresif maupun kelainan prilaku terkait seperti tercantum dalam uraian
untuk episode depresif (F 32)
 Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik
lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk
skizofrenia, F20.-pedoman diagnostic (a) sampai (d).

F25.2 Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran


 Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia (F20.-) berada secara bersama-
sama dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6)

F25.8 Gangguan Skizoafektif Lainnya

25
DAFTAR PUSTAKA
Elvira, Sylvia D., Hadisukanto, Gitayanti. 2017. Buku Ajar PSIKIATRI Edisi ke-3.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Sadock, B.J., Sadock, V.A., et al. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins.
Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, editor Dr, Rusdi
Maslim. Jakarta 2013.

26

Anda mungkin juga menyukai