Anda di halaman 1dari 39

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE INFARK


EMBOLI DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT DAERAH
dr. SOEBANDI JEMBER

oleh
Devi Maharani Hapsari, S. Kep
NIM 132311101056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
APRIL, 2018
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE INFARK EMBOLI

A. Review Anatomi Fisiologi Otak


1. Anatomi dan Fisiologi pelindung otak
a. Meninges

Otak merupakan bagian tubuh yang sangat penting yang dilindungi oleh
tulang tengkorak yang keras, jaringan pelindung, dan cairan otak. Dua
macam jaringan pelindung utama yaitu meninges dan sistem ventrikular
(Sloane, 2003). Meninges terdiri dari tiga lapisan yaitu:

1) Durameter

Durameter merupakan lapisan paling luar yang tebal, keras, dan


fleksibel tetapi tidak dapat diregangkan (unstrechable).

2) Arachnoid membran

Arachnoid membran merupakan lapisan bagian tengah yang


bentuknya seperti jaringan laba-laba. Sifat lapisan ini lembut,
berongga-rongga, dan terletak dibawah lapisan durameter.

3) Piameter

Piameter merupakan lapisan pelindung yang terletak pada lapisan


paling bawah (paling dekat dengan otak, sumsum tulang belakang,
dan melindungi jaringan-jaringan saraf lain). Lapisan ini mengandung
pembuluh darah yang mengalir di otak dan sumsum tulang belakang.
Antara piameter dan membran arachnoid terdapat bagian yang disebut
dengan subarachnoid space (ruang sub-arachnoid) yang dipenuhi oleh
cairan serebrospinal (CSS) (Price & Wilson, 2004).
Gambar 1. Lapisan Meninges

b. Sistem ventrikulus

Selain lapisan meninges, otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal


(CSS) di subarachnoid space. Cairan ini menyebabkan otak dapat
mengapung sehingga mengurangi tekanan pada bagian bawah otak yang
dipengaruhi oleh gravitasi dan juga meilndungi otak dari guncangan yang
mungkin terjadi. CSS ini terletak dalarn ventrikel. Volume total CSS
sekitar 125 ml dan daya tahan hidupnya sekitar 3 jam Price & Wilson,
2004).

2. Anatomi fisiologi otak

Gambar 2. Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas Sistem
Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari
cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem (batang otak)
dan sistem limbik (Smeltzer & Bare, 2010).
a. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan
sulkus (celah dangkal), fisura (celah dalam) dan girus (permukaan
hemisfer serebral yang memiliki konvulsi) (Sloane, 2003). Cerebrum
dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, ekspresi bicara
(area broca di hemisfer kiri), dan emosi. Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik
primer) yang mengendalikan kontraksi otot volunter rangka dan
terdapat area asosiasi motorik (area premotor korteks) yang
mengendalikan aktivitas motorik yang terlatih dan berulang, seperti
mengetik. (Sloane, 2003). Selain itu terdapat pula area sensori primer
dalam girus postsentral yang ertugas menerima informasi umum
berkaitan dengan nyeri, tekanan, suhu, dan propriosepsi dari tubuh.
Lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara,
motivasi dan inisiatif (Smeltzer & Bare, 2010).
2) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis (Sloane, 2003). Lobus ini terdapat area auditori
primer berfungsi untuk mengitrepretasi auditori serta terdapar area
wicara wernicle yang terletah dalam bagain superior lobus temporal
yang berkaiatan dengan pengertian bahasa serta formulasi wicaea, area
wernicle tersebut berhubungan dengan area wicara broca. Selain itu
terdapat pula area olfaktori primer berkaitan dengan indra penciuman.
Secara umum lobus temporalis berperan dalam mengatur daya ingat
verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan
perkembangan emosi (Smeltzer & Bare, 2010).
3) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer). Terdaapat area pengecap primer
(gustatori) dimana berfungsi sebafgai persepsi rasa, Area asosiasi
somatik, yang berakitan dengan intrepretasi bentuk dan tekstur suatu
objek (fungsi peraba) (Sloane,2003).
4) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan
dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan
informasi saraf lain & memori (Sloane, 2003).
b. Sistem limbik
Sistem limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi, aktivitas emsiaonal terutama aktivitas perilaku tidak sadar (Sloane,
2003). Bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008)
Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan fungsional yang
mencakup komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Secara
fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada
tingkah laku individu.
2) Suatu respon sadar terhadap lingkungan.
3) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak
sadar dan memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon
keadaan.
4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali
simpanan memori yang diperlukan.
5) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama reaksi
takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual.

Gambar 3. Lobus dari cerebrum dilihat dari atas dan samping

Gambar 3. Lobus otak

c. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Cerebellum memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima. Cerebellum terdiri dari tiga bagian
fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke
bagian lain dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat
koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi
otot-otot volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah
lobus anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).
d. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak
yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis
antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12
pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen,
yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.Batang otak terdiri dari
tiga bagian menurut Puspitawati (2009) sebagai berikut:
1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum.
Mesencephalon berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan fungsi
pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
oblongata mengontrol fungsi involunter otak (fungsi otak secara tidak
sadar) seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan
midbrain disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons
berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V
(trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.

Gambar 4. Brainstem

Otak terbagi menjadi Hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer kanan bertugas
mengendalikan tubuh bagian kiri dan sebaliknya. Hemisfer otak
mengandung banyak nervus yang memiliki fungsi masing-masing dalam
kehidupan. Adapun letak nervus-nervus tersebut dalam hemisfer otak
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5. Letak Nervus pada Hemisfer Otak
3. Anatomi peredaran darah otak
Otak memiliki kurang lebih 15 miliar neuron yang membangun substansia
alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat kompleks
dan sensitif. Fungsinya sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas,
seperti : gerakan motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Sel-sel otak bekerja
bersama-sama dan berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang-
kadang dapat terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari
sekelompok sel yang menghasilkan serangan. Darah merupakan sarana
transportasi oksigen, nutrisi, dan bahan-bahan lain yang sangat diperlukan
untuk mempertahankan fungsi penting jaringan otak dan mengangkat sisa
metabolisme. Kehilangan kesadaran terjadi bila aliran darah ke otak
berhenti 10 detik atau kurang. Kerusakan jaringan otak yang permanen
terjadi bila aliran darah ke otak berhenti dalam waktu 5 menit.
a. Peredaran darah arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk
circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri
karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri
medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini
keluar arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan
arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan melalui
arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari
arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang
dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang
langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui
foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.
b. Peredaran darah vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,
suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater.
Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar
berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke
dalam sinus longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena
cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir ke
dalam sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang
mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri profunda
memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson, et al., 2002).
B. Pengertian Stroke Infark Emboli
CVA (Cerebro Vascular Accident) atau stroke merupakan kelainan fungsi
otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,
proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga
menyebabkan kematian. Stroke infark adalah sindrom klinik yang awal
timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau
global yang berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang
menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh
darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria
karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang
dari lengkung aorta jantung (arcus aorta).

Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya gumpalan
darah atau bekuan darah yang berasal dari jantung, dan kemudian terbawa arus
darah sampai ke otak, kemudian menyumbat pembuluh darah di otak. Stroke
kardioemboli adalah suatu gangguan neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah, dimana secara mendadak atau cepat timbul gejala dan
tanda yang sesuai dengan daerah, fokal diotak, akibat suatu emboli yang berasal
dari jantung. Stroke kardioemboli awitannya dimulai dengan defisit neurologik
fokal yang dapat menjadi lebih berat, dasar diagnosa klinik dibuktikan dengan
adanya sumber emboli dari jantung dan tidak ditemukannya penyebab lain dari
strokenya (Japardi,2002).

Perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding sebagai berikut:


Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

+/-
Koma/kesadaran menurun +++
-
Kaku kuduk ++
-
Kernig +
-
pupil edema +
-
Perdarahan Retina +
hari ke-4
Bradikardia sejak awal
Tanda adanya aterosklerosis di
Penyakit lain Hampir selalu hypertensi,
retina, koroner, perifer. Emboli
aterosklerosis, HHD
pada ke-lainan katub, fibrilasi,
bising karotis

C. Etiologi

Emboli, dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan


darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli (Japardi, 2002):
a) Faktor mekanis, perubahan fungsi mekanik dari atrium yang timbul setelah
ganggaun irama yang berkolerasi timbulnya emboli
b) Faktoraliran darah, Tidak hanya aliran darah yang ditandai dengan tidak
adanya gelombang pada echokardiografi adalah petunjuk yang penting
pada pembentukan emboli. Egeblad menunjukkan stagnasi darah yang
tampak pada echokardiografi adalah sumber emboli pada trombus atrium
kiri. Ejeksi fraksi yang rendah atau penyakit jantung kongestif dapat
menimbulkan emboli setelah atrial fibrilasi, miokard dapat menimbulkan
emboli setelah atrial fibrilasi, miokard infark, atau dilatasi kardiomiopati
c) Penyakit jantung, reumatik
d) Infark miokardium
e) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan
kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
f) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
g) Pemecahan trombus

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke
non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi
dan yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto mengenai gambaran faktor-
faktor risiko penderita stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah
hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan
hiperkolesterol 8,97%. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah
sebagai berikut :
a) Usia

Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan
hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan
(2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang
mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65
tahun.
b) Jenis kelamin

Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria
lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan
perbedaan angka kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di
lakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus
mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita
stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki
58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.
c) Heriditer

Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya


hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh
darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65
tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai
Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.
d) Rasa atau etnik

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih.
Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari
pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta)
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a) Riwayat stroke

Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu


lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35%
sampai 42%.
b) Hipertensi

Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai


enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama
terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan
Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggi
apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi
tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah
terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga
mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.
c) Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung,
paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering
menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan
terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah otak.
d) Diabetes melitus (DM)

Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan


endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut
penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan
desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena
stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes
mellitus.
e) TIA

Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan


singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan
kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu
dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit
satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar
1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah
serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun
setelah serangan pertama.11,20
f) Hiperkolesterol

Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak


bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid
tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai
mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas
utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah
(VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas
tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar
kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein
tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan
kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini
secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak
dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL
<40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan
membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di
otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di
dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang
rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.
g) Obesitas

Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes


melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur
adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat
badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan.
Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99
kg/m2 selebihnya adalah obesitas.
h) Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat,
dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin
dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada
dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi
darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.
Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik
Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar
empat kali.
D. Patofisiologi
a.

Gambar CT Scan kepala normal Gambar CT Scan untuk stroke infark


Menurut Japardi (2002), hampir 90% emboli yang berasal dari jantung
berakhir di otak, hal ini disebabkan karena:
a) Aliran darah ke otak berasal dari arkus aorta sehingga emboli yang lepas
dari ventrikel kiri akan disebarkan melalui aliran darah ke arteri karotis
komunis kiri dan arteri brakhiosefalik.
b) Jaringan otak sangat sensitif terhadap obstruksi aliran darah, sehingga
emboli yang berukuran 1 mm sudah dapat menimbulkan gangguan
neurologis yang berat, emboli dengan ukuran yang sama bila masuk ke
jaringan lain dapat tidak memberikan gejala sama sekali.
Emboli intra kranial terutama berada di hemister serebri, hal ini
disebabkan oleh karena jumlah darah yang melalui arteri karotis (300ml/menit)
jauh lebih banyak daripada yang melalui arteri vertebralis (100ml/menit), selain
itu juga disebabkan oleh karena aliran yang berkelok kelok dari arteri subklavia
untuk dapat mencapai sistem vertebralis. Emboli mempunyai predileksi pada
bifurkasio arteri terutama pada cabang a.cerebri media, bagian distal a.basilaris
dan a.cerebri posterior.
Kebanyakan emboli terdapat di arteri cerebri media, bahkan emboli ulang
pun memilih arteri ini juga, hal ini disebabkan karena arteri cerebri media
merupakan percabangan langsung dari arteri karotis interna, dan arteri cerebri
media akan menerima 80% darah yang masuk ke arteri karotis interna. Medula
spinalis jarang terserang emboli, tetapi emboli dari abdomen danaorta dapat
menimbulkan sumbatan aliran darah ke medulla spinalis dan menimbulkan gejala
defisit neurologis Berbeda dengan emboli pada atherosklerosis, emboli dari
jantung terdiri dari gumpalan darah (klot) yang lepas daya ikatnya dari dinding
pembuluh darah atau jantung, emboli ini dapat pecah dan pindah ke pembuluh
darah yang lebih distal sehingga bila dilakukan pemeriksaan angiografi setelah 48
jam emboli biasanya sudah tidak tampak. Besarnya infark kardioemboli
tergantung dari:
a) Ukuran emboli
b) Pembuluh darah arteri yang terkena
c) Stabilitas dari emboli
d) Sirkulasi kolateralnya
Kelainan yang ditimbulkan oleh emboli dapat berupa:
a) Obstruksi/sumbatan arteri, biasanya terdapat pada percabangan arteri,
karena lumennya lebih kecil dari pada lumen jaringan dibagian distalnya
dan siasis aliran darah, sehingga dapat terbentuk formasi rouleaux, yang
akan membentuk klot pada daerah stagnasi baik distal maupun proksimal.
Gejala neurologis dapat timbul segera dalam beberapa detik, bila
pembuluh darah kolateralnya tidak segera berfungsi maka akan segera
timbul perubahan irreversible maka fungsi neuron akan segera pulih.
Iritasi, yang akan menimbulkan vasospasme lokal. Vasospasme yang masih
dapat timbul sbg respons terhadap emboli yang kecil, terutama pada orang
muda dimana belum terjadi arterosklerosis.

E. Tanda dan Gejala


1) Lobus Frontal
a) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak
mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
b) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, disartria (kerusakan otot-otot
bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c) Deficit aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi
terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental
dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2) Lobus Parietal
a) Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong sebagian
besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi
superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya
respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian
tubuh).
b) Defisit bahasa/komunikasi
(1) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-
pola bicara yang dapat dipahami)
(2) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
(3) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
(4) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
(5) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan).
(6) Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
(7) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
(8) Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
(9) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek-objak
dengan tepat)
(10) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan
melalui indra)
(11) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
(12) Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
(13) Disorientasi kanan kiri
3) Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman
penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.
4) Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.

F. Komplikasi
1) Infeksi pernafasan (Pneumoni), nyeri tekan pada decubitus, Konstipasi
2) Nyeri pada punggung, dislokasi sendi, deformitas
3) Epilepsy, sakit kepala
4) Hipoksia serebral
5) Herniasi otak
6) Kontraktur

G. Pemeriksaan penunjang
1) Angiografi serebral

Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi


arteri.
2) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)

Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3) CT scan

Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi


hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan besar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.

5) EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam
jaringan otak.
6) Pemeriksaan laboratorium
a) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
d) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

H. Penatalaksanaan
1) Konservatif
a) Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
b) Mencegah peningkatan TIK.
(1) Antihipertensi
(2) Deuritika
(3) Vasodilator perifer
(4) Antikoagulan
(5) Diazepam bila kejang
(6) Anti tukak misal cimetidine
(7) Kortikosteroid : pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena klien
akan mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress ulcer/perdarahan
lambung
(8) Manitol : mengurangi edema otak.
2) Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu
dipertimbangkan evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang
menetap akan membahayakan kehidupan klien.
3) Pada fase sub akut / pemulihan (>10hari) perlu :
a) Terapi wicara
b) Terapi fisik
c) Stoking anti embolisme.
I. Pathway
Anemi
Aplastik
Anemi Anemi Defisiensi Anemi
Hemolitik Fe, B12, asam folat Hemoragic
Depresi
sumsum tulang
Hemolisis SDM tidak Perdarahan hipovolemia
sempurna
SDM,
Leukosit, HB turun Resiko Syok
Eritrosit turun
Trombosit Hb menurun
menurun

Pertahanan sekunder
Anemia Hb turun
terganggu

aliran darah perifer Oksihemoglobin turun Resiko infeksi


menurun

Perfusi jaringan tidak efektif

Lemah, letih dan lesu Hipoksia, pucat, Penurunan transport O2


lemah ke jaringan Kompensasi jantung Gangguan pertukaran gas

Nafsu makan
menurun Respirasi meningkat, Pola nafas tidak efektif
Intoleransi Metabolisme aerob
aktivitas turun, anaerob naik nadi meningkat
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Defisit perawatan diri Kelemahan / keletihan
Leukopenia

Pathway, Masalah Keperawatan yang Muncul, dan Data yang Perlu Dikaji
1. Pathway
- Agen neoplastik
- Radiasi
- Obat-obatan
- Infeksi
- Bahan kimia

Gangguan hemapoetik - Ekimosis


- Epistaksis
- Perdarahan
Eritropetik trombositopenia saluran cerna
- Perdarahan sal.
Kemih
Anemia Hb turun - Perdarahan
Depresi sistem imun cerebral

aliran darah perifer Oksihemoglobin turun


Pertahanan sekunder terganggu
menurun

Perfusi jaringantidak efektif


Resiko infeksi

Penurunan transport O2
Lemah, letih dan lesu Hipoksia, pucat ke jaringan Kompensasi jantung Gangguan pertukaran gas

Nafsu makan
menurun Pola nafas tidak efektif
Intoleransi Metabolisme aerob Reepirasi meningkat,
aktivitas turun, anaerob naik nadi meningkat
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Gagal jantung
kebutuhan tubuh Cardiomegali
Defisit perawatan diri Kelemahan / keletihan
J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d
perubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d inadekuat intake makanan
3. Defisit perawatan diri b.d kelemahan
4. Risiko syok b.d hipovolemia
5. Risiko infeksi b.d pertahanan sekunder tidak
adekuat (penurunan Hb)
6. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
7. Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi perfusi
8. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan
9. Keletihan b.d kelesuan fisologis (anemia)
K. Rencana Tindakan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringanSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC: Perawatan Sirkulasi
perifer b.d perubahan ikatan O2 3x24 jam diharapkan ketidakefektifan jaringan (4064)
dengan Hb, penurunan konsentrasi perifer dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1. Cek warna kulit dam
Hb dalam darah a. Suhu kulit dalam batas normal temperatur
b. Tekanan darah dalam rentang normal 2. Cek capilery refill
c. Tidak adanya tanda-tanda sianosis 3. Jaga kehangatan klien
Tujuan 4. Monitor status cairan,
Indikator Awal
1 2 3 4 5 masukan dan keluaran
Suhu kulit ujung 5. Monitor lab Hb dan Hmt
kaki dan tangan 6. Monitor tanda-tanda vital
Tekanan darah 7. Berikan transfusi darah
sistolik yang sesuai
Tekanan darah
diastolik
Nilai rata-rata
tekanan darah
Keterangan
1. Deviasi berat dengan kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dengan kisaran
normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x NIC: Manajemen Nutrisi
dari kebutuhan tubuh b.d 24 jam, diharapkan nutrisi pasien seimbang dengan (1100)
inadekuat intake makanan kriteria hasil: 1. Tentukan status gizi
NOC: Status nutrisi : Asupan Makanan dan pasien dan kemampuan
Cairan pasien untuk memenuhi
Tujuan kebutuhan gizi
Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Tentukan apa yang
Asupan makanan menjadi preferensi
secara oral makanan bagi pasien
Asupan cairan secara 3. Intruksikan pasien
oral mengenai kebutuhan
Asupan cairan nutrisi (piramida
intravena makanan)
Keterangan: 4. Tentukan jumlah kalori
1. Tidak adekuat dan jenis nutrisi yang
2. Sedikit adekuat dibutuhkan untuk
3. Cukup adekuat memenuhi persyaratan
4. Sebagian besar adekuat gizi.
5. Sepenuhnya adekuat 5. Berikan pilihan makanan
dan bimbingan terhadap
NOC: Status Nutrisi : Pengukuran Biokimia pilihan makanan.
Tujuan 6. Ciptakan lingkungan yang
Indikator Awal bersih, berventilasi, santai
1 2 3 4 5
Hematokrit dan bebas dari bau
Hemoglobin menyengat.
Gula darah
Serum albumin
Serum kreatinin
Hitung limfosit
Keterangan:
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang norma
5. Tidak menympang dari rentang normal
3. Defisit perawatan diri b.d NOC: Status Perawatan Diri (0313) NIC:
kelemahan Bantuan Perawatan Diri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama (1800)
2x24 jam kelurga klien dapat memenuhi kebutuhan 1. Pertimbangkan budaya
perawatan diri klien dengan kriteria hasil: klien untuk meningkatkan
a. Klien mandi sendiri/dibantu keluarga aktivitas perawatan diri
b. Klien makan sendiri/dibantu keluarga 2. Monitor kemampuan
c. Keluarga mampu mempertahankan kebersihan diri perawatan diri secara
klien mandiri oleh klien
Tujuan 3. Monitor kebutuhan klien
Indikator Awal
1 2 3 4 5 terkait dengan alat bantu
Mandi dan keluar untuk perawatan diri
dari kamar mandi 4. Berikan lingkungan yang
Mengambil alat/ terapeutik dengan
bahan mandi memastikan lingkungan
Mendapatkan air yang mampu menjaga
mandi privasi klien
Keterangan: 5. Berikan bantuan hingga
1. Sangat terganggu klien mampu melakukan
2. Banyak terganggu perawatan diri secara
3. Cukup terganggu mandiri
4. Sedikit terganggu 6. Lakukan pengulangan
5. Tidak terganggu yang konsisten terhadap
rutinitas kesehatan
7. Ajarkan keluarga untuk
mendukung kemandirian
klien dengan cara hanya
membantu ketika klien
benar-benar tidak mampu
melakukannya

Energy Management (0180)


1. Observasi adanya
pembatasan pasien dalam
melakukan aktifitas
2. Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
3. Monitor nutrisi dan
sumber energi yang
adekuat
4. Monitor respon
kardiovaskular terhadap
aktivitas (takikardia,
disritmia, sesak nafas,
diaphoresis, pucat,
perubahan hemodinamik)
5. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur atau
istirahat pasien
4. Risiko syok b.d hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen cairan (4120)
3x24 jam, diharapkan risiko syok hipovolemik 1. Jaga intake/asupan yang
dapat teratasi dengan kriteria hasil: akurat dan catat output
a. Tekanan darah dalam rentang normal pasien
b. Nyeri dada berkurang 2. Monitor status hidrasi
c. Tidak ada bunyi nafas tambahan RH -/- 3. Monitor tanda-tanda vital
d. Akral hangat pasien
Tujuan 4. Berikan terapi IV sesuai
Indikator Awal
1 2 3 4 5 yang ditentukan
Ronkhi pada paru 5. Monitor status gizi
Meningkatnya laju 6. Tingkatkan asupan oral
nafas 7. Dukung pasien dan
Penurunan tekanan keluarga untuk membantu
darah diastolik dalam pemberian makan
Penurunan tekanan dengan baik
darah sistolik 8. Atur ketersediaan produk
Pernapasan dangkal darah untuk transfuse jika
Keterangan: dibutuhkan
2. Berat
3. Cukup berat
4. Sedang
5. Ringan
6. Tidak ada
5. Risiko infeksi b.d pertahanan NOC: NIC:
sekunder tidak adekuat (penurunan a. Risk Control (1902) Identifikasi Risiko (6610)
Hb) b. Risk Control: Infectious Process (1924) 1. Identifikasi adanya sumber
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x agensi untuk membantu
24 jam pasien dapat mengontrol risiko dengan menurunkan risiko
Kriteria Hasil: 2. Pertimbangkan
a. Mengidentifikasi faktor risiko pemenuhan terhadap
b. Menghindari paparan ancaman perawatan dan medis
c. Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi perawatan
d. Berpartisipasi dalam skrining kesehatan 3. Instruksikan faktor risiko
e. Leukosit dalam batas normal (9000-30000 dan rencana untuk
sel/mm3) mengurangi faktor risiko
f. Tidak ada tanda-tanda infeksi (REEDA)
g. Keluarga dan tenaga kesehatan melakukan cuci Manajemen Lingkungan
tangan sebelum dan sesudah kontak atau (6480)
melakukan tindakan 1. Identifikasi faktor-faktor
Tujuan risiko terjadinya infeksi
Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Anjurkan kepada tenaga
Mengidentifikasi kesehatan atau tenaga
faktor resiko pemberi asuhan atau
Memonitor faktor keluarga untuk senantiasa
risiko individu mencuci tangan di 5
Memonitor faktor moment cuci tangan
risiko lingkungan 3. Atur suhu lingkungan
Mengembangkan sesuai dengan kebutuhan
strategi yang efektif klien
dalam mengontrol 4. Batasi pengunjung
risiko 5. Identifikasi munculnya
Memonitor tanda-tanda infeksi
perubahan status 6. Kolaborasi pemberian
kesehatan antibiotik dengan tim
Keterangan: medis
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsistes menunjukkan
6. Intoleransi aktifitas b.d NOC: NIC:
ketidakseimbangan suplai dan 1. Self Care: ADL’s (0300) Energy Management (0180)
kebutuhan oksigen. 2. Toleransi Aktifitas (0005) 1. Observasi adanya
3. Konservasi Energi (0002) pembatasan pasien dalam
melakukan aktifitas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 2. Kaji adanya faktor yang
24 jam pasien dapat bertoleransi terhadap aktivitas menyebabkan kelelahan
dengan 3. Monitor nutrisi dan
Kriteria Hasil: sumber energi yang
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa adekuat
disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan 4. Monitor respon
RR kardiovaskular terhadap
b. Mampu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLs) aktivitas (takikardia,
secara mandiri disritmia, sesak nafas,
c. Keseimbangan aktifitas dan istirahat diaphoresis, pucat,
Tujuan perubahan hemodinamik)
Indikator Awal
1 2 3 4 5 5. Monitor pola tidur dan
Frekuensi nadi lamanya tidur atau
ketika beraktivitas istirahat pasien
Frekuensi
pernapasan ketika Activity Therapy (4130)
beraktivitas 1. Kolaborasikan dengan
Kekuatan tubuh tenaga rehabilitasi dalam
bagian atas merencanakan program
Kekuatan tubuh terapi yang tepat
bagian bawah 2. Bantu pasien untuk
Kemudahan dalam mengidentifikasi aktivitas
melakukan yang mampu dilakukan
Aktivitas Hidup 3. Bantu untuk
Harian/ADL mengidentifikasi aktivitas
Keterangan: yang disuka
1. Sangat terganggu 4. Bantu pasien untuk
2. Banyak terganggu membuat jadwal latihan
3. Cukup terganggu diwaktu luang
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
7. Ketidakefektifan pola nafas b.d NOC: Status pernafasan (0403) Terapi Oksigen (3320)
keletihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Siapkan peralatan oksigen
diharapkan ketidakefektifan pola nafas klien dapat dan berikan melalui sistem
teratasi dengan kriteria hasil: humidifier
Tujuan 2. Berikan oksigen tambahan
Indikator Awal
1 2 3 4 5 seperti yang diperintahkan
Frekuensi 3. Monitor aliran oksigen
pernapasan 4. Monitor kemampuan
Irama pasien untuk mentolerir
pernapasan pengangkatan oksigen saat
Suara makan
auskultasi 5. Sediakan oksigen ketika
nafas pasien
Ket: dibawa/dipindahkan
1 : deviasi berat dari kisaran normal Monitor Pernafasan (3350)
2 : deviasi cukup berat dari kisaran normal 1. Monitor kecepatan, irama,
3 : deviasi sedang dari kisaran normal kedalaman, dan kesulitan
4 : deviasi ringan dari kisaran normal bernafas
5 : tidak ada deviasi berat dari kisaran normal
2. Monitor suara nafas
tambahan seperti ngorok
atau mengi
3. Monitor saturasi oksigen
pada pasien yang tersedasi
(seperti SaO2, SvO2, SpO2)
sesuai dengan protokol
yang ada
4. Monitor keluhan sesak
nafas pasien, termasuk
kegiatan yang
meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas
tersebut
5. Monitor hasil foto thoraks
8. Gangguan pertukaran gas b.d NOC: Status Pernafasan: Pertukaran Gas Terapi Oksigen (3320)
ventilasi perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Siapkan peralatan oksigen
diharapkan efek yang mengganggu kelelahan dapat dan berikan melalui sistem
teratasi dengan kriteria hasil: humidifier
2. Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
3. Monitor aliran oksigen
4. Monitor kemampuan
pasien untuk mentolerir
pengangkatan oksigen saat
makan
5. Sediakan oksigen ketika
pasien
dibawa/dipindahkan
Tujuan
Indikator Awal
1 2 3 4 5
Dispnea
dengan
aktivitas
ringan
Perasaan
kurang
istirahat
Sianosis
Keterangan:
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada
9. Keletihan b.d kelesuan fisologis NOC: Kelelahan: Efek yang mengganggu (0008) NIC:
(anemia) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Energy Management (0180)
diharapkan efek yang mengganggu kelelahan dapat 1. Observasi adanya
teratasi dengan kriteria hasil: pembatasan pasien dalam
Tujuan melakukan aktifitas
Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Kaji adanya faktor yang
Penurunan menyebabkan kelelahan
energi 3. Monitor nutrisi dan
Nafsu makan sumber energi yang
menurun adekuat
Gangguan 4. Monitor respon
aktivitas fisik kardiovaskular terhadap
aktivitas (takikardia,
disritmia, sesak nafas,
diaphoresis, pucat,
perubahan hemodinamik)
5. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur atau
istirahat pasien
NIC: Manajemen Nutrisi
(1100)
1. Tentukan status gizi pasien
dan kemampuan pasien
untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2. Tentukan apa yang menjadi
preferensi makanan bagi
pasien
3. Intruksikan pasien
mengenai kebutuhan
nutrisi (piramida makanan)
4. Tentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan
gizi.
5. Berikan pilihan makanan
dan bimbingan terhadap
pilihan makanan.
6. Ciptakan lingkungan yang
bersih, berventilasi, santai
dan bebas dari bau
menyengat.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol 1.


Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Sixth
Edition. United States of America: Elsevier Mosby.Gibson. 2002.
Guyton A.C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9.
Jakarta: EGC.
Moorhead, S., dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth
Edition. United States of America: Mosby Elsevier.
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan : Defnisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis,
Proses-proses, dan PenyakitEdisi 6. Jakarta: EGC.
Saifuddin, A.B. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Smelltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Volume 3. Jakarta : EGC
Sudoyo, et.al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tambayong, Jan. 2001. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Rineka
Cipta.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

BERITA ACARA

Pada hari ini, Jum’at tanggal 20 bulan April tahun 2018 jam 09.00 s/d 09.30 WIB
bertempat di Ruang Catleya RSD dr. Soebandi Jember telah dilaksanakan
Kegiatan Pendidikan Kesehatan tentang “Nutrisi untuk Penderita Anemia”.
Kegiatan ini diikuti oleh ... orang (daftar hadir terlampir).

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Stase Keperawatan Medikal Ruang Catleya
Fkep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp. Kep. MB Ns. Sujarwanto, S.Kep., M.Si.
NIP. 19840102 201504 1 002 NIP. 19710221 199603 1 003

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

DAFTAR HADIR

Kegiatan pendidikan kesehatan tentang “Nutrisi untuk Penderita Anemia” pada:


Hari Jum’at tanggal 20 bulan April tahun 2018 jam 09.00 s/d 09.30 WIB
bertempat di Ruang Catleya RSD dr. Soebandi Jember
NO NAMA ALAMAT TANDA
TANGAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Pembimbing Klinik
Ruang Catleya
RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Sujarwanto, S.Kep., M.Si.


NIP. 19710221 199603 1 003

Anda mungkin juga menyukai