Anda di halaman 1dari 13

BAB I

KONSEP DASAR MEDIK

A. Definisi
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) merupakan penyakit
multisistem yang kronik, penyakit autoimun dari jaringan ikat dan
pembuluh darah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada jaringan
tubuh (Hockenberry & Wilson, 2009). SLE juga dikatakan sebagai
penyakit autoimun menahun yang menyerang daya tahan tubuh dan
peradangan seperti pada kulit dan persendian (Puskom, 2011).
SLE adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan
adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks
imun, dan disregulasi sistem imun, menyebabkan kerusakan pada
beberapa organ tubuh. Perjalanan penyakitnya bersifat episodik
(berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada setiap penderita,
peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda (Mok &
Lau, 2013).
Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan
sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah
dan jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena. Perjalanan
penyakit SLE sulit diduga dan sering berakhir dengan kematian.
Penyebab terjadinya SLE belum diketahui. Berbagai faktor dianggap
berperan dalam penmpangan regulasi sistem imun. Pada anak
perempuan, awitan SLE banyak ditemukan pada umur 9-15 tahun
dengan perbandingan pada jenis kelamin perempuan dan laki-laki
sekitar 10:1 (Black & Hawks, 2009).
Lupus Eritematosus Sistemik (LSE) merupakan penyebab
rematik autoimun yang di tandai adanya inflamasi tersebar luas, yang
mempengaruhi setiap organ atau system dalam tubuh. Penyakit yang
berhubungan dengan deposisi autoantibody dan kompleks imun,
sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan (Sudoyo Aru,dkk 2009).
Beratnya penyakut bervariasi mulai dari penyakit yang ringan
sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah
dan jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena perjalanan
penyakit SLE sulit diduga dan sering berakhir dengan kematian.
Karenanya SLE harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding bila
anak mengalami demam yang tidak diketahui penyebab, artslagia,
anemia, nefritis, psikosis, dan fatigue. Penyebab SLE belum diketahui
secara pasti, namun berbagai faktor dianggap berperan dalam
disregulasi sistem imun ( Mok &Lau,2013)
B. Faktor Presipitasi
1. Faktor genetik
Kejadian LES yang lebih tinggi pada kembar monogizotik (25%)
dibandingkan dengan kembar dizigotik (3%), peningkatan frekuensi
LES Pada keluarga penderita LES dibandingkan dengan control sehat
dan peningkatan prevalesi LES pada kelompok etnik tertentu,
menguatkan dugaan bahwa faktor genetic berperan dalam pathogenesis
LES.
2. Faktor hormonal
LES merupakan penyakit yang lebih banyak menyerang
perempuan. Serangan pertama kali jarang terjadi pada usia prepubertas
dan setelah menopause.
3. Autoantibody
Antibody ini ditunjukkan kepada self molekul yang terdapat pada
nucleus sitoplasma, permukaan sel, dan juga terdapat molekul terlalut
seperti IgG dan factor koagulasi.
4. Faktor lingkungan
Factor fisik /kimia
a. Amin aromatic
b. Hydrazine
c. Obat-obatan (prokainamid, hidralazin, klorpromazin, isoniazid,
fenitoin, penisilamin)
5. Faktor makanan
a. Komsumsi lemak jenuh yang berlebih
b. L-canavanine(kuncup dari elfalfa)
c. Agen Infeksi
d. Retrovirus
e. DNA bakteri /endotoksin
f. Hormone dan estrogen lingkungan
g. Terapi sulih (HRT) pil kontasepsi oral
h. Paparan esterogen prenatal
C. Patofisiologi
Temuan patologis SLE terjadi di seluruh tubuh dan diwujudkan
oleh peradangan, kelainan pembuluh darah yang mencakup baik
vasculopathy dan vaskulitis, dan deposisi kompleks imun. Hasil SLE dari
reaksi abnormal terhadap resiko tubuh itu sendiri jaringan, sel, dan protein
serum. Dengan kata lain, sebagai penyakit autoimun, SLE ditandai dengan
penurunan toleransi tubuh terhadap penyakit (Black & Hawks, 2009).

D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penyakit ini sangat beragam dan sering kali pada
keadaan, pada awalnya tidak dikenali sebagai LES. Menurut American
College of Rheumatology (ACR) ada 11 kriteria SLE :
1. Ruam malar
2. Ruam discoid
3. Fotosensitifitasi
4. Ulserasi dimulut atau nasofaring
5. Arthritis
6. Serositis :yaitu pleuritis atau perikarditis
7. Kelainan ginjal
8. Kelainan neurologic
9. Kelainan imunologik
10. Antibody antinuclear positif
Kecurigaan akan penyakit LES bila di jumpai 2 atau lebih keterlibatan
organ seperti:
1. Jender wanita pada rentan usia reproduksi
2. Gejala konstitusional : kelelahan ,demam ( tanpa bukti infeksi ) dan
penurunan berat badan
3. Muskoloskeletal : nyeri otot (mialgia),nyer
4. Kulit: ruam kupu kupu ( butterfly atau malar rsh ) fotosensivitasi
Slei,membra mukosa,fenomena raynaud,purpura,urtikaria,vaskulitis.
5. Paru-paru: pleurisy,hipertensi pulmonal,SLEi parenkhim paru
6. Jantung:Pericaditis,miokarditis,endokarditis
7. Ginjal : Hematuria,protenuria,cetakan,sindrom nefrotik
8. Gastrointestinal: Mual,muntah,nyeri abdomen
9. Hematologi: anemia,leucopenia,dan trombositopenia
10. Neuropsikiatri: psikosis,kejang,sindrom otak organic,mielitis
transfersan,neuropati cranial dan perifer.
F. Komplikasi
Lupus mungkin terlihat sebagai penyakit yang biasa terjadi pada kulit.
Namun jika tidak segera ditangani, lupus bisa menjadi momok bagi
kehidupan Anda. Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang bisa terjadi
jika penyakit lupus tidak ditangani dengan cepat dan tepat:
1. Penyakit ginjal
Jika terjadi pembengkakan pada kaki atau pergelangan kaki setelah
Anda divonis mengidap lupus, maka itu adalah tanda bahwa eksresi
cairan pada tubuh Anda sudah tidak normal. Ada yang salah pada
ginjal Anda. Pada kasus yang lebih parah, gejalanya sampai urin
bercampur darah hingga pasien mengalami gagal ginjal.
2. Penyakit jantung
Komplikasi jantung yang paling umum terjadi pada penderita lupus
adalah terjadinya infeksi pada selaput pembungkus jantung, penebalan
pembuluh darah, dan melemahnya otot-otot jantung.
3. Penyakit paru-paru
1 dari 3 orang penderita lupus akan mengalami infeksi pada selaput
pembungkus paru-paru. Jika ini terjadi maka pasien akan merasakan
sakit saat bernapas hingga batuk berdarah.
4. Gangguan peredaran darah darah
Untuk penyakit yang satu ini pada penderita lupus, biasanya tidak
ditemukan gejala yang dapat dideteksi secara langsung. Gangguannya
antara lain seperti terganggunya distribusi oksigen dalam darah atau
berkurangnya produksi sel darah putih, dan anemia.
5. Gangguan saraf dan mental
Banyak dari penderita lupus yang mengalami susah konsentrasi, cepat
lupa, sakit kepala yang sangat parah, khawatir berlebihan, dan selalu
gelisah. Hal ini dikarenakan penyakit lupus lama-kelamaan akan
melemahkan kerja saraf dan menyebabkan stres pada pasien.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
Leukopeni/limfopeni,anemia,trombositopenia,LED meningkat
2. Imonologi
a. ANA( antibodi anti nuklear)
b. Anti body DNA untai ganda(ds DNA) Meningkat
c. Kadar komplemen C3 dan C4 menurun
d. Tes CRP (C-reactive protein ) positif
3. Fungsi Ginjal
a. Kreatinin serum menurun
b. Penurunan GFR
c. Protein uri (<0.5 gram per 24jam)
d. Di temukan sel darah merah atau sedimen granula
4. Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan atikoagulan lupus
APTT memanjang yang tidak membaik pada pemberian plasma
normal.
5. Serologi VDRL (sifilis)
Memberi hasil positif palsu
6. Tes Vital Lupus
Adanya pita Fg6 yang khas atau deposit Ig M pada persambungan
dermo-epidermis pada kulit yang terlibat dan yang tidak
( Marton,2012)
7. Hematologi
Penderita SLE akan menunjukkan hasil pemeriksaan hematologi
sebagai berikut:
a. Anemia
b. Limpopenia
c. Trombositopenia
d. Elevasi ESR
8. Urinalisa
Akan menunjukkan hasil berupa Proteinuria.
C. Penatalaksanaan
Menurut Sibuea (2009) Penatalaksanaan SLE harus mencakup
obat,diet,aktifitas yang melibatkan bnyak ahli.Alat pemantau pengobatan
pasien SLE adalah evalusi klinis dan laboratoris yang sering untuk
menyesuaikan obat dan mengenli serta menangani aktivitas penyakit.
Penyakit lupus adalah penyakit seumur hisup karenanya pemantauan harus
dilakukan selamanya.
Tujuan pengobatan SLE adalah mengontrol manisfestasi penyakit,
sehingga pasien dapat memiliki kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi
berat, sekaligus mencegah kerusakan organ serius yang dapat
menyebabkan kematian.
Adapun obat-obatan yang di butuhkan antara lain:
1. Antiinflamasi non – steroid: untuk pengobatan simptomatik artralgia
nyeri sendi
2. Antimalaria: diberikan untuk lupus diskoid.Pemakaian jangka panjang
memerlukan evaluasi rutin setiap 6 bulan
3. Kortikosteroid: dosis rendah untuk mengatasi gejala klinis seperti
demam ,efusi pleura .Diberikan selama 4 minggu minimal sebelum
dilalukan penyapihan .Dosis tinggi mengatasi krisis lupus gejala
nefritis ,SPP,dan anemia hemolitik.
4. Obat imunosupresan /sistostatika; imunosupresan di berikan pada
SLE dengan keterlibatan SPP,nefritis difus dan membranosa,anemia
hemolitik akut dan kasus yang resisten terhadap pemberian
kortikosteroid
5. Obat antihipertensi ; atasi hipertensi pada nefritis lupus dengan agresif
6. Diet : restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan .Sebagaian
besar pasien memerlukan kortikosteroid ,dan saat itu diet yang di
perbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium ,rendah lemak
dan rendah garam pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen
makanan dan obat tradisional
7. Aktivitas: pasien lupus sebaiknya tetap beraktifitas normal ,olah raga
diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan
normal.Terapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stres sering di
hubungkan dengan kekambuhan .Pasien disarankan untuk
menghindari sinar matahari bila terpaksa harus terpapar matahari
harus menggunakan krim pelindung matahari setiap 2 jam
8. Kalsium : semua pasien SLE yang mengalami artritis serta
mendapatkan prednison berisiko untuk mengalami
osteopenia,karenanya memerlukan suplementasi kalsium
9. Penatalaksanaan infeksi : Pengobatan segera bila ada infeksi terutama
infeksi bakteri .Setiap kelainan urin harus diperkirakan kemungkinan
pielonefritis .
D. Pengkajian
1. Identitas
Penyakit SLE (sistemik lupus eritematosu) kebanyakan menyerang
wanita, bila dibandingkan dengan pria perbandingannya adalah 8 :
1. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang berkulit hitam dari
pada orang yang berkulit putih.
2. Keluhan utama
Pada SLE (sistemik lupus eritematosus) kelainan kulit meliputi
eritema malar (pipi) ras seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai
seluruh tubuh, sebelumnya pasien mengeluh demam dan kelelahan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada penderita SLE, di duga adanya riwayat penyakit anemia unik.
Kelainan pada proses pembekuan darah (kemungkinan sindroma,
antibody).
4. Riwayat penyakit keluarga
Faktor genetik keluarga yang mempunyai kepekaan genetik sehingga
cenderung memproduksi auto antibody tertentu sehingga keluarga
mempunyai resiko tinggi terjadinya lupus eritematosus.
5. Pola – pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi
Penderita SLE banyak yang kehilangan berat badannya
hemolitik, trombositopeni, abortus spontan yang sampai
beberapa kg, penyakit ini disertai adanya rasa mual dan muntah
sehingga mengakibatkan penderita nafsu makannya menurun.
b. Pola aktivitas
Penderita SLE sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa.
c. Pola eliminasi
Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif
mesangial, namun, secara klinis penderita ini juga mengalami
diare.
d. Pola sensori dan kognitif
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu
bila pada jari – jari tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi
semi vaskulitik.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang
menimbulkan bekas seperti luka dan warna yang buruk pada
kulit penderita SLE akan membuat penderita merasa malu
dengan adanya lesi kulit yang ada.
E. Diagnosis
a. Ketidakefektifan pola nafas b/d ekspansi paru menurun,
hiperventiilasi, ansietas
b. Kerusakan intergritas kulit b/d Imunodefisiensi
c. Gangguan citra tubuh b/d penyakit
d. Nyeri akut b/d agen cidera biologis
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
f. Retensi urin b/d inhibisi arkus refleks
g. Resiko infeksi b/d peningkatan aktivitas penyakit,rasa nyeri ,depresi
h. Ansietasb.d penularan interpersonal
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Airway Management
hiperventilasi
3x24 jam di harapkan ketidakefektifan pola nafas 1. Identifikasi pasien
b.d hiperventilasi teratasi dengan kriteria hasil: perlunya pemasangan
Respiratory status: ventilation alat jalan nafas buatan
2. Posisikan pasien untuk
Respiratory status: Airway patency
memaksimalkan
Vital Sign
ventilasi
Kriteria Hasil:
3. lakukan fisioterapi
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan
dada jika perlu
suara nafas yang bersih ,tidak ada sianosis 4. Keluarkan sekret
dan dypneu (mampu mengeluarkan sputum dengan batuk atau
,mampu bernafas dengan mudah ,tidak ada suction
5. Berikan bronkodilator
pursed lips)
2. .Menunjukan jalan nafas yang paten bila perlu
( Klien tidak merasatercekik ,irama nafas
,frekuensi pernafasan dalam rentan
normal ,tidak ada suara nafas abnormal.
3. Tanda –tanda vital dalam rentang normal
( tekanan darah, nadi, pernafasan)
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
2. Kerusakan intergritas kulit b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
Imunodefiensiensi 3x24 jam di harapkan kerusakan intergritas kulit NIC Perawatan Luka
teratasi dengan kriteria hasil: 1. Monitor Karakteristik
luka,termasuk
1. Intergritas kulit yang baik bisa drainase,warna,ukuran
dipertahankan dan bau
( sensasi,elastisitas,temperatur.hidrasi,pigm 2. Oleskan salep yang
entasi) sesuai dengan kulit/lesi
2. .Tidak ada luka/lesi pada kulit 3. Bandingkan dan catat
3. Perfusi jaringan baik setiap perubahan luka
4. Menunjukkan pemahaman dalam proses 4. Anjurkan pasien dan
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya anggota keluarga pada
cidera berulang prosedur perawatan
5. .Mampu melindungi kulit dan luka
mempertahankan kelembaban kulit dan 5. Berikan terapi
perawatan alami antibiotik yang sesuai
3. Gangguan citra tubuh b.d penyakit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC
3x24 jam di harapkan gangguan citra tubuh b.d 1. Identifikasi strategi
penyakit teratasi dengan kriteria hasil: penggunaan koping oleh
orang tua dalam berespon
1. Klien dapat menyatakan keouasan dengan teradap perubahan
penampilan tubuh penampilan anak
2. Klien dapat menyatakan kesesuaian antara 2. Tentukan bagaimana anak
realitas tubuh dan ideal tubuh dengan berespon terhadap tindakan
penampilan tubuh yang dilakukan orang tua
3. Klien dapat menyatakan kepuasan dengan dengan cara yang tepat
fungsi tubuh 3. Ajarkan utuk melohat
4. Klien dapat menyelesaikan terhadap pentingnya respon mereka
perubahan tubuh akibat cidera terhadap perubahan tubuh
anak dan penyesuaian di
masa depan dengan cara yang
tepat
4. Gunakan gambaran mengenai
gambarsn diri sebagai
mekanisme evaluasi dari
persepsi citra diri anak
5. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi tindakan
yang akan meningkatkan
penampilan

Anda mungkin juga menyukai