Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN DIAGNOSA MEDIS

DIABETES MELITUS PADA Tn. J DI WISMA GROJOGAN SEWU


BALAI PELAYANAN SOSIAL TRESNA WREDHA ABIYOSO
PAKEM SLEMAN YOGYAKARTA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik Gerontik
Dosen Mata Ajar : Eva Nurlina A.S.Kep.,Ns.M.Kep.Sp.Kom

Disusun Oleh :
Endah Novitaningrum
(2620152732)
III C

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan Diabetes Melitus ini
disusun guna melengkapi tugas mahasiswa Akademi Keperawatan Notokusumo
dalam praktek keperawatan Gerontik di Wisma Grojogan Sewu Balai Pelayanan
Sosial Tresna Wredha Abiyoso Pakem Sleman Yogyakarta. Yang disahkan dan
disetujui pada :
Hari :
Tanggal :
Jam :

Mengetahui

Praktikan

(Endah Novitaningrum)

CI Lahan CI Akademik

(......................................) (Eva Nurlina A.M.Kep.Sp.Kom)

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus adalah sindrom kelainan metabolisme karbohidrat
yang ditandai dengan hiperglikemi kronik akibat defek pada sekresi insulin dan
inadekuatnya fungsi insulin. Diabetes melitus tipe 2 adalah kelompok DM akibat
kurangnya sensitifitas jaringan sasaran (otot, jaringan adiposa, dan hepar)
berespon terhadap insulin. Penurunan sensitifitas respon jaringan otot, jaringan
adiposa dan hepar terhadap isulin ini, selanjutnya dikenal dengan resistensi
insulin dengan atau tanpa hiperinsulinemia. Faktor yang diduga menyebabkan
terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi
antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan makanan.
Diabetes melitus merupakan salah satu penyekit degeneratif yang
jumlahnya akan meningkat dimasa mendatang. Diabetes melitus sudah
merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manisia pada abad
21. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes
diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun
kemudian, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. WHO pada
September 2012 menjelaskan bahwa penderita DM didunia mencapai 347 orang
dan lebih dari 80% kematian akibat DM terjadi pada Negara miskin dan
berkembang.
Penelitian yang dilakukan WHO dibeberapa negara berkembang
menunjukan peningkatan jumlah tertinggi pasien diabetes justru terjadi dinegara
Asia tenggara termasuk Indonesia. Meningkatnya Diabetes melitus di beberapa
negara berkembang, akibat peningkatan kemalmuran dinegara bersangkutan.
Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama dikota
kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif seperti
penyakit diabetes, jantung koroner, hipertensi, hiperlipidemia dan lain lain.

3
Meningkatnya kasus diabetes pada masyarakat perkotaan sangat erat
hubunganya dengan perkembangan ekonomi yang memicu terjadinya transisi
nutrisi pada masyarakat. Pergeseran pola nutrisi ini meliputi meningkatnya
konsumsi lemak hewani dan makanan padat energi, kurang serat, dan seringnya
konsumsi makanan cepat saji. Pada saat yang sama pola makan tradisional
mastarakat dimana konsumsi nasi atau gandum dalam porsi besar yang memiliki
indeks glikemik yang tinggi. Selain itu menunrunya aktifitas fisik, serta
tingginya kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol juga berpengaruh terhadap
resiko meningkatnya diabetes.
Menurut interbational diabetes federation diperkirakan tahun 2020
nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk Indonesia berusia diatas 20 tahun
dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6 % akan didapatkan 8,2 juta pasien
menderita Diabetes Melitus. Maka dari itu sangat dibutuhkan tindakan berupa
Asuhan Keperawatan pada Diabetes Melitus tipe 2 khususnya, agar angka
prevalensi diabetes dapat menurun dari tahun ke tahunya. Hal yang paling
dibutuhkan agar tidak terkena diabaetes adalah dengan pengaturan pola makan
dan mejaga gaya hidup sehat karena banyaknya orang yang menderita diabetes
disebabkan pola makan dan gaya hidup yang kurang sehat.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya (Sudoyo, 2010)
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai kalainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, syaraf, pembuluh darah (Mansjoer, 2005)
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin ,
dan kerja insulin (Hartini,2009)
Jadi dapat disimpulkan Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai
dengan tingginya kadar glukosa darah dan merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya serta menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf, pembuluh darah.

B. Etiologi
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik,
imunologi, dan mungkin pula lingkungan (misalnya infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada Diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Selain itu terdapat beberapa faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan
proses terjadinya diabetes tipe 2 yaitu usia ( resistensi insulin cenderung

5
meningkat pada usis diatas 65 tahun) obesitas, riwayat keluarga, kelompok
etnik (Smeltzer dan Bare 2009).

C. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Associaton (ADA) diabetes diklasifikasikan
menjadi 4 klasifikasi :
1. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 atau dikenal sebagai tipe juveline onset dan tipe dependen
insulin namun tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidem diabetes
tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunya dan dapat dibagi dalam dua
subtype yaitu autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel
beta, dan idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui
sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika,
Amerika dan Asia.
2. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 atau dikenal sebagai tie dewasa atau tipe onset maturitas dan
tipe non dependen insulin. Insiden tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap
tahunya. Obesitas sering diakitkan dengan penyakit ini.
3. Diabetes gastasional (kehamilan)
Diabetes gastasional didapat pertama kali selama kehamilan dan
mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM
adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat
gastasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormone
yang mempunyai efek metebolic terhadap toleransi glikosa, maka kehamilan
adalah suatu keadaan diabetogenik.
4. Diabetes tipe khusus lain
a) Kelainan genetik dalam sel beta, diabetes subtipe ini memiliki prevalensi
familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien
sering kali obesitas dan resisten terhadap insulin.
b) Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrome resistensi
insulin berat.

6
c) Penyakit pada endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali
d) Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel beta.

D. Patofisiologi
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan
mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya
sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh
berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan
tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono, 2008).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20%
sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses
tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa
kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan
sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat
menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180
mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula
yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang
disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang
dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra
selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan
haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga

7
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak
yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni
tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan
pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau
buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi
koma yang disebut koma diabetik (Price, 2009).

8
E. Pathway

9
F. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defesiensi
insulin. Pasien yang mengalami defesiensi insulin tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa plasma sesudah
makan karbohidrat. Adapun gejal klinisnya yaitu :
1. Poliuri
Gejala awal diabetes berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula
darah yang tinggi. Pada dasarnya filtrasi di glomelurus ginjal dutunjukan
untuk semua zat tidak penting. Glukosa merupakan zat penting yang tidak
ikut difiltrasi ke dalam urine. Dalam keadaan hiperglikemia dimana kadar
gula darah mencapai > 200 mg/dl, ginjal tidak mampu lagi menahan glukosa
karena ambang batas filtrasi ginjal terhadap glukosa adalah180 mg/dl,
sehingga glukosa adan terfiltrasi masuk ke dalam nefron dan keluar bersama
urin.
2. Polidipsi
Polidipsi atau rasa haus timbul akibat peningkatan penggeluaran urine.
3. Polifagi
Karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami
keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang
semakin membesar (polifagi) timbul akibat kehilangan kalori. Pasien
mengeluh lelah dan mengantuk.

G. Komplikasi
1. Komplikasi Akut
a) Hipoglikemia
b) Ketosidosis Diabetik
2. Komplikasi Jangka Panjang
a) Komplikasi Makrovaskuler
b) Komplikasi Mikrovaskuler
c) Neuropati

10
d) Masalah kaki dan tungkai pada diabetes

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah meningat 200-100 mg/dl atau lebih
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3. Asam emak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolasis serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/L
5. Elektrolit : Na mungkin normal, meningkat atau meneurun, K : noemal atau
peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya skan menurun F : lebih
sering menurun
6. Amilase darah : mungkin meningkat dan menindikasikan adanya pankrestitis
akut
7. Insulin darah : mungkin menurun/bahkan sampaitidak ada (ada tipe 1) atau
normal sampai tinggi (tipe 2) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaanya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembetukan antibodi.
8. Pemeriksaan funsi tiroid : peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah kebutuhan akan insulin
9. Urine : gula dan aseton positif berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat
10. Kultur dan sensitifitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi luka.

I. Penatalaksanaan
Menurut Smelter dan Bare (2009) ada lima komponen dalam penatalaksanaan
DM yang bertujuan untuk mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadinya
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien yaitu :
1. Pendidikan Kesehatan DM (Edukasi)
Pasien selain harus memiliki kemampuan untuk merawat diri sendiri setiap
hari guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah
mendadak, juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk
menghindari komplikasi diabetes jangka panjang

11
2. Pengaturan aktivitas
Aktivitas dapat mengurangi kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaisn insulin serta
mengurangi faktor resiko kardiovaskuler dengan mengubah kadar lemak
darah ( Smeltzer dan Bare, 2009).
3. Pengaturan Nutrisi ( Diet DM)
Memberikan semua unsur makanan esensial, mencapai dan emmpertahankan
BB yang sesuai, memenuhi kebituhan energi, mencegah fluktuasi kadar
glukosa darah setiap hari, menurunkan kadar lemak darah jika meningkat
(Smeltzer dan Bare, 2009).
4. Obat Oral antihipertensi (OHO)
5. Insulin
Pada DM tipe 1 tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin
sehingga insulin eksogenus harus diberikan. Sedangkan pada DM tipe 2,
insulin mungkin diperlukan untuk terapi jangka panjang untuk
mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak
mampu mengontrolnya.

J. Pengkajian Fokus
1. Identitas Pasien
2. Riwayat penyakit
a) Keluhan utama
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
3. Pola kesehatan fungsional
a) Pola persepsi dan menejemen kesehatan
b) Pola pemenuhan nutrisi dan metabolisme
c) Pola eliminasi
d) Pola aktivitas
e) Pola tidur dan istirahat

12
f) Pola perseptual dan kognitif
g) Pola persepsi dan konsep diri
h) Pola peran dan hubungan
i) Pola reproduksi dan seksualitas
j) Pola koping dan setres
k) Pola nilai dan kepercayaan
4. Pemeriksiaan fisik
a) Keadaan umum
b) Tanda-tanda vital
c) Pemeriksaan Heat toe toe

K. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan Pemantauan
glukosa darah tidak adekuat
2. Resiko Jatuh dengan factor resiko penurunan kekuatan ekstremitas bawah
3. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

13
L. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Risiko Setelah dilakukan 1. Kaji faktor yang dapat 1. Megetahui
ketidakstabilan tindakan keperawatan meningkatkan resiko perkembangan hasil
kadar glukosa darah selama 3 x 8 jam ketidakstabilan gula pemeriksaan gula darah
berhubungan diharapkan gula darah darah 2. Mengetahui
dengan Pemantauan stabil/normal dengan 2. Anjurkan pasien untuk perkembangan hasil
glukosa darah tidak kriteria hasil : selalu mengecek gula pemeriksaan gula darah
adekuat a. Nilai glukosa darah darahnya secara rutin 3. Mematuhi aturan diit
dalam rentang 3. Edukasi kepada pasien untuk meminimalkan
normal tentang pemberian diit terjadinya hiperglikemi
b. Tidak terjadi yang sesuai 4. Menentukan tindakan
hiperglikemi 4. Monitor tanda dan yang tepat
c. Pasien mematuhi gejala hiperglikemi 5. Mengetahui
rekomendasi diit 5. Kolaborasi pemberian perkembangan hasil dari
obat dengan dokter pemeriksaan gula darah

14
yang mengindikasikan
adanya hiperglikemi
2. Resiko Jatuh dengan Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor 1. Mempertahankan safety
factor resiko tindakan keperawatan yang mempengaruhi pasien
penurunan kekuatan selama 3X24 jam resiko jatuh 2. Memberikan keamanan
ekstremitas bawah diharapkan resiko 2. Pasang side rail pada dan mengantisipasi
jatuh dapat teratasi tempat tidur pasien mobilitas yang tak
dengan kriteria hasil: 3. Anjurkan teman terkontrol
a. Pasien terbebas dari untuk selalu 3. Kebutuhan pasien dapat
resiko jatuh menemani pasien terpenuhi sesuai
b. Gerakan 4. Kolaborasi dengan kebutuhan pasien
terkoordinasi petugas kesehatan 4. Lingkungan yang aman
kemampuan otot untuk memberi dan tenang akan
untuk bekerja sama lingkungan yang membuat kondisi
secara volunter aman semakin membaik
untuk melakukan
gerakan yang
volunter

15
c. Kejadian jatuh :
tidak ada kejadian
jatuh

3. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Mengidentifikasi tingkat


berhubungan dengan tindakan keperawatan pemahaman pasien pemahaman pasien
kurangnya informasi selama 3X24 jam 2. Beri informasi yang 2. Memberi informasi
diharapkan pasien jelas tentang penyakit yang diperlukan
dapat memahami pasien 3. Untuk mengetahui
penyakit yang 3. Kolaborasi dengan pengetahuan lebih jelas
dideritanya dengan tim kesehatan lain
kriteria hasil:
a. Pasien bertambah
pengetahuan
tentang
penyakitnya

16
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek Gloria M, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi


Bahasa Indonesia, Edisi Keenam. Indonesia: Mocomedia.

Herdman, T Heather. 2012. NANDA Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Moorhead Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Bahasa
Indonesia, Edisi Kelima. Indonesia: Mocomedia.

Mansjoer, A. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 edisi 3. Jakarta : Media


Aesculapius

Sudoyo, A.W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam (Edisi 4). Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Smeltzer, S.C dan B.G bare. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth 8 Volume 3. Penerjemah Agung Waluyo dkk. Jakarta : EDG

17

Anda mungkin juga menyukai