Anda di halaman 1dari 14

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia makan pada dasarnya untuk memenuhi 3 fungsi makanan
itu sendiri, yaitu untuk tenaga, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh.
Kurang konsumsi makanan maka akan diambil dari cadangan tubuh dan
jika makan berlebih akan disimpan dalam bentuk cadangan tubuh.
Makanan berperan penting untuk pertumbuhan. Sehingga pada hakekatnya
menilai status gizi adalah mengevaluasi keseimbangan pemenuhan
kebutuhan berupa penampakan/performa tubuh.
Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan atas metode
langsung dan metode tidak langsung. Penilaian secara langsung terdiri dari
metode biokimia, penilaian klinis, penilaian biofisik, dan penilaian
antropometri. Penilaian status gizi secara biokimia disebut juga dengan
metode pemeriksaan laboratorium, adalah mengukur kadar zat gizi di
dalam tubuh dan atau ekskresi tubuh kemudian dibandingan dengan suatu
nilai normatif yang sudah ditetapkan. Penggunaan metode penilaian status
gizi secara biokimia digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 VITAMIN A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan.
Secara luas, viamin A merupakan nama generic yang menyatakan semua
retinoid dan precursor/provitamin A karotenoid yang mempunyai aktivitas
bilogik sebagai retinol. (Almatsier, 2010)
Deplasi vitamin A dalam tubuh merupakan proses yang
berlangsung lama, dimulai dengan habisnya persediaan vitamin A dalam
hati, kemudian menurunya kadar vitamin A plasma, dan baru kemudian
timbul disfungsi retina, disusul dengan perubahan jaringan epitel. Kadar
vitamin A dalam plasma tidak merupakan kekurangan vitamin A yang
dini, sebab deplesi terjadi jauh sebelumnya. Apabila sudah terdapat
kelainan mata, maka kadar vitamin A serum sudah sangat rendah (kurang
dari 5 µg/100 ml), begitu juga kabar RBP-nya (<20 µg/100 ml )
konsentrasi vitamin A dalam hati merupakan indikasi yang baik untuk
menentukan status vitamin A. Akan tetapi, biopsi hati merupakan tindakan
yang mengandung resiko bahaya. Di samping itu, penentuan kadar vitamin
A jaringan tidak mudah dilakukan. Pada umumnya konsentrasi vitamin A
penderita KEP rendah yaitu <15 µg/gram jaringan hepar (Solihin Pujiadji,
1989).
Batasan dan interpretasi pemeriksaan kadar vitamin A dalam darah
Umur (th) Kurang Margin Cukup
Plasma vitamin Semua umur <10 10-19>20
A (mg)

2.2 Metode penentuan serum retinol


a. Cara HPLC (High Performance Liquid Choromatography)
1) Prinsip: Retinol dan standar retinil asetat yang ditambahkan
dengan pelarut organik setelah protein serum didenaturasi.
Dengan sistem fase berputar (revers phase) kedua protein tersebut
dipisahkan dan diukur serapannya pada panjang gelombang 328
nm dengan HPLC. Konsentrasi retinol dalam serum dapat
dihitung dari perbandingan puncak grafik retinol-asetat
2) Prosedur :

a) Seratus mikroliter palsma dimasukan ke dalam tabung mikro


ditambah 100 mikroliter etanol yang berisi standar retinil
acetat (konsentrasi setara dengan 20 µg retinil/dl) dan 200
mikroliter heksan.
b) Kemudian dikocok dengan vortex selama 1 menit.
c) Setelah disentifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5
menit lapisan heksan yang berisi ekstrak vitamin A dipipet
sebanyak 150 µl.
d) Ekstrak ini kemudian diuapkan dengan pertolongan gas
nitrogen sampai kering.
e) Ekstrak yang sudah kering kemudian ditambah 100
mikroliter isoprepanol, kemudian dikocok dan sebanyak 50
mikroliter disuntikan ke HPLC, dengan spesifikasi sebagai
berikut.
Kolom : bondapak C18

Buffer (solvent) : metanol/air, (95/5, perbandingan


volume)

Kecepatan aliran : 2,5 ml/menit

Tekanan : disesuaikan kecepatan aliran


tersebut

Panjang gelombang detektor : 328 nm

Sensitivitas detektor : 0,01 AUFS

Suhu : kamar
Kecepatan rekoder : 1 cm/menit

Munculnya grafik : retinol 2,2 menit

Retynil acetat 3,0 menit

Perhitungan : konsentrasi retinol dalam serum

𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝑔𝑟𝑎𝑓𝑖𝑘 𝑟𝑒𝑡𝑖𝑛𝑖𝑙


× 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑡𝑖𝑛𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 (µg/dl)
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝑔𝑎𝑓𝑖𝑘 𝑟𝑒𝑡𝑖𝑛𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡

Catatan :

1) Semua tabung reaksi yang digunakan harus benar-benar bersih.


Untuk mencapai ini semua tabung-tabung harus direndam
dalam nitrat atau pun kromat selama 3 hari.
2) Berdasarkan pengalaman, setiap 4-5 kali penyuntikan pada
HPLC kolom perlu dicuci dengan dialiri buffer tanpa sampel
selama sekitar 30 menit.
3) Bila ada dugaan kadar vitamin A dalam serum agak tinggi
(misalnya serum orang dewasa normal, anak yang baru saja
diberi vitamin A dosis tinggi) serum yang digunakan 50 µl saja.
Pengalaman di puslitbang gizi bogor selama ini semua kolom
yang sudah digunakan untuk penentuan sekitar 250 sampel sudah tidak
bisa digunakan lagi. Hal ini mungkin terkait dengan kualitas pereaksi
yang ada di Indonesia.
b. Penentuan kadar vitamin A cara kolorimeter dengan
pereaksi trifluoroasetat/TFA (neeld & pearson)
1) Prinsip : Setelah protein didenaturasi dengan alkohol, vitamin
A diextraksi dengan pelarut organik. Extrak dipisahkan dan
vitamin A ditentukan dengan direaksikan dengan TFA dan
warna biru yang terbentuk diukur serapanya pada panjang 620
nm. Karena karotin juga memberikan reaksi dengan TFA,
meskipun juga lebih lemah, perlu ada faktor koreksi karena
ada pengaruh dari karotin ini.
2) Cara kerja (semi mikro)
a. Lima ratus mikroliter serum dalam tabung reaksi ditambah
dengan 500 mikroliter etanol (atau dapat pula 1N KOH
dalam 90% etanol).
b. Dikocok dengan tangan sampai rata. Ditambahkan 1000
mikroliter ( = 1 ml) petroleum eter (40-60 ºC) lalu dikocok
dengan voltrex selama 1 menit.
c. Sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 5-10 menit
akan memisahkan extarak vitamin A di bagian atas serta
campuran serum alkohol di bagian bawah.
d. Extrak dipipet sebanyak 750 mikroliter lalu diukur
serapannya pada panjang gelombang 450 nm untuk
penentuan karotin.
e. Extrak tersebut kemudian diuapkan samapai kering
dengan gas nitrogen. Ditambah dengan 1500 mikrolier
pereaksi TFA (campuran 1 bagian TFA dan 2 bagian
kloroform yang disiapkan segar).
f. Warna biru yang terbentuk harus sudah diukur serapannya
dalam waktu 30 detik pada panjang gelombang 620 nm.
Standar vitamin A yang dilarutkan dalam kloroform da berisi 2
mg/ml, 4 mg/ml, dan 8 mg/ml disiapkan. Dipipet 25 ml dari masing-
masing konsentrasi tersebut dan diukur serapanya setelah ditambah 1500
mikroliter pereaksi. Standar tersebut setara dengan konsentrasi vitamin A
dalam serum 10 µg/dl, 20 µg/dl, 30 µg/dl dan 40 µg/dl.
Faktor koreksi karena pengaruh reaksi antara pereaksi dengan karotin
dibuat sebagai berikut :
a. Disiapkan standar karotin yang berisi 10 µg/dl, 20 µg/dl, 40 µg/dl
dan 80 µg/dl.
b. Dipipet masing-masing sebanyak 750 mikroliter lalu diuapkan
sampai kering dengan nitrogen.
c. Kemudian direaksikan dengan 155 mikroliter pereaksi dan
serapannya diukur pada panjang gelombang 620 nm.
Dengan demikian dapat dihitung faktor koreksi karena pengaruh
karotin. Pengalaman di puslitbang gizi bogor faktor koreksi pengaruh
karotin ini sekitar 15% pembacaan karotin pada panjang gelombang 450
nm. Jika seandainya serapan karotin pada 459 nm adalah 0,100 maka
pembacaan vitamin A pada 620 nm perlu dikurangi 15 % dari 0,100 baru
kemudian dikurangi blangko.
Dengan demikian dalam buku catatan penentuan vitamin A ada 10
kolom seperti terlihat pada tabel 6-2. Dari standar vitamin A dapat
dihitung faktor perhitungan vitamin A dan dari standar karotin dapat
dihitung faktor perhitungan karotin dengan prinsip :

𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
× 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

Catatan:

1) Kecepatan pada pengukuran kecepatan pada panjang


gelomabang 620 nm tergantung pada pengalaman petugas
laboratorium. Kalau sudah berpengalaman waktu yang
diperlukan semenjak penambahan pereaksi samapai pengukuran
serapan sejumlah 22-23 detik.
2) Waktu melarutkan standar karotin mula-mula ditambah beberapa
ml kloroform, baru kemudian ditambah PE sesuai tujuan. Bila
langsung ditambah PE, sebagian karotin tidak larut.
3) Pada penentuan vitamin A dengan cara kolorometri ini adalah
total vitamin A (retinol dan retinil ester), sedangkan dengan
HPLC hanya ditambah PE sebagai karotin tidak larut.
4) Pada penentu vitamin A (retinol dan retinil ester), sedangkan
dengan HPLC hanya retinol saja (suharjo, 1990. Penilaian
Keadaan Gizi Masyarakat, hlm. 172-175).
Kurang vitamin A (KVA) adalah salah satu masalah gizi yang
mengganggu kondisi kesehatan akibat kurangnya konsumsi makanan,
terutama makanan sumber vitamin A. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan yang bermakna terhadap morbiditas dan mortalitas pada anak-
anak serta ibu hamil. Penentuan status vitamin A penting untuk melihat
kadar vitamin A di dalam tubuh seseorang. Beberapa cara penentuan status
vitamin A secara biokimia dengan sampel darah disajikan berikut ini :
1. Analisis Darah
Analisis vitamin A dapat dilakukan pada sampel makanan, darah
dan juga Air Susu Ibu. Ada banyak cara analisis vitamin A yang
menggunakan sampel darah. Berikut disampaikan analisis vitamin A
dengan sampel darah. (Permaesih, 2008)
a. Serum retinol
Kadar serum retinol menggambarkan status vitamin A
hanya ketika cadangan vitamin A dalam hati kekurangan dalam
tingkat berat (1,05 µmol/g hati). Bila konsentrasi cadangan vitamin
A dalam hati berada dalam batas ini, tidak menggambarkan total
cadangan tubuh, menggambarkan konsenstrasi status vitamin A
perseorangan terutama ketika cadangan vitamin A tubuh terbatas,
karena konsentrasi serum retinol terkontrol secara homeostasis dan
tidak akan turun hingga cadangan tubuh benar-benar menurun.
Konsentrasi serum retinol juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi pengeluaran holo-RBP. (Permaesih, 2008)
Faktor yang berpengaruh pada kadar serum retinol antara
lain umur, jenis kelamin dan ras. Diperlukan kriteria khusus umur
untuk menginterpretasikan kadar serum retinol. Faktor lain adalah
asupan lemak yang rendah dalam makanan, misalnya asupan < 5-
10 g/hari, akan mengganggu absorpsi dari provitamin A karoten
dan pada jangka panjang menurunkan konsentrasi plasma retinol.
Selain dari asupan lemak faktor gizi lainnya adalah defisiensi zat
gizi lain. Kurang energi protein menurunkan apoRBP, kurang zinc
menurunkan kadar retinol karena perannya dalam sintesa hepatik
atau sekresi RBP. Penyakit mungkin berpengaruh pada kadar
serum retinol, penyakit ginjal kronis meningkatkan konsentrasi
retinol, sedangkan penyakit hati menurunkan kadar serum retinol.
Penyakit infeksi termasuk HIV, campak, infeksi parasit
berhubungan dengan rendahnya kadar serum retinol. Namun,
serum retinol merupakan indikator yang sering digunakan untuk
penentuan tingkat KVA pada populasi karena banyak laboratorium
yang mampu menganalisisnya dan ini merupakan indikator
biokimia status vitamin A terbaik. (Permaesih, 2008)
Serum retinol biasanya ditentukan dengan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau dengan
spektrofotometri. Walaupun spektrofotometri lebih sederhana dan
lebih murah, akurasinya kurang. Karena itu HPLC lebih sering
digunakan. Dari beberapa metode yang tersedia untuk analisis total
serum vitamin A atau retinol, hanya HPLC yang dapat
membedakan retinol dari retinyl ester, sedangkan metode lain
mengukur total serum vitamin A. (Permaesih, 2008)
b. Metode stable isotope dan cadangan total vitamin A
Prosedur isotop dilution hanyalah metode yang mengukur
secara kuantitatif cadangan vitamin A di dalam hati. Yang
dilakukan adalah memberi secara oral tetradeuterated vitamin A.
Pemberian isotop memungkinkan untuk seimbang dengan
cadangan vitamin A di dalam tubuh, kemudian dilakukan
pengambilan darah dan rasio dari komponen deurated dan
nondeuterated diukur dengan spektrofotometri. (Permaesih, 2008)
Konsentrasi vitamin A dalam hati dipertimbangkan sebagai
indikator yang terbaik untuk indikator status vitamin A tubuh,
bagaimanapun melakukan biopsi langsung pada hati untuk
penentuan status vitamin A adalah metode yang tidak mungkin
dilakukan pada orang yang sehat. Metode penentuan secara tidak
langsung yang seringkali dilakukan adalah konsentrasi serum
retinol dan relative dose response. Namun, bagaimanapun tehnik
ini tidak mampu menyediakan estimasi kuantitatif cadangan
vitamin A. Teknik larutan isotop untuk pendugaan estimasi
kuantitatif cadangan vitamin A telah divalidasi pada hewan
percobaan dengan menggunakan radiolabeled vitamin A yang
disuntikan secara intravenous atau diminumkan. The deuterated-
retinol-dilution (DRD) tehnik yang telah diperkenalkan adalah
suatu metode secara tidak langsung untuk menduga secara
kuantitatif cadangan vitamin A dalam hati manusia. Secara singkat
Tehnik DRD melakukan pemberian dengan cara diminumkan
stable isotopelabeled vitamin A seperti [2H4]retinyl acetate) pada
seseorang, dan setelah masa equilibrasi dilakukan pengambilan
sampel darah untuk menentukan rasio isotop terhadap [2H4]retinol
dalam plasma. (Permaesih, 2008)
Cadangan vitamin A dalam hati dihitung berdasarkan
prinsip dari larutan isotop dan asumsi yang pada awal dijelaskan
oleh Bausch and Rietz dan kemudian dilanjutkan oleh Furr et al..
Lamanya DRD test menurut Furr et al memerlukan masa
equilibrasi pemberian secara oral larutan vitamin A dengan
cadangan vitamin A tubuh prosesnya memerlukan waktu 20
hari.5,7 Waktu yang lebih pendek, tiga hari juga dianjurkan pada
pemeriksaan DRD ini. Tiga hari test DRD tidak memerlukan
equilibrasi vitamin A isotope dengan cadangan vitamin A. Hasil
penelitian pada orang dewasa, rasio dari deuterated terhadap
nondeuterated retinol serum pada hari ke tiga setelah pemberian
retinyl acetate deuterated berhubungan secara bermakna dengan
nilai perhitungan cadangan total vitamin A tubuh pada hari ke dua
puluh. (Permaesih, 2008)
c. Relative dose response (RDR)
Konsentrasi vitamin A dalam hati merupakan indikator
terbaik untuk status vitamin A tubuh. Namun, untuk menentukan
vitamin A dengan biopsi langsung pada orang sehat adalah hal
yang tidak mungkin dilakukan. Metode RDR dapat digunakan
untuk menduga cadangan vitamin A dalam hati karena itu dapat
mengidentifikasi seseorang dengan defisiensi vitamin A marginal.
Tes ini didasarkan pada observasi bahwa selama terjadi
kekurangan vitamin A, cadangan dalam hati menurun, RBP
berakumulasi dalam hati sebagai apo-RBP. Setelah pemberian
vitamin A test dose, sebagian vitamin A mengikat kelebihan
apoRBP dalam hati. Kemudian keluar sebagai holo-RBP (RBP
berikatan dengan retinol) ke dalam aliran darah.
Konsekuensinya pada orang yang mengalami KVA menjadi
lebih cepat terjadi peningkatan serum retinol setelah pemberian
vitamin A test dose dibandingkan dengan orang yang mempunyai
cadangan vitamin A normal di mana peningkatannya hanya sedikit
atau malah tidak ada. Relative Dose Response (RDR) test,
dikembangkan oleh Underwood et al., telah dibuktikan sebagai
indikator yang baik untuk menentukan status vitamin A. Setelah
diberi vitamin A yang dilarutkan dalam minyak, konsentrasi dari
retinol plasma (R) meningkat setelah lima jam pada tingkat yang
paling tinggi pada anak yang mempunyai status vitamin A kurang
atau marginal dibandingkan dengan mereka yang status vitamin A
nya cukup. Prosedur ini telah divalidasi dengan menghitung nilai
persentase RDR pada cadangan vitamin A dalam hati yang
ditentukan dengan biopsi. Kelemahan utama dari penggunaan
prosedur ini dalam penggunaan di lapangan adalah memerlukan
pengambilan darah dua kali, dengan interval waktu 5 jam.
(Permaesih, 2008)
d. MRDR (Modified Relative Dose Response)
Penentuan MRDR didasarkan pada prinsip yang benar-
benar sama dengan RDR. Prinsip MRDR: selama terjadi
penurunan vitamin A apo-RBP berakumulasi dalam hati. Dengan
pemberian test dose, 3,4 didehydroretinyl acetate (vitamin A2)
akan muncul setelah 4-6 jam dalam serum terikat pada RBP
sebagai 3,4 didehydroretinol (DR). Menurut Tanumihardjo 1999,
MRDR test akan menghasilkan perbedaan yang lebih jelas
dibandingkan dengan konsentrasi serum retinol saja dan hasil
secara statistik lebih kuat dan lebih baik dalam menjelaskan
penjelasan status vitamin A pada populasi.
MRDR tes hanya memerlukan satu pengambilan darah
Sebagai ganti dari pemberian retinyl acetate, digunakan pemberian
sejumlah kecil 3,4- didehydroretinyl acetate. Setelah tiga hingga
delapan jam setelah pemberian 3,4- didehydroretinyl acetate
sebagai test dose, rasio dari didehydroretinol (DR) pada Retinol
(R) dalam plasma secara proporsional kebalikannya terhadap
cadangan vitamin A dalam hati yang berada pada batas kekurangan
dan marginal (kurang dari 0.07 micromol/g hati).
MRDR hanya memerlukan satu pengambilan darah namun
untuk analisis diperlukan alat High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Menurut Rice (2000), MRDR rasio
memberi gambaran status vitamin lebih baik dibandingkan dengan
serum retinol. Validasi yang dilakukan oleh Verhoef (2005)
menyimpulkan, hasil tes dari RDR dan MRDR menunjukkan
indikasi batas marginal atau penurunan cadangan vitamin A dalam
hati sama dengan yang ditunjukkan oleh konsentrasi serum retinol.
(Permaesih, 2008)
e. Analisis Air Susu Ibu
Air Susu Ibu dipilih karena antara lain tidak menyakitkan,
pengambilannya lebih mudah dibandingkan dengan pengambilan
darah, di lapangan tidak memerlukan proses lebih lanjut, waktu
yang diperlukan untuk penanganan sampel dilapangan sangat
sedikit dibandingkan dengan penanganan sampel darah.
(Permaesih, 2008)
Konsentrasi retinol dalam air susu ibu dapat menjadi
indikasi saat status vitamin A ibu suboptimal, ibu menyusui
memproduksi ASI dengan kadar retinol yang menurun. Kondisi ini
menggambarkan ketidakcukupan pada asupan makanan saat
kehamilan dan ketidakcukupan cadangan vitamin A tubuh.
Konsentrasi retinol ASI juga dapat digunakan untuk indikator tidak
langsung status vitamin A bayi yang disusui. (Permaesih, 2008)
Penilaian status vitamin A pada perseorangan dan populasi
memerlukan metode penentuan yang canggih dan memerlukan
sumber daya manusia maupun peralatan. Konsentrasi serum retinol
seringkali digunakan, tetapi tidak selalu memberi respons pada
suatu intervensi. Pengembangan metode yang kurang menyakitkan
namun lebih memberi respon pada status vitamin A ibu menyusui
akan membantu dalam penentuan risiko KVA pada kelompok.
Penentuan vitamin A pada air susu babi betina yang dibandingkan
dengan darah dengan metode MRDR menunjukkan bahwa nilai
rasio dari DR: R air susu (didehydroretinol:retinol) merupakan
alternatif yang potensial untuk penentuan status vitamin A pada ibu
menyusui. Saat ini sedang dikembangkan penentuan vitamin A
pada ASI dengan metode MRDR. (Permaesih, 2008)
Pemeriksaan Laboratorium pada Vitamin A
Jenis Indikasi Persiapan Metode
Vitamin
A  Differensial  Pasien  High
diagnosis puasa o.n, performance
hipervitamino minimal 8 liquid
sis A jam chromatography
 Deteksi  Spesimen : (HPLC)
nutrisi serum,  Fuorescence/VIS
vitamin A harus spectroscopy
inadekuat terlindung  Nilai normal
dari cahaya dalam serum: 30-
95 µg/dL
Sumber : (Ratnaningsih & Windarwati, 2013)

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Permaesih, D. ( 2008). PENILAIAN STATUS VITAMIN A SECARA BIOKIMIA.


Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, Depkes RI .

Ratnaningsih, T., & Windarwati. (2013). PENILAIAN STATUS GIZI. Yogyakarta:


UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS KEDOKTERAN / PRODI GIZI
KESEHATAN.

Ningtyas , Farida Wahyu . 2010 . Penentuan Status Gizi Secara Langsung.


Jember : Jember University Press

Supriasa, I Dewa Nyoman,.2012.Penilaian Status Gizi.Jakarta:ECG

http://ejournal.persagi.org/index.php/Gizi_Indon/article/view/55 [08 Maret 2018,


20:29]

http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/64212/ac2ab305b54eeb4f16364ff370
9fa78a [08 Maret 2018, 20:29]

Anda mungkin juga menyukai