Warna dan rasa itulah perbedaan yang akan membuat keindahan Perbedaan pada sebuah monolog kehidupan
Dialog imaji antara pikiran dan hati
Hei sedang musim semi sepertinya hati Ha? Ini bulan September musim panas Em, bukan bukan itu maksudku Ah aku mengerti, cinta? Iya, kamu tak khawatir padaku? Maksudmu? Bagaimana bila tersemat nama seseorang Heh, jangan macam-macam kamu Hanya pengandaian. Bagaimana bila suatu waktu aku merasakan sesuatu Hati-hati duhai hati, bila kamu terjatuh aku harus bekerja keras menggapaimu Aku akan baik-baik saja Aah, sekarang kamu berkata begitu, tapi nanti sekalinya kamu jatuh semuanya menjadi tampak benar, sampai-sampai aku tak mampu menjadi aku Bukankah fitrah bila aku merasakan cinta Betul, tapi kamu harus tau. Cinta itu menuntut, menuntut untuk diungkapkan dan menuntut untuk disampaikan Sampaikan saja kalau gitu Sampaikan dengan meminang pemilik nama itu Bagaimana kalau belum siap untuk itu? Tak perlu utarakan apa-apa Jadi bila tersemat sebuah nama padaku tidak akan disampaikan kepada pemilik nama itu? Hati, bila cinta bersemi maka hal yang harus dilakukan adalah melamar pemilik nama itu, menikahi dia. Namun bila belum mampu maka tidak perlu utarakan apa yang kamu rasakan Kenapa begitu? Itu yang terbaik untuk keduanya Tapi, Ssssst