Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Beberapa kasus terjadinya kecelakaan di tempat kerja sudah tidak menjadi

rahasia umum lagi. Hal demikian bisa muncul karena adanya keterbatasan fasilitas

keselamatan kerja, juga karena kelemahan pemahaman faktor-faktor prinsip yang

perlu diterapkan perusahaan. Selain itu setiap upaya yang terkait dengan

keselamatan dan kesehatan kerja hanya akan berhasil jika kedua pihak yaitu

perusahaan dan karyawan melakukan kerjasama sinergis dan harmonis. Setiap

pelaku harus bertekad dan berdisiplin memperkecil terjadinya kecelakaan kerja.

Menurut Mondy (2008) keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan

dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan.

Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat

menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo,

patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Sedangkan

kesehatan kerja adalah kebebasan dari kekerasan fisik. Resiko kesehatan

merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode

waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau

gangguan fisik.

K3 difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin

keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada

khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju

masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah

9
10

suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan

terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. K3 tidak dapat dipisahkan

dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan

setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas

kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan

kerja (Poewanto, dkk. 2005)

2.1.1. Sebab-sebab Kecelakaan

Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan

yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan

merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang

mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan

mencapai suatu yang jatuh di atas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara

yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki

kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan atau buruh.

Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan,

ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan

dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak,

peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang

baik.

Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti

latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan

pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh,

menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya

terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya
11

satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat

efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.

2.1.2. Faktor-Faktor Kecelakaan

Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah

industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri

mengatakan sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan

kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko

yang ekivalen.

Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk

seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin

hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah

apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan

yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering

dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap

pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak

pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata

pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat pekerja malas

melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja

yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan

dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri (Poewanto, dkk. 2005).

2.1.3. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Kinerja (performance) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan

merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja,
12

beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada

pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat

kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila

terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa

penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan

produktivitas kerja (Poewanto, dkk. 2005).

2.2. Alat Perlindungan Diri (APD)

2.2.1. Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut Tarwaka (2008) APD merupakan suatu perangkat yang

digunakan oleh pekerja demi melindungi dirinya dari potensi bahaya serta

kecelakaan kerja yang kemungkinan dapat terjadi di tempat kerja. Penggunaan

APD oleh pekerja saat bekerja merupakan suatu upaya untuk menghindari

paparan risiko bahaya di tempat kerja. Walaupun upaya ini berada pada tingkat

pencegahan terakhir, namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia No: Per.08/MEN/VII/2010 Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat

APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang

yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di

tempat kerja (Silaban, 2012)

APD digunakan sebagai cara terakhir untuk melindungi pekerja dari

potensi bahaya yang ada apabila pengendalian engineering dan administrative

telah dilakukan/tidak mungkin dilakukan/dalam keadaan darurat. APD tidak dapat

menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada, APD hanya mengurangi

jumlah kontak dengan bahaya dengan menempatkan penghalang antara pekerja


13

dengan bahaya. Sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja,

APD haruslah enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan

perlindungan yang efektif terhadap bahaya. Pemakaian APD mempunyai

kelemahan antara lain kemampuan perlindungan yang tidak sempurna karena

memakai APD yang tidak tepat, cara pemakaian APD yang salah, APD tidak

memenuhi syarat yang diperlukan (Nedved dalam Wibowo, 2010).

2.2.2. Pemakaian Alat Pelindung Diri

Salah satu sebab terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat

kerja, disebabkan oleh kurangnya kesadaran komikment pimpinan perusahaan

dalam menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat, menyediakan

alat-alat kerja, ruang kerja yang tidak memadai dan mengandung bahaya resiko

kecil, tidak tepatnya pemilihan mesin dengan rancangan bangunan yang sesuai

dengan kondisi tenaga kerja Indonesia. Memasyarakatkan penggunaan alat

pelindung diri dikalangan perusahaan akan menciptakan suatu keadaan dimana

nilai-nilai bekerja dalam rangka mempertinggi derajat kesehatan seoptimal

mungkin bagi pekerja. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja juga akan

meningkatkan produktifitas kerja yang mempengaruhi kesejahteraan pekerja

(Endayana, 2010).

Menurut Endayana (2010) beberapa keuntungan terhadap penggunaan

APD diantaranya adalah:

1. Bagi Perusahaan

a. Menaikkan keuntungan, karena produksi dapat menjamin, baik

jumlahnya maupun mutunya.


14

b. Penghematan biaya terhadap pengeluaran biaya pengobatan serta

pemeliharan kesehatan kerja.

c. Menghindari hilangnya jam kerja akibat absenteisme tenaga kerja,

sehingga dapat tercapainya produktivitas yang tinggi dengan efesiensi

yang optimal.

2. Bagi Tenaga kerja

a. Menghindarkan diri dari resiko pekerjaan seperti penyakit-peyakit akibat

kerja, atau kelelahan fisik serta mental.

b. Keuntungan bagi perusahaan sekaligus juga dapat membawa perbaikan

kesejahteraan pekerjaan.

3. Bagi masyarakat dan pemerintah

a. Meningkatkan hasil produksi akan menjamin perekonomian negara serta

jaminan yang memuaskan bagi masyarakat.

b. Menjamin kesejahteraan masyarakat pekerja mengandung makna

melindungi sebagian penduduk Indonesia dan membantu usaha-usaha

kesehatan pemerintah.

c. Kesejahteraan pekerja berarti dapat menjamin kesejahteraan keluarganya

yang baik secara langsung akan membantu ke arah pembentukan

masyarakat sejahtera.

d. Kebiasaan-kebiasaan hidup sehat yang baik di perusahaan, akan

membantu penerapannya dalam pembinaan kesehatan keluarganya yang

akan membawa hasil yang positif bagi usaha kesehatan masyarakat.


15

2.2.3. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD)

Jenis dan fungsi alat pelindung diri menurut Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia NOMOR PER.08/MEN/VII/2010

dalam Silaban (2012) adalah sebagai berikut:

1. Alat pelindung kepala

Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk

melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam

atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi

panas, api, percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu

yang ekstrim. Jenis Jenis alat pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety

helmet), topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut, dan lain-lain.

2. Alat Pelindung Mata Dan Muka

Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi untuk

melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan partikel-

partikel yang melayang di udara dan di badan air, percikan benda-benda kecil,

panas, atau uap panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun

yang tidak mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau

benda tajam. Jenis Jenis alat pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata

pengaman (spectacles), goggles, tameng muka (face shield), masker selam,

tameng muka dan kacamata pengaman dalam kesatuan (full face masker).

3. Alat Pelindung Telinga

Alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk

melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan. Jenis alat


16

pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear

muff).

4. Alat Pelindung Pernapasan Beserta Perlengkapannya

Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat pelindung

yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan

udara bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikro-

organisme, partikel yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/ fume, dan

sebagainya. Jenis alat pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri dari

masker, respirator, katrit, kanister, dan lain sebagainya.

5. Alat Pelindung Tangan

Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang berfungsi

untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu

dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia,

benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad

renik. Jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari logam,

kulit, kain kanvas, kain atau kain berpelapis, karet, dan sarung tangan yang tahan

bahan kimia.

6. Alat Pelindung Kaki

Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau

berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas

atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia

berbahaya dan jasad renik, tergelincir. Jenis Pelindung kaki berupa sepatu

keselamatan pada pekerjaan peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi

bangunan, pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat


17

kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya binatang

dan lain-lain.

7. Pakaian Pelindung

Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau

seluruh bagian badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim,

pajanan api dan benda-benda panas, percikan bahan-bahan kimia, cairan dan

logam panas, uap panas, benturan (impact) dengan mesin, peralatan dan bahan,

tergores, radiasi, binatang, mikro-organisme patogen dari manusia, binatang,

tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur. Jenis pakaian

pelindung terdiri dari rompi (Vests), celemek (Apron/Coveralls), Jacket, dan

pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh bagian badan.

8. Alat Pelindung Jatuh Perorangan

Alat pelindung jatuh perorangan berfungsi membatasi gerak pekerja agar

tidak masuk ke tempat yang mempunyai potensi jatuh atau menjaga pekerja

berada pada posisi kerja yang diinginkan dalam keadaan miring maupun

tergantung dan menahan serta membatasi pekerja jatuh sehingga tidak membentur

lantai dasar. Jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari sabuk pengaman

tubuh (harness), karabiner, tali koneksi (lanyard), tali pengaman (safety rope),

alat penjepit tali (rope clamp), alat penurun (decender), alat penahan jatuh

bergerak (mobile fall arrester), dan lain-lain.

9. Pelampung

Pelampung berfungsi melindungi pengguna yang bekerja di atas air atau

dipermukaan air agar terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur

keterapungan (buoyancy) pengguna agar dapat berada pada posisi tenggelam


18

(negative buoyant) atau melayang (neutral buoyant) di dalam air. Jenis

pelampung terdiri dari jaket keselamatan (life jacket), rompi keselamatan ( life

vest), rompi pengatur keterapungan (Bouyancy Control Device).

2.3. Faktor-Faktor Penggunaan APD

Faktor-faktor yang berhubungan penggunaan Alat Pelindung Diri dapat

dihubungkan dengan berbagai teori yang ada terutama teori perlaku Skinner

(1938) dalam Notoatmodjo (2012) yang menyebutkan bahwa perilaku kesehatan

sebagai suatu respons seseorang terhadap stimulus berkaitan dengan sakit,

penyakit, sistem kesehatan, makan dan minuman serta lingkungan. Selanjutnya

Notoatmodjo (2012) menyebutkan banyak teori tentang perilaku. Dalam bidang

perilaku kesehatan, teori Lawrence Green adalah salah satu teori perilaku

kesehatan yang sering menjadi acuan dalam penelitian kesehatan.

Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa faktor

perilaku yang dihubungan dengan teori Silaban (2012) tentang penggunaan Alat

Pelindung Diri dapat dihubungkan dengan 3 faktor utama yaitu:

1. Faktor Pemudah (predisposising factor) yaitu faktor-faktor yang

mempermudah terjadinya tingkah laku seseorang antara lain pengetahuan,

sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya. Dalam

hal berhubungan dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) menurut

Silaban (2012) faktor pemudah tergantung dari pengetahuan dan sikap

tenaga kerja terhadap alat pelindung diri (APD).

2. Faktor Pemungkin (enabling factor), yaitu faktor-faktor yang

memungkinkan atau yang memfasilitasi perlaku atau tindakan kesehatan.

Yang dimaksud dengan faktor pemungkin menurut Notoatmodjo (2012)


19

adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku

kesehatan. Sedangkan dihubungan dengan penggunaan alat pelindung diri

menurut Silaban (2012) faktor pemungkin adalah adalah pelatihan dan

ketersediaan alat pelindung diri (APD).

3. Faktor Penguat (reinforcing factor) yaitu faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku. Menurut Notoatmodjo (2012) untuk

memperkuat perilaku seseorang diperlukan contoh dari para tokoh

masyarakat. Sedangkan menurut Silaban untuk mendorong atau

memperkuat agar tenaga kerja patuh menggunakan alat pelindung diri

diperlukan adanya pengawasan APD oleh pengawasan perusahaan.

Untuk melengkapi teori yang berkaitan dengan penggunaan alat pelindung

diri berdasarkan teori Lawrence Green yang dihubungankan dengan penggunaan

alat pelindung diri pada tenaga kerja dapat dijelaskan dalam pengertian-pengertian

sebagai berikut:

2.3.1. Pengetahuan

Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2010) adalah hasil penginderaan

manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya

(mata, hidung telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang

diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera pengelihatan (mata).

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda

yaitu tergantung dari Tahu (Know), Memahami (Comprehension), Aplikasi

(Application), Analisis (Analysis), Sintesis (Synthesis) dan Evaluasi (Evaluation).

Menurut Silaban (2012) tenaga kerja harus dilengkapi dengan pengetahuan

sepadan dengan tingkat aktivitas teknis dan sifat tanggung jawab mereka.
20

Pengetahuan adalah diperoleh setelah tenaga kerja memperoleh akses informasi

K3 yang mudah dipahami oleh tenaga kerja. Untuk dapat meningkatkan

pengetahuan tenaga kerja tentang penggunaan alat pelindung diri (APD), maka

perusahaan dapat menyediakan informasi K3 melalui pelatihan, diskusi dan

poster.

2.3.2. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2010) sikap merupakan reaksi atau response yang

masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu

tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup. Newcomb menyebutkan dalam Notoatmodjo (2010) sikap

merupakan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Jadi, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

2.3.3. Pelatihan

Menurut Silaban (2012) pelatihan adalah proses membantu orang lain

untuk mendapatkan keahlian yang diperlukan guna untuk peningkatan kinerja

dalam melaksanakan tugas tertentu. Pelatihan dapat memberikan seseorang

pengetahuan teoritis dan praktis dasar yang diperlukan untuk dapat melakukan

pekerjaan atau bidang usaha yang mereka pilih dengan baik. Pelatihan di semua

tingkat harus ditekankan sebagai suatu alat untuk peningkatan kondisi kerja dan

lingkungan kerja.

Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian dari promosi

kesehatan sebagai upaya kampanye kesadaran terhadap tenaga kerja untuk


21

mengenalkan tenaga kerja tentang bahaya-bahaya di tempat kerja dan aturan serta

kewajiban yang harus dilakukan untuk pencegahan kecelakaan, cidera dan

penyakit akibat kerja.

2.3.4. Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD)

Ketersediaan alat pelindung diri (APD) merupakan cara terbaik untuk

pencegahan terhadap bahaya keselamatan dan kesehatan kerja sebagai alternatif

pengendalian terakhir atau keputusan terakhir yang diambil dalam pengendalian

bahaya di tempat kerja. Dalam peraturan perundang-undangan tentang APD yaitu

pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja pasal 14

sub c disebutkan bahwa pengurus perusahaan diwajibkan menyediakan secara

cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang

berada dibawah pimpinannya dan menyediakan kepada orang lain yang memasuki

tempat kerja tersebut (Silaban, 2012)

Jenis APD yang dimaksud dalam pasal 3 Permenakertrans RI No: Per.08/

Men/2010 tentang Alat Pelindung Diri (APD) meliputi 9 jenis yaitu (a) Pelindung

kepala (b) pelindung mata dan muka (c) pelindung telinga (d) pelindung

pernapaasan beserta perlengkapannya (e) pelindung tangan (f) pelindung kaki (g)

pakaian pelindung (h) alat pelindung jatuh perorangan, dan (i) pelampung.

2.3.5. Pengawasan

Kesalahan dalam penggunaan peralatan dan pemakaian APD menurut

Silaban (2012) yang kurang memadai dapat menimbulkan suatu kemugkinan

bahaya yang lebih besar berupa kecelakaan. Untuk mengurangi faktor yang

merugikan tersebut maka diperlukan langkah mendasar sebagai teknik


22

pengendaliannya, sehingga agar K3 dapat terlaksana dengan baik diperlukan

pengawasan secara menyeluruh dan berkesinambungan.

2.4. Kerangka Teori

Perilaku adalah hasil atau resultan antara stimulus (faktor eksternal)

dengan respon (faktor internal) dalam subjek atau orang yang berperilaku tersebut.

Dalam bidang kesehatan ada teori yang sering menjadi acuan dalam penelitian-

penelitian kesehatan masyarakat. Teori tersebut adalah teori Lawrence Green.

Adapun kerangka teori mengenai penggunaan APD dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut.

Teori Lawrence Gree

Faktor Predisposisi

- Pengetahuan
- Sikap
- Keyakinan
- Karakteristik Pekerja
Penggunaan Alat
Faktor Pendukung Perlindungan Diri
- Pelatihan APD)
- Ketersediaan alat
perlindungan diri

Faktor Penguat/Pendorong

- Pengawasan
- Kebijakan

Gambar 2.1. Kerangka Teori


Sumber: Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2012)
23

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang dikemukakan Lawrence Green dalam Notoatmodjo

(2012) tentang perilaku kesehatan yang dikaitkan dengan penggunaan alat

pelindung diri pada pekerja, maka peneliti menitikberatkan pada faktor

pengetahuan, sikap, pelatihan, ketersediaan APD dan pengawasan. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat dari variabel independen dan dependen yang tergambar pada

skema dibawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan

Sikap

Penggunaan APD
Pelatihan

Ketersediaan APD

Pengawasan

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai