Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Laringitis dapat didefinisikan sebagai proses inflamasi yang melibatkan


laring dan dapat disebabkan oleh virus maupun bakteri. Berdasarkan onset dan
perjalanannya, laringitis dibedakan menjadi laringitis akut dan kronis. Bila terjadi
< 3 minggu dinamakan akut dan disebut kronis bila terjadi > 3 minggu.1
Laringitis akut pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis
(common cold). Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh
virus dan bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya
disebabkan oleh infeksi virus. Pada anak laringitis akut ini dapat menimbulkan
sumbatan jalan napas, sedangkan pada orang dewasa tidak secepat pada anak.2
Laringitis kronik merupakan radang kronik laring yang disebabkan oleh
sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkhitis kronis.
Mungkin juga disebabkan oleh penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti
berteriak-teriak atau biasa berbicara keras. 2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Laring

Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebra cervical 4 sampai 6,


bagian atasnya yang akan melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas
segitiga dan bagian bawahnya yang akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti
sirkular.3
Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan
beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf ‘U’, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan
otot-otot. Saat menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan M.Tirohioid) ini
akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-
otot ini bekerja untuk membantu menggerakan lidah.1,3
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid,
aritenoid, kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid, merupakan
tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian
depan dan mengembang ke arah belakang. Tulang rawan ini berbentuk seperti
kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk “adam’s apple” dan
di dalam tulang rawan ini terdapat pita suara, dihubungkan dengan kartilago
krikoid oleh ligamentum krikotiroid. 1,3
Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah
kartilago tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago
krikoid terletak setinggi dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak
setinggi vetebra C3 sampai C4. Kartilago aritenoid mempunyai ukuran yang lebih
kecil, bertanggung jawab untuk membuka dan menutup laring, berbentuk seperti
piramid, terdapat 2 buah (sepasang) yang terletak dekat permukaan belakang
laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut artikulasi
krikoaritenoid. 1,3
Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini
melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan

2
ariepiglotik. Sepasang kartilago kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg
terdapat di dalam lipatan ariepiglotik, kartilago kornikulata dan kuneiformis
berperan dalam rigiditas dari lipatan ariepiglotik. Sedangkan kartilago tritisea
terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral. 1,3

Gambar 1. Anatomi laring4

Epiglotis merupakan Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas


dibelakang dasar lidah. Epiglotis ini melekat pada bagian belakang kartilago
thyroidea. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis
menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring. 3
Membrana mukosa di Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel
respiratorius, terdiridari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh
epitel skuamosa. Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang
terletak di atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian
dalam kartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian
belakang.3

3
Gambar 2. Plica vocalis5

Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid medial,
ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum
hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid media, ligamentum hioepiglotica,
ligamentum ventricularis, ligamentum vocale yang menghubungkan kartilago
aritenoid dengan kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotica. Gerakan laring
dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot instrinsik, otot-otot
ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot
instrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik
laring ada yang terletak diatas tulang hyoid (suprahioid), dan ada yang terletak
dibawah tulang hyoid (infrahioid). Otot ekstrinsik yang supra hyoid ialah M.
Digastricus, M.Geniohioid, M.Stylohioid, dan M.Milohioid. Otot yang infrahioid
ialah M.sternohioid dan M.Tirohioid. Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid
berfungsi menarik laring kebawah, sedangkan yang infrahioid menarik laring
keatas. Otot-otot intrinsik laring ialah M. Krikoaritenoid lateral. M.Tiroepiglotica,
M.vocalis,M. Tiroaritenoid, M.Ariepiglotica, dan M.Krikotiroid. Otot-otot ini
terletak di bagian lateral laring.Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian

4
posterior, ialah M.aritenoid transversum, M.Ariteniod obliq dan M.Krioaritenoid
posterior. 3,4

Gambar 3. Otot pada laring3

Persarafan
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringeus
superior dan laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran
saraf motorik dan sensorik. Nervus laryngeus superior mempersarafi

5
m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita
suara. Saraf ini mula-mula terletak diatas m.konstriktor faring medial, disebelah
medial a.karotis interna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid dan
setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri
dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus.3,6
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring
inferior dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh
m.tirohioid terletak disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran
hiotiroid, dan bersama-sama dengan a.laringeus superior menuju ke mukosa
laring.3,6
Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf
itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren
merupakan lanjutan dari n.vagus. 3,6
Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan dibawahnya,
sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang aorta. Nervus laringis inferior berjalan
diantara cabang-cabang arteri tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal
kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Disebelah
posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang dua menjadi ramus anterior
dan ramus posterior, Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring
bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersyarafi otot-otot intrinsik laring
superior dan mengadakan anstomosis dengan n.laringitis superior ramus internus.3

Gambar 4. Persarafan laring5

6
Vascularisasi
Vascularisasi untuk laring terdiri dari 2 cabang yaitu a.laringitis superior
dan a.laringitis inferior.1,3
Arteri laryngeus superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri
laryngitis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran
tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian
menembus membran ini untuk berjalan kebawah di submokosa dari dinding
lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot
laring. 1,3
Arteri laringeus interior merupakan cabang dari a.tiriod inferior dan
bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid,
masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di
dalam arteri itu bercabang-cabang memperdarahi mukosa dan otot serta
beranastomosis dengan a.laringis superior.1,3
Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga
memberikan cabang yang berjalan mendatar sepanjang membrane itu sampai
mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil
melalui membran krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringeus
superior.1
Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar
dengan a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena
tiroid superior dan inferior. 1

B. FISIOLOGI

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi


serta fonasi.2,3
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda
asing masuk kedalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis
secara bersamaan. Terjadi penutupan aditus laring ialah akibat karena
pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal

7
ini kartilogo aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiro-aritenoid dan
m.aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. 2,3
Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago
arritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik. 2
Selain itu dengan reflex batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam
trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret
yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.2
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima
glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus
vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka. 2
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-
bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga
mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga
sebagai alat pengatur sirkulasi darah. 2
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,
yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong
bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.2,3
Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti
berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain. 2
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh
peregangan plica vokalis. Bila plica vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid
akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago
aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan
atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan
yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan
mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.
Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya
nada. 2,3

8
C. Infeksi Laring (Laringitis)

Laringitis adalah suatu radang laring yang disebabkan terutama oleh virus
dan dapat pula disebabkan oleh bakteri. Berdasarkan onset dan perjalanannya,
laringitis dibedakan menjadi laringitis akut dan kronis. Bila terjadi < 3 minggu
dinamakan akut dan disebut kronis bila terjadi > 3 minggu.1,2

a. Laringitis akut
1. Definisi

Laringitis akut pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis


(common cold). Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh
virus dan bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya
disebabkan oleh infeksi virus Haemophilus influenza, Pneumococcus,
Streptococcus, Parainfluenza (tipe 1,2,3), Rhinovirus dan Adenovirus. Pada anak
laringitis akut ini dapat menimbulkan sumbatan jalan napas, sedangkan pada
orang dewasa tidak secepat pada anak.1,2

2. Etiologi dan Patogenesis


Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri
mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan
infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu
mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada imunitas. Laringitis umum
terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan
menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat.
Laringitis ini biasanya di dahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian
atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan
merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan
sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya
batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya
inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat
pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang
peningkatan suhu tubuh.1,4

9
3. Gejala Klinis
a. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara
yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih
rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran
serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan
sehingga menimbulkan suara menjadi parau bahkan sampai tidak bersuara
sama sekali (afoni).5,7
b. Sesak nafas dan stridor
c. Nyeri tenggorokan
d. Gejala radang umum seperti demam, malaise
e. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental

Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis,


membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan
tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal atau paru. Pada pemeriksaan
laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat sembab,
hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu
pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita
suara.2,7

Gambar 5. Laringitis akut5

10
4. Terapi
Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Jika pasien sesak dapat
diberikan O2 2 L/ menit. Menghirup udara lembab. Menghindari iritasi pada
faring dan laring, misalnya merokok, makanan pedas atau minum es.8
Terapi obat-obatan untuk menunjang proses perlawanan terhadap infeksi :8
a. Demam : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik.
b. Hidung tersumbat : dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin (PPA),
efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral
ataupun spray.
c. Antibiotika yang adekuat apabila peradangan berasal dari paru
d. Kortikosteroid i.v : deksametason 0,5mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis,
diberikan selama 1-2 hari.
Bila terdapat sumbatan laring, dilakukan pemasangan pipa endotrakea atau
trakeostomi.5

5. Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan
pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3
tahun penyakit ini dapat menyebabkan edem laring dan edem subglotis sehingga
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan
pemasangan endotrakeal atau trakeostomi.1

B. Laringitis Kronik

Radang kronis laring yang disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum
yang berat, polip hidung atau bronkhitis kronis. Mungkin juga disebabkan oleh
penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara
keras. Penyebab tersering pada orang dewasa antara lain yaitu:1,2
a. Merokok; merokok dapat mengiritasi laring, dapat menyebabkan
peradangan dan penebalan pita suara
b. Alkoholik; alcohol dapat menyebabkan iritasi kimia pada laring.

11
c. Gastroesophageal reflux disease (GERD)
d. Pekerjaan yang terus menerus terpapar oleh debu dan bahan kimia; banyak
pekerja-pekerja pabrik yang menderita laringitis kronik seperti pada
pekerja pabrik pupuk, pestisida.

Laringitis kronis terbagi menjadi non-spesifik dan spesifik:2


B.1. Laringitis kronis non-spesifik
Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh infeksi pada
saluran pernapasan, seperti selesma,influensa,bronkhitis atau sinusitis. Akibat
paparan zat-zat yang membuat iritasi,seperti asap rokok, alkohol yang berlebihan,
asam lambung atau zat-zat kimia yang terdapat pada tempat kerja.Terlalu banyak
menggunakan suara, dengan terlalu banyak bicara, berbicara terlalu keras atau
menyanyi (vocal abuse). Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis,
permukaan yang tidak rata dan menebal.2
Gejala klinis yang sering timbul adalah berdehem untuk membersihkan
tenggorokan. Selain itu ada juga suara serak, Perubahan pada suara dapat
bervariasi tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak
hingga suara yang hilang total, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, sakit
tenggorokan, tenggorokan kering, batuk kering, sakit waktu menelan. Gejala
berlangsung beberapa minggu sampai bulan.1,2

Gambar 6. Laringitis kronik5

12
Pada pemeriksaan ditemukan mukosa yang menebal, permukaannya tidak
rata dan hiperemis. Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka
perlu dilakukan biopsi.1,2
Pengobatan yang dilakukan tergantung pada penyebab terjadinya
laryngitis dan simtomatis. Pengobatan terbaik untuk langiritis yang diakibatkan
oleh sebab-sebab yang umum, seperti virus, adalah dengan mengistirahatkan suara
sebanyak mungkin dan tidak membersihkan tenggorokan dengan berdehem. Bila
penyebabnya adalah zat yang dihirup, maka hindari zat penyebab iritasi tersebut.
Dengan menghirup uap hangat dari baskom yang diisi air panas mungkin bisa
membantu. Bila anak yang masih berusia batita atau balita mengalami langiritis
yang berindikasi ke arah croup, bisa digunakan kortikosteroid seperti
dexamethasone. Untuk laringitis kronis yang juga berhubungan dengan kondisi
lain seperti rasa terbakardi uluh hati, merokok atau alkoholik harus dihentikan. 1,2
Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara :9
1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok
tidak langsung. Rokok akan membuat tenggorokan kering dan
mengakibatkan iritasi pada pita suara.
2. Minum banyak air. Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang
terdapat tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.
3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan
kering . Bila mengalami langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.
4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan
berakibat baik, karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi
abnormal peda pita suara dan meningkatkan pembengkakan . Berdehem
juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir
dan merasa lebih iritasi , membuat ingin berdehem lagi.

Pada laringitis kronis akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset


bertahap dengan gejala yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya akumulasi
mukus berlebih dalam laring. Dalam pemeriksaan laringoskopi biasa dijumpai

13
sekresi mukus endolaringeal tebal dalam kadar ringan hingga sedang, eritema dan
edema lipatan pita suara serta inkompetensi glotis episodik selama fase fonasi.9
Pada kasus laringitis kronis alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada
pasien untuk menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine atau
fexofenadine dipilih karena tidak memiliki efek samping dehidrasi. Sekresi mukus
yang tebal dan lengket dapat di atasi dengan pemberian guaifenesin.9

B.2. Laringitis kronis spesifik


B.2.1 Laringitis Tuberkulosa

Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari tuberkulosis paru. Sering
kali setelah diberikan pengobatan, tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis
tuberkulosanya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat
lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila
infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama. Infeksi kuman ke
laring dapat terjadi melalui udara pernafasan, sputum yang mengandung kuman,
atau penyebaran melalui aliran darah atau limfe. Tuberkulosis dapat menimbulkan
gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fossa inter aritenoid, kemudian ke
aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta subglotik. 1,2
Secara klinis, laringitis tuberkulosis terbagi menjadi 4 stadium yaitu : 1,2
1. Stadium infiltrasi. Mukosa laring posterior mengalami pembengkakan dan
hiperemis, kadang pita suara terkena juga, pada stadium ini mukosa laring
tampak pucat. Kemudian di daerah sub mukosa terbentuk tuberkel,
sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang berwarna kebiruan.
Tuberkel itu makin besar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu,
sehingga mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat
meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus. Pada stadium ini pasien
dapat merasakan adanya rasa kering ditenggorokan, panas dan tertekan di
daerah laring, selain itu juga terdapat suara parau.
2. Stadium ulserasi. Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi
membesar. Ulkus ini dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkejuan, serta

14
dirasakan nyeri waktu menelan yang hebat bila dibandingkan dengan nyeri
karena radang (khas), dapat juga terjadi hemoptisis.
3. Stadium perikondritis. Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago
laring, dan yang paling sering terkena ialah kartilago aritenoid dan
epiglotis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga
terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan melanjut dan terbentuk
sekuester. Pada stadium ini pasien dapat terjadi afoni dan keadaan umum
sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka
proses penyakit berlanjut dan masuk dalam stadium fibrotuberkulosis.
4. Stadium fibrotuberkulosa. Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis
pada dinding posterior, pita suara dan subglotik.

Gambar 7. Laringoskopi pada Laringitis TB, A. Lesi ulseratif (pada seluruh


laring), B. Lesi granuloma (pada glotis posterior), C. Lesi polipoid 5

15
Gejala klinis tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala
sebagai berikut:2,9
1. Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring
2. Suara parau yang berlangsung berminggu-minggu dan pada stadium lanjut
dapat timbul afoni
3. Hemoptisis
4. Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan nyeri
karena radang lainnya, merupakan tanda yang khas
5. Tanda sistemik TB paru
6. Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologik) terdapat proses aktif
(biasanya pada stadium eksudatif atau pada pembentukan kaverne)

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan THT


termasuk pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat laring melalui kaca
laring, maupun pemeriksaan laring langsung dengan laringoskopi. Pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium dapat di temukannya tes BTA positif, dan patologi
anatomi.10
Penatalaksanaannya berupa pemberian obat antituberkulosis primer dan
sekunder. Selain itu pasien juga harus mengistirahatkan suaranya. Beberapa
macam dan cara pemberian obat antituberkulosa :9
1. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas
yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan
dengan obat-obat ini.
2. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.

B.2.2 Laringitis Luetika

Disebabkan oleh kuman treponema palidum, sudah sangat jarang dijumpai


pada bayi ataupun orang dewasa. laring tidak pernah terinfeksi pada stadium

16
pertama sifilis. Pada stadium kedua, laring terinfeksi dengan tanda-tanda adanya
edema yang hebat dan lesi mukosa berwarna keabu-abuan. Sumbatan jalan nafas
dapat terjadi karena adanya pembengkakan mukosa. Pada stadium ketiga,
terbentuknya guma yang nanti akan pecah dan menimbulkan ulserasi,
perikondritis dan fibrosis.2,10
Gejala klinis yang ditemukan adalah suara parau dan batuk yang kronis.
Disfagia timbul bila gumma terdapat dekat introitus esofagus. Pada penyakit ini,
pasien tidak merasakan nyeri, mengingat kuman ini juga menyerang saraf-saraf di
perifer.2
Pada pemeriksaan, bila guma pecah, maka ditemukan ulkus yang sangat
dalam, bertepi dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan
eksudat yang berwarna kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan
menjalar sagat cepat, sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi
perikondritis.10
Penatalaksanaan dengan pemberian antibiotika golongan penicilin dosis
tinggi, pengangkatan sekuester, bila terdapat sumbatan laring karena stenosis
dapat dilakukan trakeostomi dan operasi rekonstruksi. 10
Prognosis pada penyakit ini kurang bagus pada gumma yang sudah pecah,
karena menyebabkan destruksi pada kartilago dan bersifat permanen. 10

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Cohen James. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. EGC: Jakarta;
1997.
2. Soepardi AE, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga, hidung, tenggorokan, kepala dan leher. Edisi ke-6.
FKUI: Jakarta; 2007.
3. Rizzo DC. Fundamentals of anatomy physiology. 3rd ed. Maxwell drive:
USA; 2010.
4. Lalwani AK. Current diagnosis & treatment in otolaryngology – head &
neck surgery, 2nd ed. New York: The McGraw-Hill; 2007.
5. Bull TR. Color atlas of ENT diagnosis. 4th ed. Thime stuttgart: New York;
2007.
6. Blitzer A, Brin MF, Ramig L. Neurologic disorders of the larynx. 2nd ed.
Thime stuttgart: New York; 2009.
7. Dhillon RS, East CA. Ear, nose, and throat and head and neck surgery.
2nd ed. Churcill Livingstone; 2000.
8. Brandwein-Gensler, Majorie. Laryngeal Pathology. In:Van De Water
Thomas R, Staecker H. Otolaryngology Clinical review. New York:
Thieme; 2008.
9. Berlliti S, Omidi M. Chronic Laryngitis, Infectious or Allergic. Diunduh
pada tanggal 15 Februari 2016. Available from URL:
http://www.emedicine.com/ent/topics354.htm
10. Diunduh pada tanggal 15 Februari 2016 dari :
http://academic.kellogg.edu/herbrandsonc/bio201_mckinley/Respiratory%
20System.htm

18

Anda mungkin juga menyukai