Anda di halaman 1dari 27

Sistem Pendukung Keputusan untuk Perencanaan Alokasi Air

Secara Partisipatoris Pada Suatu Wilayah Sungai

Waluyo Hatmoko 1, R. Wahyudi Triweko2, , Doddi Yudianto3


1
Peneliti di Puslitbang Sumber Daya Air
2,4
Fakultas Teknik Universitas Parahyangan

Kata Kunci: sistem pendukung keputusan, alokasi


Abstrak air, pendekatan partisipatoris

Pengelolaan alokasi air berdasarkan paradigma


baru pengelolaan sumber daya air terpadu, Pendahuluan
menuntut peran aktif dari para pengelola
wilayah sungai dan pengguna air. Adanya suatu Latar Belakang Permasalahan
sistem pendukung keputusan untuk alokasi air Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk
berbasis masyarakat pengguna air, diharapkan
akan membantu para pengelola wilayah sungai serta meningkatnya kondisi sosial dan ekonomi
dan pemilik kepentingan dalam mengelola masyarakat, maka akan meningkat pula
alokasi air. Makalah ini mengkaji berbagai
konsep dan implementasi sistem pendukung kebutuhan air untuk berbagai penggunaan. Di
keputusan untuk perencanaan alokasi air, lain pihak, air yang tersedia jumlahnya relatif
terutama yang bersifat partisipatoris; serta
mengusulkan penerapan sistem pendukung tetap, bahkan kualitasnya cenderung menurun
keputusan tersebut untuk perencanaan alokasi karena pencemaran. Hal ini akan mengakibatkan
air pada wilayah sungai di Indonesia secara
partisipatoris, untuk jangka panjang pada munculnya konflik kepentingan (conflict of
tingkat strategis, dan perencanaan tahunan, interest) atas air. Semakin hari air dirasakan
dalam mencapai alokasi air yang adil, efisien dan
berkelanjutan. Pada beberapa negara, sistem semakin langka, semakin rawan konflik
pendukung keputusan untuk alokasi air telah kepentingan atas air. Konflik air yang semula
berkembang pesat menjadi sistem pendukung
negosiasi, sistem pendukung negosiasi berbasis hanya bersifat antar individu atau kelompok
internet, dan pembantu resolusi konflik. masyarakat pengguna air, dengan semangat
Penerapan berbagai sistem pendukung keputusan
tersebut di Indonesia perlu disesuaikan dengan desentralisasi dan otonomi daerah, akan
kondisi masyarakat, kelembagaan dan alam berpotensi meningkatkan konflik setempat
wilayah sungai di Indonesia. Untuk mendorong
keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan tersebut menjadi konflik antar Kabupaten/Kota
alokasi air, maka perlu dikembangkan sistem yang tidak diinginkan.
pendukung keputusan untuk pengelolaan alokasi
air secara partisipatoris. Pengembangan ini Untuk mengatasi konflik atas air tersebut,
dapat dilakukan berdasarkan sistem yang sudah maka perlu dilakukan alokasi air agar
ada dan telah berjalan dalam perencanaan
alokasi air strategis, yaitu untuk penyusunan pola masyarakat pengguna air akan mendapatkan air
dan rencana pengelolaan sumber daya air; sesuai dengan haknya secara adil, efisien dan
perencanaan taktis untuk alokasi air tahunan
dan pemberian ijin penggunaan air; serta berkelanjutan. Cara pandang air sebagai
pelaksanaan operasional alokasi air secara tepat komoditas ekonomi harus tetap memperhatikan
waktu.
fungsi sosial bagi masyarakat dan fungsi
lingkungannya antara lain untuk memelihara
keseimbangan lingkungan, kelangsungan hidup Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM).
flora dan fauna, mencegah intrusi air asin, Meskipun demikian, kenyataan menunjukkan
estetika, dan kesehatan masyarakat. Pembagian bahwa penggunaan sistem pendukung
air antar hulu-hilir maupun antar sektor keputusan tersebut oleh para pemangku
pengguna air perlu dialokasikan sedemikian kepentingan belum optimal.
rupa agar diperoleh keadilan, dan manfaat yang Makalah ini dimaksudkan untuk
optimal dan berkelanjutan. mengidentifikasi kebutuhan akan adanya sistem
Pada awal milenium ketiga ini dirasakan pendukung keputusan untuk pengelolaan
bahwa untuk mengatasi berbagai permasalahan alokasi air yang berbasis masyarakat pengguna
sumber daya air, perlu dilakukan perubahan air, dan mengkaji perkembangan sistem
paradigma, yang merupakan dasar cara berfikir. pendukung keputusan untuk pengelolaan
Pengelolaan alokasi air berdasarkan paradigma alokasi air secara partisipatoris.
baru pengelolaan sumber daya air terpadu,
menuntut para pengelola wilayah sungai dan Metodologi Studi
pengguna air untuk lebih berperan aktif. Metodologi penulisan makalah ini dimulai
Kebijakan alokasi air diputuskan bersama oleh dengan studi pustaka mengenai perubahan
pengelola wilayah sungai dan pengguna air. paradigma pengelolaan sumber daya air yang
Sistem partisipatoris yang demokratis ini telah melahirkan berbagai peraturan mengenai
terbentur pada kenyataan akan beragamnya perencanaan alokasi air di Indonesia, yang
latar belakang pendidikan dan pengetahuan para mendorong keterlibatan masyarakat pengguna
pengguna air akan menghambat proses air di samping pengelola wilayah sungai dalam
pengambilan keputusan alokasi air secara membuat keputusan perencanaan alokasi air.
partisipatoris. Kajian pustaka dilanjutkan dengan mempelajari
Adanya sistem pendukung keputusan (SPK) berbagai konsep dan implementasi sistem
untuk alokasi air berbasis masyarakat pengguna pendukung keputusan yang dapat digunakan
air, yang menyajikan informasi sumber daya air untuk membantu proses perencanaan alokasi air
dalam bentuk yang mudah dicerna, serta secara kolektif, pada berbagai negara.
memberikan gambaran apa yang akan terjadi Pembahasan dilakukan untuk mengkaji sistem
jika suatu tindakan dilaksanakan, tentu akan alokasi air di Indonesia dibandingkan dengan
sangat membantu para pengelola wilayah sungai yang ada di negara lain, dan kemungkinan
dan pemilik kepentingan dalam perencanaan diterapkannya sistem pendukung keputusan
alokasi air pada tingkat strategis maupun untuk perencanaan alokasi air secara
operasional, secara adil, efisien dan partisipatoris.
berkelanjutan. Perencanaan strategis alokasi air
di Indonesia, pada tahap penyusunan pola dan Alokasi Air di Indonesia
rencana pengelolaan sumber daya air di wilayah Perubahan Paradigma Pengelolaan Sumber
sungai memang telah menggunakan model Daya Air
komputer untuk alokasi air, dan juga
menyertakan para pemilik kepentingan dalam
Pada awal milenium ketiga ini terjadi perubahan
paradigma pengelolaan sumber daya air, seperti
pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Perubahan paradigma pengelolaan sumber daya air


Aspek Masa lalu Masa kini
Wawasan Ekonomi lingkungan
Peran pemerintah penyedia (provider) fasilitator (enabler)
Kewenangan sentralisasi desentralisasi
Hak asasi manusia akan air kurang diperhatikan diperhatikan
Pengembangan Fisik fisik dan non-fisik
Pengelolaan Eksploitasi konservasi
Kebijakan top down peran serta masyarakat
Data dan informasi Tertutup transparan
Kegiatan Pengembangan pengelolaan
Sumber: Bappenas (2007)
Paradigma baru pengelolaan sumber daya air tahun 2004 menuntut keterbukaan informasi
tersebut ternyata berlangsung serempak di dan keterlibatan masyarakat pemilik
berbagai belahan dunia. Empat buah prinsip kepentingan dalam seluruh aspek pengelolaan
Integrated Water Resources Management sumber daya air, termasuk perencanaan alokasi
(IWRM) yang telah disepakati di Dublin tahun air.
1992 adalah (GWP, 2000): 1) air jumlahnya Alokasi Air
terbatas, sehingga diperlukan pengelolaan Alokasi air adalah penjatahan air permukaan
dengan pendekatan holistik, memadukan untuk berbagai keperluan pada suatu wilayah
pengembangan sosial ekonomi dengan sungai dalam memenuhi kebutuhan air bagi para
perlindungan ekosistem alami; 2) pengguna air dari waktu ke waktu dengan
pengembangan dan pengelolaan harus memperhatikan kuantitas dan kualitas air,
berdasarkan pendekatan partisipatif, dengan berdasarkan asas pemanfaatan umum,
melibatkan pihak terkait antara lain masyarakat, keseimbangan dan pelestarian sumber air.
perencana dan pembuat keputusan pada setiap Prioritas alokasi air diatur pada Pasal 29
tingkatan; 3) wanita memiliki peranan penting Undang-undang no 7 tahun 2004 tentang
dalam pengelolaan dan perlindungan air; dan 4) Sumber Daya Air, bahwa penyediaan sumber
air memiliki nilai ekonomi dan sosial. daya air ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
Di Indonesia, perubahan paradigma, dan air dan daya air serta memenuhi berbagai
semangat IWRM telah menjiwai Undang-undang keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitas;
No. 7 / 2004 tentang Sumber Daya Air, yang dilaksanakan sesuai dengan penatagunaan
mencakup 5 aspek, yaitu konservasi sumber sumber daya air yang ditetapkan untuk
daya air, pendayagunaan sumber daya air, memenuhi kebutuhan pokok, sanitasi
pengendalian daya rusak air, peran-serta lingkungan, pertanian, ketenagaan, industri,
masyarakat, dan keterbukaan sistem informasi. pertambangan, perhubungan, kehutanan dan
Semangat IWRM dalam Undang-undang nomor 7 keanekaragaman hayati, olahraga, rekreasi dan
pariwisata, ekosistem, estetika, serta kebutuhan alokasi air pada sumber air untuk pengusahaan
lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan sumber daya air oleh badan usaha atau
perundang-undangan. perseorangan. Alokasi air untuk pengusahaan
Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan sumber daya air harus didasarkan pada rencana
pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian alokasi air yang ditetapkan dalam rencana
rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada pengelolaan sumber daya air wilayah sungai
merupakan prioritas utama penyediaan sumber bersangkutan, dan ditetapkan dalam izin
daya air di atas semua kebutuhan. Yang pengusahaan sumber daya air dari Pemerintah
dimaksud dengan kebutuhan pokok sehari-hari atau pemerintah daerah. Dalam hal rencana
adalah air untuk memenuhi kebutuhan hidup pengelolaan sumber daya air belum ditetapkan,
sehari-hari yang digunakan pada atau diambil izin pengusahaan sumber daya air pada wilayah
dari sumber air yang bukan dari saluran sungai ditetapkan berdasarkan alokasi air
distribusi, untuk keperluan sendiri guna sementara, yaitu alokasi yang dihitung
mencapai kehidupan yang sehat, bersih dan berdasarkan perkiraan ketersediaan air debit
produktif, misalnya untuk keperluan ibadah, andalan yang dapat diandalkan dengan
minum, masak, mandi, cuci dan, peturasan. memperhitungkan kebutuhan pengguna air yang
Penjelasan Undang-undang nomor 7/2004 sudah ada. Penyediaan sumber daya air
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan direncanakan dan ditetapkan sebagai bagian
pertanian rakyat adalah budi daya pertanian dalam rencana pengelolaan sumber daya air
yang meliputi berbagai komoditi yaitu pertanian pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau
tanaman pangan, perikanan, peternakan, pemerintah daerah sesuai dengan
perkebunan, dan kehutanan yang dikelola oleh kewenangannya; dan dilaksanakan berdasarkan
rakyat dengan luas tertentu yang kebutuhan rencana pengelolaan sumber daya air yang
airnya tidak lebih dari 2 liter per detik per ditetapkan pada setiap wilayah sungai.
kepala keluarga.
Urutan prioritas penyediaan sumber daya air Tingkatan Pengelolaan Alokasi Air
lainnya, ditetapkan pada setiap wilayah sungai Pengelolaan alokasi air strategis
oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai Pengelolaan alokasi air dapat dilakukan pada 3
dengan kewenangannya. Apabila penetapan tingkatan, yaitu tingkat strategis, tingkat taktis,
urutan prioritas penyediaan sumber daya air dan tingkat operasional. Pengelolaan alokasi air
menimbulkan kerugian bagi pemakai sumber tingkat strategis, menurut Undang-undang no
daya air, Pemerintah atau pemerintah daerah 7/2004, adalah untuk kurun waktu 20 tahun,
wajib mengatur kompensasi kepada diwujudkan dalam bentuk penyusunan Pola dan
pemakainya. Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air di
Undang-undang no 7 tahun 2004 tentang Wilayah Sungai, antara lain menentukan
Sumber Daya Air, mengatur permasalahan pembangunan infrastruktur alokasi air seperti
alokasi air pada Pasal 46 bahwa Pemerintah atau bendungan, bendung dan saluran, serta berbagai
pemerintah daerah sesuai dengan alternatif pengelolaan alokasi air. Alokasi air
kewenangannya, mengatur dan menetapkan untuk jangka waktu 20 tahun didasarkan pada
rencana alokasi air yang ditetapkan dalam Pengelolaan alokasi air di tingkat taktis, untuk
rencana pengelolaan sumber daya air wilayah jangka waktu setiap tahun, telah lazim
sungai. Rancangan rencana pengelolaan sumber dilaksanakan oleh Panitia Irigasi, yang
daya air disusun secara terpadu pada setiap menyusun dan mengusulkan Rencana Tata
wilayah sungai berdasarkan strategi pengelolaan Tanam Global (RTTG) untuk disahkan oleh
sumber daya air yang dipilih dari alternatif Gubernur atau Bupati. Bedasarkan Peraturan
strategi yang terdapat dalam pola pengelolaan Pemerintah nomor 20/2006 tentang Irigasi,
sumber daya air. Strategi tersebut merupakan Panitia Irigasi berubah menjadi Komisi Irigasi,
strategi yang dipilih oleh wadah koordinasi yang beranggotakan unsur pemerintah dan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah perwakilan petani pemakai air. Tugas Komisi
sungai yang bersangkutan. Irigasi adalah a) merumuskan kebijakan untuk
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air mempertahankan dan meningkatkan kondisi
disusun untuk jangka waktu 20 tahun, dan dan fungsi irigasi; b. merumuskan rencana
memuat: (a) tujuan pengelolaan sumber daya air tahunan penyediaan air irigasi; c) merumuskan
pada wilayah sungai yang bersangkutan; (b) rencana tahunan pembagian dan pemberian air
dasar pertimbangan yang digunakan dalam irigasi bagi pertanian dan keperluan lainnya; dan
melakukan pengelolaan sumber daya air; (c) d) merekomendasikan prioritas alokasi dana
beberapa skenario kondisi wilayah sungai; (d) pengelolaan irigasi.
alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber
daya air untuk setiap skenario, dan (e) kebijakan Pengelolaan alokasi air tingkat operasional
operasional untuk melaksanakan strategi Pada tingkat operasional, secara tepat waktu
pengelolaan sumber daya air. atau real-time, yaitu untuk pelaksanaan alokasi
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor air pada tengah-bulan atau sepuluh harian, atau
22 tahun 2009 mengenai Pedoman Penyusunan pada hari berikutnya, bagaimana jumlah air yang
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air menyatakan tersedia dialokasikan pada berbagai
bahwa dalam penyusunan Pola PSDA, harus penggunanya. Di Indonesia, pengelolaan alokasi
dilaksanakan Pertemuan Konsultasi Masyarakat air secara tepat waktu ini baru dilaksanakan di
(PKM) minimal dua kali. Dengan demikian dalam Perum Jasa Tirta 1 di Sungai Brantas (Harnanto,
proses penyusunan Rencana Alokasi Air harus 2004), Perum Jasa Tirta 2 di Sungai Citarum
dilaksanakan PKM paling tidak empat kali, yaitu (Mayasari, 2008), dan beberapa balai
dua kali pada penyusunan Pola, dan dua kali percontohan seperti di Sungai Sampean (Tohary,
pada penyusunan Rencana. Hal ini telah 1999).
memberikan ruang untuk keterlibatan
masyarakat pengguna air dalam menyusun Sistem Pendukung Keputusan untuk
rencana alokasi air. Alokasi Air
Piranti lunak untuk membantu alokasi air

Pengelolaan alokasi air taktis kerapkali disebut dengan nama Sistem


Pendukung Keputusan untuk Alokasi Air atau
Decision Support System (DSS) for water
allocation, karena fungsinya membantu tetapi pada prakteknya model simulasi sangat
pengambilan keputusan alokasi air. Nandalal dan bermanfaat untuk mengkaji apa yang terjadi jika
Simonovic (2003) mendefinisikan DSS suatu tindakan atau strategi diterapkan, atau
merupakan suatu sistem informasi yang dikenal dengan nama what-if scenario.
mendukung aktivitas pengambilan keputusan, Salah satu penggunaan model simulasi
digunakan secara interaktif untuk membantu disajikan oleh Van Cauwenbergh et al (2007)
para pengambil keputusan untuk menggunakan dalam pengelolaan alokasi air di Sungai Andarax
data, dokumen, pengetahuan, dan model, untuk di Almeria, Spanyol. Keputusan alokasi air untuk
mengidentifikasi, memecahkan masalah dan jangka panjang diambil berdasarkan multi-
mengambil keputusan. Berdasarkan konteksnya, sasaran oleh banyak pihak, yaitu irigasi, air
Power (2007) membagi DSS menjadi DSS yang bersih, dan lingkungan. Sistem pendukung
lebih berorientasi pada salah satu komponennya, keputusan disusun untuk mengurutkan
yaitu data, model, komunikasi, dokumen, dan alternatif pengelolaan sumber daya air menurut
pengetahuan atau knowledge. kinerja sosio-ekonomi dan lingkungan. Sistem
Sejarah perkembangan sistem pendukung pendukung keputusan ini dihubungkan dengan
keputusan untuk pengelolaan sumber daya air indikator keberlanjutan melalui proses
pada umumnya, dan secara khusus untuk alokasi partisipasi.
air, yang berawal dari penerapan pendekatan Contoh penggunaan model simulasi untuk
analisis sistem dalam perencanaan dan menghadapi perubahan iklim diterapkan di
pengelolaan sumber daya air dijelaskan oleh Sungai Volta Afrika Barat oleh Leemhuis et al
Loucks et al (1981) serta Louck dan van Beek (2009) dengan menggunakan model
(2005). Dalam kedua makalah tersebut pengelolaan wilayah sungai Mike-Basin. Sistem
dinyatakan bahwa teknik analisis sistem yang ini dilengkapi dengan model ketersediaan air
lazim diterapkan dalam perencanaan dan yang mengakomodasi berbagai skenario
pengelolaan sumber daya air, adalah teknik perubahan iklim dari IPCC, dan skenario
simulasi, teknik optimasi, analisis multi-kriteria, kebutuhan air untuk berbagai keperluan.
dan pendekatan sistemik. Simulasi berbagai skenario digunakan untuk
mengkaji dampak pembangunan waduk-waduk
Model Simulasi skala kecil dengan berbagai skenario perubahan
Perbandingan berbagai model simulasi iklim dan kondisi kekeringan yang berturut-
dilakukan oleh Sechi dan Sulis (2010), yang turut.
mengkaji AQUATOOL (Valencia Polytechnic
University), MODSIM (Colorado State Model Simulasi berdasarkan Hak Guna Air
University), RIBASIM (DELTARES), WARGI-SIM Sistem pendukung keputusan untuk alokasi air
(University of Cagliari) dan WEAP (Stockholm yang disusun berdasarkan hak guna air, dan yang
Environmental Institute). Secara teoritis, banyak diterapkan di berbagai negara antara lain
kelemahan model simulasi adalah begitu adalah MODSIM (Labadie, 1995), dengan
banyaknya solusi atau rencana yang layak, berbagai pengembangannya, misalnya K-
sehingga sulit mencari solusi yang optimal. Akan MODSIM DSS, Decision Support System for River
Basin Management (Hwan Ko, 2005). MODSIM menyeluruh, yang membutuhkan perubahan
dirancang untuk mengembangkan strategi peraturan dan kebijakan yang mendasar.
wilayah sungai, untuk pengelolaan jangka
pendek, jangka panjang, menghadapi Model Optimasi
kekeringan, analisis hak guna air, dan menangani Model optimasi mencari solusi yang optimal.
konflik permasalahan perkotaan, pedesaan dan Metode ini pada umumnya memaksimalkan
lingkungan. Optimasi fungsi tujuan akan fungsi tujuan yang berupa manfaat, atau
menjamin pemenuhan air sesuai prioritasnya, meminimumkan fungsi kerugian, dengan
berdasarkan hak guna air, atau penilaian batasan fungsi kendala. Jika fungsi tujuan dan
ekonomi, sesuai dengan kondisi fisik, hidrologis kendalanya berbentuk linear, maka optimasinya
serta aspek hukum dan kelembagaan wilayah dinamakan pemrograman linear.
sungai. Pemrograman dinamik merupakan prosedur
Berger et al (2002) menjelaskan manfaat optimasi, yang penyelesaiannya dilakukan dalam
sistem pendukung keputusan berbasis internet, beberapa tahap keputusan. Sedangkan
di Sungai Servier, Utah, Amerika Serikat. Bagian pemrograman non-linear mencakup teknik
paling sulit adalah menentukan aliran dasar, pencarian, pemrograman kuadratik, dan
pembagian air dari tampungan, dan penentuan pemrograman geometrik. Algoritma genetik
zona aliran. Adanya sistem pendukung yang diperkenalkan oleh Holland pada tahun
keputusan untuk alokasi air mempermudah 1975, merupakan teknik optimasi yang semakin
perhitungan hak guna air, yang dihitung secara banyak digunakan pada optimasi irigasi,
tepat-waktu setiap harinya, dan dapat diakses pemanfaatan air tanah, dan operasi waduk.
melalui internet. Sistem pendukung keputusan Teknik optimasi kerapkali dianggap terlalu
yang menghubungkan model dengan sistem kaku dengan keterbatasan ruang gerak
pemantauan aliran sungai, bendung dan waduk solusinya. Untuk permasalahan alokasi air,
ini memberikan informasi tentang status hak kenyataannya model optimasi yang
guna air, dan jumlah air yang tersedia. meminimalkan fungsi penalti, atau
Sistem alokasi air di Rio Grande Hilir di Texas memaksimumkan fungsi manfaat ini berfungsi
dikaji oleh Roman (2005) dengan menggunakan pula sebagai model simulasi, dengan menggiring
model Water Rights Analysis Package (WRAP). air menuju pengguna air dengan prioritas dan
Dalam kajian tersebut dilakukan 3 buah kemanfaatan yang lebih tinggi. Hal ini terlihat
simulasi, yaitu relokasi antar pengguna air, pada model WRMM (Illich, 2001) dan model
untuk mengutamakan kebutuhan aliran di Aquarius (Alfieri et al, 2005). Keterbatasan
sungai, dan pengelolaan kekeringan. Hasil studi model optimasi untuk diterapkan pada
menunjukkan bahwa air untuk rumah-tangga permasalahan alokasi air adalah bahwa harus
dan perkotaan dapat digunakan untuk irigasi diberikan nilai kerugian atau manfaat secara
dan aliran lingkungan tanpa mempengaruhi kuantitatif pada kondisi kekurangan air, suatu
keandalan pemakai air rumah-tangga dan hal yang sulit dilakukan untuk evaluasi kinerja
perkotaan. Juga diusulkan berbagai strategi alokasi air yang pada umumnya bersifat multi-
untuk meningkatkan efisiensi sistem secara kriteria.
kegunaannya untuk para profesional maupun
Teknik Analisis Multikriteria masyarakat awam.
Teknik analisis multi-kriteria membandingkan, Kelemahan metode analisis multi-kriteria ini
dan memberi urutan prioritas dari berbagai adalah bahwa proses yang terjadi, seperti
alternatif, dimana penilaian dilakukan bagaimana proses alokasi air dari mulai
berdasarkan berbagai kriteria. Salah satu jenis ketersediaan air, pengaturan bangunan air, dan
teknik analisis multi-kriteria yang populer air yang diberikan untuk berbagai keperluan,
adalah Analytical Hierarchy Process (AHP), yang tidak dapat dimodelkan. Pada umumnya analisis
memberikan urutan prioritas alternatif multi-kriteria ini dilaksanakan dilakukan
berdasarkan keriteria yang terstruktur. Teknik berbagai analisis dengan metode simulasi atau
untuk menganalisis multi kriteria lainnya yang optimasi, yang memberikan hasil pada setiap
lazim digunakan adalah (payoff table), yang alternatif untuk berbagai kriteria yang dinilai.
merupakan aplikasi teori keputusan, dengan
membandingkan antara untung-ruginya Sistem Pendukung Keputusan untuk Alokasi
berbagai tindakan pada berbagai kondisi yang air secara Partisipatif
mungkin terjadi; analisis penawaran (trade-off Pada masa lalu perencanaan dan pelaksanaan
analysis), untuk mencari kondisi yang optimal; alokasi air dilaksanakan sepihak oleh pengelola
analisis apa yang akan terjadi (what-if analysis), wilayah sungai, dan piranti lunak untuk alokasi
memprediksi apa yang akan terjadi jika suatu air cukup dijalankan oleh pengelola wilayah
strategi dilaksanakan; dan analisis sensitivitas sungai secara individual. Seiring dengan
(sensitivity analysis), yang mengkaji dampak perubahan paradigma pengelolaan sumber daya
suatu strategi terhadap perubahan skenario dan air membuat masyarakat juga semakin
preferensi (Cai dan McKinney, 1997). berperan-serta di setiap tahap pengelolaan
Berbagai jenis metode evaluasi multi-kriteria sumber daya air. Dengan demikian diperlukan
atau Multi Criteria Evaluation Methods (MCEM) suatu sistem pendukung keputusan alokasi air
dibandingkan oleh Mahmoud dan Garcia (2000) untuk mendukung proses pengambilan
dalam mengevaluasi berbagai alternatif keputusan secara kolektif oleh masyarakat
pengelolaan waduk Red Bluff di Sungai pengguna air, agar diperoleh pemahaman yang
Sacramento, California. Adapun metode multi- sama dalam menuju suatu konsensus bersama.
kriteria yang dibandingkan adalah rata-rata Pendekatan partisipatif yang menyertakan
berbobot, atau Weighted Average (WA); masyarakat pengguna air dan pengelola wilayah
Preference Ranking Organization METHod for sungai untuk mengambil keputusan bersama
Enrichment Evaluations (PROMETHEE II); dalam alokasi air pada dasarnya merupakan
Compromise Programming (CP), Elimination and suatu proses negosiasi dalam mengatasi konflik
Choice Translating REality (ELECTRE II); dan untuk mencapai konsesnsus bersama. Nandalal
Analytical Hierarchy Process (AHP). Kajian ini dan Simonovic (2003) mengusulkan pendekatan
menempatkan metode rata-rata berbobot yang sistemik untuk resolusi konflik alokasi air. Suatu
paling unggul berdasarkan kriteria konsistensi pendekatan sistemik memiliki tiga peranan
hasil, kemudahan interaksi dengan pemakai, dan dalam memecahkan konflik yaitu 1)
penyelidikan ilmiah mendefinisikan sistem yang Tabel 2 Pendekatan sistemik untuk resolusi
terpengaruh dan komponennya, konflik (Nandalal dan Simonovic, 2003)
mengindikasikan keterkaitan antar berbagai Maksud Pendekatan Pendekatan
tradisional sistemik
komponen; 2) menjelaskan karakteristik dari
Kurun waktu Jangka Jangka
berbagai komponen, termasuk sistem fisik, pendek panjang
ekosistem, dan masyarakat serta lembaga yang Saat Setelah Sebelum
penerapan konflik konflik
terkena dampak, beserta keinginan dan tindakan memuncak memuncak
yang dapat mereka lakukan; dan 3) Respon Bertahan Reflektif dan
pemilik terbuka
memperkirakan besarnya dampak yang akan kepentingan
terjadi secara kuantitas fisik, maupun Fokus Oposisi Sistem
individual
berdasarkan sistem nilai dari masyarakat dan Penanganan Polarisasi Dialog
lembaga yang terkait. Perbedaan dari kompleksitas
Tanggung Menyalahkan Peran masing-
pendekatan secara sistemik dibandingkan jawab pihak lain masing dalam
dengan pendekatan tradisional disajikan pada terhadap konflik
konflik
Tabel 2 berikut ini.

Selanjutnya, Thiessen et al (1998) dalam


Nandalal dan Simonovic (2003) menjelaskan
bahwa DSS dapat dibagi atas Individual DSS dan
Group DSS (GDSS). Sistem pendukung keputusan
secara kolektif atau GDSS ini dinamakan juga
sebagai Negotiation Support System (NSS). Pada
akhirnya NSS berkembang menjadi Negotiation
Process Support System (NPSS). Dalam NPSS
terdapat beberapa teknik, yaitu teknik
merencanakan bersama (collaborative planning),
pendekatan konsensus, dan analisis skenario.
Nandalal dan Simonovic menggambarkan
sejarah perkembangan DSS menjadi NSS dan
NPSS pada Gambar 1.
Gambar 1 DSS dan Resolusi Konflik (Thiessen et al, 1998 dalam Nandalal dan Somonovic, 2003)
Untuk memfasilitasi pemangku kepentingan resolution (CADRe) sebagai suatu pendekatan
yang secara geografis terletak berjauhan, untuk negosiasi dengan berbagai pihak yang
sehingga tidak mungkin melaksanakan bertikai, dengan menggunakan model simulasi.
pertemuan secara fisik, Kersten (1989) CADRe merupakan gabungan antara dua bidang
memperkenalkan istilah Internet Negotiation keilmuan yang berkembang pesat, yaitu
Support System (INSS), yaitu adalah sistem negosiasi dan pengambilan keputusan, serta
pendukung keputusan yang berbasis internet. perkembangan model komputer untuk
INSS ini memiliki fasilitas untuk menyatakan dan mendukung pengelolaan sumber daya air.
menilai preferensi, sistem penyampaian pesan, Sejarah perkembangan DSS menjadi NSS, dan
dan penyajian grafis kemajuan proses negosiasi. selanjutnya berkembang menjadi sistem
Sistem ini memungkinkan berbagai pihak untuk negosiasi yang berbasis internet, dan sebagai
dapat menyetujui dan memberikan komentar alat bantu dalam perundingan duduk bersama,
berbagai pilihan solusi melalui internet. disajikan pada Gambar 2, yang merupakan
Sementara itu Stephenson et al (2007) penyempurnaan dari Nandalal dan Somonovic
menggunakan istilah Computer-aided dispute (2003).
Gambar 2 Perkembangan SPK sampai saat ini, modifikasi dari Nandalal dan Somonovic (2003)

NSS merupakan bagian dari DSS untuk keuntungan kepada pihak-pihak yang
membantu dalam situasi adanya ketidak- bersengketa, dan tetap menjaga keberlanjutan
setujuan antara berbagai pihak mengenai lingkungan.
keputusan apa yang harus diambil. Aplikasi NSS Assimacopoulos (2004), serta Apostolaki dan
pada dunia nyata pada saat ini memang masih Assimacopoulos (2007) memaparkan
belum banyak, tetapi potensi penerapannya pengalaman penerapan proses Visioning dan
pada masa mendatang cukup baik. Menurut RIDA (Resources-Infrastructure-Demand-Access)
Kersten (1989) penyebabnya adalah 1) para untuk mendorong dialog antar pemilik
pimpinan dan profesional telah semakin akrab kepentingan, dan merumuskan keterkaitan
dengan DSS; 2) teknologi internet dan sistem tata air perkotaan di Alexandria, daerah
komunikasi akan menuju pada negosiasi di aliran sungai Nil, di Mesir.
dunia maya; 3) tekanan waktu, banyaknya data, Carraro (2005) menyatakan bahwa sesuai
dan semakin kompleksnya permasalahan dengan fungsinya, NSS dapat dibagi atas a)
mendorong penggunaan DSS dan NSS; dan 4) sistem persiapan negosiasi, mendukung
bertambah mudah digunakannya NSS, dengan perencanaan strategis sebelum negosiasi atau
visualisasi data dan teknik multimedia. juga sebagai sistem informasi negosiasi, yang
Di Indonesia, Suyanto et al (2001) menunjang pada saat negosiasi; b) sistem
menerapkan NSS di Kabupaten Lampung Barat pendukung konteks negosiasi, yang fokus pada
untuk mengatasi konflik kepemilikan lahan pada perilaku sistem, perkembangan dan pemilihan
hutan pemerintah. NSS merupakan proses strategi; dan c) sistem pendukung proses
mengelola konflik pengelolaan sumber daya negosiasi atau Negotiation Process Support
alam pada suatu wilayah ekosistem, seperti System (NPSS) yang membantu proses negosiasi
daerah aliran sungai. NSS mendorong dialog, dan dan dinamikanya, mengidentifikasi hal-hal yang
negosiasi, vertikal dan horisontal, didukung oleh disetujui oleh pihak yang bertikai.
penelitian dan pengembangan partisipatoris
untuk memecahkan konflik yang memberikan Model Simulasi Alokasi Air Generik
Penggunaan model simulasi alokasi air generik, DAS Rappahannock; dan kegagalan pada sebuah
seperti DSS-Ribasim, MODSIM, WEAP, dan MIKE- kasus. Kegagalan yang terjadi disebabkan oleh
Basin juga dapat digunakan untuk pengambilan rendahnya kemampuan, motivasi dan insentif
keputusan alokasi air, dengan menyertakan masyarakat terkait (Lorie et al, 2007).
masyarakat (Assaf et al, 2008). Model generik ini SVP merupakan suatu pendekatan
agar memenuhi syarat untuk digunakan secara perencanaan, yang menggunakan metodologi
partisipatoris sebaiknya dapat digunakan untuk perencanaan sumber daya air secara
identifikasi dan evaluasi berbagai alternatif “tradisional”; partisipasi masyarakat secara
praktek dan kebijakan sumber daya air, mudah terstruktur; dan pemodelan kolaboratif dalam
digunakan, interaktif, fleksibel, dan dapat menyusun sistem pendukung keputusan
digunakan di berbagai lokasi. Peran pemangku (Cardwell, 2008). Langkah-langkah perencanaan
kepentingan dalam proses pengambilan dalam SVP serupa dengan langkah-langkah
keputusan adalah dengan secara bersama: “tradisional” pada Planning Manual (Yoe dan
menggambar skematisasi sistem tata air; Orth, 1996), akan tetapi SVP menyertakan
identifikasi lokasi dan permasalahannya; stakeholder pada seluruh proses perencanaan.
pemasukan data pada lokasi tertentu; menguji Tahap perencanaan tersebut adalah: 1)
seberapa jauh berbagai asumsi berbeda itu identifikasi permasalahan dan peluang; 2)
mempengaruhi keputusan yang akan diambil; inventarisasi dan peramalan sumber daya; 3)
dan melaksanakan simulasi dengan berbagai perumusan rencana alternatif; 4) evaluasi
skenario dan strategi. Kesertaan masyarakat ini rencana alternatif; 5) membandingkan rencana
akan menimbulkan rasa memiliki bahwa alternatif; dan 6) memilih rencana yang
keputusan dan model komputer ini adalah milik direkomendasikan. Perencanaan “tradisional” ini
bersama. dipandang sebagai pilar pertama dari SVP.
Pilar kedua SVP adalah partisipasi
Perencanaan Visi Bersama stakeholder secara terstruktur. Pendekatan yang
Pendekatan Shared Vision Planning (SVP) digunakan tidak membawa semua lapisan
dimulai sejak tahun 1970 oleh U.S. Army Corps masyarakat ke dalam forum, akan tetapi
dalam merevisi strategi pengelolaan Sungai menggunakan lingkaran pengaruh, atau Circle of
Potomac, secara partisipatif (Imwiko et al, Influence (COI), untuk menyertakan berbagai
2007). Pendekatan ini berkembang pada tahun stakeholder dalam beberapa format dan
1988, dalam menyusun Metode Persiapan intensitas. Metode ini mengelompokkan
Kekeringan (Drought Preparedness Method) partisipan menurut peranannya dalam studi,
dalam studi kekeringan nasional (National disamping memelihara komunikasi antar
Drought Study) untuk meningkatkan kelompok. Terdapat 4 peranan stakeholder, yaitu
pengelolaan sumber daya air di Amerika Serikat. 1) pembuat model; 2) pengguna model dan yang
Pendekatan kolaborasi ini diuji-coba memvalidasi; 3) semua pihak yang tertarik; dan
pelaksanaannya pada pengelolaan kekeringan di 4) pembuat keputusan. Lingkaran pada Gambar
lima daerah aliran sungai, dengan sukses besar 3, menunjukkan bahwa stakeholder pada suatu
dicapai di dua kasus, yaitu Danau Ontario, dan lingkaran akan memberi kepercayaan penuh
atas hasil-hasil yang dicapai oleh stakeholder keluarannya memang diperlukan oleh seluruh
pada lingkaran di dalamnya. stakeholder; model harus dapat diandalkan, and
Pilar ketiga dari pendekatan ini adalah sistem cukup detil, agar dapat digunakan untuk
pendukung keputusan, dengan kriteria: mudah pengambilan keputusan yang sebenarnya. Model
digunakan; transparan, juga bagi masyarakat yang banyak digunakan dalam SVP selama ini
yang bukan pemrogram; dapat dijalankan antara lain adalah STELLA yang merupakan
dengan cepat, untuk menghasilkan evaluasi model dinamika sistem, dan Microsoft-Excel.
skenario dan alternatif secara real-time;
Gambar 3 Stakeholder dalam SVP (Cardwell, 2008)

Keunggulan pendekatan SVP ini adalah pengembangan dan aplikasi model visi bersama
kemampuan untuk menggambarkan keterkaitan dalam studi pengelolaan sumber daya air pada
antar unsur dari sistem yang sangat rumit, yang saat kekeringan, telah dilaksanakan secara
dimungkinkan dengan penggunaan model intensif. Manfaat dari model visi bersama ini,
komputer secara transparan; dan kemampuan sesuai dengan namanya adalah konsensus akan
untuk mensimulasikan berbagai skenario dan dapat dicapai, sebab semua pihak berpartisipasi
rencana alternatif, dalam waktu yang sangat dalam pengembangan model. Meskipun
singkat, dan memungkinkan para perencana demikian, jika jumlah pemilik kepentingan yang
bersama pemangku kepentingan untuk terlibat konflik begitu banyak, sehingga proses
menjawab berbagai pertanyaan “bagaimana jika” resolusi konflik dengan cara ini sulit
atau what if. dilaksanakan, teknik lain, misalnya dengan
Pendekatan SVP ini terlihat menjanjikan jika kuesioner, mungkin akan lebih berhasil. Michaud
diterapkan pada konflik yang masih baru atau (2009) menyusun berbagai kriteria untuk
intensitasnya masih rendah, sebelum mengevaluasi penerapan model kolaborasi di
mempertimbangkan alternatif hukum atau Amerika Serikat, pada beberapa kasus yang
politik; atau untuk konflik dengan intensitas disajikan pada Tabel 3.
yang lebih tinggi, dimana telah dicapai Metode kolaborasi yang serupa dengan SVP
kesepakatan, atau insentif memelihara adalah Sandia, yang dikembangkan oleh Sandia
berjalannya proses (Lund dan Palmer, 1997). National Laboratories, bekerjasama dengan US
Cardwel et al. (2008) melaporkan bahwa Army Corps of Engineer, juga menggunakan
pendekatan partisipatif, dengan bantuan dengan identifikasi individu atau kelompok masyarakat
model simulasi dinamika sistem. Perangkat yang relevan, dengan kuesioner yang untuk
lunak dinamika sistem yang digunakan pada mempermudah dan memperluas jangkauan
umumnya adalah Powersim. Metode ini disebarkan melalui internet; dan 2) Lokakarya
menekankan jawaban atas 3 buah pertanyaan, pemilik kepentingan, untuk mengenalkan
yaitu 1) dengan berbagai kendalanya, berapa masyarakat pada proyek, serta menyerap
banyak, dimana, bilamana, untuk apa aspirasi masyarakat. Studi yang dilaksanakan di
tersedianya air? 2) dengan berbagai kendalanya, tujuh buah DAS di Mediteranian ini
berapa banyak, , dimana, bilamana, dan untuk menggunakan model simulasi wilayah sungai
apa kebutuhan air? dan 3) apa saja berbagai OPTIMA untuk mengevaluasi kinerja sistem
manfaat dan kerugian dalam mengelola alokasi menurut kriteria yang ditetapkan oleh para
air ini? Penerapan metode ini antara lain di pemilik kepentingan; menganalisis skenario, dan
Sungai Rio Grande dan Sungai San Fransisco strategi alokasi air; dan menyatukan para
(Lowry et al 2007). pemilik kepentingan dalam proses ini, dengan
Di Mediteranian, Fedra (2007) menyertakan saling berbagi informasi yang mudah diakses.
masyarakat dalam proses pengambilan Model simulasi ini juga dapat diakses melalui
keputusan alokasi air melalui beberapa tahap: 1) internet oleh para pemangku kepentingan.

Tabel 3 Kasus Proses Kolaborasi Pemodelan (Michaud, 2009)


Kasus Studi Jangka waktu Sasaran Pendekatan kolaborasi
Lake Ontario-St. 2000-2008 Pengaturan muka air Kerangka kerja: SVP
Lawrence River Danau Ontario Piranti lunak: Stella, Excel
Study untuk
mengakomodasi
kebutuhan
stakeholder
Middle Rio 2001-2002 Perencanaan Kerangka kerja: Sandia
Grande Basin penyediaan air tiga Piranti lunak: Powersim
Study negara bagian
Northern 2004-2007 Program Kerangka kerja: SVP
California Drought pengelolaan Piranti lunak: Excel
Preparedness kekeringan secara
Planning komprehensif di
Eldorado, California
Upper Gila/San 2005-2007 Sistem pendukung Kerangka kerja: Sandia
Francisco River keputusan untuk Piranti lunak: Powersim
Basin Study mendukung
peraturan tentang
air 2004 di Arizona

Profil Pengambilan Keputusan secara Kolaborasi SVP, antara lain Imwiko dkk. (2007), Stephenson
dengan Bantuan Komputer dkk. (2007), dan Michaud (2009). Imwiko dkk
Istilah Collaborative Computer Aided Decision (2007) telah melaksanakan survai pengambilan
Making ini dipopulerkan oleh U.S. Army Corps of keputusan secara kolaborasi dengan bantuan
Engineer melalui rangkaian publikasi-publikasi komputer, dan hasilnya adalah: 1) perencanaan
dan pengelolaan sumber saya air merupakan Pengairan dan Delft Hydraulics (1990) telah
bagian terbesar (65%) pengguna SVP; 2) melaksanakan berbagai simulasi DSS Ribasim
sponsor terbesar adalah U.S Army Corps of berdasarkan skenario kondisi hidrologi dan
Engineer dan Masyarakat Ekonomi Eropa; 3) lamanya pengisian Waduk Cirata. Hasil simulasi
permasalahan yang ditangani paling banyak ini telah digunakan sebagai sarana negosiasi
mengenai konflik penggunaan air dan evaluasi antara pihak Proyek Otorita Jatiluhur (POJ) yang
alternatif penyediaan air baku; 4) model yang mengelola Waduk Jatiluhur, dan Perusahaan
banyak digunakan adalah model simulasi Listrik Negara (PLN) sebagai pengelola Waduk
dinamika sistem Stella, Powersim, dan Vensim; Saguling dan Cirata pada saat itu.
dan 5) partisipasi masyarakat pada umumnya Piranti lunak lain yang telah populer
pada tahap pengumpulan data, dan juga pada digunakan di Indonesia adalah Water Resources
tahap pengembangan model, serta evaluasi Management Model (WRMM) yang
alternatif. dikembangkan oleh Illich (2001), dan juga
digunakan dalam alokasi air secara tepat waktu.
SPK untuk Perencanaan Alokasi Air di Disamping itu, akhir-akhir ini semakin banyak

Indonesia ditemui penggunaan Ms-Excel dalam

Perkembangan SPK untuk Perencanaan mendukung perencanaan alokasi air pada DAS

Alokasi Air di Indonesia yang sederhana (Hatmoko, 2006).

Implementasi sistem pendukung keputusan Febriamansyah (2006) menggunakan metode

untuk alokasi air strategis di Indonesia dimulai AHP untuk menyusun alternatif alokasi air yang

dengan Proyek BTA-155 Cisadane-Cimanuk paling bisa diterima oleh para pengguna air di

Integrated Water Resources Development Study sepanjang sungai Tampo di Provinsi Sumatera

(Delft Hydraulics dan Puslitbang Pengairan, Barat, berdasarkan penilaian sosio-institusional

1989), yang menggunakan Decision Support dan aspek fisik, yaitu ketersediaan air rata-rata,

System – River Basin Simulation Model (DSS- pendapatan regional, keadilan pengalokasian air,

Ribasim) untuk menyusun rencana alokasi air keadilan pemerataan pendapatan, sensitivitas

strategis di Jawa Barat bagian Utara. Model ketersediaan air, dan sensitivitas pendapatan

simulasi alokasi air DSS-Ribasim pada akhir- regional. Penggunaan metode AHP ini

akhir ini juga digunakan pada berbagai studi memungkinkan para pemilik kepentingan untuk

penyusunan pola dan rencana pengelolaan menyatakan aspirasinya dengan

sumber daya air, antara lain oleh Yulistiyanto membandingkan berbagai alternatif. Hambatan

dan Kironoto (2008) pada penyusunan rencana penggunaan AHP untuk para petani adalah

pengelolaan sumber daya air di Wilayah Sungai dalam pelaksanaannya memakan waktu,

Progo-Opak-Serang. sehingga diciptakan mekanisme jalan pintas

DSS-Ribasim juga telah digunakan untuk untuk mengefektifkan proses diskusi dan

mengatasi konflik air pada saat pengisian awal penilaian. Kelemahan lainnya adalah bahwa AHP

Waduk Cirata yang menyebabkan waduk tidak dapat memprediksi dampak yang akan

Jatiluhur tidak menerima air dari Waduk terjadi jika dipilih suatu strategi, berdasarkan

Saguling selama beberapa bulan. Puslitbang atas suatu skenario tertentu.


Kebutuhan SPK untuk Perencanaan Alokasi Pengguna Air
Air di Indonesia Tingkat pendidikan dan pengetahuan para
Untuk dapat merumuskan bagaimana penerapan pengguna air pada umumnya sangat beragam.
sistem pendukung keputusan untuk pengelolaan Perwakilan petani pemakai air sebagian besar
alokasi air berbasis masyarakat pengguna air, berpendidikan rendah, tetapi memiliki kearifan
maka perlu diindentifikasikan kondisi wilayah lokal, pengalaman bertani dan mengatur air
sungai di Indonesia, baik dari aspek fisik kondisi yang diwariskan turun-temurun. Pada umumnya
alam, infrastruktur buatan manusia, masyarakat para pemilik kepentingan belum memahami
pengguna air, pengelola wilayah sungai, serta proses perencanaan alokasi air, terutama
hukum dan kelembagaan yang ada. mengenai penentuan skenario, dan peranan
sistem pendukung keputusan dalam penyusunan
Kondisi Wilayah Sungai di Indonesia strategi. Sedangkan di pihak pengelola wilayah
Kondisi alam wilayah sungai di Indonesia pada sungai, tersedianya sumber daya manusia yang
umumnya hanya sebagian kecil wilayah yang trampil juga menjadi salah satu permasalahan
mudah diakses dengan sarana transportasi yang utama.
ada, sebagian besar masih sulit dijangkau.
Sementara kondisi hujan tropis sangat bervariasi Perangkat Hukum
secara spasial dan temporal. Dengan kondisi saat Di Indonesia, walaupun telah disusun rancangan
ini dimana pos duga air, pos hujan dan pos iklim Peraturan Pemerintah tentang Hak Guna Air,
sebagian besar masih dioperasikan secara tetapi kenyataannya sistem alokasi air di
manual, maka akses data secara tepat waktu Indonesia belum sepenuhnya mengikuti sistem
akan sulit terealisir. Kinerja bangunan air untuk hak guna air, melainkan masih menggunakan
mengatur alokasi air pada umumnya kurang sistem pasten (Dinar et al, 1997). Dengan sistem
baik, karena kurangnya pemeliharaan, serta pasten ini diusahakan agar semua daerah irigasi
rehabilitasi dan kalibrasi. mendapat jatah air dengan pasten atau
konstanta faktor k, yaitu rasio antara pasokan air
dengan kebutuhan air, yang sama. Sistem yang
telah dijalankan sejak jaman Belanda ini
memang tidak mendorong peningkatan efisiensi
air, tetapi sangat mendukung prinsip keadilan
sebagai salah satu unsur utama pengelolaan
sumber daya air terpadu. Untuk sistem alokasi
air di Indonesia yang tidak berdasarkan hak atas
air, maka DSS yang berdasarkan pada hak atas
air, seperti MODSIM kurang tepat diterapkan.
Sebaliknya DSS yang dapat membagi air secara
proporsional seperti DSS-Ribasim dan model
alokasi air dari Ms-Excel (Hatmoko, 1998) akan
lebih mudah digunakan di Indonesia.
Komponen penting yang harus ada dalam SPK
Sistem Pendukung Keputusan Alokasi Air ini harus mampu untuk: 1) meramalkan
Pada saat ini, para pemilik kepentingan, ketersediaan air ke depan; 2) mengakomodasi
termasuk para pengelola wilayah sungai di berbagai skenario yang diantisipasi, dan 3)
Indonesia belum memiliki akses pada sistem memberikan indikasi dampak yang akan terjadi
pendukung keputusan untuk alokasi air. Sistem jika suatu alternatif alokasi air dilaksanakan.
pendukung keputusan hanya digunakan oleh
konsultan sebatas untuk penyusunan laporan Studi Kasus Alokasi Air di DAS Cisadane
studi pola dan rencana. Sementara laporan hasil Kondisi Wilayah Studi
studi pola dan rencana seringkali tidak Sebagai studi kasus untuk mengkaji
transparan dalam pengungkapan data, proses implementasi sistem pendukung keputusan
dan hasil studi. Belum adanya sistem pendukung untuk alokasi air secara partisipatoris di wilayah
untuk perencanaan taktis dalam mengevaluasi sungai, dipilih Daerah Aliran Sungai (DAS)
pemberian ijin penggunaan air telah membuat Cisadane, yang merupakan bagian dari Wilayah
keputusan pemberian ijin menjadi rangkaian Sungai 6 Ci Cidanau-Ciujung-Cidurian-Cisadane-
rapat-rapat yang berkepanjangan. Ciliwung-Citarum. Studi perencanaan sumber
daya air oleh Delft Hydraulics (1989), IWACO
Kriteria SPK untuk perencanaan alokasi air (1994) dan Delft Hydraulics (2001)
Berdasarkan bahasan mengenai hukum, mengharapkan wilayah sungai yang terdiri atas
kelembagaan, sistem pendukung keputusan gabungan dari enam buah DAS ini, dapat
untuk perencanaan alokasi air di Indonesia mendukung kebutuhan air rumah-tangga,
diharapkan memenuhi kriteria-kriteria: (1) SPK perkotaan dan industri kota metropolitan
tersebut harus dapat digunakan sebagai sarana Jakarta, di samping memenuhi kebutuhan pokok
negosiasi dalam mencapai konsensus; (2) masyarakat dan irigasi pada DAS masing-masing.
berorientasi pada data untuk menyajikan data Daerah Aliran Sungai Cisadane, dengan luas
agar didapat kesamaan persepsi; (3) memiliki 5.456 km2 termasuk dalam Wilayah Sungai 6 Ci
fasilitas untuk mengelola berbagai skenario; (4) Cidanau-Ciujung-Cidurian-Cisadane-Ciliwung-
memiliki model untuk mengkaji dampak Citarum. DAS Cisadane ini meliputi wilayah
berbagai strategi alokasi air; (5) memiliki administratif Provinsi Jawa Barat, yang terdiri
fasilitas untuk mengelola pangkalan data atas Kabupaten Bogor dan Kota Bogor; dan
pengetahuan dan pengalaman yang ada Provinsi Banten, yang meliputi Kabupaten
(knowledge base); dan (6) mampu Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang
mengakomodasi sistem alokasi air yang Selatan.
berdasarkan pada prinsip keadilan bersama.
Sistem pendukung keputusan yang telah
digunakan dalam proses penyusunan
perencanaan alokasi air strategis, sebaiknya juga
digunakan dalam implementasinya, yaitu pada
perencanaan alokasi air taktis atau tahunan.
Pengelola DAS Cisadane adalah Balai Besar
Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, yang
merupakan lembaga di bawah Direktorat
Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian
Pekerjaan Umum. Di samping itu untuk irigasi
diantara 1.000 sampai dengan 3.000 ha, dikelola
oleh Dinas Sumber Daya Air dan Permukiman
Provinsi Banten dan Dinas Sumber Daya Air
Provinsi Jawa Barat. Sedangkan untuk irigasi
Gambar 4 Neraca Air Sungai Cisadane di dibawah 1.000 ha dikelola oleh Kabupaten/Kota
Bendung Pasarbaru terkait.
Secara formal, keberadaan para pemangku
Bangunan air penting di DAS Cisadane adalah kepentingan pada wilayah sungai 6 Ci yang
Bendung Empang yang mengairi daerah irigasi meliputi berbagai pengguna air, dengan
seluas 6.661 ha dan bendung Pasarbaru yang kepentingan yang berbeda tersebut diwakili
mengairi daerah irigasi Pasarbaru Barat seluas dalam forum Tim Koordinasi Pengelolaan
21.783 ha, dan daerah irigasi Pasarbaru Timur Sumber Daya Air (TKPSDA) 6 Ci. Organisasi
seluas 9.143 ha. Selain itu rencana TKPSDA ini terbentuk berdasarkan Keputusan
pengembangan sumber daya air di DAS Cisadane Menteri Pekerjaan Umum Nomor
terutama diarahkan untuk menunjang 594/KPTS/NI/2010 tentang Pembentukan Tim
pemenuhan kebutuhan air baku untuk Jakarta Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air
bagian Barat, yang saat ini dialirkan melalui Wilayah Sungai Cidanau - Ciujung - Cidurian -
Serpong. Dari neraca air Sungai Cisadane di Cisadane - Ciliwung - Citarum (WS 6 Ci). Tim
Bendung Pasarbaru yang disajikan pada Gambar terdiri atas 96 anggota, dimana setengahnya dari
4 terlihat bahwa pada bulan Juli, Agustus, dan unsur pemerintah pusat, provinsi, dan
September terjadi defisit penggunaan air. kabupaten/kota; sedangkan sisanya non-
pemerintah, berupa lembaga swadaya
Kelembagaan Pengelolaan Sumber Daya Air masyarakat,
Efektifitas TKPSDA yang mencakup wilayah
yang sangat luas ini terhadap pengelolaan
sumber daya air di DAS Cisadane juga masih
dipertanyakan. Pada saat ini yang secara nyata
sudah aktif berjalan sebagai perwakilan para
pemangku kepentingan di DAS Cisadane adalah
Dewan Sumber Daya Air Provinsi Banten.
Dewan Sumber Daya Air Provinsi Banten,
dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur
Banten Nomo 616.05/Kep.187-Huk/2008,
Tanggal 30 April 2008, diketuai oleh Gubernur
Banten, dengan Ketua Harian Kepala Dinas mengalokasikan air secara adil, efisien dan
Sumber Daya Air dan Pemukiman Provinsi berkelanjutan.
Banten. Anggota dari unsur pemerintah
berjumlah 12 orang, dan dari unsur non- Sistem Pendukung Keputusan untuk Alokasi
pemerintah 9 orang. Air secara Partisipatoris
Untuk mendukung proses pengambilan
Sistem Pendukung Keputusan untuk keputusan secara partisipatoris oleh para
Perencanaan Alokasi Air pemangku kepentingan di DAS Cisadane dalam
Berbagai sistem pendukung keputusan untuk mengalokasikan air secara adil, efisien dan
perencanaan alokasi air telah diterapkan di DAS berkelanjutan dengan kondisi ketersediaan air
Cisadane. Mulai dengan Delft Hydraulics dan yang sangat terbatas, diperlukan suatu sistem
Puslitbang Pengairan (1989) yang menggunakan pendukung keputusan. Peran utama
DSS-Ribasim untuk perencanaan strategis pengambilan keputusan secara partisipatoris
sumber daya air di Jawa Barat bagian Utara, yang adalah para pemangku kepentingan. Perlu
dilanjutkan dengan studi Sarana Bhuana Jaya dirumuskan siapa yang dapat mengambil
(2005) dengan skematisasi yang disajikan pada keputusan alokasi air di DAS Cisadane. Susunan
Gambar 6. Untuk alokasi air secara tepat waktu TK-PSDA Wilayah Sungai 6Ci yang begitu besar,
pada Sungai Cisadane di Bendung Pasarbaru nampaknya belum dapat mengakomodasikan
telah disusun model WRMM oleh Basin Water kepentingan masyarakat pemangku kepentingan
Resources Management Project (BWRMP), di DAS Cisadane. Idealnya suatu badan yang
sebagaimana disajikan pada Gambar 5 (Virama menampung aspirasi masyarakat DAS Cisadane
Karya dkk., 2000). akan terdiri atas 1) Unsur pengelola wilayah
Versi Ms-Excel yang relatif lebih sederhana sungai, yaitu Balai Besar Wilayah Sungai
dari model Ribasim dan WRMM untuk alokasi di Ciliwung-Cisadane, Balai PSDA Cisadane Provinsi
Sungai Cisadane telah disusun oleh Hatmoko Jawa Barat, dan Balai PSDA Cisadane Provinsi
(2006) yang dijalankan dengan menggunakan Banten; 2) Unsur pengguna air, yaitu perwakilan
instruksi makro untuk mengkaji dampak dari petani pemakai air, PDAM, dan industri; dan
pembangunan rencana bendungan Parungbadak 3) Unsur pemilik kepentingan lainnya, berupa
terhadap peningkatan keandalan penyediaan air perwakilan dari masyarakat pengguna air di DAS
irigasi dan air baku di Sungai Cisadane. Ketiga Cisadane.
model tersebut memberikan hasil yang sama,
yaitu bahwa pada bulan Juli, Agustus, dan
September rawan terjadi kekurangan air, dan
dapat ditanggulangi dengan pembangunan
waduk Parungbadak dengan kapasitas 600 juta
m3. Jika Waduk Parungbadak tidak dibangun,
maka dengan ketersediaan air yang sangat
terbatas diperlukan pengambilan keputusan
para pemangku kepentingan untuk
Alokasi Air Sungai CisadanepadaBendungPasarbaru


0.05
 
3.09
DI Cisadane Utara

0
PDAM Mauk
6.52 3.255 ha

0.05

3.09
DI CisadaneBarat Laut
8.885 ha 0 0 0.05 0.05

 
S. Induk Barat Laut
PDAM Bojongrenged
1.73

 1.818 ha

Sek Kedaung
6.57

0
1.73
Bd. Pasarbaru

6.95 6.95 6.96 13.53 13.53 15.26 15.26 15.28



DI Cisadane Barat S. Induk Barat
   

0.01 0.02

0.02
0
9.930 ha 0 Tng
0.02

0.02
0.01

0
   
3.95 0.82 0.81 0.8 0.78 0.76 0.75 0.75

0.01
 0.33 0.33 Sal. Induk Timur DI Cisadane Timur

0.01
0.02
 

0.02
0
787 ha
PDAM Rajeg
0.01
0.2 0 0.02
0.2
 
 
0.02
PDAM KotaTng
 0.01
0.01 20
0
 
0.05
 0.01
0.05 

0.01
0
0.07 0.03 0.01
S. Cisadane

0.02 0.01
 Mookervaart Penggelontoran
0.14 0.14
 Sal. Induk Tanah Tinggi  143 ha

20

Gambar 5 Skematisasi Model WRMM


(sumber: Virama Karya dkk, 2000)

Gambar 7 Model Ms-Excel untuk DAS


Cisadane (Hatmoko, 2006)

Model simulasi generik, seperti DSS-Ribasim


dan WRMM dapat digunakan secara
partisipatoris di DAS Cisadane, dengan
menyertakan anggota TK-PSDA, Dewan Sumber
Daya Air Provinsi Jawa Barat, Dewan Sumber
Daya Air Provinsi Banten, dan masyarakat
pengguna air lainnya dalam penyusunan
skematisasi sistem tata air, perumusan sasaran,
serta identifikasi upaya dan dampaknya. Peran
serta masyarakat pengguna air dalam
menentukan masukan SPK-AA ini dapat
dilaksanakan dalam Pertemuan Konsultasi
Gambar 6 Skematisasi DAS Cisadane dengan
Masyarakat (PKM), yang menurut Keputusan
DSS-Ribasim (Sarana Bhuana Jaya, 2005)
Menteri PU no. 22/2009 tentang Penyusunan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air, harus
dilaksanakan minimal dua kali.
Penggunaan model simulasi generik untuk
alokasi air ini sangat sesuai untuk analisis
skenario “bagaimana jika” atau what-if, dan
masyarakat dapat mengemukakan usulan
gagasan upaya-upaya yang dapat diketahui
dengan mudah dampak yang akan dihasilkan. dikenal secara luas. Akan tetapi pendekatan ini
Hasil dari dampak suatu upaya peningkatan hanya dapat dilaksanakan pada para pemangku
kinerja alokasi air, sebagaimana pada kepentingan dengan tingkat pendidikan dan
permasalahan sumber daya air lainnya, pada pemahaman terhadap sumber daya air yang
umumnya bersifat multi-kriteria. Hasil yang cukup.
diperoleh dapat berupa peningkatan produksi
pertanian, pemenuhan kebutuhan air bersih, Ilustrasi Penggunaan Model Alokasi Air Ms-
peningkatan produksi energi listrik, biaya Excel secara Partisipatoris
investasi serta operasi dan pemeliharaan, jumlah Sebagai ilustrasi, jika dilakukan perencanaan
penduduk yang harus dipindahkan, erosi dan alokasi air di DAS Cisadane secara partisipatoris,
sedimentasi, serta kualitas air. Pemilihan strategi maka model Ms-Excel dapat digunakan untuk
atau upaya berdasarkan banyak kriteria ini membantu memberikan solusi pada beberapa
seringkali sulit dilaksanakan secara sepakat oleh kondisi yang mungkin muncul sebagai berikut.
seluruh pemangku kepentingan. Agar dapat
diperoleh konsensus bersama, maka suatu Analisis kondisi saat ini
sistem pendukung keputusan analisis multi- Kondisi saat ini dapat diperlihatkan dengan
kriteria akan sangat membantu para pemangku melakukan simulasi dengan debit andalan
kepentingan. Salah satu jenis sistem pendukung Q80%, dan hasilnya adalah kekurangan air di
keputusan untuk analisis multi-kriteria adalah Daerah Irigasi (DI) Pasarbaru Barat, Pasarbaru
Analytical Hierarchy Process (AHP), yang dapat Timur, dan DI Empang, sementara air baku tidak
menyatukan preferensi para pemangku kekurangan air sebab diberi prioritas utama,
kepentingan dalam menentukan urutan prioritas sebagaimana disajikan pada Gambar 8. Dengan
upaya atau strategi perencanaan alokasi air. mempelajari Gambar 8, para petani akan sadar
Jika penerapan model DSS-Ribasim dan adanya kekurangan air di bulan Juli, Agustus dan
WRMM mengalami resistensi dari masyarakat September, oleh karena itu perlu menyesuaikan
para pemangku kepentingan karena dianggap pola dan jadwal tanam agar diperoleh hasil yang
buatan luar negeri, maka sebagai alternatif dapat optimal.
dicoba menggunakan pendekatan perencanaan
visi bersama atau shared vision planning (SVP). Solusi jangka panjang
Dengan pendekatan SVP ini, masyarakat dapat Untuk menanggulangi kekurangan air di DI
ikut serta berperan aktif menyusun model, Pasarbaru Barat dan Timur, maka diusulkan
memasukkan data, dan merumuskan alternatif pembangunan waduk Parungbadak dengan
pengelolaan alokasi air dengan bantuan model kapasitas 600 juta m3. Hasilnya adalah
dinamika sistem Powersim, Stella atau Vensim, kekurangan air di DI Pasarbaru dapat
disamping menggunakan Ms-Excel yang telah ditanggulangi secara sempurna (Gambar 9)
Gambar 8 Pemenuhan kebutuhan air kondisi saat ini

Gambar 9 Pemenuhan kebutuhan air DI Pasarbaru jika dibangun Waduk Parungbadak

Gambar 10 Pemenuhan air DI Pasarbaru jika ada kawasan industri 2 m3/s


Gambar 11 Pemenuhan air DI Pasarbaru jika ada kawasan industri 1 m3/s

Permintaan pengambilan air untuk industri proses negosiasi alokasi air dalam mencapai
Jika ada investor akan membangun kawasan konsensus bersama. Pada beberapa negara,
industri dan permukiman, yang membutuhkan sistem pendukung keputusan untuk alokasi air
air 2 m /s, maka kondisi kekurangan air irigasi
3
telah berkembang pesat menjadi sistem
DI Pasarbaru akan semakin parah, sebagaimana pendukung negosiasi, sistem pendukung
ditunjukkan pada Gambar 10. Dengan negosiasi berbasis internet, dan pembantu
kekurangan air yang terjadi sampai dengan akhir resolusi konflik. Penerapan berbagai sistem
Oktober, maka akan mengganggu awal tanam, pendukung keputusan tersebut di Indonesia
yaitu pada tahap persiapan lahan irigasi, jadi masih perlu disesuaikan dengan kondisi
sebaiknya permintaan investor tersebut ditolak. masyarakat, kelembagaan dan alam wilayah
Solusi kompromi sungai di Indonesia.
Mengingat pentingnya kawasan industri, maka Untuk mendorong keterlibatan masyarakat
dapat diusulkan kompromi, yaitu kawasan dalam pengelolaan alokasi air, maka perlu
industri diijinkan mengambil air sebesar 1 m 3/s, dikembangkan sistem pendukung keputusan
dan kekurangan air irigasi pada akhir Oktober untuk pengelolaan alokasi air secara
tidak separah pada pengambilan 2 m3/s. partisipatoris. Pengembangan ini dapat
dilakukan berdasarkan sistem yang sudah ada

Kesimpulan dan telah berjalan dalam perencanaan alokasi

Perubahan paradigma pengelolaan sumber daya air strategis, yaitu untuk penyusunan pola dan

air, yang melahirkan pendekatan pengelolaan rencana pengelolaan sumber daya air;

sumber daya air terpadu, telah mendorong perencanaan taktis untuk alokasi air tahunan

keterlibatan masyarakat dalam segala aspek dan pemberian ijin penggunaan air; serta

pengelolaan sumber daya air, termasuk pelaksanaan operasional alokasi air secara tepat

pengelolaan alokasi air. Adanya sistem waktu.

pendukung keputusan yang berbasis pada Proses pengambilan keputusan secara

masyarakat pengguna air akan mendukung partisipatoris dengan bantuan SPK ini dapat
pula dipandang sebagai proses pembelajaran
atau capacity building untuk para pemangku 8. Cardwell, H, Stacy, M. L. dan K. Stephenson.
2008. The Shared Vision Planning Primer:
kepentingan. Dalam proses ini para pemangku
How to incorporate computer aided dispute
kepentingan saling berbagi ketrampilan, resolution in water resources planning. U.S.
Army Corps of Engineers.
pengetahuan, dan visi, dalam meningkatkan
9. Carraro, C, Marchiori, C. Dan A. Sgobbi, 2005.
pengelolaan sumber daya air untuk kepentingan
Applications of Negotiation Theory to Water
masyarakat luas. Issues. FEEM Working Paper No. 65.05
University Ca’ Foscari of Venice, Dept. of
Economics Research Paper Series No. 09/06
Daftar Pustaka World Bank Policy Research Working Paper
No. 3641.
1. Alfieri, Lorenzo, Paolo Perona, dan Paolo
Burlando. 2006. Optimal Water Allocation 10. Delft Hydraulics dan Puslitbang Pengairan,
for an Alpine Hydropower System Under 1989. Main Report Cisadane-Cimanuk
Changing Scenarios. Water Resources Integrated Water Resources Development
Management 20, no. 5 (May): 761-778. Study (BTA-155 Project), Pusat Litbang
doi:10.1007/s11269-005-9006-y. Pengairan dan Delft Hydraulics, Bandung.
http://www.springerlink.com/index/10.100 11. Delft Hydraulics dan Puslitbang Pengairan,
7/s11269-005-9006-y. 1990. Cirata Reservoir Impounding Policy,
2. Apostolaki, S. dan D. Assimacopoulos. 2007. Pusat Litbang Pengairan dan Delft
Integrating Visioning , RIDA and DSS Hydraulics, Bandung.
activities in Alexandria. 2nd SWITCH 12. Delft Hydraulics, 2001. Main Report
Scientific Meeting, Dan Panorama Hotel, Tel- Jabotabek Water Resources Management
Aviv, Israel, 25 - 29 November 2007 Study (JWRMS), Ministry of Public Works,
3. Assaf, H., van Beek, E., Labadie, 2008. Jakarta
Generic Simulation Models For Facilitating 13. Dinar, A., Rosegrant, M.W., dan R. Meinzen-
Stakeholder Involvement In Water Resources Dick, 1997. Water Allocation Mechanisms
Planning and Management: A Comparison, Principles and Examples, Policy Research
Evaluation, and Identification of Future Working Paper 1779, The World Bank.
Needs, US Department of Energy
Publications. 14. Febriamansyah, R., 2006. The Use of AHP
(The Analytic Hierarchy Process) Method For
4. Assimacopoulos, D. 2004. An Integrated Irrigation IWACO, DHV, Delft Hydraulics,
Decision Support System for the evaluation of 1994. Jabotabek Water Resources
water management strategies. In IDS-Water Management Study, Final Report, Ministry of
Europe web conference. Public WorksWater Allocation In A Small
http://www.idswater.com/Common/Paper/P River Basin (Case Study In Tampo River Basin
aper_15/Assimacopolous.pdf. In West Sumatra, Indonesia), Eleventh
5. Bappenas, 2007. The New Water Policy in biennial global conference of IASCP, Survival
Indonesia, The State Ministry of National of the commons: Mounting challenges and
Development Planning / National new realities, Bali 19-23 Juni 2006
Development Planning Agency, Jakarta 15. Fedra, K., Kubat, M., dan Maja Zuvela. 2007.
6. Berger, Bret; Roger D. Hansen; Arlen Hilton. Water Resources Management : Economic
2002. Using the world-wide-web as a support Valuation and Participatory Multi-Criteria
system to enhance water management. Optimization. Proceeding of the Second
Irrigation Advisory Services and IASTED International Conference: 123-128.
Participatory Extension in Irrigation 16. GWP-TAC, 2000. Integrated Water Resources
Management Workshop organised by FAO – Management, TAC Background Papers no. 4,
ICID, no. July. Global Water Partnership, Stockholm,
7. Cai, X., dan D.C. McKinney, 1997. A Sweden.
Multiobjective Analysis Model for 17. GWP dan INBO, 2009. A Handbook for
Negotiations in Regional Water Resources Integrated Water Resources Management In
Allocation, Proc. ASCE Specialty Conference Basins, Global Water Partnership dan
on Water Resour. Plan. and Mgt., ASCE, p. International Network on Basin
510-515, New York, NY. Organizations, Swedia.
18. Harnanto, A., dan F. Hidayat, 2004. Water Management. Southwest Hydrology,
Allocation in the Brantas River Basin, July/August 2007.
Conflicts and Its Resolutions. Proceeding
30. Loucks, D. P.; Stedinger, J. R.; dan Haith, D. A.
APHW, Kyoto.
1981. Water Resources Systems Planning and
19. Hatmoko, W., 1998. Simulation Model for Management. New Jersey, Prentice-Hall
Water Allocation using Lotus-123, Proceeding
31. Loucks, D. P. dan E. Van Beek, 2005. Water
The Tenth Afro-Asian Regional Conference,
Resources Systems Planning and
ICID, Bali, 19 - 24 July 1998. ICID.
Management, An Introduction to Methods,
20. Hatmoko, W. 2006. Modeling of Real-Time Models and Applications, UNESCO, Paris.
Water Allocation Planning in Indonesia, ICID
32. Lowry, Thomas S, Suzanne A Pierce, Vincent
Proceeding of the 3rd Asian Regional
C Tidwell, and William O Cain. 2007.
Conference, Kuala Lumpur.
Merging Spatially Variant Physical Process
21. Hermans, L. M, 2001. Using stakeholder Models under an Optimized Systems
analysis to increase the effectiveness and Dynamics Framework. Sandia National
relevance of water resources systems Laboratories Albuquerque, New Mexico
modeling, Proceedings of a symposium field 87185 and Livermore, California 94550.
during die Sixth IAHS Scientific Assembly at
33. Lund, Jay R, and Richard N Palmer. 1997.
Maastricht, The Netherlands.
Water Resource System Modeling for Conflict
22. Hwan Ko, I. 2009. Development of a Decision Resolution. Water Resources Update 3/108.
Support System for Integrated Water
34. Mahmoud, M, and L Garcia. 2000.
Resources Management of the Citarum River
Comparison of different multicriteria
Basin. Water. ADB
evaluation methods for the Red Bluff
23. Ilich, Nesa. 2001. The Benefits of Replacing diversion dam. Environmental Modelling and
LP Solvers in Basin Allocation Models with a Software 15, no. 5 (July): 471-478.
Generalized Non-Linear Evolutionary doi:10.1016/S1364-8152(00)00025-6.
Network Flow Solver (SFEP). World Water http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/
Congress 2001, no. 1: 47-47. S1364815200000256.
doi:10.1061/40569(2001)47.
35. Mayasari, R. 2008. Applying hydro-
http://link.aip.org/link/ASCECP/v111/i405
informatics to introduce IWRM in Asian river
69/p47/s1&Agg=doi.
basin, The Case of the Citarum River Basin in
24. Imwiko, A., Kiefer, J.C., Werick, W.J., Cardwell, Indonesia. NARBO.
H. E., dan M. A. Lorie. 2007. Literature
36. Michaud, William R. 2009. Performance
Review of Computer- Aided Collaborative
Measures to Assess the Benefits of Shared
Decision Making. Water Resources. U.S. Army
Vision Planning and Other Collaborative
Corps of Engineers.
Modeling Processes. U.S. Army Corps of
25. IWACO, DHV, Delft Hydraulics, 1994. Engineers.
Jabotabek Water Resources Management
37. Nandalal, KDW, and S.P. Simonovic. 2003.
Study, Final Report, Ministry of Public Works
State-of-the-art report on systems analysis
26. Kersten, G. E. 1998. Negotiation Support methods for resolution of conflicts in water
Systems and Negotiating Agents. Colloque resources management. UNESCO, Paris.
SMAGET - 5 au 8 Octobre 1998.
38. Power, D.J. A Brief History of Decision
27. Labadie, John W. 1995. MODSIM : Decision Support Systems. DSSResources.COM, World
Support System for Integrated River Basin Wide Web,
Management. http://DSSResources.COM/history/dsshisto
ry.html, version 4.0, March 10, 2007.
28. Leemhuis, C. , Jung G., Kasei R., dan J. Liebe,
2009. The Volta Basin Water Allocation 39. Sarana Bhuana Jaya, 2005. Laporan Akhir
System: assessing the impact of small-scale Penyusunan Neraca Air Nasional (Tahap II),
reservoir development on the water resources Ditjen Sumber Daya Air, Jakarta
of the Volta basin, West Africa, Adv. Geosci.,
40. Sechi, Giovanni M, dan Andrea Sulis. 2010.
21, 57–62, 2009
Intercomparison of Generic Simulation
29. Lorie, Mark A., and Hal E. Cardwell. 2007. Models for Water Resource Systems.
Collaborative Modeling for Water
41. Stephenson, K, Shabman, L. dan S Langsdale,
2007. Computer Aided Dispute Resolution:
Proceedings from the CADRe Workshop.
Albuquerque, New Mexico, September, 2007,
U.S. Army Corps of Engineer.
42. Suyanto, S., Permana, R.P., Setijono, D. dan
Grahame Applegate, 2001. Kebijakan
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Aktivitas
Sosial Ekonomi dalam Kaitannya Dengan
Penyebab dan Dampak Kebakaran Hutan dan
Lahan di Sumatera, Prosiding Seminar
Sehari Policy on Natural Resources
Management and Human Activities in
Relationship with Forest and Land Fires,
Bandar Lampung.
43. Tohary, B., 1999. Pelaksanaan Alokasi Air di
Daerah Pengaliran Sungai Sampean, Balai
Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai
Sampean Baru di Bondowoso.
44. Van Cauwenbergh, N., D. Pinte, Tilmant, I.
Frances, a. Pulido-Bosch, dan M. Vanclooster.
2007. Multi-objective, multiple participant
decision support for water management in
the Andarax catchment, Almeria.
Environmental Geology 54, no. 3 (June): 479-
489.
45. Virama Karya, McDonald dan Wiratman,
2000. Pedoman Penyusunan Model Alokasi
Air dengan WRMM, Departemen
Permukiman dan Pengembangan Wilayah,
Jakarta.
46. Yulistiyanto, B. dan B. A. Kironoto, 2008.
Kajian Pengembangan Pengelolaan
Sumberdaya Air pada Wilayah Sungai Progo-
Opak Serang dengan RIBASIM, Dinamika
TEKNIK SIPIL, Volume 8, Nomor 1, Januari
2008 : 10 – 2
47. Yoe, C. E., dan K. D. Orth. 1996. Planning
Manual, IWR Report 96-R-21. U.S. Army
Corps of Engineers.

Anda mungkin juga menyukai