Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap tahunnya di Indonesia, berjuta-juta perempuan mengalami kehamilan yang


tidak direncanakan, dan sebagian besar dari perempuan tersebut memilih untuk mengakhiri
kehamilan mereka, walaupun dalam kenyataanya aborsi secara umum adalah illegal. Seperti
di negara-negara berkembang lainnya dimana terdapat stigma dan pembatasan yang ketat
terhadap aborsi, perempuan Indonesia sering kali mencari bantuan untuk aborsi melalui
tenaga-tenaga nonmedis yang menggunakan cara-cara antara lain dengan meminum ramuan-
ramuan yang berbahaya dan melakukan pemijatan penguguran kandungan yang
membahayakan. 1
Pada tahun 2000 di Indonesia diperkirakan bahwa sekitar dua juta aborsi terjadi.
Angka ini dihasilkan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan sampel yang diambil dari
fasilitas-fasilitas kesehatan di 6 wilayah, dan juga termasuk jumlah aborsi spontan yang tidak
diketahui jumlahnya walaupun dalam hal ini diperkirakan jumlahnya kecil. Walaupun
demikian, estimasi aborsi dari penelitian tersebut adalah estimasi yang paling komprehensif
yang terdapat di Indonesia sampai saat ini. Estimasi aborsi berdasarkan penelitian ini adalah
angka tahunan aborsi sebesar 37 aborsi untuk setiap 1,000 perempuan usia reproduksi (15-49
tahun). Perkiraan ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia dalam
skala regional sekitar 29 aborsi terjadi untuk setiap 1,000 perempuan usia reproduksi. Salah
satu alasan yang sering diungkapkan oleh perempuan yang mengupayakan aborsi adalah
bahwa mereka sudah mencapai jumlah anak yang diinginkan. Selain itu, banyak dari
perempuan yang belum menikah melakukan aborsi karena mereka ingin meneruskan
pendidikanya sebelum mereka menikah.1
Dalam salah satu penelitian ditemukan bahwa,hanya 4% dari klien yang melakukan
aborsi mengakhiri kehamilannya karena alasan untuk menjaga kesehatan fisik mereka. Di
Indonesia estimasi terbaru untuk kematian yang berkaitan dengan aborsi tidak tersedia. Badan
Kesehatan Dunia (WHO) mengestimasikan bahwa aborsi yang tidak aman bertanggung
jawab terhadap 14% dari kematian ibu di Asia Tenggara, tetapi untuk negara-negara di Asia
Tenggara dengan hukum aborsi yang sangat ketat, maka angka kematian ibu karena aborsi
meningkat menjadi 16% (termasuk Indonesia). Sementara jumlah dari upaya penguguran
kandungan yang dilakukan sendiri tidak diketahui, salah satu penelitian menemukan bahwa
hampir semua dari perempuan yang mencari upaya aborsi pada tempat pelayanan kesehatan,
pertama melakukan upaya aborsi sendiri. Dalam penelitian tentang klien yang mencari upaya
induksi haid di salah satu klinik di daerah perkotaan ditemukan bahwa, langkah pertama yang
diambil oleh para perempuan tersebut adalah untuk memakai obat-obatan yang dapat dibeli
tanpa resep atau minum jamu-jamuan untuk melancarkan menstruasi. Setelah itu banyak yang
kemudian melakukan test kehamilan. Bila kehamilannya dinyatakan positif, upaya yang
paling banyak dilakukan oleh perempuan-perempuan tersebut dalam usaha penguguran
kandungannya adalah dengan minum lebih banyak jamu-jamuan atau dengan upaya
pemijatan untuk aborsi yang dilakukan oleh dukun tradisional.
Bila upaya aborsi tersebut belum juga berhasil, perempuan tersebut baru kemudian
mengugurkan kandungannya di klinik.
Abortus provokatus dapat dikelompokan menjadi:
a. Abortus provokatus medisinalis.
Dilakukan atas indikasi medik dan dilakukan oleh tenaga kesehatan.
b. Abortus provokatus kriminalis.
Dilakukan secara ilegal tanpa indikasi medik, biasanya dilakukan dengan obat-obatan
atau alat tertentu.
Adapun alasan dilakukannya abortus kriminalis pada umumnya adalah2:
a. Faktor ekonomi
b. Faktor kesehatan
c. Ketidaksiapan
d. Penolakan terhadap bayi yang dikandungnya.
e. Malu terhadap lingkungan.
f. Dll.
Seks pranikah pada remaja dimotivasi oleh beberapa faktor, diantaranya hormonal, media
yang bertema seksual, wujud sebagai hadiah kepada pasangannya, sebagai penghukuman
kepada orang tua, dan juga sebagai tekanan dari teman sebaya. Efek psikologis aborsi dari
seorang wanita tergantung dari nilai-nilai kepercayaan yang dianutnya, dan juga
terhadaptingkat kepedulian terhadap dengan siapa dia membuat keputusan. Ia perlu
mempertimbangkan perasaannya sendiri dan reaksi dari orang-orang terdekatnya.3Banyak
perubahan yang dialam wanita pasca abortus , wanita yang melakukan abortus cenderung
akan dapat menimbulkan risiko baik gangguan fisik maupun gangguan psikologis. Abortus
merupakan stresor psikososial yang dapat menimbulkan stres kehidupan, yang merupakan
salah satu pencetus dan penyebab terjadinya gangguan jiwa. Wanita pasca abortus biasanya
mengalami gangguan kejiwaanyang disebut dengan sindroma pasca abortus. Salah satu
respon perasaan ibu pasca abortus, yaitu sedih dan merasa kehilangan.4
Dampak psikologik dari aborsi : Aborsi yangdiinduksi (aborsi spontan) keduanya
merupakan peristiwa kehidupan yangpenuh tekanan (stressful) dan menyebabkan kecemasan,
kesedihan atau dukacita dan pada beberapa perempuan menyebabkan depresi yang serius dan
gangguan penggunaan zat. Perempuan yang mengalamai keguguran lebih tampak cemas,
depresi dan somatisasi. Aborsi yang diinduksi dapat memiliki efek jangka panjang yang
merugikan kesehatan mental karena perasaan bersalah, rasa kehilangan yangtidak
terselesaikan dan harga diri yang lebih rendah.5 Wanita-wanita yang berobat untuk abortus ini
akan mengorbankan segalanya untuk mencapai tujuannya yaitu kehamilan yang tidak
diinginkannya. Timbul sikap seperti itu merupakan hasil dari hasil jalinan dari faktor sosial,
ekonomi dan budaya, yang bisa membuka peluang untuk mengakhiri kehamilannya. Mereka
yang melakukan abortus kriminalis pada umumnya meminta pertolongan pada orang yang
tidak berkompeten dan dilakukan pada kondisi yang tidak higienis.6,7. Post abortion syndrom
merupakan keadaan pada pelaku aborsi yang digambarkan berupa perasaan bersalah yang
mendalam dalam jangka waktu yang lama,depresi dan ketidakmampuan sosial dan
seksual.Juga dapat merupakan keadaan yang merasa hilangnya harga diri, perasaan berdosa,
penghinaan dari masyarakat, dan hilangnya ikatan pada pasangan yang mungkin akan
terjadinya kegagalan setelah pernikahan.8
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas :

 Nama : Nn. Erika Lestari


 Umur : 16tahun
 Status : Belum Menikah
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Pelajar
 MR : 36.83.69
 Alamat : Modayak
 Masuk RS : 19 Agustus 2015

Anamnesis :
Keluhan Utama:
Perdarahan dari jalan lahir sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien masuk rumah sakit tanggal 19/08/2015 dengan keluhan perdarahan dari jalan
lahir sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Perdarahan seperti bergumpal-gumpal disertai
mulas-mulas seperti ada yang mau keluar dari jalan lahir.
Pasien mengaku saat ini hamil kurang lebih 4 bulan dari hasil hubungan dengan
pacarnya, dan pasien juga ingin mengakhiri kehamilannya. Pasien ingin mengakhiri
kehamilannya karena saat ini belum menikah dan masih sekolah. Saat tahu hamil pasien
berusaha menyembunyikan kehamilannya dari orangtuanya. Dua hari yang lalu pasien
dengan pacarnya berusaha menggugurkan kandungannya dengan membeli dua butir obat
warna putih yang dibelinya dari toko obat. Setelah beberapa jam pasien mengeluh nyeri dan
mulas diperutnya dan akhirnya timbul perdarahan.

Riwayat penyakit dahulu:


Jantung, paru, hati, ginjal, darahtinggi, kencing manis disangkal.
Riwayat Haid:
Haid pertama umur 12 tahun, siklus teratur, lama 3-4 hari tiap siklus.
HPHT 23 April 2015.
Riwayat KB:
(-)
Riwayatkeluarga:
(-)
Status Praesens :
KeadaanUmum : Sakit Sedang Kesadaran : CM
TekananDarah : 100/60 mmHg Nadi : 96 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit Suhu : 36,9oC
Konjungtiva : anemis (+) Sklera : ikterik (-)
Cor/Pulmo : dbn Ekstremitas : edema (-)
TB :155 cm BB : 45kg

Status Lokalis :
Abdomen Inspeksi : cembung.
Palpasi : teraba fundus uteri ½ pusat simpisis.
Perkusi : WD (-)
Auskultasi : BU (+)

Pemeriksaan Ginekologi:
Inspeksi :fluksus (+), vulva: tak
Inspekulo :fluksus(+),vagina : tak, portio licin, erosi (-), livide (+), OUE terbuka.
PD : fluksus (+), vulva/vagina : tak, portio lunak, nyeri goyang (-), teraba masa di
OUE, OUE terbuka.
Korpus Uteri : sesuai kehamilan 14-16 minggu.
A/P bilateral : lemas, massa (-), nyer itekan (-).
CD : tidak menonjol.
PemeriksaanPenunjang :

Tanggal 19/08/2015
Hb10.8 gr/dl, Leukosit7.600 /mm3, Trombosit 336.000 /mm3

USG :
VU terisicukup
Uterus membesar ukuran 8.70x7,46 cm
Tampak gambaran vesikuler di kavum uteri
Kista lutein (-), cairanbebas (-)
Kesan : sisa kehamilan

Diagnosis :
G1P0A0 16 tahun hamil 14-16 minggu + Abortus Inkomplit.

Tatalaksana:
- Rencana kuretase
- Konseling, informed consent
- Laboratorium, USG
- Observasi tanda vital
Laporan Kuretase:
- Pasien tidur terlentang diatas meja ginekologi.
- Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah vulva dan sekitarnya.
- Dilakukan pengosongan kandung kencing.
- Dipasang spekulum, dilanjutkan pemasangan tenakulum pada arah jam 11.
- Dilakukan sondage, kesan uterus anteflexi ukuran 9 cm.
- Dilakukan kuretase searah jarum jam sampai dirasakan bersih.
- Keluar jaringan +/- 50 cc, perdarahan 30 cc.
- Kontrol perdarahan (-).
- Jalan lahir dibersihkan, kuretase selesai.
- Jaringan dikirim ke PA.
BAB III
PEMBAHASAN

Dalam laporan kasus ini akan dibahas:


1. Alasan yang mempengaruhi pasien mengakhiri kehamilannya.
Pasien saat ini berusia 16 tahun, berasal dari keluarga sederhana, kedua
orangtuanya bekerja sebagai petani. Pasien merupakan anak ke tiga dari 3 bersaudara.
Kondisi saat ini adalah hamil dengan percobaan aborsi yang dilakukan bersama
pacarnya. Kehamilannya adalah hasil hubungan diluar nikah dengan pacarnya
disekolah dan dilakukan atas dasar suka sama suka. Pasien juga masih berstatus
pelajar disekolah SMA. Kedua orangtua pasien tidak mengetahui kehamilannya. Saat
ini usia kehamilan pasien sekitar 4 bulan. Pada saat terlambat haid dan dilakukan tes
kehamilan dengan hasil (+) pasien merasa bingung dan gelisah karena kehamilannya
masih belum diinginkan dengan alasan belum menikah, masih sekolah dan masih usia
muda, juga pasangannya belum mapan/bekerja dan malu dengan keluarga dan
lingkungan rumahnya. Pasien berusaha mempertahankan kehamilannya dan
menyembunyikan tanda-tanda kehamilannya dan mengharapkan pacarnya
menikahinya. Pacarnya pun tidak berani mengungkapkan kehamilannya kepada
orangtuanya. Sampai akhirnya mereka sepakat untuk menggugurkan kandungannya.
Menurut pasien dia diberikan obat pil dari pacarnya dan harus meminumnya jika ingin
kehamilannya berakhir. Dengan pikiran bingung pasien meminum obat tersebut.
Pasien tidak mengetahui bahwa dampak dari usaha pengguguran dapat
membahayakan dirinya sendiri seperti perdarahan, infeksi, kelainan uterus, dll. Pasien
juga tidak banyak mengerti mengenai fungsi reproduksi dan kesehatan reproduksi.
Pasien dibawa ke VK dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir, lalu dilakukan
kuretase.
Sementara jumlah dari upaya penguguran kandungan yang dilakukan sendiri
tidak diketahui, salah satu penelitian menemukan bahwa hampir semua dari
perempuan yang mencari upaya aborsi pada tempat pelayanan kesehatan, pertama
melakukan upaya aborsi sendiri. Dalam penelitian tentang klien yang mencari upaya
induksi haid di salah satu klinik di daerah perkotaan ditemukan bahwa, langkah
pertama yang diambil oleh para perempuan tersebut adalah untuk memakai obat-
obatan yang dapat dibeli tanpa resep atau minum jamu-jamuan untuk melancarkan
menstruasi. Setelah itu banyak yang kemudian melakukan test kehamilan. Bila
kehamilannya dinyatakan positif, upaya yang paling banyak dilakukan oleh
perempuan-perempuan tersebut dalam usaha penguguran kandungannya adalah
dengan minum lebih banyak jamu-jamuan atau dengan upaya pemijatan untuk aborsi
yang dilakukan oleh dukun tradisional. Bila upaya aborsi tersebut belum juga
berhasil, perempuan tersebut baru kemudian mengugurkan kandungannya di klinik.
Dari paparan tersebut dapat dikatakan bahwa keluarga memiliki peran penting
dalam memberi bekal perilaku seksual remaja, kehangatan dan keterbukaan antara
remaja dan orang tua akan memberi pengalaman dan membentuk kepribadian yang
positif pada remaja sehingga dia memiliki bekal pengetahuan yang benar dan tepat
tentang bagaimana ia harus menyikapi perubahan yang terjadi dalam dirinya saat
menginjak masa remaja. Jika dilihat dari aspek motif individu, pada dasarnya ada
beberapa hal yang menjadi motif remaja melakukan hubungan seksual, yaitu dorongan
seksual, dorongan afeksi, keterpaksaan, dorongan untuk mendapatkan kesenangan
duniawi, dorongan untuk diakui oleh kelompoknya dan dorongan atau keinginan
untuk mencoba.
Kehamilan yang tidak dikehendaki pada remaja merupakan masalah yang
timbul akibat adanya perubahan sikap dan prilaku seksual pada remaja. Perubahan
tersebut terjadi karena meningkatnya jumlah remaja dan dorongan seks yang tidak
diimbangi dengan pengetahuan reproduksi dan budaya yang permisif terhadap seks
pra nikah. Remaja secara alami memiliki dorongan seksual yang besar, sebagian ingin
melakukannya untuk mendapat pengalaman seksual. Akibatnya mereka akan
terjerumus dalam prostitusi dan prilaku bebas seksual pra nikah. Dan jika ternyata
pasangannya hamil maka pihak laki-laki akan dituntut untuk menikahinya dan jika
ternyata tidak maka akan cenderung untuk melakukan aborsi. Masa remaja menurut
WHO berkisar antara umur 10-19 th, menurut WHO masalah remaja masa kini akan
menghadapi masalah masa pubertas dini, menunda pernikahan, kurangnya
pengetahuan kesehatan remaja, kurangnya bimbingan masalah kesehatan seksual.
Perilaku seksual remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial sampai dengan
media masa. Aborsi banyak dipilih karena beberapa hal, yaitu faktor ekonomi,
kesehatan, ketidaksiapan, penolakan terhadap bayi, menutup malu, dll. Bahkan bagi
sekolah yang memberlakukan pelajar hamil akan dikeluarkan dari sekolah merupakan
salah satu hal bahwa aborsi merupakan pilihan terbaik.1,2,6.
2. Pengaruh bagi Pasien setelah Tindakan Abortus Provokatus.
Rasa nyeri hebat pada bagian perut bawah adalah keluhan yang sangat
mengganggu setelah meminum pil putih yang didapatnya dari toko obat. Nyeri
disertai perdarahan yang makin banyak pun dialami setelah beberapa jam minum pil
putih. Keadaan tersebut yang akhirnya membawa pasien berobat ke Rumah Sakit
Prof. RD. Kandou.Pasien saat itu merasa terpaksa untuk meminum obat yang
akhirnya menyebabkan keguguran. Pasien merasa takut kalau terjadi kelainan pada
organ kandungannya, rasa khawatir jika suatu saat akan sulit hamil lagi,dan rasa
khawatir jika ditinggal pacarnya. Pasien juga berpikir sudah tidak utuh lagi dan
merasa menjadi wanita yang tidak berguna bagi keluarganya, rasa bersalah pun
dirasakannya setelah meminum obat tersebut.Menurut Gunawan & Sumadino(2007),
ketidakmampuan untuk merencanakan dan mengembangkan tujuan merupakan salah
satu keadaan yang dapat menimbulkan stres. Stres terjadi bila kesejahteraan dan
integritas seseorang dalam kehidupan seseorang terancam. Abortus merupakan
stresorpsikososial (peristiwa yang menimbulkan perubahan di dalam kehidupan)
yangdapat menimbulkan stres kehidupan, merupakan salah satu penyebab terjadinya
stres (Hawari, 1999). Pada umumnya wanita yang mengalami gangguan psikologis
pasca abortus menampakkan gejala-gejala post abortion syndrome seperti perasaan
bersalah, harga dirirendah, putus asa, cemas, insomnia,mimpi mengenai bayinya, suka
melamun.Peran tenaga medis dan keterlibatan petugas kesehatan secara profesional
sangat diperlukan untuk melakukan konselor. Disamping merawat fisik pasien, tenaga
medisjuga harus dapat memahami kondisi kejiwaan dan tekanan yang dialami pasien
setelah mengalami abortus agar dapat memberikan perawatan yang komprehensif
mencakup biopsikososio dan spiritual.5 Efek psikologis dari aborsi pada seorang
wanita sangat bergantung pada nilai-nilai dan kepercayaan yang dianutnya.dan juga
pada tingkat kepedulian dan kepada siapa dia membuat keputusan. Ia perlu
mempertimbangkan perasaannya sendiri dan reaksi dari orang-orang terdekatnya.
Hanya sedikit orang yang memandang aborsi sebagai suatu hal yang mudah untuk
dilakukan, namun banyak juga yang menganggapnya perlu, tergantung situasi pribadi
mereka. Dampak psikologis paska aborsi terhadap setiap individu sangat bervariasi
baik tahapan maupun jangka waktunya. Banyak faktor yang mempengaruhi respon
emosional wanita atau pasangannya terhadap aborsi. Reaksi teman dekat dan
keluarga, staff medis dan dokter yang melakukan aborsi, nilai individu terhadap
aborsi, kesediaan dan tekanan dari pihak luar untuk melakukan aborsi, sifat dan
kekuatan hubungan wanita dengan pasangannya, semua dapat berkontribusi terhadap
reaksi secara positif atau negatif.3Dampak psikologik dari aborsi : aborsi yang
diinduksi dan keguguran& (aborsi spontan) keduanya merupakan peristiwa kehidupan
yangpenuh tekanan (stressful) dan menyebabkan kecemasan, kesedihan atau dukacita
dan pada beberapaperempuan menyebabkan depresi yang serius dan gangguan
penggunaan zat. Perempuan yangmengalamai keguguran lebih tampak cemas, depresi
dan somatisasi. Aborsi yang diinduksi dapat memilikiefek jangka panjang yang
merugikan kesehatan mental karena perasaan bersalah, rasa kehilangan yangtidak
terselesaikan dan harga diri yang lebih rendah.7
3. Pandangan Pasien terhadap Tindakan Abortus.
Pasien merasakan bahwa tindakan aborsi yang dilakukan adalah sesuatu yang
tidak diinginkan dan sebenarnya pasien sangat menyesal melakukan tindakan tersebut.
Tetapi keadaan dan kondisi saat itu yang tidak memungkinkan kehamilannya harus
diteruskan. Aborsi merupakan hal yang dilarang oleh agama manapun, tetapi untuk
menutupi rasa malu terhadap keluarga dan lingkungan, serta kondisi pasien yang
belum siap dan masih sekolah pasien terpaksa melakukan tindakan tersebut. Pasien
tidak pernah tahu cara-cara melakukan aborsi, dan dampak-dampak setelah tindakan
aborsi.
Banyak remaja aktif secara seksual ( meskipun bukan karena pilihan mereka
sendiri). Setiap tahun sekitar 15 juta remaja melahirkan anak. Proses persalinan selalu
memiliki potensi risiko-risiko kesehatan, tetapi risiko persalinan anak ini menjadi
lebih besar bagi perempuan dibawah usia 17 tahun. Perempuan muda cenderung
memiliki pengetahuan terbatas atau kurang percaya diri untuk mengakses fasilitas
kesehatan sehingga mengakibatkan pelayanan yang terbatas. Kehamilan dini mungkin
akan menyebabkan para remaja muda yang sudah menikah merupakan keharusan
sosial. Kehamilan yang terjadi sebelum remaja berkembang secara penuh juga dapat
memberikan bermakna pada kehamilan ataupun persalinan. Dinegara-negara
berkembang, hampir 60% kehamilan dan persalinan pada remaja yang sudah menikah
atau belum menikah tidak dilakukan pertolongan. Persalinan yang tidak direncanakan
dapat mengarah pada stres emosional dan kesulitan ekonomi. Jika remaja perempuan
tersebut belum menikah, ia mungkin harus menghadapi sikap tidak setuju dari
masyarakat. Para siswa yang hamil dinegara-negara berkembang seringkali mencari
cara untuk melakukan aborsi untuk menghindari kemungkinan dikeluarkan dari
sekolah. Di negara-negara dimanapun aborsi adalah ilegal atau dibatasi oleh ketentuan
usia, para perempuan muda ini mungkin akan mencari penolong ilegal yang mungkin
tidak terampil atau berpraktik pada kondisi-kondisi yang tidak bersih. Aborsi yang
tidak aman menempati proporsi tinggi dalam kematian ibu diantara para remaja.
Selain penurunan risiko kesehatan pada kehamilan dini dan kehamilan yang tidak
dikehendaki, penundaan persalinan remaja akan menguntungkan bagi perempuan dan
masyarakat disekitarnya. Para perempuan muda yang menunda kelahiran anak
pertama mereka sampai melewati masa remajanya memiliki kesempatan yang lebih
besar untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan yang diperlukan untuk
membangun suatu keluarga. Peningkatan pendidikan berhubungan erat dengan
penundaan usia perkawinan dan kehamilan perempuan muda sehingga mereka baru
melakukannya setelah melewati masa remaja mereka.9
BAB IV KESIMPULAN

1. Kehamilan yang tidak dikehendaki pada remaja merupakan masalah yang timbul
akibat adanya perubahan sikap dan prilaku seksual pada remaja. Perubahan tersebu
tterjadi karena meningkatnya jumlah remaja dan dorongan seks yang tidak diimbangI
dengan pengetahuan reproduksi dan budaya yang permisif terhadap sekspranikah.
2. Jika dilihat dari aspek motif individu, pada dasarnya ada beberapa hal yang menjadi
motif remaja melakukan hubungan seksual, yaitu dorongan seksual, dorongan afeksi,
keterpaksaan, dorongan untuk mendapatkan kesenangan duniawi, dorongan untuk
diakui oleh kelompoknya dan dorongan atau keinginan untuk mencoba.
3. Pada umumnya wanita yang mengalami gangguan psikologis pasca abortus
menampakkan gejala-gejala post abortion syndrome seperti perasaan bersalah, harga
diri rendah, putus asa, cemas, insomnia,mimpi mengenai bayinya, suka melamun.
4. Jika remaja perempuan tersebut belum menikah, ia mungkin harus menghadapi sikap
tidak setuju dari masyarakat. Para siswa yang hamil dinegara-negara berkembang
seringkali mencari cara untuk melakukan aborsi untuk menghindari kemungkinan
dikeluarkan dari sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guttmacher Institute. Aborsi di Indonesia. 2008. Seri 02. Hal: 1-6.


2. Zalbawi S. Masalah Aborsi pada Remaja. 2002. Media LitBang Kesehatan DepKes.
Vol; XII. No.3.hal:1-8.
3. Putricaya. Gambaran Stress Abortus. Jakarta. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
2007. Hal; 1-23.
4. Hikmah N. Aspek Sosiologis Aborsi Provokatus. Jakarta. Universitas Syarif
Hidayatullah. 2010. Hal; 1-97.
5. Ningtyas R. Explorasi Perasaan Stress Paska Abortus. Jurnal Keperawatan Soedirman
(The Soedirman Journal of Nursing). Nopember, 2010. Volume 5, No.3.
6. Permana W. Faktor yang Mempengaruhi Sikap Permisif terhadap Aborsi pada
Remaja Tidak Kawin. Analisis Data SKKRRI 2007.
7. Haloho A, Md. Aspek psikososial dari Aborsi. Bagian Psikiatri Universitas Airlangga.
8. Aborsi. Universitas Sumatra Utara.
9. Martaadisoebrata D, Sastrawinata S, saifuddin AB. Bunga Rampai Obstetri dan
Ginekologi Sosial.2011; 326-7.

Anda mungkin juga menyukai