PENDAHULUAN
Liken planus adalah penyakit kulit yang ditandai dengan gatal, bersifat kronis,
penyebabnya belum diketahui secara pasti. Liken planus diklasifikasikan sebagai
penyakit papulosquamous. Pada tahun 1869 Erismus Wilson pertama kali
memperkenalkan istilah Liken planus.(1) Di Amerika Serikat, liken planus
dilaporkan sekitar 1% dari seluruh populasi pasien di seluruh klinik kesehatan.
Insiden terjadinya liken planus antara umur 30-60 tahun. Tidak terdapat
perbedaan ras dan jenis kelamin pada kelainan ini.(2,3)
Liken planus merupakan suatu kelainan yang unik, yakni suatu penyakit
inflamasi yang berefek ke kulit, membran mukosa, kuku, dan rambut. Lesi yang
tampak pada lichen planus-like atau dermatitis lichenoid tampak seperti ketombe,
beralur halus, kotoran yang kering dari tumbuh-tumbuhan simbiosis yang dikenal
sebagai liken. Walaupun morfologi ini mungkin sulit untuk dibandingkan, liken
planus merupakan suatu kesatuan yang khusus dengan bentuk papul “lichenoid”
yang menunjukkan warna dan morfologi yang khusus, berkembang di lokasi yang
khas, dan pola perkembangan karakteristik yang nyata (2,3,4).
Empat P: purple, pruritic, polygonal dan papule, adalah gejala klinis yang
(1)
dapat dicari untuk membantu menegakkan diagnosis liken planus . Pengobatan
yang diberikan dapat berupa topikal, sistemik, fotokemoterapi serta kombinasi.
Prognosis dari penyakit ini dapat sembuh sendiri.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Hobi : Mancing
I. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama: Benjolan-benjolan kecil disertai rasa gatal pada
punggung tangan kanan dan kiri, sejak lebih dari 1 tahun yang lalu.
2
- Tidak ada riwayat alergi
2. Tanda Vital :
Kesadaran : Compos Mentis RR : 19x/menit
TD : 120/80 mmHg Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,5oC
3. Kepala :
a. Mata : anemis (-), sklera ikterik (-), kelainan kulit (-)
4. Thoraks :
a. Jantung : bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
6. Ekstremitas
a. Superior: akral hangat, CRT < 2 detik
3
B. Status Dermatologi
1. Inspeksi
o Lokasi : Regio dorsum manus dextra et sinistra
o Distribusi : Regional
o Konfigurasi : Lesi papul warna ungu, multiple,bentuk poligonal,
lentikuler, polisiklik, sirkumskrip, tepi reguler, konsistensi padat
3. Auskultasi :-
4. Lain-lain :
4
C. Status Venerelogi
1. Inspeksi : tidak dilakukan pemeriksaan
V. DIAGNOSIS KERJA
Liken planus
VI. TERAPI
a. Non Farmakologi
- Menjelaskan kepada pasien tentang kemungkinan penyakit Liken
Planus yang dideritanya dan pengobatan hanya mengurangi gejala,
bercak yang ada tidak akan sembuh sempurna.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa bercak yang ada akan terasa
gatal dan bila gatal pasien disarankan mengolesinya dengan salep
yang diberikan.
- Menyarankan pasien untuk menggunakan obat sesuai aturan dan
melakukan kunjungan lagi ke dokter untuk mengevaluasi hasil
terapi.
5
b. Farmakologi
- Betamethasone salep: dioleskan pada lesi 1-2 kali/hari
- Loratadine 1x10 mg tab
- Prednison 3x10 mg tab selama 2-6 minggu
VII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad functionam: Bonam
Quo ad Sanationam: Bonam
6
BAB III
TNJAUAN PUSTAKA
7
3.2 Epidemiologi(5)
Distribusi LP ditemukan di seluruh dunia dengan predisposisi tidak
berdasarkan ras walaupun variasinya sering terjadi. Kira-kira sebagian pasien
dengan lesi pada kulit memiliki lesi oral yaitu sekitar 25 %. Liken planus tidak
memiliki predisposisi yang kuat untuk setiap jenis kelamin. Beberapa penulis
menemukan 60% kasus LP pada wanita. Ini berarti wanita lebih banyak daripada
pria dengan ratio 2:3 dan predominan terjadi pada orang dewasa di usia lebih dari
40 tahun. Pada daerah tropis dan subtropis kelompok umur muda juga menderita
LP. Prevalensi oral liken planus sekitar 1-2% dan lebih sering pada perempuan
dengan usia > 40 tahun. Di Jepang prevalensinya sekitar 0,5%, 1,9% di Swedia,
2,6% di India, dan 0,38% di Malaysia.
Etiologi dari LP belum diketahui secara pasti, ada hipotesis yang mengatakan
oleh virus, berdasarkan :
8
3.4 Patogenesis
Liken planus adalah respon kekebalan yang dimediasi sel yang tidak
diketahui asalnya. Ini dapat ditemukan dengan penyakit lain kekebalan diubah,
kondisi ini termasuk ulcerative colitis, alopecia areata, vitiligo, dermatomiositis,
morfea, liken sklerosis, dan mistenia gravis. Onset atau eksaserbasi liken planus
juga telah dikaitkan dengan peristiwa stres.(1,3)
Imunitas Cell-mediated, di sisi lain, memainkan peran utama dalam
memicu ekspresi klinis penyakit. Kedua CD4 + dan CD8 + sel T ditemukan dalam
lesi kulit dari liken planus. Perkembangan penyakit dapat menyebabkan
akumulasi sel CD8 +. Sebagian besar limfosit dalam liken planus dalah CD8 +
dan CD45RO (Memori) sel positif dan mengekspresikan T reseptor sel, dan D
reseptor.Sel ini tidak ditemukan pada kulit yang sehat.Sel-sel ini dianggap
bertanggung jawab untuk pengembangan reaksi lichenoid, yaitu apoptosis. Proses
inflamasi yang mengarah ke apoptosis sangat kompleks dan tidak sepenuhnya
dipahami. Interaksi epitel-limfosit dapat dibagi menjadi tiga tahap utama: paparan
antigen, aktivasi limfosit, dan apoptosis keratinosit.(1,3)
1. Lichen Planus-Specific Antigen
Hal ini terbukti bahwa sebagian besar sel T dalam liken planus, baik di
dalam epitel dan berdekatan dengan keratinosit sel basal yang rusak,
mengaktifkan limfosit CD8 + sitotoksik. Bukti dari liken planus oral
menunjukkan bahwa CD8 + sel T mengenali antigen-spesifik planus lumut terkait
dengan MHC kelas I pada keratinosit lesi.Sifat antigen ini tidak diketahui. Secara
teoritis, antigen mungkin merupakan peptida autoreaktif, sehingga likenplanus
dikelompokkan sebagai penyakit autoimun. Atau, mungkin mewakili suatu
antigen eksogen seperti protein, obat, paparan alergen, agen virus atau infeksi.(1)
Peran pembantu (CD4) sel T dalam patogenesis liken planus tidak
sepenuhnya didefinisikan. Sel T mungkin menjadi sel aktif melalui antigen-
presenting seperti sel-sel Langerhans atau sel aksesori seperti keratinosit
epidermis dengan histocompatibility kompleks II dan sitokin tertentu.Limfosit T
helper juga dapat menyebarkan CD8 + limfosit sitotoksik melalui tingkat selular
9
dan pelepasan sitokin.Sifat stimulasi antigenik tidak diketahui.Sensitizer Kontak
seperti logam dapat bertindak sebagai haptens dan menimbulkan suatu tanggapan
kekebalan. Paparan kronis merkuri, dan mungkin untuk logam lain seperti seperti
emas, dapat merangsang reaksi limfositik yang bermanifestasi sebagai liken
planus.. Peran infeksi dalam pengembangan liken planus telah seing dibicarakan.
Meskipun provokatif, tidak ada bukti konklusif tterkait lichen planus pada salah
satu infeksi atau mikroorganisme berikut: sifilis, herpes simplex virus 2, HIV,
amebiasis, kandung kemih kronis infeksi, virus hepatitis C, Helicobacter pylori,
dan human papillomavirus.(1)
2. Aktivasi Limfosit sitotoksik
Paparan antigen mengaktifkan CD8 + sel T. Activated limfosit sitotoksik
kemudian mengalami ekspansi ke jaringan, mengarah ke oligoclonal dan kadang-
kadang proliferasi monoklonal yang dideteksi oleh analisis dari sel T reseptor
(TCR) -Limfosit diaktifkan, baik oleh helper subset (T H1 dan H2 T) dan sel
sitotoksik-penekan, melepaskan mediator larut (sitokin dan kemokin), seperti
interleukin (IL) -2, IL-4, IL-10, interferon (IFN), tumor necrosis factor (TNF)-a,
dan transformasi faktor-ß1 pertumbuhan, yang menarik limfosit dan mengatur
aktivitas dalam dan berdekatan dengan epitel. Baik pro-dan anti-inflamasi sitokin,
yaitu, campuran T H1 dan H2 T produk sitokin, yang dihasilkan secara
bersamaan.Keseimbangan antara aktivasi limfositik dan downregulation
menentukan gejala klinis penyakit ini.IFN diproduksi oleh sel T helper selama
tahap pengenalan antigen, menyebabkan keratinosit untuk memproduksi
limfotoksin dan TNF-a, dan MHC kelas II, sehingga meningkatkan interaksi
dengan sel T helper.(1)
Interaksi yang erat antara limfosit dan membran basal target
metaloproteinase diproduksi oleh limfosit untuk mengubah protein matriks
ekstraseluler dan integrin, dan proses eventuates dalam apoptosis, gangguan
membran basement, reduplikasi, dan pembentukan celah subepidermal (lihat di
bawah). TNF-a upregulates ekspresi matriks metaloproteinase (MMP) -9 mRNA
dalam limfosit T lesi, dengan demikian semakin meningkatkan gangguan
membran basement .(1)
10
3. Apoptosis keratinosit
Mekanisme pasti yang digunakan oleh sel T sitotoksik untuk memicu
apoptosis keratinosit tidak sepenuhnya diketahui.Mekanisme yang mungkin
meliputi: (1) sel T disekresikan TNF-a mengikat TNF-R1 reseptor pada
permukaan keratinosit;(2) T sel permukaan CD95L (Fas ligan) yang mengikat
CD95 (Fas) pada keratinosit, dan (3) sel T disekresikan granzim memasuki
keratinosit melalui perforin-induced pori-pori membran. Semua mekanisme ini
dapat mengaktifkan keratinosit mengakibatkan apoptosis keratinosit.(1)
Limfosit yang diperoleh secara lanjut dapat menyebabkan apoptosis
melalui mekanisme yang berbeda, hilangnya dasar membran yang diturunkan.
Oleh karena itu, gangguan membran basal dapat memicu apoptosis.(1)
Berbagai lingkungan, perilaku, atau infeksi faktor lain telah diamati untuk
dihubungkan dengan pengembangan atau eksaserbasi liken planus. Namun, tidak
ada hubungan yang signifikan antara stres emosional, penggunaan tembakau,
kandidiasis oral atau gastrointestinal, dan pengembangan liken planus.(1,3)
Gejala yang timbul pada penderita liken planus umumnya berupa rasa gatal,
biasanya setelah satu atau beberapa minggu sejak kelainan pertama timbul diikuti
oleh penyebaran lesi. Tempat predileksi kelainan pertama ialah pada ekstremitas,
dapat di ekstremitas bawah, tetapi yang lebih sering di bagian fleksor pergelangan
tangan atau lengan bawah, distribusinya simetrik. Terdapat fenomena Kobner
(isomorfik), pada selaput lendir dapat terbentuk kelainan tetapi tidak
menimbulkan keluhan. Kelainan yang khas terdiri atas papul yang polygonal,
datar dan berkilat, kadang-kadang ada cekungan di sentral (delle). Garis-garis
anyaman berwarna putih (strie Wickham) dapat dilihat pada permukaan papul.
Variasi bentuk dapat terjadi pada liken planus, dapat terjadi konfigurasi anular
yang tebentuk karena papul-papul membentuk lingkaran, atau karena menghilang
di sentral dan perluasan ke perifer. Konfigurasi ini sering terlihat pada glans penis.
Dapat pula berkonfigurasi linear atau zosteroformis.
11
Kelainan di mukosa sangat patognomonik, letaknya di bukal, lidah, bibir, dan
seluruh saluran gastrointestinal. Pada vagina dan vesika urinaria terdapat
gambaran retikular seperti jala yang terdiri atas garis-garis puth atau strie abu-abu.
Kelainan mukosa terdapat pada 2/3 penderita liken planus. Pada alat kelamin,
25% pria menunjukkan kelainan pada penis terdiri atas papul anular atau strie
yang putih, kelainan pada kuku sebanyak 10%. Pada kulit kepala, papul yan
folikular dapat menimbulkan alopesia bersikatriks.
Pada lesi intraoral dapat timbul keluhan rasa tidak nyaman sampai nyeri atau
terbakar ketika makan makanan pedas. Lesi-lesi oral pada liken planus memiliki 2
tipe:
1. Tipe non erosive
a. Striae
Lesi berupa banyak garis-garis atau papula-papula putih halus yang
tersusun dalam suatu jaringan mirip jalan.
b. Atrofik
Akibat dari atrofi epitel dan terutama tampak sebagai bercak-bercak
mukosa yang merah, tanpa ulserasi. Tipe striae seringkali dijumpai di
tepi lesinya.
2. Tipe erosive
a. Plak
Lesi berupa bercak putih padat yang mempunyai permukaan yang
licin, sedikit tidak teratur, dan asimetris. Lesi tersebut umumnya
dijumpai pada mukosa pipi dan lidah. Pasien tidak akan menyadari
adanya lesi ini.
b. Erosif
Bila permukaan epitel sama sekali hilang dan mengakibatkan ulserasi.
Mukosa pipi dan lidah adalah daerah yang umum terkena. Pada
awalnya timbul vesikel atau bulla, yang akhirnya tererosi dan menjadi
ulserasi. Lesi-lesi yang matang mempunyai tepi-tepi merah tak teratur,
pseudomembran sentral nekrotik yang kekuning-kuningan dan bercak
12
putih melingkar yang sering terdapat di perifernya. Keadaan ini sangat
sakit dan dapat terjadi cepat sekali.
Pada umumnya banyak variasi secara klinik penyakit liken planus yang
dikategorikan menurut: (1) bentuk lesi, (2) lokasi.
1. Bentuk Lesi
a. Bentuk Anuler.
Bentuk lesi ini terdapat di punggung dan lebih sering ditemukan di
penis serta skrotum. Kira-kira ditemukan pada 10% penderita LP.
Umumnya papula membentuk gambaran cincin. Bentuk lain dari anuler
liken planus terjadi ketika lesi membesar dengan diameter 2 sampai 3 cm
dan mengalami hiperpigmentasi.
b. Erosi dan Ulserasi.
Bentuk ini menunjukkan lesi-lesi yang erosif, yang kemudian menjadi
ulkus pada selaput lendir yang telah terkena LP.
c. Atropik.
Bentuk ini jarang terdapat, tetapi pernah dilaporkan bersama dengan bentuk
folikuler, vesikulo bulosa, atau hipertrofik.
d. Liken Planus Guttate.
Variasi ini merupakan bentuk akut dari LP yang paling sering ditemukan.
Terdiri dari papul yang distribusinya luas pada LP. Papul merupakan ciri
utama dari LP dengan distribusi yang khas sehingga variasi ini berbeda
dengan yang lainnya.
e. Liken Planus Folikular (Liken Plano-pilaris).
Lesi folikuler merupakan bagian dari liken planus tipikal, tetapi kadang-
kadang menonjol dan sulit untuk didiganosis. Sementara mayoritas,
papulnya datar, lesinya berkelompok seperti “duri” dan berkembang
disekitar folikel rambut (liken plano-pilaris). Lesi folikuler terdapat di kulit
kepala yang bersisik dan terlihat seperti bekas luka pada alopesia.
13
f. Liken planus pigmentosus.
Merupakan pigmen kronik yang difus atau retikulasi hiperpigmen dengan
makula yang berwarna coklat tua pada daerah yang sering terkena paparan
sinar matahari seperti wajah, leher dan daerah lipatan lainnya.
g. Liken planus vesiko-bullosa.
Vesikel dan bula pada LP pasti ada, akan tetapi kadang-kadang menonjol
secara bersamaan sehingga sulit untuk didiagnosis. Liken planus bullosa
merupakan variasi yang jarang sehingga berkembang menjadi lesi berupa
vesikel dan bula pada penyakit liken planus.
h. Liken planus aktinik.
Nama lain variasi ini adalah liken planus subtropik, liken planus tropik,
erupsi likenoid aktinik, liken planus aktinikus, liken planus anuler atropi,
dan likenoid melanodermatosis.
2. Lokasi variasi
a. Liken planus pada kulit kepala.
Secara klinik maupun histologi liken planopilaris atau liken planus
folikuler menyerang kulit kepala. Pada kulit kepala secara tipikal terlihat
seperti gabungan papul keratotik yang folikuler.
b. Liken planus pada Kuku.
Permukaan kuku yang menipis merupakan karakteristik dari kuku
yanabnormal, ridging longitudinal dan adanya retakan/celah. Dasar kuku
mengalami perubahan, akan tetapi non spesifik seperti kuning karena
adanya kerusakan pada warna kuku, onikolisis dan
hiperkeratosis subungual.
c. Liken planus pada telapak tangan dan tumit.
Karakteristik bentuk lesi LP yang terdapat pada telapak tangan dan
tumit serta adanya lesi perubahan warna di tempat lain. Bentuknya terdiri
dari papul atau nodul dan lebih aktif di bagian pinggir daripada di tengah.
d. Liken planus pada mukosa.
Liken planus menyerang selaput di mulut, vagina, esofagus, konjunktiva,
uretra, hidung dan larings. Ciri utamanya adalah eritem dan erosi pada
14
lidah; kadang-kadang ada plak putih dengan rasa nyeri dan tidak nyaman.
Deskuamasi dan erosi pada vulva dan vagina disertai dengan rasa nyeri
terbakar, dispareunia.
15
paraneoplastik memiliki ciri-ciri klinik yang sama dengan erupsi likenoid
mukokutaneus.
Ketika LP menyerang mukosa vulva, lesi ini secara klinik maupun histologi
akan sulit dibedakan dari penyakit inflamasi lainnya, terutama liken sklerosus.
Untuk menegakkan diagnosis harus melakukan biopsi, karena sulit untuk
membedakannya dengan penyakit liken planus dilihat dari variasi yang ada.
3.8 Pengobatan(2,4,5,6,7)
a. Kortikosteroid
Steroid topikal merupakan pilihan terapi lini pertama atau initial terapi
pada liken planus ringan. Glukokortikoid topikal telah terlihat efektif. Pada
beberapa kasus dengan keluhan keadaan iritasi sekunder dan inflamasi
dapat ditambahkan antihistamin.
Glukokortikoid sistemik memperlihatkan keefektifan dalam pengobatan
liken planus yang berat atau yang sering relaps. Glukokortikoid sistemik
juga dapat diberikan pada pasien liken planus yang tidak respon dengan
terapi topikal. Dosis sistemik dapat digunakan secara tunggal, atau, yang
tersering, digabungkan dengan kortikosteroid topikal. Dosisnya mulai 30-
80 mg/hari, diturunkan setelah 3 sampai 6 minggu setelah menunjukkan
perbaikan atau setelah pemberian 6 minggu. Taffering off pada
kortiosteroid ini diturunkan 10 mg/ hari dalam seminggu. Dosis tersebut
diturunkan sampai mencapai dosis maintenance 20 mg/hari, selanjutnya
diturunkan lahi sebanyak 5 mg/hari dalam 1 minggu sampai dosis. Relaps
sering terjadi setelah pengurangan dosis atau penghentian obat. Pada kasus
relaps dosis dapat dipertahankan 20-30 mg/hari dan di kontrol dengan
steroid topikal.
Triamcinolon asetonide (5-10 mg/roL) adalah efektif dalam mengobati
liken planus di mulut dan kulit.Bisa juga digunakan pada liken planus
yang terjadi di kuku dengan injeksi di lipatan proksimal kuku setiap 4
minggu. Regresi terjadi dalam 3-4 bulan. Untuk liken planus yang
hipertrofi, konsentrasi glukokortikoid intralesi yang lebih tinggi diperlukan
16
(10-20 mg/ml). Observasi yng ketat diperlukan untuk mengelak terjadinya
komplikasi seperti atrofi atau hipopigmentasi pada tempat tertentu. Jika
adanya tanda-tanda komplikasi tersebut, pengobatan haruslah
diberhentikan segera. Glukokortikoid sistemik sangat berguna dan efektif
dengan penggunaan dosis lebih dari 20 mg/hari (30-80 mg prednisone)
untuk 4-6 minggu dengan dilanjutkan dosis yang dikurangi selama 4-6
minggu juga. Pengobatan lain termasuklah prednisone 5-10 mg/hari
selama 3-5 minggu. Gejala cenderung berkurang. Bagaimanapun, kadar
relaps selepas berhenti pemakaian obat tidak diketahui.
17
mulut. Respon yang cepat didapatkan dengan penggunaan 75 mg/hari atretinat,
tetapi efek samping dari retinoid berkait erat dengan penggunaan dosis.
e. Fotokemoterapi
Psoralen dan ultraviolet: Fotokemoterapi sangat berkesan pada liken planus di
kulit yang bersifat seluruh tubuh. Fotokemoterapi diberikan 3 kali dalam
seminggu, bila respon baik dapat di ulangi 3 kali dalam waktu 3-6 minggu
selanjutnya. Penggunaan dikombinasi dengan glukokortikoid oral dapat
mempercepat respon penyembuhan. Psoralen bisa digunakan saat mandi
dengan VVA terapi cahaya dengan menambahkan 50 mg triox alen ditambah
ke dalam 150 L air bersih, kemudian pasien didedahkan pada UVA setelah 10
menit selesai mandi memberikan hasil yang baik. Berkesan pada liken planus
yang lanjut. VVB juga berkesan pada liken planus di kulit yang sudah meluas.
18
Rasa gatal akan menghilang, kemudian papul akan rata pada permukaan kulit,
dan akan digantikan dengan hiperpigmentasi post inflamasi (HPI). Kadang-
kadang lesi hipertropik akan menetap selama berbulan-bulan bahkan sampai 20
tahun atau lebih.
19
BAB IV
PEMBAHASAN
20
berupa makula dan papul eritem yang timbul tiba-tiba, selanjutnya papul
membesar secara sentrifugal sampai sebesar lentikuler dan numuler. Bagian tubuh
yang sering terkena adalah bagian yang sering terkena gesekan atau tekanan,
seperti siku, lutut, dan punggung. Bagian tubuh lain adalah daerah yang berambut,
seperti pada kulit kepala yang memiliki skuama yang cukup tebal namun tanda
eritemnya tidak cukup jelas, psoriasis yang menyerang kuku jari tangan dan kaki
memberi gambaran berupa lubang kecil pada kuku yang disebut pin. Gambaran
histopatologis yang dapat ditemui pada psoriasis adalah hiperkeratosis,
parakeratosis, akantosis, dan hilangnya stratum granulosum.(2) Liken Planus
memiliki lesi yang mirip dengan psoriasis, yaitu meninggi dan dapat terlihat
dengan jelas. Lesi terebut juga umumnya tibul di daerah-daerah yang sering
mendapat trauma (Koebner’s Phenomenon). Namun tidak seperti Psoriasis, Liken
Planus tidak berhubungan dengan riwayat keluarga dan biasa sangat gatal.
Keterlibatan kuku dalam penyakit Liken Planus lebih umum daripada Psoriasis
21
mg. pada pasien ini juga diberikan antihistamin H1 generasi ke-2 karena efek
lama kerjanya lebih panjang daripada AH1 generasi pertama dan AH1 generasi
kedua ini diabsorbsi lebih cepat. Pada AH1 generasi kedua juga efek sedasi lebih
minimal. AH1 genersai kedua yang dipilih golongan piperidin yaitu loratadin
dengan lama kerja hingga 8-24 jam.
Pada pasien ini juga diberikan glukokortikoid sistemik, yaitu prednison tab
10 mg. Glukokortikoid sistemik memperlihatkan keefektifan dalam pengobatan
liken planus. Dosis sistemik dapat digunakan secara tunggal, atau, yang tersering,
digabungkan dengan kortikosteroid topikal. Dosisnya mulai 30-80 mg/hari,
diturunkan setelah 3 sampai 6 minggu setelah menunjukkan perbaikan. Prednison
dipilih untuk terapi pasien ini karena di absoprssi lebih cepat dan diharapkan efek
samping lebih minimal daripada steoid sistemik lainnya karena efek
glukokortikoid lebih sedkit dibandingkan dengan steroid lainnya. Steroid sistemik
ini diberikan selama 2-6 minggu dan diturunkan setelah 3 sampai 6 minggu
setelah menunjukkan perbaikan atau setelah pemberian 6 minggu. Taffering off
pada kortiosteroid ini diturunkan 10 mg/ hari dalam seminggu. Dosis tersebut
diturunkan sampai mencapai dosis maintenance 20 mg/hari, selanjutnya
diturunkan lahi sebanyak 5 mg/hari dalam 1 minggu sampai dosis. Relaps sering
terjadi setelah pengurangan dosis atau penghentian obat. Pada kasus relaps dosis
dapat dipertahankan 20-30 mg/hari dan di kontrol dengan steroid topikal. Bila
pasien tidak respon dengan pemberian kortikosteroid, pasien dapat diberikan
alternatif terapi lainnya seperti, penghambat calcineurin (tacrolimus) dan
imunosupresan lainnya (siklosporin, azatioprin, dll).
Prognosis dari liken planus yang diderita pasien pada umumnya baik bila
diobati dengan benar. Rasa gatal akan menghilang, kemudian papul akan rata
pada permukaan kulit, dan akan digantikan dengan hiperpigmentasi post inflamasi
(HPI). Kadang-kadang lesi hipertropik akan menetap selama berbulan-bulan.
Biasanya penyakit ini berlangsung 1-2 tahun sebelum akhirnya sembuh, kecuali
pada keadaan yang menyertai penyakit kronis. Durasi penyakit ditentukan oleh
luasnya area yang mengalami erupsi dan morfologi lesi. Erupsi yang terjadi secara
generalisata cenderung lebih cepat sembuh dibandingkan lesi kulit saja1,2,9.
22
Kekambuhan penyakit berkisar antara 15-20% dan cenderung terjadi di tempat
yang sama dengan tempat awal terjadi penyakit1,2,8,9.
23
BAB V
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima: Liken
Planus p. 282. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
2. Le Cleach, L; Chosidow, O. 2012. Liken planus on New England Journal of
Medicine 366;8 p.723-32. Masschucets Medical Society.
3. Pittelkow MR, Daoud MS. 2008. Lichen planus. In: Wolff GK, Goldsmith L,
Katz S, Gilchrest B, Paller A, eds. Dermatology in general medicine. 7th ed.
New York: McGraw-Hill, 244-55.
4. Gonzalez E, Momtaze-T K, Freedman S. 1984. Bilateral comparison of
generalized lichen planus treated with psoralens and ultraviolet A. J Am
Acad Dermatol 10:958-961
5. Daoud M.S, Pittelkow M.R. Lichen Planus, in : Freedberg I.M, Eisen A.Z,
Wolff K, Austen K.F, Goldsmith L.A, Katz S.I, Fitzpatrick T.B, eds.
Dermatology in General Medicine Eight Edition, Part Three “A”; Vol. 1. P.
296-312.
6. Shiohara T, Kano Y. 2008. Lichen Planus and Lichenoid Dermatoses, in:
Bolognia L Jean, Jorizzo L Joshep, Rapini P Ronald, editors. Dermatology,
2nd ed. Houston: The british library.1-28
7. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. 2004. Lichen Planus and
Lichenoid Disorders. Seventh Edition. Rook’s Text Book of Dermatology.
42.142.17
8. Solomon L M, Ehrlich D, Zubkov B. Lichen Planus and Lichen Nitidus, in:
John Harper, Arnold Oranje,Neil Prose, editors. Textbook of Pediatric
Dermatology Volume I, Second Edition. Oxford; Blackwell Publishing;
2006. P. 801-10.
9. Higgins E, Vivier A d. Lichen Planus. Skin Disease in Childhood and
Adolescence. Blackwell Science;1996. P.65-66.
25