Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, Vol. 1 No.

1 TAHUN 2015

DETEKSI WSSV (WHITE SPOT SYNDROM VIRUS) PADA LOBSTER AIR TAWAR
(PROCAMBARUS CLARKII) MENGGUNAKAN METODE REAL TIME-PCR
1)
Nefi Andriana Fajri, 2)Muhammad Ali dan 2)Sulaiman N. Depamede
1
) Laboratorium Mikrobiologi Manajemen sumberdaya Peternakan Pasca Sarjana Fakultas Peternakan
Universitas Mataram
2)
Fakultas Peternakan Universitas Mataram
Kata kunci : Abstrak
White Spot Serangan virus White Spot Syndrome (WSSV) telah memberikan dampak finansial yang
Syndrome cukup besar sejak tahun 1992. Tingkat mortalitas yang mencapai 100% menyebabkan
Virus, Lobster banyak pembudidaya udang dan lobster menderita kerugian. Untuk mengatasi permasalahan
Air Tawar, tersebut sangat diperlukan informasi tentang cara penyebaran virus WSSV sehingga dapat
RT-PCR diketahui solusi yang tepat untuk menghentikan penyebarannya pada tambak-tambak udang
maupun lobster. Pada penelitian ini, Lobster Air Tawar yang dibudidayakan di BBI Aik
Bukak dijadikan kontrol negatif (belum terinfeksi virus WSSV). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penularan virus WSSV pada lobster air tawar dapat berlangsung melalui
konsumsi udang yang telah terinfeksi virus WSSV serta melalui aliran air. Pleopod atau kaki
renang yang dideteksi dengan teknologi Real Time Polimerase Chain Reaction (RT-PCR)
mengandung virus WSSV yang lebih dominan dibandingkan insang

Key words : Abstract


White Spot White Spot Syndrome virus (WSSV) Attacks has provided substantial financial impact since
Syndrome 1992. The mortality rate reaches 100% causing many farmers of shrimp and lobster suffered
Virus, financial losses. To overcome these problems information on how the spread of the virus
Freshwater extreemely needed in order to stop the spread in ponds of shrimp and lobster. In this study,
cryfish, RT- Freshwater cryfish cultivated in Aik Bukak Fish Breeding Center (BBI Aik Bukak) used as a
PCR negative control (not infected with the WSSV ). The results indicate that the transmission of
the White Spot Syndrome Virus on crayfish can take place through the consumption of shrimp
that has been infected with WSSV and through the flow of water. Pleopod or swimming foot
detected by Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) technology containing WSSV
more dominant than the gills.

©2015 Universitas Mataram


 Alamat koresponden penulis: E-mail : nevi.andriana@yahoo.com

30
Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, Vol. 1 No. 1 TAHUN 2015

PENDAHULUAN Metode Penelitian


Perkembangan terkini di bidang biologi Perlakuan dan Proses Penanganan Sampel
molekuler telah memberikan kemudahan di Pada Penelitian ini lobster air tawar
berbagai bidang kehidupan manusia. Deteksi diberikan tiga macam perlakuan, masing-masing
penyakit yang semula berbasis keberadaan perlakuan dengan dua ulangan sebagai berikut :
antigen-antibodi, mulai ditingkatkan Perlakuan 1: Lobster air tawar diberikan pakan
spesifikasinya dengan menggunakan tehnik wortel dipelihara dalam dua aquarium, masing-
molekuler yaitu Polymerase Chain Reaction masing aquarium berisi 10 ekor lobster air
(PCR). Tehnik ini telah mampu mereduksi tawar. Perlakuan II: Lobster air tawar
terjadinya “false positive” pada deteksi beberapa diberikan pakan udang vanamei yang positif
jenis penyakit yang selama ini dilakukan dengan terinfeksi WSSV, dipelihara dalam dua
tehnik Enzyme-linked Immunosorbent Assay aquarium, masing-masing aquarium berisi 10
(ELISA). (Pestana et al, 2010) ekor lobster air tawar. Perlakuan III: Lobster
PCR dapat digunakan untuk menentukan air tawar diberikan pakan wortel dipelihara
keberadaan suatu penyebab penyakit (patogen) dalam dua aquarium yang airnya berasal dari
dan dapat digunakan untuk menentukan aquarium perlakuan II.
kandungan materi genetik baik DNA maupun Isolasi Jaringan
RNA. Dalam beberapa tahun terakhir ini, Pada penelitian ini lobster yang
pengunaan teknologi PCR telah dikembangkan digunakan untuk isolasi jaringan sudah berumur
menjadi tehnik Real Time Polymerase Chain lebih dari 1,5 bulan dengan panjang badan ± 13-
Reaction (Real Time PCR). Deteksi hasil dalam 14,5cm, untuk itu bagian tubuh yang dijadikan
Real Time-PCR langsung di kuantifikasi oleh untuk isolasi jaringan DNA cukup diambil pada
perangkat lunak (software) pada komputer. bagian pleopod dan insang seperti yang
Keunggulan penggunaan tehnik ini, diantaranya: disarankan oleh Supriatna (2013).
(1) lebih cepat, (2) lebih sensitivif, dan (3) lebih Ekstraksi DNA
spesifik, dan (4) dapat mengetahui kuantitas Ekstraksi DNA pada lobster air tawar
pathogen. menggunakan metode CTAB-DTAB (IQ2000®).
Pada penelitian ini dilakukan deteksi penyakit
bercak putih atau white spot syndrome pada Amplifikasi DNA
lobster air tawar, dengan menggunakan Real Tahap Pengenceran terhadap standar
Time PCR. Di Indonesia, penyakit WSSV positif WSSV (P(+)) dengan membuat 5 tingkat
mewabah sejak tahun 1995 dan menyerang pengenceran berturut-turut yaitu 105, 104, 103,
udang hingga 100% kematian selama 3- 10 hari 102, dan 101. Pengenceran dimulai dengan
sejak gejala klinis muncul. Namun, di Indonesia mengambil sebanyak 1 µl kontrol positif P(+)
penelitian mengenai penyakit WSSV belum 104 (stok) dipindahkan ke dalam tube dengan
banyak dilakukan baik dalam aspek kode 103, kemudian ditambahkan 9 µl ddH2O
penularan maupun pencegahannya (Alifuddin et sebanyak 1 µl P(+) Standar 103 dipindahkan ke
al., 2003). Dalam deteksi penyakit tersebut, dalam tube dengan kode 102, kemudian
penggunaan tehnologi Real Time-PCR ditambahkan 9 µl ddH2O, begitu seterusnya
memungkinkan untuk mengetahui jumlah hingga konsentrasi 5.
salinan (copy) dari virus tersebut. Menyiapkan Master Mix PCR: Semua
reagen diencerkan terlebih dahulu pada suhu
METODOLOGI PENELITIAN ruang, vortex ± 5 detik, lalu spin sebentar agar
Materi Penelitian reagen tercampur rata. Masukkan 20 µl master
Materi penelitian yang dipergunkan mix ke dalam masing-masing well. Kemudian
dalam penelitian ini adalah lobster air tawar tambahkan 8 µl sampel DNA dan 8 µl kontrol
jenis Procambarus Clarkii. Sebagai pakan positif serta 8 µl RT-PCR grade water (ddH2O)
penginfeksi, digunakan udang vannamei untuk NTC (kontrol negatif).
(Litopenaeus vannamei) yang positif terinfeki Setting Siklus PCR: dengan mengatur suhu,
virus WSSV. Untuk pakan noninfeksi digunakan waktu dan jumlah siklus dalam tahapan-tahapan
wortel. PCR.

31
Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, Vol. 1 No. 1 TAHUN 2015

Variabel yang diamati Deteksi Virus WSSV menggunakan PCR


Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian Konvensional
ini adalah :

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengamatan Gejala Klinis
Hasil pengamatan menunjukkan
aktifitas berenang lobster pada masing-masing
perlakuan berbeda antara perlakuan I, II dan III.
Pada perlakuan I tidak ada menunjukkan gejala,
pada perlakuan II lobster air tawar yang
terinfeksi virus WSSVcenderung berenang ke
arah tepi secara bergerombol, pergerakan pasif,
dan terlihat lemah, sedangkan pada perlakuan III Keterangan:
gejalanya terlihat setelah 18 hari pasca infeksi. Gambar a. Hasil PCR konvensional terhadap sampel
lobster control (Perlakuan I)
Pada perlakuan I, sisa pakan dalam
Keterangan: 1=Marker, 2-4= Kontrol (Perlakuan I).
aquarium terlihat tidak ada. Sedangkan pada 3= Kontrol Positiv Virus WSS stok
perlakuan II, sisa pakan sudah mulai terlihat Gambar b. Hasil PCR konvensional terhadap sampel
pada hari ke 3 pasca infeksi, dan pada perlakuan lobster Positif terinfeksi WSSV (Perlakuan II)
III sisa pakan mulai terlihat hari ke 10 pasca Keterangan: 1= marker, 2 = kontrol negatif (bufer
infeksi. Pada hari ke 10, lobster air tawar pada PBS), 3 = kontrol positif (virus WSS stok), 4-8 =
perlakuan II sudah ada yang mati. Kematian sampel lobster yang mati dan diduga terserang virus
total lobster pada perlakuan tersebut terjadi pada WSS.
hari ke 13 pasca infeksi. Hasil penelitian ini Gambar c. Hasil PCR konvensional terhadap sampel
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh lobster (Perlakuan III)
Keterangan: 1=Marker, 2=Kontrol, 3= Sampel
Wang et al (1998) yang menyatakan bahwa
Lobster pada Perlakuan III
lobster jenis P. clarkii akan mati total dalam 18
hari setelah terinfeksi virus WSSV. Adanya
Pada perlakuan I (Gambar 1) sampel lobster control yang
perbedaan ini antara lain disebabkan oleh tingkat
diambil dari BBI Aik Bukak Lombok Tengah tidak
infeksi virus yang dialami oleh lobster air tawar
ditemukan adanya virus WSSV yang menginfeksi lobster
yang ditentukan jumlah konsumsi udang
air tawar, sedangkan hasil visualisasi pita DNA
terinfeksi lebih banyak.
pada gel agarose perlakuan II menunjukkan adanya
Lobster pada perlakuan III (air
pita pada sampel lobter air tawar yang terinfeksi virus
aquariumnya dialirkan dari aquarium lobster
WSSV (Gambar 5b, nomer 3 dan 4). Hal ini
yang diberikan pakan udang yang terinfeksi
menunjukkan bahwa pada sampel tersebut
virus WSSV pada perlakuan II) mengalami
terdeteksi adanya virus WSSV yang berarti
kematian pada hari ke 15 pasca infeksi. Hasil
sampel lobster positif terserang virus WSSV (Perlakuan
pengamatan memperkuat hasil penelitian Chang
II), dan pada perlakuan III (airnya dialiri dari perlakuan II)
et al, (1996) bahwa virus WSSV mampu
ditemukan adanya virus WSSV yang menginfeksi lobster
menyebar melalui kanibalisme maupun melalui
air tawar pada perlakuan III sebanyak 1 ekor, baik pada
air yang terkontaminasi oleh virus. Secara fisik
pleopod maupun kaki renang.
sampel lobster air tawar tidak menunjukkan
adanya gejala klinis terserang virus WSSV,
Deteksi virus WSSV dengan Real Time PCR
yaitu tidak adanya bintik putih pada bagian
Amplifikasi DNA virus WSSV secara otomatis
tubuh (karapas) untuk itu perlu dilakukan uji
oleh software Rotor Gene Q Series secara lebih
lebih lanjut dengan menggunakan PCR
spesifik digambarkan dalam bentuk kurva
Konvensional dan Real Time-PCR.
standard dan grafik amplifikasi.Titik pada kurva
standar (Gambar 2) menunjukkan beberapa
tingkat pengenceran yang masing-masing
memiliki nilai Ct (Threshold cycle) yaitu siklus
PCR saat kurva amplifikasi memotong garis
threshold. Garis threshold merupakan garis
deteksi Real Time PCR. Nilai untuk garis

32
Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, Vol. 1 No. 1 TAHUN 2015

threshold dapat secara otomatis ditentukan oleh mendekati dari nilai standar slope. Dalam
Software PC atau dapat dihitung secara manual pengujian terdapat 23 well masing-masing
dengan mengalikan 5% dari nilai tertinggi batas sesuai letak sampel pada plate PCR. Terdapat 18
amplifikasi (Prasetyo, 2009). sampel, dan 5 kontrol positif (+), Selain itu,
dapat dilihat kuantitas dari DNA virus yang
Line Threshold = 5% x batas tertinggi amplifikasi teramplifikasi dan nilai perpotongan garis
threshold (Threshold Cycle (CT)) dari masing-
Rumus untuk menghitung Nilai garis masing sampel dalam siklus PCR. Hal tersebut
threshold menunjukkan adanya deteksi DNA WSSV yang
diperoleh pada sampel tersebut. Untuk lebih
Kurva standar dari amplikasi sampel lobster air jelasnya ditunjukkan pada grafik.
tawar dengan pengenceran 105, 104, 103, adalah
sebagai berikut:

Keterangan : = standard; = sampel; = kontaminan


Gambar 2. Kurva standar untuk sampel lobter
Keterangan : = standard 10000, = 406 PL, = 406 IN, =
air tawar
standard 1000, = standard 100, = standard 100,

Adanya gradien garis pada kurva = 407 PL, = 402 PL, = 402 IN, =

standar menunjukkan ketepatan kuantitas DNA standard 10, = 401 PL, = 400 IN, = 400 PL,
virus yang diperoleh dan kualitas pengenceran
= 407 IN, = 399 PL, = 403 PL
yang telah dilakukan. Semakin kecil standar
pengenceran yang dilakukan, semakin akurat
hasil yang akan diperoleh. Namun, resiko Gambar 3. Grafik hasil Real Time-PCR terhadap
bergesernya standar positif pada gradien garis virus WSS pada sampel lobster air tawar
kurva standar semakin besar sehingga tidak
menunjukkan kuantitas DNA virus yang Berdasarkan hasil deteksi menggunakan
diharapkan. Hal tersebut biasanya disebabkan Real Time PCR diketahui bahwa dari delapan
oleh kualitas pengenceran yang kurang optimal. belas sampel yang di deteksi ada 7 (tujuh)
Pada kurva standard pengenceran ekstraksi sampel yang tidak positif terinfeksi WSSV dan
DNA (gambar 2) dapat dilihat sampel isolate 11 (sebelas) sampel yang positif terinfeksi
lobster air tawar sudah bagus karena tidak ada WSSV, dapat dilihat pada grafik amplifikasi
yang terkontaminasi, bisa dilihat dari sampel (Gambar 3).
yang sudah masuk dalam garis lurus pada kurva Grafik amplifikasi merupakan grafik
standar. Kurva standar isolat lobster air tawar yang menunjukkan keberadaan DNA hasil
memiliki nilai slope -4,078, nilai Y-Intercept 42, amplifikasi (Wijayati dan Fahris 1999).Adanya
918 dan nilai R2 0,986, sedangkan menurut infeksi suatu penyakit atau hasil positif pada
Pestana et al. (2010) sebuah kurva standar grafik amplifikasi ditandai dengan adanya
dengan standar positif harus memiliki kriteria akumulasi pada sinyal fluorescen dan melintasi
nilai slope di antara -3,1 sampai -3.8 dan nilai R2 base line threshold (Koesharyani, et. al, 2008).
> 0,980. Nilai slope sampel yang berasal dari Dari grafik amplifikasi hasil uji, sampel dengan
isolate lobster bernilai -4,078 > -3,8, ini kode 399PL, 400PL, 400IN, 401PL, 401IN,
menunjukkan nilai slope sudah hampir 402PL, 402IN, 403PL, 406PL, 406IN, 407PL,
407IN (Gambar 3) yang melintasi garis

33
Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, Vol. 1 No. 1 TAHUN 2015

threshold sedangkan sampel dengan kode antenna, sel sarung organ limfoid, simpul syaraf
399IN, 401IN, 403IN, 404PL, 404IN, 405PL, dan hepatopankreas.
dan 405IN, tidak melintasi garis threshold. Pada penelitian ini lobster air tawar
Kode sampel uji yang tidak melintasi dapat tertular dari air sebagai pembawa, pada
garisthreshold menunjukkan hasil negative perlakuan III yang airnya dialiri dari perlakuan
sedangkan yang melewati garis threshold II (yang diberikan pakan udang positif terinfeksi
menunjukkan hasil positif. Grafik amplifikasi WSSV) positif terinfeksi virus WSSV baik pada
sampel uji dan kurva standar berbentuk sigmoid pleopod maupun insang. Penyebaran penyakit
yang terdiri atas beragam warna yang masing- WSSV dapat disebabkan oleh adanya organisme
masing menunjukkan fragmen DNA WSSV carrier, yaitu organisme pembawa penyakit yang
sampel uji yang teramplifikasi. dapat menularkan penyakit pada organisme
lainnya, tetapi organisme carrier tersebut tidak
Bagian Tubuh Lobster Air Tawar Yang menunjukkan gejala klinis penyakitnya tapi tiba-
Paling Banyak Mengandung Virus WSSV tiba sampel uji mati. Untuk mengatasi dampak
Berdasarkan hasil deteksi virus WSS virus ini, diperlukan pengetahuan mengenai
pada dua organ tubuh lobster air tawar diketahui transmisi infeksi virus WSSV terutama pada
bahwa dari delapan belas sampel yang di deteksi tingkat molekuler untuk dapat melakukan
ada beberapa sampel yang negatif terinfeksi intervensi terhadap patogenisitasnya sehingga
WSSV dan ada bagian dari tubuh lobster air penanganan dapat dilakukan secara tuntas dan
tawar yang tidak terdeteksi virus WSSV. Pada efisien.
pengujian Real Time PCR terdapat beberapa
sampel yang tidak terdeteksi, disampel kode 399 KESIMPULAN
pada insang, 401 pada insang, 403 pada insang Berdasarkan hasil penelitian dan
dan Sampel kode 404 dan 405 positif tidak pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai
terinfeksi WSSV baik pada insang maupun berikut: Lobster Air TAwar yang dibudidayakan
pleopot. di BBI Aik Bukak (dijadikan kontrol pada
Hasil deteksi menunjukkan bahwa penelitian ini belum terinfeksi virus WSSV);
terdapat virus WSS pada pleopod atau kaki Penularan virus WSS pada lobster air tawar
renang lebih banyak dibandingkan dengan dapat berlangsung melalui konsumsi udang yang
insang yaitu sampel 390PL dengan kuantitas telah terinfeksi virus WSS serta melalui aliran
virus WSSV sebanyak 184.4857 copy, 400PL air; Pleopod atau kaki renang dideteksi
sebanyak 17.9088 copy, 400IN sebanyak mengandung virus WSSV yang lebih peka
58.4634 copy, 401PL sebanyak 116.1588 copy, dibandingkan insang..
402PL, sebanyak 18.1145 copy, 402IN sebanyak
10.372 copy 403PL sebanyak 60.6218 copy DAFTAR PUSTAKA
406PL sebanyak 2720.3105 copy, 406IN Chang, P.S., Chen, H.C., and Wang, Y.C.
sebanyak 491.6056 copy 407PL sebanyak 1998.Detection of White Spot
62.0582 copy dan 407IN dengan kuantitas virus SyndromeAsociated Baculovirus in
WSSV sebanyak 11.0368 copy. Jelas terlihat Eksperimentally Infected Wild
bahwa pada pleopod atau kaki renang yang Shrimp, crab andLobsters by inSitu
paling banyak mengandung virus WSS
Hybridization Aquacult.164233-
dibandingkan insang. Seperti yang dilaporkan
oleh Wang et al (1998) organ target WSSV itu 242.
adalah pleopod, insang, perut, otot abdominal, Dieffenbach, C.W., T.M. J.Lowe, & G.S.
hemolin, usus, hati, pleopod, organ limfoid, Dveksler.1993. General Concepts
erpidermis, organ saraf, hepatopankreas, testes, for PCR Primer Design. PCR
ovary, spermatophorus dan tangkai mata, dan Methods Application 3:30-37.
menurut (Lightner, 1996) organ Target WSSV Fatimi, Humairah. 2010. Polymerase Chain
adalah epitilium kutikula dan jaringan ikat pada Reaction (PCR). Palembang :
insang, sel epitelia subkutikular, limfoid, Program Studi Ilmu Biomedik
kelenjar antenna, dan hemolin. Tetapi infeksi Program Pasca Sarjana, Universitas
WSSV jarang terjadi pada epitelium kelenjar
Brawijaya.

34
Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, Vol. 1 No. 1 TAHUN 2015

Irawati.2008, Penambahan ekstrak wortel Shrimp, Crabs and Other


(Daucus carrota L) pada pakan Arthropods. Dis Aquat Org 27:215–
untuk meningkatkan pertumbuhan 225
dan tingkat kelangsungan hidup Lorenz, T. 1998. A Review of Carotenoid,
lobster air tawar(Cherax Astaxanthin, as a Pigment and
quadricarinatus).Thesis. Universitas Vitamin Source for Cultured
Erlangga. Surabaya Penaeus Prawn.
Kasornchandra J, Boonyaratpalin S, Itami T http://www.cyanotech.com. 7 hal.
(1998) Detection of white-spot _________. 2000. Natu Rose TM Natural
syndrome in cultured penaeid Astaxanthin as a Carotenoid and
shrimp in Asia: microscopic Vitamin Source for Ornamental
observation and polymerase chain Fish and Animals.
reaction. Aquaculture 164:243–251 http://www.cyanotech.com. 8 hal.
Kiiyuki, C. 2003. Laboratory Manual of Madeali, M. I., A. Tompo dan Muliani.
Food Microbiology for Ethiopian 1998. Diagnosis Penyakit Viral
Health and Nutrition Reasearch Pada Udang Windu, Penaeus
Institute (Food Microbiology monodon Secara Histopatologis dan
Laboratory). Unido Project: 28-33, Antibody Poliklonal Dengan Metode
75-80 Elisa. Jurnal Penelitian Perikanan
Koesharyani isti, Tatik Mufidah, Hambali Indonesia, 4 (3): 11-18.
Supriyadi, Hessy Novita , 2008, Mahardika, K., Zafran dan I. Koesharyani.
Infeksi Infectious Myonecrosis Virus 2004. Deteksi White Spot Syndrome
(IMNV) Pada Budidaya Udang Virus (WSSV) Pada Udang Windu
Vaname (penaeus Vannamei) Di (Penaeus monodon) di Bali dan
Jawa Timur.: 945-949 JawaTimur Menggunakan Metode
Lightner, D.V. 1996a.A Handbook of Polymerase Chain Reaction (PCR).
Shrimp Pathology and Diagnostic JurnalPenelitian Perikanan
Procedures for Diseases of Cultured Indonesia, 10 (1): 55-60.
penaeid Shrimp. The World Martens, T.R. & R.L. Hammersmith. 1995.
Aquaculture Society. Baton Rouge, Genetics Laboratory Investigation.
Louisiana, 70803 USA. 10th ed. Prentice-Hall, Englewood
Lightner, D.V. 1996b.Epizootiology, Cliffs: vii + 277 hlm.
distribution and the impact on Sánchez-Paz, A., 2010. White spot
international trade of two penaeid syndrome virus: an overview on an
shrimp viruses in the Americas. emergent concern. Veterinary
Revue Scientifique et Technique Research, 41, 43.
Office International des Epizooties Pestana, E.A., S. Belak., A. Diallo., J.R.
15: 579-601. Crowther., G.J. Viljoen. 2010. Early
Lio-Po, G.D., Albright, L.I., Traxler, G.S. Rapid and Sensitive Veterinary
and Leano, E.M. Moleculer Diagnostics – Real Time
2001.Pathogenicity of The PCR Applications. Springer.
Epizooeic Ulcerative Syndrome Dordrecht Heidelberg, London New
(EUS)-Associated Rhabdovirus to York
Snakehead Ophicephalus Striatus. Pranawaty, R.N., Buwono, I.D., dan
Fish Pathology 36, 57-66. Liviawaty, E. 2012.Aplikasi
Lo C.F., Ho C.H., Peng S.E., Chen C.H. and Polymerase Chain Reaction (PCR)
7 others. 1996. White Spot Konvensional dan Real Time PCR
Syndrome Baculovirus (WSBV) Untuk Deteksi White Spot Syndrome
Detected in Cultured and Captured Virus Pada Kepiting.Jurnal

35
Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, Vol. 1 No. 1 TAHUN 2015

Perikanan dan Kelautan. Vol. Budidaya Air Payau


3(4):61-74. (BBPBAP).Jepara.8 hlm.
Prasetyo, A., 2009. Materi Asistensi Yuwono, T. 2006. Teori dan Aplikasi
Biomedik FK UNS. FK UNS. Polymerase Chain Reaction.
Semarang Penerbit Andi: Yogyakarta. Spot
Prijanto, Muljati. 1992. Polymerase Chain Syndrome Virus (WSSV).Department
Reaction (PCR) untuk Diagnosis of Biology, Faculty of Science,
Human Immunodeficiency Virus Srinakharinwirot University,
(HIV). http://www.pcr.htm. Diakses Bangkok.
1 Mei 2014.
Polanski, A. & M. Kimmel. 2007.
Bioinformatics. Springer, Berlin:
xvii + 376 hlm.
Sambrook, J. & D.W. Russell. 2001.
Molecular Cloning: A Laboratory
Manual. 3rd ed. CSHL Press, New
York: xxvii + 18.
Tonsakun, F., Siwaporn, L., S.
Rukpratarnporn, P.
Chaivisuthangkura, W. Sithigornul,
and P. Sithigorngul. 2006.
Experimental Infection of Three
PalaemonidShrimps With White
Wang, Y. G., M. Shariff, P.M. Sudha, P.S.
Srinivasa Rao, M.D. Hassan and
L.T. Tan. 1998. Managing white
spot disease in shrimp, Infofish
International.p : 30-36.
Wang, C. S., Y. J. Tsai, G. H. Kou and S. N.
Chen. 1997. Detection of White
SpotSyndrome Disease Virus
Infection in Wild Caught
Greasyback Shrimp, Metapenaeus
Ensis (deHaan) in Taiwan. Fish
Pathology, 32 (1): 35-41.
Weeden, N. F., Timmerman, G. M.,
Hemmat, M., Kneen, B. E., dan
Lodhi, M. A. 1992.Inheritance and
reliability of RAPD markers.In
Application of RAPD technology to
plant breeding, symposium
Proceedings, Crop Science Of
America, Madison, W. I.,
p.12-17.
Wijayati, A., dan N. Fahris. 1999. Teknik
Deteksi Serangan Virus. Pelatihan
Petugas Pengamat Penyakit.
Balai Besar Pengembangan

36

Anda mungkin juga menyukai