Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya kesehatan ialah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam mewujudkan

kesehatan tersebut dapat dilihat dari dua aspek yakni pemeliharaan kesehatan dan

peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan mencakup dua aspek, yaitu aspek

kuratif (pengobatan penyakit) dan aspek rehabilitative (pemulihan kesehatan setelah

sembuh dari sakit atau cacat). Sedangkan peningkatan kesehatan mencakup dua

aspek, aspek preventif (pencegahan penyakit) dan aspek promotif (aspek

peningkatan kesehatan itu sendiri (Notoatmodjo, 2007). Salah satu upaya preventif

atau pencegahan primer yang sangat efektif untuk menghindari terjangkitnya

penyakit infeksi adalah imunisasi.

Imunisasi merupakan sebuah program yang dengan sengaja memasukkan

antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten

terhadap penyakit tertentu (Proverawati, 2010). Dengan demikian, angka kejadian

penyakit infeksi akan menurun, kecacatan serta kematian yang ditimbulkannya pun

akan berkurang (Deslidel, 2011). Program ini sengaja digalakkan oleh pemerintah

guna mencegah penyakit serta menurunkan angka kesakitan dan kematian anak

karena Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I), seperti, Hepatitis B,

Radang selaput otak, Radang paru paru, Polio, dan Campak sedangkan Imunisasi

DPT adalah imunisasi yang diberikan yang bertujuan untuk mencegah penyakit

Difteri, Pertusis dan Tetanus (Kemenkes, 2010).

1
2

Setiap tahun lebih dari 1,4 juta anak di dunia meninggal karena berbagai

penyakit yang sesungguhnya dapat dicegah dengan imunisasi. Di Indonesia difteri

tersebar merupakan masalah kesehatan berbasis lingkungan yang tersebar di seluruh

dunia. Di Asia Tenggara (South East Asia Regional Office) pada Tahun 2011

Indonesia menduduki peringkat kedua dengan 806 kasus difteri setelah India jumlah

kasus difteri 3485 dan Nepal merupakan negara ketiga 94 kasus difteri.

Pada tahun 2010 Indonesia negara kedua tertinggi dengan 432 kasus difteri.

Sedangkan kasus difteri tertinggi pertama di dunia tahun 2011 adalah India dengan

3485 kasus (WHO, 2012). Pada tahun 2011, jumlah kasus difteri di Indonesia

tersebar 18 provinsi dengan total 811 kasus dengan 38 orang meninggal. Kasus

difteri meningkat setiap tahunnya di Provinsi Jawa Timur yang tersebar di

kabupaten/kota yang dengan angka kematian yang cukup tinggi. Kejadian Luar Biasa

(KLB) difteri ditetapkan di Jawa Timur. Tahun 2015 di Kabupaten atau Kota

Bangkalan mengalami kenaikan pada tahun 2014 sebanyak 11 kasus sedangkan

distribusi kasus difteri pada tahun 2015 meningkat sebanyak 19 dengan nilai CFR

15,79% yang tersebar di beberapa kecamatan, sementara bila dilihat dari pencapaian

imunisasi dasar lengkap tahun 2015 sebanyak 11,567 (77,57%). Capaian ini juga

menurun dibandingkan pada tahun sebelumnya dimana pada tahun 2014 mencapai

88% (Dinkes Kabupaten Bangkalan, 2015).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, peneliti melakukan wawancara dengan

bidan setempat didapatkan data terdapat beberapa anak yang belum diimunisasi DPT

2 hal ini dikuatkan dengan wawancara dengan 10 ibu yang tidak mengimunisasikan

DPT 2 pada bayinya didapatkan hasil 7 orang mengatakan takut mengimunisasikan

anaknya kembali karena anak rewel setelah disuntik, 3 orang mengatakan bahwa
3

imunisasi kurang penting sehingga mereka tidak mengimunisasikan anakanya sampai

saat ini sudah ada tindak lanjut dari petugas kesehatan yang ada namun kurang

optimal karena petugas hanya melakukan pendidikan kesehatan pada saat kegiatan

posyandu berlangsung, padahal banyak orang tua yang tidak hadir saat kegiatan

tersebut. Hal ini didukung dari data UCI dan non UCI diwilayah puskesmas Burneh.

Dibawah ini adalah tabel pencapaian UCI di Puskesmas wilayah Burneh pada bulan

Juli-Juni 2017.

Tabel 1.1 Data UCI di beberapa puskesmas wilayah Burneh yang didapat pada bulan
Januari- Juni 2017
No Desa Jumlah imunisasi lengkap % Capaian Desa UCI/Non UCI
1 Burneh 27 19,68 Non UCI
2 Langkap 21 17,35 Non UCI
3 Benangkeh 40 32,51 Non UCI
4 Alas Kembang 2 4,41 Non UCI
5 Tonjung 34 13,22 Non UCI
6 Arok 0 0,00 Non UCI
7 Kapor 10 39,65 Non UCI
8 Sobih 3 7,83 Non UCI
9 Pangolangan 25 53,88 UCI
10 Perreng 3 7,83 Non UCI
11 Binoh 4 9,22 Non UCI
12 Jambu 8 16,87 Non UCI
Sumber : Puskesmas Burneh, 2017

Komitmen seseorang dalam tindakan (pencegahan) dapat dipengaruhi oleh

faktor, pendidikan dan pengetahuan. Tingkat pendidikan responden yang rendah dan

pengetahuannya yang kurang tentang penyakit imunisasi dn bahaya komplikasinya

telah menjadi faktor yang menyebabkan rendahnya komitmen responden dalam

merencanakan tindakan pencegahan penyakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi

ibu tidak bersedia untuk mengimunisasikan anaknya dengan alasan yang sangat

sederhana yaitu kondisi sosio demografi, ketepatan waktu pelayanan imunisasi,

promosi kesehatan, kondisi ekonomi masyarakat, budaya masyarakat dan kondisi

wilayah (Depkes RI, 2008). Komitmen masyarakat dalam melaksanakan imunisasi

dipengaruhi oleh faktor kondisi sosio demografi yang terdiri dari usia, pekerjaan
4

pendidikan, ketepatan waktu pelaksanaan imunisasi, promosi kesehatan, kondisi

sosial ekonomi, budaya dan kondisi wilayah (Depkes RI, 2008).sedangkan menurut

Hidayati (2010) alasan yang menyebabkan ibu tidak melengkapi imunisasi anaknya

antara lain pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, sikap, jarak, fasilitas, dukungan

keluarga, pendapatan serta ketersediaan informasi. Ketidakpatuhan orang tua dalam

mengimunisasikan anakanya berdapak pada meningkatnya kejadian difteri, pertusis

dan tetanus, yang akan menyebabkan peningkatan angka kesakitan bahkan

peningkatan angka kematian akibat penyakit ini (Kemenkes, 2014)

Komitmen orang tua dalam mengimunisasi balitanya merupakan salah satu

kendala atau hambatan bagi tercapainya keberhasilan target cakupan imunisasi.

Imunisasi itu sendiri sangat penting sebagai upaya pencegahan penyakit pada anak

dan sudah direkomendasikan pada masyarakat sejak lama namun kenyataannya

sampai sekarang pencapaian target cakupan imunisasi pada anak masih tidak sesuai

dengan yang diharapkan yaitu 80-100%. Guna meningkatkan komitmen orang tua

dalam keikutsertaan kelengkapan imunisasi dasar maka diperlukan upaya pemberian

konseling dan pendidikan keluarga (Achmadi, 2006 dalam Astuti et al, 2016).

Pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan dengan berbagai upaya, salah

satunya adalah dengan pendidikan kesehatan, pendidikan kesehatan erat hubunganya

dengan pencegahan penyakit, tanpa pendidikan kesehatan orang tua tidak dapat

menentukan arah dalam pengambilan keputusan terkait dengan pilihan kesehatan

yang akan diambil (Susilo, 2011)

Model keperawatan Health Promotion yang dikembangkan oleh Pander,

merupakan konsep model yang memperdayakan individu dan keluarga untuk

meningkatkan derajat kesehatannya, dukungan yang positif terhadap keluarga


5

melalui pendidikan kesehatan dapat meningkatkan kepercayaan diri serta membantu

keluarga dalam pengambilan keputusan terkait pilihan kesehatan yang akan diambil.

Konsep ini mendemontrasikan hubungan antara manusia dengan lingkungan fisik

dan interpersonalnya dalam berbagai dimensi. Model ini menggabungkan dua teori

yaitu teori nilai pengharapan dan teori pembelajaran sosial dalam perspekstif

keperawatan manusia dilihat dari fungsi holistik. Konsep ini menekankan bahwa

sakit membutuhkan biaya yang mahal sedangkan perilaku promosi kesehatan

adalah logis dan ekonomis. Model ini membagi menjadi tiga variabel yang ikut

berpengaruh dalam perilaku kesehatan antara lain sikap yang berhubungan dengan

aktifitas, Komitmen rencana tindakan serta adanya kebutuhan yang mendesak

(Tomey Alligood, 2006 dalam Rakhmawati 2012). Dengan mengembangkan model

yang tepat untuk pembelajaran maka diharapkan pengetahuan seseorang berubah

sehingga sikap dan perilaku kesehatan yang diambil dikembangkan sesuai dengan

harapan.

1.2 Identifikasi Masalah

Faktor yang Pendidikan


mempengaruhi orang Kesehatan
tua dalam dengan media
mengimunisasikan leaflet
anaknya Masih ditemukan
a. Faktor internal orang tua yang tidak
1) Pengetahuan patuh dalam
2) Pengalaman memberikan
3) Persepsi individu imunisasi DPT secara
b. Faktor eksternal lengkap pada bayinya
1. Sosial budaya
2. Pendidikan
kesehatan
Gambar 1.1 Identifikasi masalah Perbedaan komitmen ibu dalam pemberian
imunisasi DPT 2 pada bayi usia dibawah 3 bulan sebelum dan
sesudah pemberian health promotion model Nola J., Pander
6

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi orang tua dalam mengimunisasikan

anaknya antara lain:

a. Faktor internal

1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan justified true believe. Seorang individu

membenarkan (justifies) kebenaran atas kepercayaannya berdasarkan

observasinya mengenai dunia. Jadi bila seseorang menciptakan pengetahuan, ia

menciptakan pemahaman atas suatu situasi baru dengan cara berpegang pada

kepercayaan yang telah dibenarkan. Dalam definisi ini, pengetahuan

merupakan konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara

abstrak. Penciptaan pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-

fakta, namun suatu proses yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan

atau ditiru. Penciptaaan pengetahuan melibatkan perasaan dan sistem

kepercayaan (belief sistems) dimana perasaan atau sistem kepercayaan itu bisa

tidak disadari (Bambang, 2008). Pengetahuan merupakan alasan seseorang

bertindak, ibu akan mengimunisasikan atau tidak mengimunisasikan anaknya

sangat dipengaruhi faktor ini.

2) Persepsi

Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan,

pendengaran, penciuman, serta pengalaman masa lalu (Sarwono, 2007). Satu

objek yang sama dapat dipersepsikan berbeda oleh beberapa orang, individu

akan melakukan suatu tindakan berdasarkan atas persepsi atau objek stimulus

atau situasi tertentu. Jika seseorang memilki persepsi yang negatif terhadap

imunisasi maka seorang tersebut tidak akan melakukannya begitu juga jika
7

seseorang berpersepsi bahwa imunisasi tersebut penting maka seseorang

tersebut akan melaksanakan imunisasi tersebut apapun konsekuensinya.

3) Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai

sumber, misalnya petugas kesehatan, guru, teman, media massa (surat kabar,

majalah) dan media elektronika (televisi, radio, internet). Pengalaman tersebut

dapat membentuk suatu keyakinan tertentu sehingga seseorang akan

berperilaku sesuai keyakinan termasuk didalam melakukan saat

mengimunisasikan anaknya, pengalaman yang didapat dari imunisasi

sebelumnya ataupun pengalaman yang didapat dari orang lain akan

mempengaruhi perilaku kesehatan selanjutnya.

b. Faktor eksternal

1. Sosial budaya

Lingkungan sekitar akan sangat mempengaruhi seseorang untuk

mengimunisasikan anakanya. Seseorang akan mudah terpengaruh oleh

lingkungannya apabila orang tersebut tidak memiliki pengetahuan dan

pendirian yang cukup, misalnya seseorang yang melihat kerabatnya yang tidak

melakukan imunisasi bagi anaknya ternyata tidak ada dampak kesehatan yang

muncul, maka orang tersebut akan lebih cenderung berperilaku yang sama

meskipun perilaku tersebut tidak baik untuk ditiru.

2. Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam

bidang kesehatan. Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan

atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat,


8

kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut,

masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang

kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat

berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, dengan adanya

pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku

sasaran (Notoatmodjo, 2007).

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi penyebab masalah diatas, maka peneliti membatasi

penelitianya untuk mengetahui Perbedaan komitmen ibu dalam pemberian

imunisasi DPT 2 pada bayi usia dibawah 3 bulan sebelum dan sesudah pemberian

health promotion model Nola J., Pander.

1.4 Rumusan Masalah

Apakah ada Perbedaan komitmen ibu dalam pemberian imunisasi DPT 2 pada

bayi usia dibawah 3 bulan sebelum dan sesudah pemberian health promotion

model Nola J., Pander?.

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Menganalisa Perbedaan komitmen ibu dalam pemberian imunisasi DPT 2 pada

bayi usia dibawah 3 bulan sebelum dan sesudah pemberian health promotion model

Nola J., Pander


9

1.5.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi komitmen ibu sebelum pemberian pendidikan kesehatan

dengan pendekatan health promotion model Nola J., Pander

b. Mengidentifikasi komitmen ibu sesudah pemberian pendidikan kesehatan

dengan pendekatan health promotion model Nola J., Pander

c. Menganalisa Perbedaan komitmen ibu dalam pemberian imunisasi DPT 2

pada bayi usia dibawah 3 bulan sebelum dan sesudah pemberian health

promotion model Nola J., Pander

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Hasil yang didapat dalam penelitian merupakan 'evidence base practice' yang

dapat menjadi informasi bagi mahasiswa keperawatan dan institusi pendidikan

keperawatan tentang “Perbedaan komitmen ibu dalam pemberian imunisasi dpt 2

pada bayi usia dibawah 3 bulan sebelum dan sesudah pemberian health promotion

model Nola J., Pander.

1.6.2 Manfaat Praktis

Terdapat beberapa manfaat praktis dari penelilitian yang akan dilakukan, manfaat

tersebut antara lain

a. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat dalam upaya

peningkatan pelayanan keperawatan dengan mengidentifikasi faktor penyebab untuk

dapat mengembangkan solusi pencegahan, dalam upaya mendukung program

pemerintah dalam memberantas Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi.


10

b. Bagi Institusi pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan bahan atau sumber referensi untuk menambah

khasanah pengetahuan dari peserta didik lainnya mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi

c. Bagi peneliti selanjutnya

Penelilitian ini dapat dijadikan sumber dan acuan bagi penelitian-penelitian yang

serupa yang akan dilakukan oleh peneliti lain.


11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Imunisasi

2.1.1 Definisi Imunisasi

Imunisasi adalah proses menginduksi imunitas secarabuatan baik dengan

vaksinasi (imunisasi aktif) maupun dengan pemberianantibodi (imunisasi pasif).

Imunisasi aktif menstimulasi sistem imun untuk membentuk antibodi dan respon

imun seluler yang melawan agen penginfeksi, sedangkan imunisasi pasif

menyediakan proteksi sementara melalui pemberian antibodi yang diproduksi secara

eksogen maupun transmisi transplasenta dari ibu ke janin (Ranuh, 2008).

Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen

lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap

penyakit tertentu. Sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem memori (daya ingat),

ketika vaksin masuk kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi untuk melawan

vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman.

Jika nantinya tubuh terpapar dua atau tiga kali oleh antigen yang sama dengan vaksin

maka antibodi akan tercipta lebih kuat dari vaksin yang pernah dihadapi sebelumnya

(Atikah, 2010)

Sedangkan menurut (Deslidel, 2011) Imunisasi adalah usaha untuk memberikan

kekebalan pada anak terhadap penyakit tertentu

Vaksinasi, yang merupakan imunisasi aktif, ialah suatu tindakan yang dengan

sengaja memberikan paparan antigen dari suatu patogen yang akan menstimulasi

sistem imun dan menimbulkan kekebalan sehingga nantinya anak yang telah

mendapatkan vaksinasi tidak akan sakit jika terpajan oleh antigen serupa. Antigen
12

yang diberikan dalam vaksinasi dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan

sakit, namun dapat memproduksi limfosit yang peka, antibodi, maupun sel memori

(Ranuh, 2008).

Imunisasi pasif dilakukan dengan memberikan imunoglobulin yang berasal dari

plasma donor.Pemberian imunisasi pasif hanya memberikan kekebalan sementara

karena imunoglobulin yang diberikan akan dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh

IgG adalah 28 hari, sedangkan imunoglobulin yang lain (IgM, IgA, IgE, IgD)

memiliki waktu paruh yang lebih pendek. Oleh karena itu, imunisasi yang rutin

diberikan pada anak adalah imunisasi aktif, yaitu vaksinasi (Matondang, 2008)

2.1.2 Manfaat Imunisasi

Manfaat utama dari imunisasi adalah menurunkan angka kejadian penyakit,

kecacatan, maupun kematian akibat penyakit-penyakit infeksi yang dapat dicegah

dengan imunisasi (vaccine-preventable disease) Imunisasi tidak hanya memberikan

perlindungan pada individu melainkan juga pada komunitas, terutama untuk penyakit

yang ditularkan melalui manusia (person-to-person).Jika suatu komunitas memiliki

angka cakupan imunisasi yang tinggi, komunitas tersebut memiliki imunitas yang

tinggi pula. Sehingga kemungkinan terjadinya penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi rendah (Matondang, 2008). Imunisasi juga bermanfaat mencegah epidemi

pada generasi yang akan datang. Cakupan imunisasi yang rendah pada generasi

sekarang dapat menyebabkan penyakit semakin meluas pada generasi yang akan

datang, bahkan dapat menyebabkan epidemi. Sebaliknya jika cakupan imunisasi

tinggi, penyakit akan dapat dihilangkan atau dieradikasi dari dunia.Hal ini sudah

dibuktikan dengan tereradikasinya penyakit cacar (Hadinegoro, 2008). Sedangkan


13

imunisasi DPT adalah upaya pencegahan primer terhadap penyakit Difteri, Pertusis

dan Tetanus.

2.1.3 Macam Macam Imunisasi

Berdasarkan proses atau mekanisne pertahanantubuh, imunisasi dibagi menjadi

dua yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Aktif adalah bila tubuh anak ikut

menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan pasif adalah bila tubuh anak

tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya menerimanya saja. Imunisasi aktif

merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu

prosesinfeksi buatan, sehingga jika benar-benar terjadi infeksi, maka tubuh secara

cepat dapat merespon (Widjaja, 2008; Mubarak, 2012).

Menurut Hidayat (2009), dalam imunisasi aktif terdapat empat macam

kandungan dalam setiap vaksinnya, yaitu antigen, pelarut, preservatif, stabiliser,

antibiotik, dan adjuvans. Antigen berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya

semacam infeksi buatan (berupa polisakarida, toksoid, virus yang dilemahkan, atau

bakteri yang dimatikan). Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur

jaringan. Preservatif, stabiliser, dan antibiotik berguna untuk mencegah tumbuhnya

mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen. Adjuvans terdiri atas garam alumunium

yang berfungsi untuk meningkatkan imunogenitas antigen. Cahyono (2010),

menyebutkan bahwa berbeda dengan imunisasi aktif, imunisasi pasif adalah

pemberian antibodi yang didapat dari luartubuh, misalnya dengan suntikan bahan

atau serum yang mengandung zat anti dari ibunya selama dalam kandungan.

Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak bertahan lama. Sedangkan

menurut Hidayat (2009), imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobulin),

yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari
14

plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga

sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Jenis vaksin imunisasi dasar Ada lima

jenis imunisasi yang diberikan secara gratis di Posyandu, yang terdiri dari imunisasi

Hepatitis B, BCG, Polio, DPT-Hib, serta campak. Semua jenis vaksin ini harus

diberikan secara lengkap sebelum anak berusia 1 tahun diikuti dengan imunisasi

lanjutan pada Batita dan Anak Usia Sekolah. Tahun 2013 pemerintah telah

menambahkan Vaksin Hib (Haemophilus Influenza Tipe B), yang digabungkan

dengan vaksin DPT-HB menjadi DPT-HB-Hib yang disebut vaksin pentavalen

(Kemenkes RI, 2014).

Kemenkes RI (2014) menyebutkan bahwa vaksin Hepatitis B diberikanpada bayi

baru lahir untuk mencegah penularan Hepatitis B dari ibu ke anak pada proses

kelahiran. Hepatitis B dapat menyebabkan pengerasan hati yang berujung pada

kegagalan fungsi hati dan kanker hati. Vaksin BCG diberikan satu kali pada usia 1

bulan guna mencegah kuman tuberkulosis menyerang paru, dan selaput radang otak

yang bisa menimbulkan kematian atau kecacatan. Vaksin Polio diberikan 4 kali pada

usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan untuk mencegah lumpuh layu. Vaksin

Campak diberikan dua kali pada usia 9 bulan dan 24 bulan untuk mencegah penyakit

campak berat yang dapat mengakibatkan radangparu berat (pneumonia),diare atau

menyerang otak.Vaksin DPT-HB-Hib diberikan 4 kali, pada usia 2, 3, 4 dan 18 bulan

guna mencegah 6 penyakit, yaitu: Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Pneumonia

(radang paru) dan Meningitis (radang otak).

Penyakit Difteri dapat menyebabkan pembengkakan dan sumbatan jalan nafas,

serta mengeluarkan racun yang dapat melumpuhkan otot jantung. Penyakit Pertusis

berat dapat menyebabkan infeksi saluran nafas berat. Kuman Tetanus mengeluarkan
15

racun yang menyerang syaraf otot tubuh, sehingga otot menjadi kaku, sulit bergerak

dan sulit bernafas. Kuman Haemophilus Influenza tipe B dapat menyebabkan

Pneumoniadan Meningitis (Kemenkes RI, 2014; Mubarak, 2011; Susanti, 2013)

Imunisasi yang wajib diberikan adalah imunisasi yang telah menjadi suatu komitmen

global. Artinya, imunisasi tersebut harus diberikan oleh semua negara di dunia

seperti program pemberantasan penyakit polio, tetanus, pertusis, campak, Hib,

hepatitis B, rotavirus.

Imunisasi BCG hanya dianjurkan bagi negara endemis.Imunisasi yang sudah

disediakan oleh pemerintahuntuk program imunisasi lengkap meliputi: Hepatitis B,

BCG, Polio, DPT-Hib, dan Campak. Imunisasi Hepatitis B untuk mencegah virus

Hepatitis B yang dapat menyerang dan merusak hati, bila berlangsung sampai

dewasa dapat menjadi kanker hati. Imunisasi BCG untuk mencegah tuberkulosis

paru, kelenjar, tulang dan radang otak yang bisa menimbulkan kematian atau

kecacatan. Imunisasi Polio untuk mencegah serangan virus polio yang dapat

menyebabkan kelumpuhan (IDAI, 2013; Syaifuddin, 2008; Widoyono, 2011).

Imunisasi DPT-HIB untuk mencegah 6 penyakit, yaitu: Difteri, Pertusis,

Tetanus, Hepatitis B, Pneumonia (radang paru) dan Meningitis (radang otak).

Penyakit Difteri dapat menyebabkan pembengkakan dan sumbatan jalan nafas, serta

mengeluarkan racun yang dapat melumpuhkan otot jantung. Penyakit Pertusis berat

dapat menyebabkan infeksi saluran nafas berat. Kuman Tetanus mengeluarkan racun

yang menyerang syaraf otot tubuh, sehingga otot menjadi kaku, sulit bergerak dan

bernafas. Bila bayi/ anak tidak diimunisasi maka risikonya lebih besar tertular

penyakit-penyakit tersebut (IDAI, 2013; Susanti, 2013).


16

2.1.4 Pedoman Pemberian Imunisasi

Agar terlindungi dari penyakit, seseorang harus mempunyai kekebalan tubuh

dengan cara membentuk zat anti penyakit (antibodi) dengan kadar tertentu yang

disebut kadar protektif (kadar zat anti penyakit yang dapat melindungi). Untuk

mencapai kadar perlindungan tersebut, imunisasi harus diberikan sesuai jadwal yang

telah ditentukan. Jadwal imunisasi terbagi atas jadwal imunisasi dasar dan jadwal

imunisasi ulangan. Ada yang cukup satu kali imunisasi, ada yang memerlukan

beberapa kali imunisasi dan bahkan pada umur tertentu diperlukan ulanganimunisasi.

Jadwal imunisasi tersebut dibuat berdasarkan rekomendasi WHO dan organisasi

profesi yang berkecimpung dalam imunisasi setelah melalui uji klinis. Oleh karena

itu, jika ada imunisasi yang belum diberikan sesuai jadwal yang seharusnya, atau

imunisasi tertunda, imunisasi harus secepatnya diberikan atau dikejar (Arfianto,

2012; IDAI, 2015).

Umur yang tepat untuk mendapatkan imunisasi adalah sebelum bayi mendapat

infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, berilah imunisasi sedini

mungkin segera setelah bayi lahir dan usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi

berumur 1 tahun. Khusus untuk campak, dimulai segera setelah anak berumur 9

bulan. Pada umur kurang dari 9 bulan, kemungkinan besar pembentukan zat

kekebalan tubuh anak dihambat karena masih adanya zat kekebalan yang berasal dari

darah ibu (IDAI, 2014; Suririnah, 2009). Urutan pemberian jenis imunisasi, berapa

kali harus diberikan serta jumlah dosis yang dipakai juga sudah ditentukan sesuai

dengan kebutuhan tubuh bayi. Untuk jenis imunisasi yang harus diberikan lebih dari

sekali juga harus diperhatikan rentang waktu antara satu pemberian dengan
17

pemberian berikutnya. Untuk lebih jelasnya, jadwal imunisasi dijelaskan pada tabel

berikut ini:

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi Rekomendasi IDAI
Umur Vaksin Tempat

Bayi Lahir di Rumah


0 bulan HB 1 Rumah
1 bulan HB 2, BCG Posyandu
2 bulan DPT-Hib 1, Polio 1 Posyandu
3 bulan DPT-Hib 2, Polio 2 Posyandu
6 bulan HB 3, DTP-Hib 3, Polio 3 Posyandu
9 bulan Campak Posyandu
Bayi Lahir di RS/ RB/ Bidan Praktik
0 bulan HB 1 RS/ RB/ BIDAN
1 bulan HB 2, BCG RS/ RB/ BIDAN
2 bulan DTP-Hib 1, Polio 1 RS/ RB/ BIDAN
3 bulan DTP-Hib 2, Polio 2 RS/ RB/ BIDAN
6 bulan HB 3, DPT-Hib 3, Polio 3 RS/ RB/ BIDAN
9 bulan Campak RS/ RB/ BIDAN
Sumber: IDAI, 2014

2.2 Konsep Pendidikan Kesehatan

2.2.1 Pendidikan Kesehatan

a. Definisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam bidang

kesehatan. Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha

untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu.

Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, masyarakat, kelompok atau

individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.

Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya.

Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat

terhadap perubahan perilaku sasaran (Notoatmodjo, 2007).

Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan. secara umum adalah segala upaya

yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok,

ataumasyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku


18

pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini tersirat unsur-unsur input

(sasaran dan pendidik dari pendidikan), proses (upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain) dan output (melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang

diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan,

atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh

sasaran dari promosi kesehatan.(Notoadmojo, 2012)

b. Metode Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoadmojo (2012), berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin

dicapai, penggolongan metode pendidikan ada 3 (tiga) yaitu:

1) Metode berdasarkan pendekatan perorangan Metode ini bersifat individual dan

biasanya digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seorang yang

mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya

pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan

yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut.

Ada 2 bentuk pendekatannya yaitu :

a) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counceling)

b) Wawancara

2) Metode berdasarkan pendekatan kelompok Penyuluh berhubungan dengan sasaran

secara kelompok. Dalam penyampaian promosi kesehatan dengan metode ini kita

perlu mempertimbangkan besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan

formal dari sasaran. Ada 2 jenis tergantung besarnya kelompok, yaitu kelompok

besar dan kelompok kecil.

3) Metode pendekatan Massa. Metode pendekatan massa ini cocok untuk

mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat.


19

Sehingga sasaran dari metode ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan

golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social ekonomi, tingkat

pendidikan, dan sebagainya, sehingga pesan-pesan kesehatan yang ingin

disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh

massa.

c. Media Pendidikan Kesehatan

Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Alat-alat bantu

tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut (Notoadmojo, 2012):

1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan

2) Mencapai sasaran yang lebih banyak

3) Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman

4) Menstimulasi sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan –pesan yang diterima

oran lain

5) Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan

6) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran atau masyarakat

7) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan

akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik

8) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh

d. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Terdapat beberapa tujuan dari pemberian pendidikan kesehatan, tujuan tersebut

antara lain:

1) Menanamkan pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep-konsep

2) Mengubah sikap dan persepsi

3) Menanamkan perilaku/kebiasaan yang baru


20

2.2.2 Health Promotion Model Nola J. Pender

a. Definisi Health Promotion Model Nola J. Pender

Model promosi kesehatan adalah suatu cara untuk menggambarkan interaksi

manusia dengan lingungan fisik dan interpersonalnya dalama berbagai dimensi,

Model ini mengintegrasikan teori nilai harapan (Expectacy value) dengan nilai

teori kogitif sosial (Social cognitif theory) dalam perspektif keperawatan. (Tomey

Alligood, 2006 dalam Rakhmawati 2012).

Model ini menggabungkan dua teori yaitu teori nilai pengharapan dan teori

pembelajaran sosial dalam perspekstif keperawatan manusia dilihat dari fungsi

holistik. Konsep ini menekankan bahwa sakit membutuhkan biaya yang mahal

sedangkan perilaku promosi kesehatan adalah logis dan ekonomis(Tomey

Alligood, 2006 dalam Rakhmawati 2012).

b. Komponen Health Promotion Model

Adapun komponen elemen dari teori ini adalah sebagai berikut:

1) Teori nilai harapan (expectancy-value theory)

Menurut teori nilai harapan, perilaku ssehat bersifat rasional dan ekonomis.

Seseorang akan mulai bertindak dan perilakunya akan tetap digunakan dalam dirinya,

ada 2 hal pokok yaitu:

a) Hasil tindakan bernilai positif

b) Pengambilan tindakan untuk menyempurnakan hasil yang diinginkan.

2) Teori kognitif sosial (social cognitive theory)

Teori model interaksi yang meliputi lingkungan, manusia dan perilaku yang

saling mempengaruhi. Teori ini menekankan pada:

a) Pengarahan diri (self direction)


21

b) Pengaturan diri (self regulation)

c) Persepsi terhadap kemajuan diri (self efficacy) teori ini mengemukakan bahwa

manusia memiliki kemampuan dasar:

1) Simbolisasi yaitu proses dan transformasipengalaman sebagai petunjuk untuk

tindakan yang akan datang.

2) Pikiran ke depan, mengantisipasi kejadian yang akan muncul dan merencanakan

tindakan untuk mencapai tujuan yang bermutu

3) Belajar dari pengalaman orang lain. Menetapkan peraturan untukgenerasi dan

mengatur perilakumelalui observasi tanpa perlu melakukan trial dan error

4) Pengaturan diri menggunakan standar internal dan reaksi evaluasi diri untuk

memotivasi dan mengatur perilaku, mengatur lingkugan eksternal untuk

menciptakan motivasi dalam bertidak.

5) Refleksi diri, berpikir tentang proses pikir seseorang dan secara aktif

memodifikasinya.

Menurut teori ini kepercayaan diri dibentuk melalui observasi dan refleksi diri.

Kepercayaan diri terdiri dari:

1) Pengenal diri (self atribut)

2) Evalusai diri (self evaluation)

3) Kemajuan diri (self efficacy)

Kemajuan diri adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan-

tindakan tertentu yang berkembang melalui pengalaman, belajar dari pengalaman

orang lain, persuasi verbal dan respon badaniahterhadap situasi tertentu. Kemajuan

diri merupakan fungsi dari kemampuan (capability) yang berlebihan yang


22

membentuk kompetensi dan kepercayaan diri. Kemajuan diri adalah konstruksi

sentral dari HPM.

c. Asumsi Health Promotion Model

Adapun asumsi dari model yang dikembangkan oleh Pender adalah sebagai

berikut:

1) Manusia mencoba menciptakan kondisi agar mereka tetap hidup dan dapat

mengekspresikan keunikannya.

2) Manusia mempunyai kapasitas untuk merefleksikan kesadaran dirinya, termasuk

penilaian terhadap kemampuannya.

3) Manusia menilai perkembangan sebagai suatu nilai yang positif dan mencoba

mencapai keseimbangan antara perubahan dan stabilitas.

4) Setiap individu secara aktif berusaha mengatur perilakunya.

5) Individu dalam biopsikologi sosial yang kompleks berinteraksi dengan

lingkungannya secara terus menerus, menjelmakan linkungan yang diubah secara

terus menerus.

6) Profesional kesehatan merupakan bagian dari lingkungan interpersonal yang

berpengaruh terhadap manusia sepanjang hidupnya.

7) Pembentukan kembali konsep diri manusia dengan lingkungan adalah penting

untuk perubahan perilaku.

2.3 Konsep Komitmen

a. Definisi Komitmen

Komitmen didefinisikan sebagai intensi atau niat untuk melakukan perilaku

kesehatan tertentu, termasuk identifikasi strategi untuk dapat dengan baik (Pender,

2011). Seseorang berperilaku karena faktor keinginan, kesengajaan, atau karena


23

memang sudah direncanakan. Niat berperilaku masih merupakan suatu keinginan

atau rencana.

Niat belum merupakan perilaku, sedangkan perilaku adalah tindakan nyata yang

dilakukan. Komitmen yang tinggi untuk berperilaku tertentu sesuai rencana,

meningkatkan kemampuan individu untuk mempertahankan perilaku promosi

kesehatannya sepanjang waktuPander (2011) menyatakan bahwa komitmen dengan

rencana tindakan (pencegahan) atau Commitmen to plan of action mendeskripsikan

konsep tentang keinginan dan identifikasi strategi yang terencana yang mendukung

implementasi perilaku kesehatan.Seseorang berperilaku karena faktor keinginan,

kesengajaan atau karena memang sudah direncanakan. Niat berperilaku (behavior

intention) masih merupakan suatu keinginan atau rencana. Niat belum merupakan

perilaku, sedangkan perilaku (behavior) adalah tindakan nyata yang dilakukan.

Agar dapat mencapai keberhasilan dan keberlanjutan perilaku pecegahan

penyakit diperlukan upaya untuk memahami persepsi ibu tentang imunisasi

Pemahaman tentang persepsi untuk melakukan kepatuhan mengimunisasikan

anaknya yang baik dapat dilakukan melalui pendekatan aplikasi Health Promotion

Model (HPM), yaitu suatu model promosi kesehatan yang dikembangkan oleh

Pender tahun 1996. Model ini memiliki komponen yang terdapat dalam perilaku

spesifik pengetahuan dan sikap, terdiri atas persepsi terhadap manfaat tindakan

(perceived benefit of action), persepsi terhadap hambatan untuk tindakan (perceived

barrier to action), kemampuan diri (perceived self-efficacy), sikap yang berhubungan

dengan aktivitas (activity related affect), pengaruh interpersonal (interpersonal

influences), dan pengaruh situasional (situational influences) (Tomey & Alligood,

2006).
24

b. Proporsi Health Promotion Model

Adapun Proporsi dari model yang dikembangkan oleh Pender adalah sebagai

berikut:

1) Perilaku sebelumya dan karakteristik yang diperoleh mempengaruhi kepercayaan

dan perilaku untuk meningkatkan kesehatan.

2) Manusia melakukan perubahan perilaku dimana mereka mengharapkan

keuntungan yang bernilai bagi dirinya.

3) Rintangan yang dirasakan dapat menjadi penghambat kesanggupan melakukan

tindakan, suatu mediator perilaku sebagaimana perilaku nyata.

4) Promosi atau pemanfaatan dri akan menambah kemampuan untuk melakukan

tindakan dan perbuatan dari perilaku.

5) Pemanfaatan diri yang terbesar akan menghasilkan sedikit rintangan pada perilaku

kesehatan spesifik.

6) Pengaruh positif pada perilaku akibat pemanfaatan diri yang baik dapat

menambah hasil positif.

7) Ketika emosi yang positif atau perilaku yang berhubungan dengan perilaku, maka

kemungkinan menambah komitmen untuk bertindak.

8) Manusia lebih suka melakukan promosi kesehatan ketika model perilaku itu

menarik, perilaku yang diharapkan terjadi dan dapat mendukung perilaku yang

sudah ada.

9) Keluarga, kelompok dan pemberi layanan kesehatan adalah sumber interpersonal

yang penting yang mempengaruhi, menambah atau mengurangi keinginan untuk

berperilaku promosi kesehatan.


25

10) Pengaruh situasional pada lingkungan eksternal dapat menambah atau

mengurangi keinginan untuk berpartisipasi dalam perilaku promosi kesehatan.

11) Komitmen terbesar pada suatu rencana kegiatan yang spesifik lebih

memungkinkan perilaku promosi kesehatan dipertahankan untuk jangka waktu

yang lama.

12) Komitmen pada rencana kegiatan kemungkinan kurang menunjukkan perilaku

yang diharapkan dimana seseorang mempunyai kontrol yang sedikit kebutuhan

yang diinginkan tidak tersedia.

13) Komitmen pada rencana kegiatan kurang menunjukkann perilaku yang

diharapkan ketika tindakan-tindakan lainlebih atraktif dan juga lebih suka pada

perilaku yang diharapkan.

14) Seseorang dapat memodifikasi kognisi, mempengaruhi interpersonal dan

lingkungan fisik yang mendorong melakukan tindakan kesehatan

c. Hubungan pendidikan kesehatan dengan Komitmen

Faktor sosial juga berkaitan dengan kemampuan masyarakat mendapatkan sumber

sumber informasi baik formal maupun informal, kurangnya paparan terhadap

informasi khususnya masalah kesehatan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku

seseorang, sehingga cenderung melakukan tindakan yang beresiko terhadap

kesehatanya, Notoadmojo (2007) mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan

adalah melakukan intervensi sehingga perilakuindividu dan kelompok sesuai dengan

nilai, nilai kesehatan. Seseorang yang memiliki informasi kesehatan yang banyak

maka orang tersebut akan bersikap, berprilaku dan patuh dalam melaksanakan

program kesehatan (Perry and Potter, 2009) Komitmen yang tinggi untuk berperilaku

tertentu sesuai rencana meningkatkan kemampuan individu untuk mempertahankan


26

perilaku promosi kesehatan sepanjang waktu (Pender, 2011). Pendidikan

mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah

orang tersebut menerima informasi, baik dari orang lain maupun dari media masa.

Makin banyak informasi yang masuk maka semakin banyak pula pengetahuan yang

didapat tentang Imunisasi (Notoatmodjo, 2007). Komitmen seseorang dalam

tindakan (pencegahan) dapat dipengaruhi oleh faktor, pendidikan dan pengetahuan.

Tingkat pendidikan responden yang rendah dan pengetahuannya yang kurang tentang

penyakit imunisasi dan bahaya komplikasinya telah menjadi faktor yang

menyebabkan rendahnya komitmen responden dalam merencanakan tindakan

pencegahan penyakit
27

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa

sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Setiadi,

2007). Desain penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah one

group pra post test design dimana peneliti akan mencari hubungan sebab akibat

dengan cara melibatkan satu kelompok yang diobservasi sebelum dilakukan

intervensi kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2014)

Tabel 3.1 Rancangan penelitian dengan desain one group pra post test design
Subyek Pra Perlakuan Pasca test

K O I OI

Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3

Keterangan :

K : Subyek
O : Observasi sebelum intervensi
I : Pemberian intervensi
OI : Observasi sesudah intervensi

3.2 Indentifikasi Variabel

Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai dan

merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris atau

ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2007). Ada 2 macam variabel, yaitu:

a. Variabel Bebas (variabel independent)

Variabel yang nilainya menentukan variabel lain, dalam ilmu keperawatan

variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau intervensi yang diberikan kepada
28

klien (Nursalam, 2014). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan

kesehatan

b. Variabel Terikat (variabel dependent)

Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain, variabel ini adalah faktor

yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh

dari variabel bebas (Nursalam, 2014). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

Komitmen ibu.

3.3 Definisi Operasional

Definisi Operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang

akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2007). Dalam

penelitian ini definisi operasionalnya adalah:

Tabel 3.1:Definisi Operasional


Variabel Definisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Pendidikan Kegiatan atau usaha
kesehatan untuk menyampaikan Satuan
pesan kesehatan kepada Acara
ibu tentang imunisasi Penyuluhan
DPT 2.
a. Waktu: 15 menit
b. Media: leaflet
c. Metode: Diskusi

Komitmen Niat yang dikemukakan Kuesioner Rasio 1. Baik jika


responden terkait nilai jawaban
kesediannya 31-40
mengimunisasikan 2. Cukup jika
anaknya: nilai jawaban
Parameter 21-30
a. nilai harapan 3. Kurang jika
1. Hasil tindakan nilai jawaban
bernilai positif 10-20
2. Pengambilan
tindakan untuk
menyempurnakan
hasil yang diinginkan.
b. Kognitf
1. Pengarahan diri (self
direction)
2. Pengaturan diri (self
29

regulation)
3. Persepsi terhadap
kemajuan diri (self
efficacy)

3.4 Populasi penelitian, sampel penelitian dan sampling penelitian

3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2014). Menurut Sastroasmoro dan Ismail

yang dikutip oleh Nursalam (2014). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu

yang mempunyai bayi dibawah 3 bulan yang belum imunisasi DPT 2 selama

penelitian yang memenuhi kriteria. Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan

jumlah populasi sebanyak 44 responden. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum

subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti

(Nursalam, 2014). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Bayi usia dibawah 3 bulan

b. Bayi belum mendapat DPT 2

c. Ibu bersedia mendapat pendidikan kesehatan

d. Ibu atau keluarga bersedia dan setuju menjadi responden penelitian

Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

a. Ibu atau keluarga yang tidak kooperatif

b. Bayi sedang sakit saat jadwal imunisasi

c. Ibu yang tidak bisa mendengar dan membaca


30

3.4.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2007). Sampel penelitian merupakan bagian

populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Hidayat, 2007). Pada penelitian ini besar sampel yang diambil dari jumlah

bayi dibawah usia 3 bulan yang belum mendapat DPT 2 berdasarkan hasil studi

pendahuluan populasi sebanyak 44 orang sehingga besar sampel pada penelitian ini

sebanyak:

Z2 N. p.q
n= d² (N-1) +Z ² p.q

n= (1,96) 2 .44.0,5.0,5 (Lameshow, 1997)


(0,1). (52-1)+(1.96).(0,5).(0,5)

n= 43,3576
1,4154

n= 30,63

dibulatkan menjadi 30 orang sampel

Keterangan:
n : besar sampel
Z : skor Z pada kepercayaan 95 % = 1.96
P : maksimal estimasi =0,5
d² : tingkat signifikansi (0,05)

3.4.3 Sampling Penelitian

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili

populasi yang ada. Dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling.
31

Adalah tehnik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi

dimana peneliti memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota populasi

untuk ditetapkan sebagai sampel (Nursalam, 2014).

3.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2017 di wilayah Puskesmas

Burneh.

3.6 Alat Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data,

pada penelitian ini instrumen yang digunakan mengukur variabel dependen adalah

kuesioner komitmen

3.7 Validitas dan Reabilitas

3.7.1 Validitas

Valid berarti instrumen yang digunakan dapat mengukur apa saja yang

seharusnya diukur atau ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur data, Validitas

berasal dari kata validity yang berarti sejauhmana ketepatan dan kecermatan

pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2011). Beberapa tahap

yang digunakan untuk memvaliditas data antara lain:

a. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur sampai tersusun alat

ukur atau kuesioner.

b. Uji coba

c. Tabulasi

d. Uji statistik dengan korelasi Product Moment


32

3.7.2 Reabilitas

Reliabel adalah instumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur

obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama Reliabilitas berasal dari kata

reliability yang berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran memiliki keterpercayaan,

keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan yang dapat dipercaya. Hasil ukur

dapat dipercaya apabiladalam beberapakali pengukuran terhadap kelompok subjek

yang sama diperoleh hasil yang relatif sama. Instrumen yang digunakan adalah

lembar imunisasi DPT 2. Adapun cara mengukur Reabilitas adalah sebagai berikut:

a. Metode ulang

b. Responden sama, kuesioner (alat ukur) sama, penelitian dua kali

c. Stability Reliability

3.8 Etika penelitian

3.8.1 Surat Persetujuan (Informed consent)

Informed consent adalah suatu persetujuan antara peneliti dan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden. Tujuan Informed consent adalah agar subjek mengerti

maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika subjek bersedia maka

mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia

maka peneliti harus menghormati hak pasien

3.8.2 Tanpa Nama (Anonimity)

Masalah etika keperaatan merupakan masalh yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan nama responden pada
33

lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang akan disajikan

3.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset

3.9 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,

2014). Setelah mendapat ijin dari Institusi pendidikan, kepala Puskesmas serta bidan

setempat, peneliti mengadakan pendekatan kepada ibu bayi untuk mendapatkan

persetujuan sebagai responden dengan memberikan surat persetujuan responden

(informed consent). Peneliti mengambil sampel dengan menggunakan purposive

sampling untuk menentukan jumlah sampel yang akan diambil. Pengumpulan data

dimulai dengan persetujuan tindakan dan mengisi kuesioner kemudian kuesioner

yang sudah diisi oleh responden dikumpulkan oleh peneliti dan dipergunakan sebagai

data dalam penelitian. Penelitian ini diawali dengan pemberian pendidikan kesehatan

kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data Komitmen ibu dalam

mengimunisasikan anaknya.

3.10 Pengolahan Data

a. Editing

Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu. Dengan kata

lain data yang telah terkumpul perlu dibaca sekali lagi dan diperbaiki apabila ada

berbagai hal yang meragukan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam editing
34

adalah kelengkapan data, tulisan jelas dan dapat dibaca, semua catatan dapat

dipahami, semua data cukup konsisten, adanya responsi yang tidak sesuai.

b. Scoring

Scoring adalah memberikan skor terhadap semua item yang perlu diberi skor

Kegiatan pemberian skor dilakukan pada setiap lembar kuesioner, sesuai dengan skor

pada definisi operasional.

1) Untuk pertanyaan positif (pertanyaan no 2,6, 8,9,10)

Nilai 4 jika menjawab Sangat setuju

Nilai 3 jika menjawab Setuju

Nilai 2 jika menjawab Kurang setuju

Nilai 1 jika menjawab Tidak setuju

2) Untuk Pertanyaan negatif (pertanyaan no 1,3,4,5,7)

Nilai 1 jika menjawab Sangat setuju

Nilai 2 jika menjawab Setuju

Nilai 3 jika menjawab Kurang setuju

Nilai 4 jika menjawab Tidak setuju

kemudian jawaban ditabulasi dan diberi kriteria sebagai berikut:

a. Baik jika akumulasi penilaian 31-40

b. Cukup Jika akumulasi penilaian 21-30

c. Kurang jika akumulasi penilaian 10-20

3) Coding

Data yang sudah terkumpul perlu diberi kode pada setiap lembar jawaban untuk

memudahkan analisis. Pemberian kode pada setiap jawaban sangat penting artinya

jika pengolahan dilakukan dengan komputer Kode untuk Komitmen adalah


35

a. Kode 1 untuk komitmen baik

b. Kode 2 untuk komitmen cukup

c. Kode 3 untuk komitmen kurang

4) Tabulating

Membuat tabulasi termasuk memproses data. Membuat tabulasi tidak lain

adalah memasukkan data ke dalam tabel dan mengatur semua angka sehingga dapat

dihitung dalam berbagai kategori Setelah hasil scoring terkumpul kemudian

ditabulasi dan dianalisa data secara statistik deskriptif proporsi presentasi, penyajian

menggunakan tabel distribusi yang dikonfirmasikan dalam bentuk prosentase dengan

rumus proporsi

3.11 Analisa data

a. Analisis univariat

Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik bayi

berdasarkan usia, jenis kelamin. Karakteristik ibu meliputi usia ibu, pendidikan serta

pekerjan ibu. Data hasil analisis ditampilakan dalam bentuk tabel dan grafik serta

narasi.

b. Analisis bivariat

Data diolah dengan program komputer. Analisis bivariat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah

1) Menguji normalitas data dengan Sapiro wilk

2) Data berdistribusi tidak normal maka menggunakan Wilcoxon Match Pairs Test

3) Data berdistribusi normal maka menggunakan Paired t Test


36

1.12 Kerangka Kerja

Desain
penelitian:
one group pre
and post test
design
Populasi: ibu dengan bayi usia dibawah
3 bulan namun belum diimunisasikan
DPT 2
Sampel sebanyak 30 dengan Simple Random
sampling

Variabel dependen: Variabel independen:


Komitmen ibu Pendidikan kesehatan

Gaya kepemimpinan

Kuesioner leaflet

Pengolahan data

Analisa data

Penarikan
kesimpulan dan
pembahasan

Gambar 3.1 Kerangka kerja penelitian perbedaan komitmen ibu dalam pemberian
imunisasi DPT 2 pada bayi usia dibawah 3 bulan sebelum dan sesudah
pemberian health promotion model Nola J., Pander
37
31

Anda mungkin juga menyukai