Anda di halaman 1dari 2

“PENGGUNAAN BAHAN PENGAWET ALAMI (MINYAK ESSENSIAL T.

ammi)
UNTUK MENGGAPAI HIDUP SEHAT”

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri.
Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan
kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun
masuknya mikroba perusak. Kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah
makanan tersebut masih pantas dikonsumsi, secara tepat sulit dilaksanakan karena
melibatkan faktor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa.
Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi dan
penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas
mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan.
Kualitas makanan ditentukan oleh cita rasa, tekstur, warna dan nilai gizi.
Untuk meningkatkan kualitas mutu nilai pangan, pengawetan makanan bisa
meningkatkan kualitas produk makanan. Seperti pada tujuan menambahkan pengawet
makanan adalah memperpanjang daya simpan dengan cara mencegah pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk.
Pengawet makanan digolongkan menjadi dua, pertama pengawet alami yang
bisa diperoleh dari bahan makanan segar seperti bawang putih, gula, garam dan asam.
Golongan kedua adalah pengawet sintetis. Pengawet ini merupakan hasil sintesis
secara kimia. Bahan pengawet sintetis mempunyai sifat lebih stabil, lebih pekat dan
penggunaannya lebih sedikit. Kelemahan pengawet sitetis adalah efek samping yang
ditimbulkan. Pengawet sintetis dipercaya bisa menimbulkan efek negatif bagi
kesehatan, seperti memicu pertumbuhan sel kanker akibat senyawa karsinogenik
dalam pengawet. Contoh dari pengawet sintetis adalah nastrium benzoat, kalium sulfit
dan nitrit. Penambahan pengawet alami jauh lebih baik karena dampak buruknya
terhadap kesehatan lebih kecil.
Selain bahan pengawet di atas, masih ada jenis pengawet alternatif yang
diperoleh dari bahan pangan segar seperti bawang putih, gula pasir, asam jawa dan
kluwak. Bahan-bahan ini dapat mencegah perkembangbiakan mikroorganisme
pembusuk. Mari kita kenali satu jenis pengawet alami yand diambil dari jurnal
penelitian Negero Gemeda dkk dengan judul “Effect of essential oils Aspergillus
spore germination, growth and mycotoxin production: a potential source of botanical
food preservative” :
Sekarang ini, infeksi dari spesies Aspergillus menjadi menjadi masalah utama
kesehatan masyarakat modern. Kemampuan dari Aspergillus dapat langsung
menyebabkan infeksi dan secara tidak langsung menyebabkan mycotoxicosis
terutama berdasarkan konsumsi makanan yang terkontaminasi dengan spesies
Aspergillus. Meluasnya penggunaan pengawet kimia yang sifgnifikan kkeurangan
termasuk biaya yang meningkat, penanganan bahaya, kekhawatiran tentang residu
pestisida pada makanan dan ancaman terhadap kesehatan makanan manusia dan
lingkungan. Alternatif yang lebih aman adalah dengan menggunakan bahan pengawet
alami yang berasal dari alam untuk mengganti bahan pengawet sintetis yang dapat
digunakan unutk mrngontrol kemampuan terkontaminasinya makanan dari jamur
Aspergillus. Salah satu alternatif tersebut adalah penggunaan minyak essensial dengan
aktivitas antijamur dan antiaflatoxigenic, karena mereka cenderung memiliki mamalia
toksisitas rendah, kurang berdampak pada lingkungan, dan daat diterima dimasyarakat
luar. C. Martinii, F. Vulgare dan T. ammi adalah tanaman rempah-rempah di Ethiopia.
Dengan demikian itu adalah keuntungan untuk mengembangkan aman botani sebagai
bahn pengawet makanan terhadap spesies Aspergillus toxigenic yang memilikiafinitas
yang kuat untuk menjajah berbagai makanan komoditas terhadap sekresi enzim
hidrolitik.
T. ammi memiliki kandungan minyak esensial (2,5 – 5%) dari buah yang
dikeringkan yang didominasi oleh thymol (35 – 60%), selain itu juga ditemukan
kandungan a-pinene, p-cymene, limonene dan a-terpinene.
Minyak essensial T. ammi memiliki kemampuan untuk mengahambat jamur A.
Flavus dan A. Niger secara 100% dengan konsentrasi yang sangat rendah yaitu 1.00
μl/mL dibanding dengan pengawet yang biasa digunakan dipasaran seperti natrium
benzoat yang memiliki konsentrasi minimum untuk daya hambatnya sebesar >16.00
mg/mL. Selain itu minyak essensial T. ammi mampu digunakan sebagai
antiaflatoxigenenic pada konsentrasi 0.00, 0.25, 0.5, 0.75, 1 dan 2 μl/mL terhadap
kemampuan jamur Aspergillus sp menghasilkan senyawa toxigenic.

Anda mungkin juga menyukai