Laporan Mikling Acara 1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 7

Isolasi bakteri adalah proses untuk memindahkan bakteri atau mikrobia dari

suatu sampel atau lingkungan sebagai kultur murni dalam medium buatan (Singleton
dan Sainsbury, 2006). Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan suatu jenis
mikroba dengan mikroba lain yang berasal dari campuran bermacam -macam
mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam media padat
karena dalam media padat sel-sel mikroba akan membentuk suatu koloni sel yang
tetap pada tempatnya (Sutedjo,1991).
Terdapat beberapa macam teknik isolasi bakteri yang umum digunakan,
antara lain sebagai berikut (Harley dan Prescott, 2002):
1. Streak plate
Teknik isolasi ini dilakukan dengan cara menggoreskan ujung jarum ose yang
telah mengandung mikroorganisme dengan hati-hati di atas permukaan agar
secara zig zag. Streak plate tergolong praktis, hemat biaya dan waktu, serta hanya
membutuhkan keterampilan. Kesalahan-kesalahan yang umum dilakukan dalam
metode ini adalah tidak memanfaatkan permukaan medium dengan optimal dan
penggunaan inokulum yang terlalau banyak sehingga menyulitkan pemisahan
koloni tunggal ketika digores.
2. Pour plate
Teknik isolasi ini dilakukan dengan cara mengambil sedikit sampel campuran
bakteri yang telah diencerkan dan sampel tersebut kemudian dituang ke dalam
suatu medium agar cair. Kelemahan metode ini adalah membutuhkan waktu yang
lama dan bahan yang banyak, tetapi tidak memerlukan keterampilan tinggi.
3. Spread plate
Teknik isolasi ini dilakukan dengan cara menebarkan bahan yang
mengandung mikroorganisme pada permukaan atas medium agar yang sudah
padat. Bahan yang mengandung bakteri disebarkan menggunakan trigalski yang
steril. Trigalski harus selalu dalam keadaan sterilisasi, caranya dengan
dimasukkan ke dalam alkohol dan dipanaskan. Kelebihan teknik ini adalah
mikroorganisme yang tumbuh dapat tersebar merata pada bagian permukaan agar.
Selain isolasi, metode lain yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu
bakteri adalah pengecatan Gram. Pewarnaan Gram merupakan pewarnaan diferensial
karena mampu membedakan bakteri yang bersifat positif dengan yang bersifat
negatif. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang mengikat cat utama dengan kuat
sehingga tidak dapat dilunturkan oleh peluntur dan tidak dapat diwarnai oleh cat lain.
Melalui pengamatan di bawah mikroskop, sel bakteri akan tampak ungu, sedangkan
Gram negatif memiliki daya lemah dalam mengikat cat utama sehingga dapat
dilunturkan dan diwarnai oleh cat lain (safranin). Pada pengamatan dibawah
mikoskop sel bakteri akan tanmpak berwarna merah (Jutono dkk, 1980).
Menurut Soetarto (1995), pengecetan Gram menggunakan 4 larutan yaitu
Gram A, B, C, dan D. Larutan Gram A merupakan larutan Hucker Violet (cat utama
berwarna ungu), larutan B merupakan Lugol Iodine (sebagai cat penguat cat utama),
larutan C merupakan Aceton Alkohoh (sebagai peluntur), dan larutan Gram D yang
merupakan safranin (larutan pembanding). Bakteri gram positif mampu menata warna
primer yaitu warna ungu kristal iodin sehingga sel-sel akan berwarna biru tua atau
ungu serta bakteri pada gram positif memiliki selapis dinding sel peptidoglikan yang
tebal. Pada Gram negatif, akan kehilangan komplek warna ungu kristal iodin pada
saat pembilasan dengan alkohol, tetapi dengan pewarnaan safranin selnya akan
tampak merah. Bakteri Gram negatif memiliki 3 lapisan dinding sel, lapisan terluar
yaitu lipoposakarida (lipid) kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada saat
diwarnai dengan safranin akan berwarna merah.
Pada praktikum yang telah dilakukan, tanah yang digunakan adalah tanah got,
tanah sawah, dan tanah kolam. Lokasi pengambilan tanah got yaitu di belakang
kampus 2 babarsari , tepatnya di parit depan laboratorium biotek tanaman. Sampel
tanah got yang diambil memilik tekstur yang agak lembab dan berwarna kecoklatan.
Bakteri yang dimungkinkan terkandung dalam tanah adalah Bacillus thuringiensis,
mengingat tujuan pengambilan tanah yaitu untuk melihat apakah ada Bacillus
thuringiensis yang memang memiliki habitat di dalam tanah.
Menurut Bravo et al (1998) ,Bacillus thuringiensis (Bt) merupakan bakteri
gram-positif, berbentuk batang, dan tersebar secara luas di berbagai negara. Bakteri
ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman konifer maupun
dalam tanah. Bt termasuk bakteri mesofil dengan kisaran suhu pertumbuhan 15-45oC
dan suhu optimum 26-37oC. Apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan maka
bakteri ini akan membentuk fase sporulasi. Saat sporulasi terjadi, tubuhnya akan
terdiri dari protein Cry yang termasuk ke dalam protein kristal yang disebut δ-
endotoksin. Protein Cry pada Bt bersifat toksik bagi beberapa hewan invertebrata,
terutama serangga dengan ordo Coleoptera (Zeigler, 1999), Diptera (Arrieta, 2004),
dan Lepidoptera (Brown dan Whiteley, 1992). Apabila serangga memakan toksin
tersebut maka serangga tersebut dapat mati. Oleh karena itu, protein atau toksin Cry
dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami.
Menurut Gill et al (1992) spora yang dihasilkan oleh Bacillus thuringiensis
berbentuk oval dan berwarna terang, rata-rata memiliki dimensi 1,0 - 1,3 µm. Jika
ditumbuhkan pada medium padat, koloni Bacillus thuringiensis berbentuk bulat
dengan tepian berkerut, memiliki diameter 5-10 mm, berwarna putih, elevasi timbul
pada permukaan koloni kasar (Bucher, 1981). Bangkai serangga sering mengandung
spora dan Insecticidal Crystal Protein (ICP) Bt dalam jumlah besar. Bakteri ini juga
didapatkan dari air, permukaan tumbuhan, dan biji-bijian (Bravo, et al., 1998). Pada
lingkungan dengan kondisi yang baik dan nutrisi yang cukup, spora bakteri ini dapat
terus hidup dan melanjutkan pertumbuhan vegetatifnya.
Pada praktikum yang telah dilakukan, terdapat beberapa perlakuan yaitu,
penggunaan sampel tanah got, sawah, dan kolam sebanyak 1 gram yang bertujuan
untuk identifikasi Bacillus thuringiensis mengingat habitatnya adalah di tanah.
Sampel tanah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah
berisi 9 ml aquades lalu dilakukan vorteks pada tabung reaksi yang bertujuan untuk
menghomogenisasi larutan tersebut. Tabung reaksi yang sudah berisi sampel tanah 1
gram dan aquades sebanyak 9 ml, kemudian dimasukkan ke dalam waterbath dengan
suhu 80oC selama 10 menit. Tujuan tabung reaksi dipanaskan adalah karena Bacillus
thuringiensis merupakan bakteri termofilik (tahan panas) dan untuk membunuh
bakteri selain Bacillus thuringiensis yang tidak tahan panas.
Larutan yang telah dipanaskan, kemudian diencerkan dengan konsentrasi 10-1,
10-2, 10-3, dan 10-4. Pengenceran bertujan untuk memperkecil atau mengurangi
jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan. Setiap kali selesai dilakukan
pengenceran, juga dilakukan vorteks , agar setiap larutan homogen. Seri pengenceran
yang digunakan untuk isolasi adalah seri pengenceran 10-3 dan 10-4. Tujuan
penggunaan seri pengenceran 10-3 dan 10-4 didasarkan pada konsentrasi bakteri yang
paling tepat, dimana tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit sehingga
diharapkan pertumbuhan bakteri tampak jelas dan tidak mengalami spreader.
Pada seri pengenceran konsentrasi 10-3 dan 10-4 dilakukan inkubasi dengan
cara menginokulasi bakteri dari tabung reaksi ke dalam medium NA yang
mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh Bt agar dapat tumbuh dengan optimal
dengan menggunakan metode spread plate. Tujuan dilakukan spread plate agar
koloni dapat tumbuh dan untuk memudahkan dalam pengamatan mengingat Bt
merupakan bakteri yang memiliki sifat aerob. Setelah dilakukan spread plate, sampel
kemudian diinkubasi dengan suhu 37oC selama 48 jam. Suhu 37oC merupakan suhu
optimum untuk pertumbuhan bakteri dan waktu inkubasi selama 48 jam juga
merupakan waktu pertumbuhan optimum untuk pertumbuhan bakteri.
Karakterisasi morfologi koloni Bt dilakukan setelah selesasi inkubasi selama
48 jam. Hasil pengamatan karakterisasi morfologi koloni Bt dapat dilihat pada Tabel
1 dan Tabel 2. Selanjutnya, sampel tersebut diinokulasikan ke agar miring untuk
dilihat pertumbuhan koloninya dan kenampakan permukaannya. Sampel yang telah di
streak plate ke dalam tabung reaksi yang berisi NA kemudian diinkubasi pada suhu
37oC selama 48 jam. Selanjutnya dilakukan pengecatan Gram untuk memastikan
bahwa bakteri yang diuji merupakan Bacillus thuringiensis.
Pada uji pengecatan Gram, bakteri dari agar miring diambil menggunakan
jarum ose secara aseptis. Tujuannya adalah untuk mengihindari kontaminasi dari
mikroorganisme lain. Bakteri yang sudah menempel pada jarum ose kemudian
dioleskan setipis mungkin di atas gelas benda yang sudah steril. Sampel kemudian
dilakukan pengecatan Gram. Pengecatan gram menggunakan 4 larutan yang terdiri dari
Gram A yang merupakan kristal violet dan berfungsi untuk memberi warna utama pada
sel, Gram B yang merupakan larutan iodine dan berfungsi mengintensifkan warna utama
dari Gram A, Gram C yang merupakan aseton alkohol dan berfungsi sebagai pelarut
organik yang digunakan untuk melunturkan zat warna utama dari Gram A, serta Gram D
yang merupakan safranin untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan cat
utama setelah perlakuan dengan alkohol.
DAFTAR PUSTAKA

Arrieta, G. 2004. Diversity of Bacillus thuringiensis Strains Isolated from Coffee


Plantations Infested with the Coffee Berry Borer Hypothenemus hampei. J
Biologi Tropikal 52 (3):757-764.
Bravo et al. 1998. Characterization of cry genes in Mexican Bacillus thuringiensis
strain collection. Aem Asm 64:4965-4972.
Brown, K.L. dan Whiteley, H.R. 1992. Molecular Characterization of Two Novel
Crystal Protein Genes from Bacillus thuringiensis Subsp. Thompsoni. J
Bacteriol 174:549-557.
Gill, S. S., E. A. Cowles, dan P. V, Pietrantonio. 1992. The Mode of Action of
Bacillus thuringiensis. Endotoxin. Annu, Rev. Entomol. 37 : 615 – 636.
Jutono, J. Soedarsono, S. Hartadi, S. Kabirun, S. Suhadi, D. dan Soesanto. 1980.
Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum. Departemen Mikrobiologi Fakultas
Pertanian UGM, Yogyakarta.
Singleton, P., dan Sainsbury, D. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular
Biologi 3rd Edition. John Wiley & Sons Ltd., West Sussex.
Soetarto. 1995. Bakteri dan Virus. Erlangga, Jakarta.
Sutedjo, M. 1991. Mikrobiologi Tanah. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Zeigler, D.R. 1999. Bacillus Genetic Stock Center of Strains, Part 2; Bacillus
thuringiensis and Bacillus cereus. The Ohio State University. Ohio.
LAMPIRAN

Gambar 1. Spread Plate 10-3 Gambar 2. Spread Plate 10-4

Gambar 3. Preparat Bt Gambar 4. Streak Plate 10-4

Anda mungkin juga menyukai