Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Farmakologi II

Tanggal : Senin, 18 maret 2013


Kelompok : 13 (14.30-17.00)
PJ : Siti Sa’diah M.Si

OBAT STIMULANSIA SISTEM SYARAF PUSAT

Oleh :
1. Vian Puput Wijaya B04100189
2. Rafika Putri Anggraini B04100190
3. Venny Febriyany B04100192
4. Nurul Masyita Khusna B04100193
5. Rizka Fitri Syarafina B04100194
6. Sistha Pangastuti B04100195

DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PENDAHULUAN
Latar Beakang
Obat-obatan stimulan sistem saraf pusat adalah obat-obatan yang dapat
bereaksi secara langsung ataupun secara tidak langsung pada SSP.Yang termasuk
obat stimulan SSP adalah amphetamine, methylphenidate, pemoline, cocaine,
efedrin, amfetamin, metilfenidat, MDMA, dan modafinil. Stimulan yang paling
ideal dan paling sering digunakan adalah dextroamphetamine (Dexedrine) , Obat-
obat stimulan tersebut termasuk dalam kelompok II adalah obat yang termasuk
golongan obat terlarang karena mengakibatkan pengguna menjadi orang yang
bersifat dan berkelakuan melawan hukum dan ketagihan.(Sunardi, 2006)
Stimulan juga menaikkan kegiatan sistem saraf simpatetik, sistem saraf
pusat (CNS), atau kedua-duanya sekaligus. Beberapa stimulan menghasilkan
sensasi kegirangan yang berlebihan, khususnya jenis-jenis yang memberikan
pengaruh terhadap CNS. Stimulan dipakai di dalam terapi untuk menaikkan atau
memelihara kewaspadaan, untuk menjadi penawar rasa lelah, di dalam situasi
yang menyulitkan tidur (misalnya saat otot-otot bekerja), untuk menjadi penawar
keadaan tidak normal yang mengurangi kewaspadaan atau kesadaran (seperti di
dalam narkolepsi), untuk menurunkan bobot tubuh (phentermine), juga untuk
memperbaiki kemampuan berkonsentrasi bagi orang-orang yang didiagnosis sulit
memusatkan perhatian (terutama ADHD).(Anonim, 2103)
Namun Wibowo dan Gofir menyebutkan bahwa obat-obatan stimulan SSP
memiliki efek sebagai berikut :
1. Amfetamin
• Mempengaruhi dopamin dan norepinefrin: pelepasan dopamin dan
norepineprin dari neuron prasinaps
• Efek agonis pada pasca sinaptik
• Menghambat katabolisme katekolamin
2.Metilfenidat
• Menambah aktivitas katekolamin sentral, dopaminergik sentral
• Beraaksi primer pada pool neurotransmiter katekolaminergik (karena itu
bermanfaat juga pada Parkinsonisme)
• Menurunkan gejala hiperkinesia, agresivitas dan impulsivitas
3. Pemolin
• Menaikkan aktivitas katekolamin sentral
• Menaikkan sintesis dopamin dan konsentrasi dopamin
• Memperbaiki learning performance, atensi dan menurunkan impulsivitas
Stimulan yang diberikan short term ( 1 sampai 2 minggu) menyebabkan
euphoria, optimism, perasaan “senang” secara umum dan meningkatkan perhatian.
Efek lain yang mungkin muncul adalah anoreksia, insomnia, ansietas, iritabilitas,
mengurangi kelelahan, meningkatkan tekanan darah, menurunkan depresi.
Stimulan tidak dapat dicampur dengan antidepresan atau obat over-the- counter
(OTC) yang berisi dekongestan karena antidepresan dapat mempengaruhi efek
stimulan dan kombinasi stimulan dengan dekongestan dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi yang membahayakan pasien dan dapat menyebabkan
terjadinya irama jantung ireguler. (Sunardi, 2006)

Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah mengetahui prinsip kerja dari obat
stimulansia SSP dan gejala klinis yang menyertainya.

TINJAUAN PUSTAKA
Obat yang termasuk golongan obat stimulansia pada umumnya ada dua
mekanisme yaitu: Memblokade system penghambatan dan meninggikan
perangsangan synopsis.
Sensasi yang ditimbulkan akan membuat otak lebih jernih dan bisa
berpikir lebih fokus. Otak menjadi lebih bertenaga untuk berpikir berat dan
bekerja keras, namun akan muncul kondisi arogan yang tanpa sengaja muncul
akibat penggunaan zat ini. Pupil akan berdilatasi (melebar). Nafsu makan akan
sangat ditekan. Hasrat ingin pipis juga akan ditekan. Tekanan darah bertendensi
untuk naik secara signifikan. Secara mental, pengguna akan mempunyai rasa
percaya diri yang berlebih dan merasa lebih senang.
Obat stimulansia ini bekerja pada system saraf dengan meningkatkan
transmisi yang menuju atau meninggalkan otak. Stimulan dapat meningkatkan
denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan darah. Pengaruh fisik lainnya adalah
menurunkan nafsu makan, pupil dilatasi, banyak bicara, agitasi dan gangguan
tidur. Bila pemberian stimulant berlebihan dapat menyebabkan kegelisahan, panic,
sakit kepala, kejang perut, agresif dan paranoid. Bila pemberian berlanjut dan
dalam waktu lama dapat terjadi gejala tersebut diatas dalam waktu lama pula. Hal
tersebut dapat menghabat kerja obat depresan seperti alcohol, sehingga sangat
menyulitkan penggunaan obat tersebut. (Pendi, 2009)

Caffein
Caffein adalah suatu obat stimulasi yang bersifat psikoaktif dari golongan
xanthine-alkaloid yang berwarna putih. Caffeine dimetabolisme di hati oleh
sitokrom P450 oksidasemenjadi tiga metabolit, yaitu paraxanthine, theobromine
dan theophyline. Obat ini dapat menembus sawar otak dan mempengaruhi
pembuluh darah di otak, sehingga badan dan otak “tidak bisa tidur”, menyebabkan
pelepasan adrenalin ke tubuh dan membuat sel-sel selau aktif dan terjaga. Obat ini
juga memanipulasi pelepasa dopamine di otak dan membuat perasaan menjadi
tenang dan “melayang”.(Anonim, 2008)
Penambahan caffeine terus menerus akan memblokade kerja adenosine
karena molekul caffeine yang mirip dengan adenosine dan menempati reseptor
adenosine (hormone ini melambatkan kerja syaraf menjelang waktu istirahat).
Gejala overdosis caffeine tidak seperti obat stimulansia yang lain. Dimulai dari
tingkat yang paling rendah adalah halusinasi, disorientasi dan disinhibisi. Pada
dosis yang lebih tinggi lagi akan menyebabkan rhabdomyolisis (kerusakan dari
jaringan otot). (Anonim, 2010)

Amphetamin
Amphetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem
saraf pusat (SSP) stimulants.stimulan. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba
yang dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara.
Senyawa ini memiliki nama kimia α–methylphenethylamine merupakan
suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi obesitas,
attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi. Amfetamin
meningkatkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan jumlah
neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin) dari
saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulan
diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah,
meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu makan, dan
menurunkan keinginan untuk tidur. Akan tetapi, dalam keadaan overdosis, efek-
efek tersebut menjadi berlebihan.

Cardiazole
Cardiazole termasuk dalam obat analeptika yang mampu menstimulasi
bagian sistem saraf tertentu, terutama pusat pernafasan dan pusat vasomotor
dalam medulla oblongata. Pada dosis tinggi cardiazol dapat menyebabkan
spasmus otot.
Mekanisme kerja obat dapat dipengaruhi oleh konsentrasi obat, spesies
hewan, fator endogen (usia, berat badan, jenis kelamin, kesehatan hewan), diet
terkait dengan komposisi pakan, cara pemberian, temperatur serta musim.
Penggunaan cardiazole 1% pada dosis rendah (100 mg/kgBB) tidak
mengakibatkan kematian. Tingkat kematian 50% dapat ditemukan pada pemberian
cardiazole 1% dengan dosis 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB, sedangkan tingkat
kematian 75% ditemukan pada pemberian dengan dosis 800 mg/kgBB. Pada dosis
yang lebih rendah hanya menujukkan konvulsi dan bila dilanjutkan pada dosis
yang tinggi maka akan mengalami konvulsi dan kematian.(Winata, 2010)

Striknin
Striknin termasuk obat yang bekerja sebagai stimulan medula spinalis dan
konvulsinya disebut konvulsi spinal. Striknin merupakan alkaloid utama dalam
nuxvormica, tanaman yang banyak tumbuh di India. Striknin merupakan
penyebab keracunan tidak sengaja. Striknin bekerja dengan cara mengadakan
antagonisme kompetitif terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah
penghambatan postsinaps. Striknin menyebabkan pada semua bagian sistem
syaraf pusat. Obat ini merupakan konvulsan kuat dengat sifat kejang yang khas.
Pada hewan konvulsi berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak.
Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat yang
merangsang neuron pusat. Sifat khas lainnya adalah kontraksi ekstensor yang
simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik seperti pendengaran,
penglihatan, perabaan. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan motorik
hebat. Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi dan
akhirnya terjadi konvulsi tetani.

METODOLOGI
a. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah spoit 1 mL, jam dan kandang hewan.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah katak, mencit, cafein, stiknin,
cardiazole, dan amphetamin.
b. Cara Kerja
Stimulansia cortex cerebri
1. Dilakukan pemeriksaan fisiologis katak normal (posisi tubuh, refleks, rasa
nyeri, tonus, frekuensi nafas, dan jantung).
2. Cafein disuntikkan secara SC pada daerah abdominal melalui saccus
limphaticus femoralis dengan dosis bertingkat mulai 0,05 mL, 0,1 mL, 0,2
mL, dan seterusnya.
3. Perubahan fisiologis katak diamati setiap 5 menit pada setiap dosis
penyuntikan.
4. Pemberian obat dan pengamatan dihentikan setelah terjadi konvulsi pada
katak.
5. Bagian otak dari katak dirusak satu per satu dari cortex cerebri, medulla
oblongata dan medulla spinalis untuk mengetahui titik tangkap kerja dari
obat tersebut.
Stimulansia cortex cerebri
1. Dilakukan pemeriksaan fisiologis mencit normal (aktivitas tubuh, refleks,
salvias, defekasi, tonus otot, frekuensi nafas dan jantung).
2. Amphetamin disuntikkan secara SC pada daerah punggung dengan dosis
bertingkat mulai 0,05 mL, 0,1 mL, 0,2 mL dan seterusnya.
3. Perubahan fisiologis mencit diamati setiap 5 menit pada setiap dosis
penyuntikan.
Stimulansia medulla oblongata
1. Dilakukan pemeriksaan fisiologis katak normal (posisi tubuh, refleks, rasa
nyeri, tonus, frekuensi nafas, dan jantung).
2. Cardiazole disuntikkan secara SC pada daerah abdominal melalui saccus
limphaticus femoralis dengan dosis bertingkat mulai 0,05 mL, 0,1 mL, 0,2
mL, dan seterusnya.
3. Perubahan fisiologis katak diamati setiap 5 menit pada setiap dosis
penyuntikan.
4. Pemberian obat dan pengamatan dihentikan setelah terjadi konvulsi pada
katak.
5. Bagian otak dari katak dirusak satu per satu dari cortex cerebri, medulla
oblongata dan medulla spinalis untuk mengetahui titik tangkap kerja dari
obat tersebut.
Stimulansia medulla spinalis
1. Dilakukan pemeriksaan fisiologis katak normal (posisi tubuh, refleks, rasa
nyeri, tonus, frekuensi nafas, dan jantung).
2. Striknin disuntikkan secara SC pada daerah abdominal melalui saccus
limphaticus femoralis dengan dosis bertingkat mulai 0,05 mL, 0,1 mL, 0,2
mL, dan seterusnya.
3. Perubahan fisiologis katak diamati setiap 5 menit pada setiap dosis
penyuntikan.
4. Pemberian obat dan pengamatan dihentikan setelah terjadi konvulsi pada
katak.
5. Bagian otak dari katak dirusak satu per satu dari cortex cerebri, medulla
oblongata dan medulla spinalis untuk mengetahui titik tangkap kerja dari
obat tersebut.

PEMBAHASAN
Stimulansia cortex cerebri (caffein)
Dosis Posisi Rasa Frek. Frek.
Menit Refleks Tonus Konvulsi
(mL) tubuh nyeri nafas jantung
Normal 450 +++ +++ +++ 124 92 -
0 0,05 450 +++ +++ +++ 120 116 -
5 0,1 450 +++ +++ +++ 116 100 -
10 0,2 450 +++ +++ +++ 100 76 -
15 0,4 300 +++ +++ +++ 76 88 -
20 0,8 450 ++ +++ +++ - - +

Caffein adalah xantin yang mengandung gugus metal. Xantin merangsang


susunan saraf pusat, menimbulkan diaresis, merangsang otot jantung, dan
melemaskan otot polos terutama bronkus. Kafein merangsang miokard secara
langsung. Pemberian kafein pada dosis besar pada manusia atau hewan percobaan
menyebabkan efek perangsangan langsung pada miokard menjadi menonjol
dengan akibat takikardia. Pemberian digitalis dengan dosis bertingkat hingga
katak mati menunjukkan toksisitas digitalis terhadap kerja jantung dalam
peranannya menjaga sirkulasi darah ke seluruh tubuh.

Stimulansia cortex cerebri (amphetamine)


Dosis Posisi Rasa Frek. Frek.
Menit Refleks Tonus Konvulsi
(mL) tubuh nyeri nafas jantung
Normal 450 +++ +++ +++ 92 112 -
0 0,05 450 +++ +++ +++ 88 92 -
5 0,1 450 +++ +++ +++ 88 88 -
10 0,2 450 +++ +++ +++ 84 76 -
15 0,4 450 +++ +++ +++ 84 80 -
20 0,8 450 +++ ++ +++ 80 64 -
25 1,6 - - - - - - +

Amphetamin adalah senyawa yang termasuk psikostimulansia, yang


dapat menghilangkan rasa , serta meningkatkan daya konsentrasi dan kapasitas
yang bersangkutan. Senyawa ini tidak memiliki khasiat antipsikotik. Pada dosis
yang berlebih malah menjadikan racun disertai kejang. Pada percobaan
pemakaian amphetamine pada mencit terjadi konvulsi pada menit ke 3.52 pada
penyuntikan amphetamin sebesar 0.4 ml. Ciri konvulsi pada saat itu terjadi loncat-
loncat pada hewan coba, hypersalivasi, dan ada defekasi.
Obat-obat dari kelompok dari amphetamin terutama memicu pelepasan
noradrenalin dan menghambat re-uptakenya. Akibatnya terjadi peningkatan
frekuensi jantung dan tekanan darah. Euphoria terutama disebabkan oleh
meningkatnya dopamine bebas yang disusul dengan perasaan lelah serta depresi
dan dapat berlangsung berminggu-minggu. Peningkatan juga dapat menyebabkan
gejala ketagihan dan perubahan perilaku.

Stimulansia medulla oblongata (cardiazole)


Salivasi / Frek
Dosis Aktivitas Frek
Menit Refleks defekasi / Tonus jantun Konvulsi
(mL) tubuh nafas
urinasi g
++
Normal ++ ++ ++ 120 172 -
Sal/def/urin
0 0,05 ++ ++ ++ 156 200 +
-/+/-
Sal/def/urin
10 0,1 +++ +++ +++ 172 204 +
-/-/-
Sal/def/urin
20 0,2 +++ +++ +++ 192 192 +
-/-/+
Sal/def/urin + (pd
30 0,4 - - - - 212 mati menit ke-
3,52)
Penyuntikan cardiazol di daerah abdominal yang melalui saccus
limphaticus dengan cara subkutan pada mennit ke-0 tidak ada efek yang
ditimbulkan, baik dalam refleks, rasa nyeri, dan tonus. Namun, terjadi penurunan
frekuensi nafas dan jantung menjadi 88 kali/menit dan 92 kali/menit. Pada menit
ke-5, hanya terlihat efek dari cardiazol tersebut, yaitu terjadi penurunan frekuensi
denyut jantung menjadi 88 kali/menit dan belum terlihat adanya konvulsi. Pada
menit ke-10 sampai menit ke-20, katak tidak memperlihatkan perubahan yang
signifikan terhadap efek cardiazol tersebut. Perubahan yang terjadi hanya rasa
nyeri yang menurun, frekuensi denyut jangtung dan nafas, serta tidak ada
konvulsi. Pada penyuntikan dengan dosis 1,6 mL, katak mengalami konvulsi dan
segera dilakukan perusakan daerah otak dari cortek cerebri tetapi masih
menunjukkan gejala konvulsi, lalu dilakukan perusakan kembali pada daerah
medulla oblongata dan gejala konvulasi hilang. Hal ini membuktikan bahwan
cardiazol memiliki titik tangkap kerjanya di medulla oblongata.
Stimulansia medulla spinalis (striknin 0,01%)

Dosis Posisi Rasa Frek. Frek.


Menit Refleks Tonus Konvulsi
(mL) tubuh nyeri nafas jantung
Normal 45º +++ +++ +++ 96 140 -
0 0,05 45º +++ +++ +++ 92 92 -
5 0,1 45º +++ +++ +++ 92 72 -
10 0,2 40º +++ +++ +++ 92 80 +

Striknin merupakan konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada
hewan coba konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota
gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat
yang merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang striknin
ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik
yaitu pendengaran, penglihatan, dan perabaan. Konvulsi seperti ini juga terjadi
pada hewan yang hanya mempunyai medula spinalis secara langsung. Atas dasar
ini efek striknin dianggap berdasarkan kerjanya pada medula spinalis dan
konvulsinya disebut konvulsi spinal. Berdasarkan hasil percobaan yang telah
dilakukan, katak yang diinjeksi dengan striknin dengan dosis 0,05ml dan 0,1ml
belum menunjukkan adanya konvulsi setelah didiamkan selama 5 menit. Pada
dosis striknin 0,2ml yang diinjeksikan, setelah didiamkan selama 5 menit katak
mulai menunjukkan konvulsi ketika disentuh. Untuk menguji titik tangkap kerja
dari striknin dilakukan perusakan cortex cerebri pada awalnya namun katak masih
mengalami konvulsi begitu juga ketika medulla oblongatanya yang dirusak.
Ketika medulla spinalisnya yang dirusak katak tidak mengalami konvulsi lagi,
yang menunjukkan titik tangkap kerja dari striknin adalah medulla spinalis.

SIMPULAN
Cafein dan amphetamine bekerja pada cortex cerebri. Cafein dapat
menembus sawar otak dan mempengaruhi pembuluh darah di otak, sehingga
badan dan otak “tidak bisa tidur”, menyebabkan pelepasan adrenalin ke tubuh dan
membuat sel-sel selau aktif dan terjaga srhingga menghasilkan perasaan tenang
dan “melayang”. Amphetamine dapat menghilangkan rasa kelelahan dan penat,
Amphetamine memicu pelepasan noradrenalin dan menghambat re-uptakenya.
Cardiazole bekerja pada medulla oblongata dengan menghambat sistem
GABA-nergik, sehingga akan meningkatkan eksibilitas sistem syaraf pusat.
Sedangkan striknin bekerja pada medulla spinalis. Striknin bekerja pada medulla
spinalis dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap transmiter
penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan postsinaps dan merupakan
konvulsan kuat dengat sifat kejang yang khas.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2008. caffeine.[terhubung berkala]. http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/_/dict.aspx?word=caffein.(23 maret
2013)

Anonim.2010. How does caffeine affect us?.[terhubung berkala].


http://www.coolquiz.com/trivia/explain/docs/caffeine.asp.(23 maret 2013)
Anonim. 2013. Stimulan. [terhubung berkala].
http://id.wikipedia.org/wiki/Stimulan. (22 maret 2013).
Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy
Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi FK UI. Jakarta.
Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya
Baru.
Louisa, Melva dan Hedi R. D . (2007). Perangsang Susunan Saraf Pusat.
Farmakologi dan Terapi. Editor: Gunawan, S.G. Edisi ke-5. Jakarta :
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 247-
248.
Pendi.2009. Pengaruh Obat-Obatan Terhadap Sistem Saraf.[terhubung berkala].
http://pendi007.wordpress.com/2009/05/04/pengaruh-obat-obatan-
terhadap-sistem-saraf/.(22 maret 2013)
Sunardi.2006.Obat-obatan yang Berkaitan dengan Stimulassi Sistem Syaraf
Pusat.[terhubung berkala].(22 maret 2013).
Wibowo, S., Gofir, A. 2001. Farmakoterapi dalam Neurologi. Edisi pertama.
Jakarta: Salemba Medika.
Winata.2010.LD50.[terhubung berkala].
http://winataveteriner.blogspot.com/2010/11/ld50.html.(23 maret 2013)

Anda mungkin juga menyukai