Asas Hukum Pidana Oke PDF
Asas Hukum Pidana Oke PDF
n es
DIKLAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
do
PEMBENTUKAN JAKSA (PPPJ)
In
TAHUN 2016
lik
ub
ep
R
n
MODULks
ja
aa
Ke
do
Halaman
In
KATA SAMBUTAN KAPUSDIKLAT KEJAKSAAN RI ..................................................... i
lik
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. iii
ub
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
ep
I. Latar Belakang............................................................................................... 1
II. Permasalahan ................................................................................................. 2
R
III. Maksud dan Tujuan ....................................................................................... 2
IV. Metode ........................................................................................................... 3
n
aa
BAB II HUKUM PIDANA .................................................................................................
A. Perbuatan Pidana/ Strafbaar Feit/ Delict .......................................................
ks
B. Perbuatan Pidana/ Tindak Pidana ..................................................................
ja
C. Unsur Dan Elemen Perbuatan Pidana (Strafbaarfeit) ....................................
Ke
D. Yurisprudensi ................................................................................................
E. Pembuat .........................................................................................................
at
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD L
ia
n es
BAB XI KESIMPULAN ..................................................................................................................
do
BAB XII PENUTUP ..........................................................................................................................
In
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................
lik
ub
ep
R
n
aa
ks
ja
Ke
l at
ik
D
n
da
Ba
p
si
Ar
LL $VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
BAB I
do
PENDAHULUAN
In
I. Latar Belakang
lik
Kejaksaaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara terutama
ub
dibidang penuntutan perkara pidana dilingkungan peradilan umum. Dalam rangkaian
melaksanakan tugas dibidang penuntutan ini, Kejaksaan diberi wewenang untuk melaksanakan
ep
penetapan Hakim dan putusan pengadilan, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
R
keputusan lepas bersyarat.
n
Diluar tugas penuntutan, Kejaksaan memiliki sejumlah tugas dan wewenang lain baik yang
aa
diatur dalam Undang-undang Kejaksaan dan peraturan perundang-undangan lain. Selain itu
ks
berdasarkan berdasarkan Undang-undan, Kejaksaan dapat diberi pula tugas dan wewenang
ja
lainselain yang sudah dimiliki sekarang.
Ke
Ketentuan hukum pidana yang diterapkan ini terdapat baik di dalam Kitab Undang-undang Hukum
l
ik
Jaksa Penuntut Umum baru akan dapat melaksanakan tugas penuntutan dengan baik dan
n
sempurna apabila memiliki pengetahuan hukum pidana baik materiil maupun formal.
da
Asas-asas hukum pidana baik itu asas-asas umum maupun asas-asas yang menyimpang dari asas-
Ba
asas hukum pidana, terdapat baik pada hukum pidana materiil (substantial Criminal Law), maupun
dalam hukum pidana formil (Law of Criminal Procedure).
p
Hukum pidana materiil yang memuat ketentuan tentang larangan dan perintah atau
si
keharusan serta sanksi hukum bagi yang melanggar, sifatnya abstrak, melalui hukum pidana
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
nulum delictum nulum poena sine previa lege poenali. Yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP.
do
Sedangkan asas-asas penerapannya hanya secara tidak langsung.
In
Asas-asas hukum pidana baik asas-asas dari hukum pidana materiil maupun asas-asas
hukum pidana formil, seharusnya dikuasai dengan baik oleh aparat hukum, sehingga penerapan
lik
peraturan-peraturan hukum kongkrit akan lebih baik karena asas-asas hukum pada hakekatnya
ub
merupakan cita-cita yang hendak kita raih.
ep
II. Permasalahan
R
1. Berdasarkan pengalaman menunjukan bahwa kegagalan yang terjadi pada penanganan suatu
n
aa
perkara, khususnya dalam tahap pra-penuntutan maupun tahap penuntutan, yakni pelimpahan
perkara ke pengadilan, persidangan , penyampaian Requisitoir, serta replik dan tahap-tahap
ks
selanjutnya disebabkan karena pengetahuan hukum pidananya kurang memadai, terutama
ja
sekali pengetahuan tentang asas-asas hukum pidana. Atas dasar hal tersebut maka pemahaman
Ke
memahami asas-asas hukum pidana yang berlaku di negara lain, khususnya dari negara dengan
l
ik
latar belakang hukum anglo amerika, karena dimasa mendatang kontak dengan justisiable
D
Para peserta pendidikan dan pelatihan di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI
pada umumnya adalah Sarjana Hukum, yang dengan sendirinya telah memiliki pengetahuan
p
si
hukum yang memadai, apalagi persyaratan akademis yakni Indeks Prestasi Komulatif (IPK)
Ar
seorang calon pegawai Kejaksaan Cukup tinggi. Namun demikian , dengan mengikuti pendidikan
dan pelatihan di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, diharapkan pengetahuan teoritis
dari Perguruan Tinggi yang masih bersifat umum dapat dikaitkan dan diarahkan sesuai dengan
tugas dan wewenang Kejaksaan. Asas-asas hukum pidana telah diajarkan di Perguruan Tinggi,
namun untuk penerapannya dalam praktek sebagai Penegak Hukum, Khususnya sebagai Penuntut
Umum, pengetahuan tentang asas-asas hukum ini perlu diperdalam dengan lebih menjurus kepada
pembicaraan kasus-kasus, sehingga kelak peserta pendidikan dan pelatihan tidak akan menemui
banyak kesulitan dalam menggunakan asas-asas hukum tersebut.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
do
In
IV. Metode
1. Metode yang digunakan adalah metode fungsional yang berorientasi pada problema, dalam
lik
arti penyajian asas-asas hukum sebagai pelajaran hendaknya dikaitkan dengan fungsi asas-asas
ub
hukum tersebut dan bagaimana penerapannya dalam suatu kasus yang terjadi dalam
ep
masyarakat.
2. Dengan menggunakan metode fungsional pada pemberian pelajaran pembandingan asas-asas
R
hukum, sifatnya tidak saja pembandingan deskriptif, tetapi terutama pada fungsi dan
n
aa
efektifitasnya asas-asas hukum tersebut.
ks
ja
Ke
l at
ik
D
n
da
Ba
p
si
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
BAB II
do
HUKUM PIDANA
In
Hukum Pidana terbagi atas :
A. Hukum pidana dalam arti obyektif (ius poenale) meliputi :
lik
- Perintah dan larangan yang harus ditaati oleh semua orang dimana pelanggaran atasnya
ub
(norma) dikaitkan dengan sanksi berupa pidana oleh pembuat undang-undang.
ep
- Peraturan yang mengatur tentang bagaimana atau dengan sarana apa pelanggaran atas
norma (perintah dan larangan) tersebut ditindak.
R
- Peraturan tentang lingkup berlakunya norma tersebut baik mengenai lingkup waktu maupun
n
aa
ruang.
Ius Poenale oleh karenanya dibagi :
ks
1. Hukum Pidana Materiil - materile strafrecht – Substantive Criiminal Law yang mengatur
ja
tentang :
Ke
Apa Perbuatan apa saja yang dapat dipidana –disebut perbuatan pidana
(Strafbaarfeit=delik).
at
Bagaimana Pemidanaannya.
da
Ancaman pidana dalam hukum pidana materiil bersifat abstrak. Hukum Pidana Materiil
Ba
dihimpun dalam kodifikasi yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan dalam
berbagai peraturan perundang-undangan lainnya (diluar KUHP).
p
si
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
- Hak untuk memberi ancaman pidana.
do
- Hak untuk menjatuhkan pidana.
In
- Hak untuk melaksanakan pidana.
Ius Puniendi ini terdapat baik pada pemerintah pusat dengan undang-undang maupun
lik
pemerintah daerah dengan peraturan daerah.
ub
Pasal 71 ayat (2) UU No. 22 tahun 1999 – PERDA dapat memuat ancaman kurungan paling
ep
lama 6 bulan dan denda sebanyak Rp. 5 juta.
Catatan : Wewenang pembuat perundang-undangan di daerah, tidak boleh membuat
R
perundang-undangan yang bertentangan dengan ketentuan 8 bab dari buku I KUHP,
n
aa
sesuai dengan ketentuan pasal 103 KUHP.
yang diperintahkan (diharuskan) yang dapat dipidana apabila tidak dilakukan atau dilanggar.
x Perbuatan demikian disebut perbuatan pidana/ tindak pidana/ peristiwa pidana -Strafbaarfeit-
at
Delict.
l
ik
a. Kejahatan – didalam KUHP diatur dalam buku ke-II, diluar KUHP ditentukan oleh
n
perundang-undangan itu sendiri. Ada beberapa kejahatan dalm KUHP yang disebut
da
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
- Sebelum KUHP 1918, kejahatan ringan tersebut digolongkan pelanggaran.
do
- Adanya lembaga kejahatan ringan ada kaitannya dengan kompetensi lembaga peradilan
In
pada saat itu yaitu, adanya RVJ dan Residensgerecht untuk golongan Eropa dan Landrad
dengan magistraadgerecht untuk golongan non-Eropa.
lik
- KUHAP membedakan tindak pidana ringan (pasal 205 dan 206) yang diberikan dengan
ub
Acara Pemeriksaan Cepat- bukan atas kejahatan ringan dan biasa seperti KUHP.
ep
b. Pelanggaran
Didalam KUHP diatur dalam buku ke-III, di luar KUHP ditentukan oleh perundang-
R
undangan yang bersangkutan.
n
aa
Menurut M.v.T kejahatan adalah rechtdelict karena bertentangan dengan perasaan hukum
manusia sedangkan pelanggaran adalah Wetsdelict karena ditentukan oleh undang-undang.
ks
Kegunaan praktis pembedaan kejahatan dan pelanggaran :
ja
1. Pada kejahatan unsur sengaja/ lalai harus dibuktikan .
Ke
3. Masa kadaluwarsa baik penuntutan maupun eksekusi pada pelanggaran lebih singkat
D
koperasi).
Ba
5. Pasal 82 KUHP, pembayaran denda maksimum hanya pada pelanggaran dengan
ancaman denda saja atas ijin pejabat berwewenang (Afkoop).
p
si
6. Pada pelanggaran dengan concursus realis berlaku kumulasi stelsel murni.
Ar
Catatan : bandingkan !
a. Mala in Se atau Ordinary Crimes, Acts Wrong in Themselves.
b. Mala Prohhibita –act thats crimes because they are prohibited by law.
Pembagian lain menurut common law:
a. Felonies –Serious Offence
b. Misdemeanor –Less Seriuos Offence.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Catatan :
do
1. Lembaga Afkoop ini sama dengan lembaga schikking yang merupakan wewenang Bea
In
Cukai berdasarkan pasal 29 Rechten Ordonantie yaitu, penyelesaian diluar pengadilan
oleh pejabat Bea Cukai terhadap pelanggaran.
lik
2. Schikking dihapus dengan adanya Undang-undang Drt No. 7 tahun 1955 (tindak pidana
ub
ekonomi), namun dihidupkan kembali melalui lembaga Afkoop dengan KEPJA No.
ep
KEP.089/ D.A/ 10/ 1967 tanggal 13 Oktober 1967 tentang Delegasi Wewenang Jaksa
Agung kepada Menteri Keuangan. KEPJA ini dicabut dengan KEPJA No. 065/ JA/ 6/
R
85 tanggal 26 Juni 1985. Dengan adanya Undang-undang No.10 tahun 1995 tentang
n
aa
Pabean –maka masalah ini tidak relevan lagi.
3. Afkoop ini mirip dengan Plea Bargaining pada sistem Anglo American yaitu suatu
ks
kesepakatan bersama antara Penuntut Umum dengan Tersangka untuk mendapat
ja
hukuman yang lebih ringan tanpa proses pengadilan.
Ke
4. Afkoop mirip juga dengan lembaga Transactie di Belanda. Bedanya adalah pada
transactie tidak terikat pada denda maksimum dan tidak hanya pada perbuatan pidana
at
dengan ancaman denda saja, tetapi juga pada ancaman denda bersama kurungan.
l
ik
D
Perbuatan pidana diatur didalam Hukum Pidana Materiil. Istilah Strafbaarfeit diterjemahkan :
da
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
2. Aliran Dualisme/ Modern dibedakan :
do
a. Perbuatan/ Feit
In
- Memenuhi rumusan delict.
- Melawan hukum (wederechtelijk).
lik
- Tak ada alasan pembenar (rechtvaar digings grond).
ub
b. Pembuat (dader)
ep
- Kesalahan dalam arti luas yaitu meliputi Dolus atau Culpa.
- Dapat dipertanggungjawabkan (toerekenvatbaar).
R
- Tak ada alasan pemaaf (schuld uit sluitings grond).
n
aa
- Pembedaan antara unsur Perbuatan dan unsur Pembuat bukanlah suatu pemisahan tetapi
sekedar sistematisasi berpikir. Untuk pemidanaan, maka kedua unsur itu harus ada –
ks
aliran ini disebut juga monodualisme. Peletak dasar aliran ini adalah Herman Kantoro
ja
Wic (1933).
Ke
Van Bammelen membedakan –bestanddeel (unsur) dengan elemen dari perbuatan pidana.
l
ik
Unsur adalah apa yang ada dalam rumusan delik. Elemen adalah syarat untuk dapatdipidananya
D
- Perbuatan dapat dipertanggungkan kepada pelaku (Toereken Baarheid van het feit).
- Pelaku dapat dipertanggungjawabkan (Toereken Vatbaarheid van de dader).
p
si
- Ada kesalahan (schuld) pada pelaku –perbuatan harus tercela (Verwijtbaarheid van het
feit).
3. Melawan hukum (materiil)
Catatan : melawan hukum kalau terdapat didalam rumusan delik -adalah unsur
delik- disebut melawan hukum khusus (facet).
Unsur Utama Delik (strafbaarfeit)
A. Perbuatan :
- Comissionis/ berbuat.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
- Omissionis/ membiarkan.
do
Atas dasar pembedaan tersebut perbuatan pidana dibedakan atas :
In
1. Delicta Comissionis : pelanggaran suatu larangandapat berupa delik formil yaitu delik
pengancaman pidana tertuju pada perbuatan (pasal 160, 209, 242 dan 362 KUHP),
lik
maupun delik materiil, yaitu delik dengan akibat yang dipisahkan dari perbuatan (pasal
ub
338 KUHP).
ep
2. Delicta Omissionis :
- Yang murni -pelanggaran suatu perintah- selalu merupakan Delik Formil (pasal 164,
R
224, 522, 531 KHUP).
n
aa
- Yang tidak murni (delicta Comisionis Perommisionen).
- Dapat dilakukan dengan berbuat maupun dengan pembiaran (pasal 338, 194 KUHP).
Melawan Hukum (Wederechtelijk) ks
ja
Sifat melawan hukum ada pada semua perbuatan pidana. Kalau dimuat dalam rumusan
Ke
memenuhi rumusan delik (peraturan kongkrit), maka ia melakukan perbuatan melawan hukum
formil. Apabila dalam rumusan delik tercantum sifat melawan hukumnya misalnya pasal 160
p
si
KUHP (penghasutan terhadap penguasa umum), 209 KHUP (sumpah palsu), 362 KUHP
Ar
(pencurian) dsb, maka melawan hukum tersebut merupakan Unsur (Bestanddeel) -disebut
melawan hukum khusus (facet)- dari delik.
Konsekuensi dimuatnya Melawan Hukum didalam rumusan delik :
1. Harus dimuat dalam dakwaan.
2. Harus dibuktikan di persidangan.
3. Jika unsur melawan hukum tidak dapat dibuktikan, maka terdakwa dibebaskan
(Vrijspraak).
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Catatan :
do
Melawan Hukum Formil didasarkan pada asas legalitas yang terdapat dalam pasal 1
In
ayat (1) KUHP.
Ad.2. Melawan Hukum Materiil
lik
Dikatakan Melawan Hukum Materiil apabila suatu perbuatan selain memenuhi unsur delik
ub
(melawan hukum formil) juga harus tercela oleh masyarakat, atau melanggar norma lain yang
ep
berlaku dalam masyarakat. Melawan Hukum Materiil tidak disebut dalam rumusan delik sehingga
merupakan Elemen dari delik.
R
Konsekuensi :
n
aa
1. Tidak perlu didakwakan.
2. Tidak perlu dibuktikan dipersidangan.
ks
3. Apabila dalam persidangan tidak terbukti adanya Melawan Hukum Materiil maka putusan
ja
lepas dari segala tuntutan hukum (Ontslag Van Alle Rechtvervogling).
Ke
Catatan :
- Dalam hukum perdata dikenal istilah Onrechtmatige daad (pasal 1365 BW). Subekti
at
- Onrechtmatige Daad ini semula ditafsir secara sempit (formil) sebagai Onwetmatige
D
b. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku – hal ini terlihat pada kasus Zutphen
Ba
:
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
(burgerlijkefeit). Dalam perundang-undangan kta, pengertin Melawan Hukum (MH)
do
sering dirumuskan dengan kata-kata lain, contoh :
In
- tanpa ijin (pasal 496 –membakar barang tidak bergerak milik sendiri).
- Melampaui Wewenang (pasal 430 -Pegawai Negeri menyita surat, dsb).
lik
- Tanpa Hak (pasal 303 -perjudian, dsb).
ub
ep
YURISPRUDENSI
A. Hoge Raad (HR)
R
VEEARTS ARREST, HR tanggal 20 Pebruari 1933 Dokter hewan yang mencampur hewan
n
aa
sakit dengan yang sehat yang melanggar Undang-undang Hewan (Veewet) 1920. Dalam
kasus ini ada Melawan Hukum Formil (memenuhi rumusan delik), tetapi tidak ada Melawan
ks
Hukum Materiil, karena secara ilmiah dapat dibenarkan.
ja
B. MARI (Mahkamah Agung RI)
Ke
1. Kasus Machrus Effendi tanggl 8 Januari 1966 No. K/ Kr/ 1965 –melanggar pasal 372
KUHP jo Undang-undang No. 24 Prp. 1960 (UU anti Korupsi). Melawan Hukum Formil,
at
namun MA melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (Onstlag Van Alle
l
ik
2. Kasus Insinyur Moch. Otjo Danaatmaja, MARI tanggal 30 Maret 1977 No. 81/ K/ Kr/
1973. Melanggar pasal 415 KUHP dan pasal 372 KUHP jo. UU No. 24 Prp. 1960 –
p
si
putusan lepas dari segala tuntutan hukum karena perbuatan tidak melawan hukum
Ar
materiil.
Catatan :
a. Seorang hanya dapat dipidana jika perbuatannya melawan hukum formil (asas
legalitas) dan melawan hukum materiil. Inilah yang disebut melawan hukum umum.
Melawan hukum materiil berada diluar rumusan delik, karena merupakan elemen
delik (V. Bemmelen), oleh karenanya melawan hukum ada pada setiap delik,
walaupun tidak disebut dalam rumusan delik.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
b. Perbuatan hukum yang tidak melawan hukum materiil walaupun melawan hukum
do
formil, putusannya adalah lepas dari segala tuntutan hukum (Onstlag Van Alle
In
Rechtvervolging), bukan bebas (Vrijspraak).
c. Peran melawan hukum disini adalah peran negatif.
lik
Terdakwa dilepaskan dari tuntutan hukum apabila tidak ada melawan hukum
ub
(materiil). Peran negatif juga berarti bahwa seseorang tidak dapat dipidana hanya
ep
karena melawan hukum materiil, karena asas legalitas.
d. Jika melawan hukum terdapat dalam rumusan delik (contoh pasal1 ayat 1a UU No. 3
R
tahun 1971), maka melawan hukum adalah unsur (bestand deel) atau hukum khusus/
n
aa
facet sehingga :
- Harus dimuat dalam dakwaan.
ks
- Harus dibuktikan dipersidangan.
ja
- Jika tidak terbukti putusan adalah bebas (Vrijspraak)
Ke
e. Sebagai unsur, maka melawan hukum disini sifatnya formil bertentangan dengan
perundang-undangan (hukum tertulis) tetapi dapat juga bersifat materiil yaitu
at
Lihat penjelasan pasal 2 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
D
o MA RI tangal 29 Desember 1983 No. 275 K/ Pid/ 1983. Kasus Korupsi atas
da
PEMBUAT
1. Kesalahan (schuld) :
a. Dolus
b. Culpa
2. Pertanggungjawaban (Toerekening Vatbaareheid)
Pendapat DUALISME disingkat sebagai berikut : (kantor Wic/ Mulyanto)
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
es
Tat/ perbuatan
n
do
Tat Bestand Maszigkeit/
In
memenuhi rumusan delik
lik
1. Strafbare handelung
ub
(perbuatan pidana)
ep
Fehlen Von Recht
Vertigungsgrunden
R
(tidak ada alasan
n
aa
pembenar
Strafvorausstezungen
Syarat pemidanaan ks
ja
Schuld (salah)
Ke
2. Handelende
(pembuat)
at
Strafauschlieszungsgrunde
l
ik
Hubungan antara keduanya baik hubungan sebagai hubungan paralel (Paralel Verhatenis =
da
berdampingan) maupun hubungan timbal balikdimana yang satu menjadi syarat bagi yang lain
Ba
a. Strafbaarfeit van heit feit dapat dipidananya perbuatan yang sifatnya melawan hukum.
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Adagium : Actus on facit reum nisi mens sit rea (An act does not make a man guilty of crime,
do
unles his mind is guilty.
In
Penganut monisme memandang actus reus dan mens rea sebagai suatu kesatuan dan
merupakan unsur hakiki dari suatu delik.
lik
Penganut dualisme memandang actus reus hanya merupakan unsur perbuatan dan mens rea
ub
sebagai sikap batin, termasuk pertanggungjawaban pembuat adalah unsur pembuat.
ep
Mens rea atau sikap batin pembuat yang oleh penganut monisme dipandang sebagai unsur
suyektif dari delik adalah sikap batin.
R
Penganut monisme antara lain Simmons dan Van Hamel merupakan otoritas hukum pidana di
n
aa
Belanda .
Definisi strafbaarfeit oleh Simmons :
ks
- Suatu perbuatan yang dapat dipidana (Een Strafbaar Gestelde Handeling).
ja
- Bersifat melawan hukum (Onrechtmatige).
Ke
Persoon).
l
ik
Actus Reus dan Mens Rea ditempatkan menjadi satu pengertian yaitu Strafbaarfeit. Jadi,
D
seluruhnya adalah unsur dan masing-masing merupakan syarat pemidanaan seseorang yang
n
melakukannya.
da
Ba
Sebagai perbandingan :
Menurut Jerome Hall menyebut syarat-syarat pemidanaan/ Criminal Behavior :
p
si
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
6. Mens Rea Blame worthy frame of mind.
do
7. Puninshment yang dapat dipidana (which is subject to punishment).
In
Pembuat Mens Rea :
1. Dapat dipertanggungjawabkan (toekerening vatbaarheid).
lik
2. Kesalahan dalam arti luas :
ub
- Sengaja (dolus).
ep
- Lalai (culpa).
Ad.a. Sengaja (dolus)
R
o Tidak ada definisi sengaja dalam KUHP. Alasan Mv.t adalah bahwa KUHP bukanlah
n
aa
buku pelajaran.
o Pada sengaja, kehendak pelaku tertuju pada akibat (berbeda dengan lalai, akibat tidak
ks
dikehendaki oleh pelaku). Berbuat dengan sengaja –Mv.t adalah berbuat dengan
ja
kehendakdan dengan pengetahuan (Willens En Wetens Handelen).
Ke
Singkatnya : Mau untuk berbuat, apa akibatnya, dan tahu apa yang diperbuat. Tahu
bukanlah tahu secara mutlak, cukup apabila dimengerti (Begijpen).
at
Catatan :
l
ik
- teori perkiraan (voor stelling theorie) akibat dari suatu perbuatan(gerakan otot)
n
Gradasi Sengaja :
1. Sengaja dengan niat (als oogmerk).
p
si
A hendak membunuh B, A menembak B. Sengaja disini adalah dalam bentuk paling murni.
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Pengendara motor dengan kecepatan tinggi mengendara motor ditengah-tengah
do
kerumunan anak-anak. Apabila ada yang mati/ cidera.
In
Sengaja dalam Undang-undang :
1. Dengan sengaja (contoh : pasat 1 ayat (1)a UU. No 3/ 1971).
lik
2. Mengetahui bahwa (als wetende dat- pasal 227 dan 230 KUHP).
ub
3. Mempunyai pengetahuan (kennis dregende- pasal 164, 165, 464 sub.3 KUHP).
ep
4. Dalam hal dia tahu (waar van hij weet- pasal 282 KUHP).
5. Dengan niat untuk (met het oogmerk om- pasal 263, 362, 378 KUHP).
R
6. Dengan tipuan mengurangi (bedriegelijk ver korting- pasal 397 KUHP).
n
aa
Selain itu dengan sengaja tergambar dalam kata kerja.
Contoh :
ks
- Dengan paksaan atau ancaman paksaan menghindarkan (pasal 173 KUHP)
ja
- Memaksa masuk (pasal 167 KUHP).
Ke
Dengan demikian Undang-undang kadang menekankan pada salah satu komponen saja
l
ik
seperti : mengetahui, dengan maksud penekanan pada tujuan, yaitu tujuan pebuatan dilakukan
D
dengan mengetahui.
n
da
- Semua dibelakang kata “sengaja” tunduk pada pengertian sengaja. (contoh : pasal 330
KUHP).
p
si
- Pengecualian apabila Undang-undang mengatakan (contoh : pasal 187 butir 1,2 dan 3
Ar
KUHP).
Catatan :
Perbuatan sengaja (atau lalai) dapat disimpulkan dari :
a. alat yang digunakan, misal : badik.
b. Sasaran perbuatan, misal : dada.
Error In Persona
A hendak membunuh B, yang terbunuh C, yang disangka B. Yang diisyaratkan pasal 338
KUHP adalah menghilangkan nyawa orang, tidak penting siapa yang mati.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Aberratio Ictus (salah sasaran)
do
A hendak membunuh B, yang tertembak C.
In
Ada beberapa kemungkinan yang terjadi :
1. Terhadap C pembunuhan dengan sengaja dengan keadaran memungkinkan akibat.
lik
Terhadap B Percobaan pembunuhan dengan sengaja sebagai niat.
ub
2. Apabila C jauh dari B yang adalah sasaran tembak, maka :
ep
- Terhadap C bukannya sengaja tetapi lalai.
- Terhadap B percobaan pembunuhan.
R
Berencana (Voorbedachte rade) – disebut juga Dolus Premediatus. M.v.T –terdapat saat
n
aa
untuk menimbang dengan tenang dan mantap. Rencana lebih dulu –mendahului perbuatan
sengaja.
Catatan : ks
ja
Dolus maupun Culpa adalah tidak berwarna (Kleurlos), artinya : bahwa pelaku tindak pidana
Ke
tidak pelu tahu perbuatannya melawan hukum. Adalah asas berupa fiksi hukum bahwa semua
orang mengetahui Undang-undang sejak di undangkan.
at
- Sama halnya dengan Dolus, Undang-undang juga tidak membuat definisi tentang
D
Culpa.
n
da
Pada “sengaja” , kehendak pelaku tertuju pada akibat. Pada “lalai” tidak tertuju pada
akibat.
- Remmelink : Ciri kelalaian (yang disadari) adalah lebih baik tidak berbuat daripada
berbuat, dengan akibat yang dikehendaki disertai akibat lain yang sama sekali tidak
dikehendaki. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa Culpa adalah Aulid terhadap
Dolus. Jadi, berbeda secara prinsipil.
- Van Bammelen : Culpa adalah minus dari Dolus. Perbedaannya adalah gradual.
- KUHP menggambarkan beberapa istilah untuk Culpa :
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
a. Karena salahnya –pasal 359-360, 188 KUHP.
do
b. Ketidak hati-hatian (onachtzianheid) –pasal 231, 232 KUHP.
In
c. Seharusnya dapat menduga (redelijkkerwijs moet vermoeden) –pasal 278, 288
KUHP.
lik
d. Dapat diduga (om te vermoeden)
ub
e. KUHP menggambarkan beberapa istilah untuk Culpa.
ep
Dalam undang-undang penempatan delik Culpa sering berbarengan dengan delik sengaja,
sebagai delik ancaman hukumannya ringan, berhadapan dengan delik Dolus dengan
R
ancaman hukuman berat.
n
aa
Contoh : pasal 188 dengan 187, pasal 354 dengan pasal 338 KUHP.
Ada delik yang tidak mungkin dilakukan secara Culpa, seperti delik asusila.
ks
Ada delik Dolus yang tidak ada mitra Culpa-nya, karena dianggap tidak perlu oleh
ja
perasaan hukum masyarakat –pemidanaan adalah Ultimum Remedium.
Ke
Ada pula pasal tertentu dalam KUHP dibawah Dolus dan Culpa ditempatkan bersama
dalam satu pasal dengan ancaman hukuman yang sama.
at
Pasal 418 – pasal 419 KUHP (tahu atau patut dapat mengharapkan).
D
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Seorang dokter yang dengan terampil : melakukan operasi yang berbahaya dapat
do
memperkirakan terjadinya kematian, tidak melakukan Culpa. Dibutuhkan lagi adanya
In
ketidak hati-hatian, menurut ukuran obyektif.
Syarat berhati-hati terbagi dua :
lik
- Pelaku melakukan perbuatan menurut ukuran ketelitian yang normal. -Membersihkan
ub
baju yang bernoda dengan bensin dekat api.
ep
- Pelaku telah bertindak sangat hati-hati, namun akibat tetap terjadi.
Contoh : seorang ahli/ amatir yang mengerjakan kembang api tetap bersalah.
R
*Catatan : pada butir 2 ini, unsur Culpa dan unsur melawan hukum bertemu.
n
aa
ks
ja
Ke
l at
ik
D
n
da
Ba
p
si
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
BAB III
do
NULLA POENA - POENA - STRAF – HUKUMAN
In
Apa itu Hukuman ? perlu dibedakan antara hukuman/ straf dengan tindakan/ maatregel.
lik
Hukuman/ pidana adalah derita yang ditimpakan kepada pelaku tindak pidana
ub
Sasaran pemidanaan adalah derita (leed), setidak-tidaknya sasaran antara disamping sasaran
ep
akhir yaitu memperbaiki pelaku.
Pada tindakan makna derita bukanlah tujuan. Tujuan tindakan adalah perlindungan dan
R
sifatnya sosial. A.l. tersebut pasal 24 UU No. 3/ 1997 tentang Pengadilan Anak, yaitu terhadap
n
aa
anak nakal, yaitu terhadap anak nakal dapat dijatuhkan tindakan :
a. Mengembalikan kepada orangtua, wali atau orangtua asuh.
ks
b. Menyerahkan kepada Depsos untuk melakukan pendidikan dan pembinaan (Dik-Bin),
ja
latihan kerja ,atau
Ke
c. Menyerahkan kepada Depsos atau ORSOS kemasyarakatan yang bergerak dibidang Dik,
Bin, Lat Kerja.
at
b. Anak yang melakukan perbuatan terlarang bagi anak menurut perundang-undangan/
n
peraturan hukum lainya. Anak nakal : 8 – 18 tahun/ atau belum pernah kawin.
da
b. Bersifat obyektif –pembalasan atas akibat yang ditimbulkan kedunia luar.
Latar belakang pemikiran teori ini adalah :
KANT : Pidana adalah tuntutan etik walaupun masyarakat akan musnah besok, hari ini
pembunuh harus dihukum mati.
2. Teori Relatif
Tujuan pemidanaan adalah prevensi terhadap kejahatan. Hakekat pemidanaan : menimbulkan
rasa takut, perbaikan dan penghancuran.
Teori Prevensi sebagai “tujuan” terbagi :
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
a. Prevensi Umum (generale preventie)
do
Pemidanaan adalah untuk mencegah semua orang untuk melakukan kejahatan. Hasil teori
In
ini adalah pemidanaan yang kejam, pelaksanaannya di depan orang banyak.
Von Veirbach mengembangkan teori Psychologische Zwang –ancaman pidana yang
lik
tinggi dapat menjadi dorongan psikologis/ kontra motif terhadap nafsu berbuat kejahatan.
ub
b. Prevensi Khusus
ep
Tujuan pidana adalah pencegahan terhadap pelaku untuk tidak berbuat lagi.
3. Teori Gabungan (veremigings teorie)
R
Merupakan kombinasi dari teori pembalasan dan teori relatif.
n
aa
Terdapat tiga variasi :
a. Tujuan adalah pembalasan dengan pembatasan yaitu pulihnya tata tertib hukum.
ks
b. Tujuannya adalah perlindungan masyarakat dengan pembatasan tidak melampaui derita
ja
sepantasnya.
Ke
JENIS-JENIS PIDANA
l
ik
Pasal 10 KUHP menyebut jenis pidana menurut urut beratnya sebagai berikut :
D
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
2. Pidana tambahan bagi anak nakal berupa :
do
- Perampasan barang.
In
- Pembayaran ganti rugi.
Ad. a. Pidana Pokok :
lik
1. Pidana Mati
ub
Di Belanda sejak tahun 1820 pidana mati telah dihapus.
ep
- Dalam KUHP ada sejumlah tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati :
1. Kejahatan terhadap keamanan negara (pasal 104, 111 ayat (2), 124 ayat (3) jo pasal
R
129 KUHP).
n
aa
2. Kejahatan melanggar martabat presiden (pasal 140 ayat (3) KUHP).
3. Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP).
ks
4. Pencurian dengan kekerasan dengan berserikat/ bersama-sama ( pasal 365 KUHP).
ja
5. Pembajakan (pasal 444 KUHP).
Ke
- Diluar KUHP
1. Tindak pidana narkotika (UU No. 22 /1997 pasal 80 ayat (1)a, ayat (2)a, ayat (3)a,
at
pasal 81 ayat (3)a, pasal 82 ayat (1)a, ayat (2)a, ayat (3)a.
l
ik
Catatan :
da
PNPS).
Ar
c. Sampai mendapat fiat Presiden (pasal 2 yat (3) UU No. 40/1950 tentang Grasi)
2. Pelaksanaan pidana mati dengan jalan ditembak sampai mati oleh regu tembak
Brimob dibawah perintah Jaksa Tinggi/ Jaksa.
2. Pidana Penjara
Pidana penjara tertinggi adalah seumur hidup.
KUHP menentukan pidana maksimum umum selama 15 tahun, namun untuk kejahatan
dengan ancaman mati/ penjara seumur hidup atau karena terdapat concursus/ residive dapat
menjadi 20 tahun.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
es
Penjara minimun menurut KUHP adalah 1 (satu) hari.
n
do
Hukuman minimun khusus terdapat pada :
In
1. UU No. 22/1997 tentang Narkotika.
a. Yang didahulukan dengan permufakatan jahat :
lik
- Pasal 78 ayat (2) – 2 tahun.
ub
- Pasal 80 ayat (2) – 4 tahun.
ep
- Pasal 81 ayat (2) – 2 tahun.
- Pasal 82 ayat (2) – 4 tahun.
R
b. Yang dilakukan secara terorganisasi :
n
aa
- Pasal 78 ayat (3) – 3 tahun.
- Pasal 80 ayat (3) – 4 tahun.
ks
- Pasal 81 ayat (3) – 4 tahun.
ja
- Pasal 82 ayat (3) – 4 tahun.
Ke
4. UU No. 15/ 2002 tentang T.P Pencucian uang – pasal 3 ayat (1) – 5 tahun.
D
3. Pidana Kurungan
n
a. Samenloop.
b. Residive.
p
si
c. Pegawai negeri yang melakukan tindak pidana melanggar kewajiban khusus
Ar
jabatannya.
Ada pula maksimum khusus yang terdapat pada pasal tertentu.
Pidana kurungan diancamkan pada kejahatan Culpa dan pelanggaran.
Perbedaan pidana kurungan dengan pidana penjara :
a. Terpidana penjara dapat dipindahkan kepenjara lain diluar wilayah tempat ia
dijatuhkan pidana. Pada terpidana tidak dapat, kecuali atas kehendak terpidana sendiri.
b. Terpidana kurungan hanya diberi pekerjaan ringan – pasal 19 (2) KUHP.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
c. Terpidana kurungan dapat memperbaiki nasibnya yang disebut PISTOLE – pasal 23
do
KUHP.
In
Pidana kurungan pengganti atau subsidair adalah suatu bentuk khusus dari pidana kurungan
sebagai pengganti pidana denda dalam hal terpidana tidak mampu/ tidak mau membayar,
lik
diganti dengan pidana kurungan (pengganti) yang disebut dalam vonis. Kurungan pengganti
ub
juga atas barang rampasan yang tidak disita, jika barang tidak diserahkan dan harganya
ep
sebagai pengganti tidak dibayar.kurungan pengganti minimum 1 hari dan maksimum 6
bulan dan dalam hal concursus/ residive dapat menjadi 6 bulan.
R
Jika terdapat komulasi pidana penjara dan kurungan maka pidana penjara dijalani dahulu
n
aa
kemudian baru disusul pidana kurungan.
4. Pidana Denda
ks
Pidana denda senantiasa dijatuhkan dengan pidana kurungan pengganti.
ja
Pidana denda dalam beberapa perundang-undangan dapat dijatuhkan secara kumulatif
Ke
paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150 juta dan paling banyak
l
ik
Rp. 750 juta (penyuapan aktif dan pasif) terhadap Hakim maupun Advokat. Lihat juga
D
Catatan :
da
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Catatan : hal serupa terdapat pada pasal 64, pasal 65 UU Psikotropika dan pada
do
UU T.P Ekonomi.
In
5. Pidana Tutupan.
UU No. 20/ 1946 menambahkan pidana tutupan terhadap orang yang melakukan kejahatan
lik
yang diancam dengan hukuman penjara karena didorong oleh maksud yang patut dihormati.
ub
Pidana tutupan dilaksanakan dirumah tertutup (PP No. 8/ 1998).
ep
Pidana Bersyarat : sejak tahun 1927 pidana bersyarat adalah pidana yang dijatuhkan namun
tidak perlu dijalankan apabila selama dalam waktu percobaan tertentu, terpidana tidak
R
melakukan tindak pidana atau melanggar syarat khusus yang ditentukan hakim.
n
aa
1. Hanya terhadap pemidanaan penjara yang tidak melebihi 1 tahun.
2. Dapat juga dijatuhkanpada pidana kurungan kecuali kurungan pengganti.
ks
3. Dapat juga dijatuhkan terhadap denda jika ternyata pidana denda ataupun perampasan
ja
barang menimbulkan keberatan yang sangat bagi terpidana.
Ke
Catatan :
n
Masa Percobaan :
da
- Untuk T.P pelanggaran –pasal 492, 504, 505 dan 536 KUHP selama-lamanya
Ba
3 tahun.
- Untuk pelanggaran yang lainselama 2 tahun.
p
si
Pelepasan Bersyarat
Terpidana yang telah menjalani 2/3 dari pidananya dan juga paling sedikit 9 bulan dapat dilepas
dengan :
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Syarat Umum
do
- Dalam tempo percobaan (lebih dari 1 tahun dari sisa masa pidana).
In
- Tidak melakukan tindak pidana/ tidak berkelakuan jelek (pasal 15a).
Syarat Khusus
lik
Sama dengan pemidanaan bersyarat yaitu :
ub
- Pengawasan dilakukan oleh Jaksa.
ep
- Pelepasan dicabut apabila terpidana melanggar syarat/ perjanjian.
- Masa sisa pemidananaan harus dijalani tanpa harus memperhatikan masa pelepasan.
R
Ad. b Pidana Tambahan :
n
aa
Pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan bersama dengan pidana pokok dengan beberapa
pengecualian.
ks
Pidana tambahan bersifat fakultatif –tidak wajib dijatuhkan.
ja
Kadangkala UU menetapkan pidana tambahan Imperatif –pasal 250 bis merampas mata uang
Ke
1. Hak untuk memangku jabatan/ jabatan tertentu. –melanggar pidana tambahan, ini
da
4. Hak menjadi penasehat/ wali/ wali pengawas, pengampu, currator, atau orang lain
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
c. Perampasan barang-barang tertentu diatur secara umum dalam pasal 39 dan 40 KUHP,
do
disamping perampasan khusus dalam pasal-pasal tertentu.
In
Contoh : pasal 205 ayat (3) untuk delik Culpa.
Pasal 502 ayat (2), pasal 549 ayat (2)
lik
ub
ep
R
n
aa
ks
ja
Ke
lat
ik
D
n
da
Ba
p
si
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
BAB IV
do
ASAS-ASAS HUKUM PIDANA
In
A. Apa itu Asas-asas Hukum Pidana
lik
Asas hukum (rechtbeginsel) adalah pikiran dasar yang sifatnya umum dan melatar belakangi
ub
kaidah hukum (rechtnorm) yang terdapat dalam hukum kongkrit (rechtregels).
ep
R
ASAS
n
aa
KAIDAH
ks KONGKRIT
ja
Ke
Catatan :
- Pasal 362 KUHP (pencurian), 372 KUHP (penggelapan), 378 (penipuan)
at
Kaidah hukumnya = ketentuan tentang perilaku manusia dalam masyarakat, apa yang
n
Asas hukum ini kadang-kadang dijadikan ketentuan kongkrit seperti pada pasal 1 KUHP,
Asas : “NULLUM DELICTUM NULLA POENA SINE PREVIA LEGE POENALE”
p
si
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Mengatur bagaimana hukum pidana materiil ditegakkan, termuat dalam KUHP dan
do
UU lainya.
In
Catatan :
1. Adanya hukum acara dalam UU lain yang menyimpang dari ketentuan KUHAP
lik
menjadikan peraturan pidana dalam UU tersebut sebagai ketentuan khusus.
ub
2. Wewenang Penyidikan Pidum : penyidik POLRI + PNS.
ep
3. Wewenang Penyidikan Pidsus : Kejaksaan (contoh : TP Korupsi).
2. Hukum pidana subyektif ((ius puniendi)
R
Hak negara (penguasa) untuk menghukum (mengancam hukuman, menjatuhkan hukuman
n
aa
dan melaksanakan hukuman).
Terdapat dalam rumusan pasal 1 ayat (1) KUHP dan dirumuskan oleh Anslem Von Veurbach
sebagai “NULLUM DELICTUM NULLA POENA SINE PREVIA LEGE POENALE”,
at
diartikan :
l
ik
- Nullum Crimen Sine Poena Legali : Tiada perbuatan pidana Tanpa Undang-undang pidana
da
2. Instrumental : Penguasa di beri kuasa memidana dalam batas ketentuan Undang-
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Sub Asas Legalitas/ Aspek-aspek
do
1. Tidak dapat dipidana kecuali ada ketentuan pidana berdasarkan Undang-undang (formal).
In
2. Tidak diperkenankan Analogi (pengenaan suatu Undang-undang terhadap perbuatan yang
tidak diatur oleh Undang-udang tersebut)
lik
3. Tidak dapat dipidana hanya berdasarkan kebiasaan (peraturan tidak tertulis)
ub
4. Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas (lex certa)
ep
5. Tidak boleh berlaku surut (retroaktif).
6. Tidak boleh ada ketentuan pidana diluar Undang-undang.
R
7. Penuntutan hanya dengan cara yang ditentukan Undang-undang.
n
aa
Pengecualian Asas Legalitas
Pasal 1 ayat (2) KUHP memungkinkan Undang-undang berlaku surut apabila hal tersebut
menguntungkan pelaku. ks
ja
2. Asas Kesalahan :
Ke
Adagium : “ACTUS NON FACIT REUM NISI MENS SIT REA” (an act does not make a man
guilty of crime unless his mind be also guilty).
at
a. Actus Reus (criminal act) Yang memenuhi rumusan delik dalam Undang-
l
ik
undang.
D
o Jadi suatu perbuatan (actus reus) walaupun sudah memenuhi rumusan undang-undang
da
tidak dapat dipidana kalau tidak ada kesalahan (mens rea). Asas kesalahan ini sangat
Ba
Indonesia.
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Catatan :
do
Alat pelayaran pengertiannya lebih luas dari kapal.
In
Kapal = Spesies dari alat pelayaran.
Diluar Indonesia = dilaut bebas dan di laut wilayah negara lain.
lik
Asas-asas Extra Teritoriality/ Kkebalan dan Hak Istimewa (Immunty Previlege).
ub
a. Kepala negara asing dan anggota keluarganya.
ep
b. Pejabat-pejabat perwakilan negara asing dan keluarganya.
c. Pejabat-pejabat pemerintahan negara asing yang berstatus diplomatik yang dalam
R
perjalanan melalui negara-negara lain atau menuju negara lain.
n
aa
d. Satuan angkatan bersenjata yang terpimpin.
e. Pejabat-pejabat badan internasional.
ks
f. Kapal-kapal perang dan pesawat udara militer/ ABK diatas kapal maupun diluar
ja
kapal.
Ke
pidana Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia diluar Indonesia yag melakukan
l
ik
penghasutan, dll).
n
o Pasal 7 KUHP –pejabat Indonesia yang melakukan kejahatan jabatan diluar negeri.
Ba
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
B. 1. Diatur dalam Undang-undang
do
1.1 Tidak mampu bertanggungjawab (pasal 44 KUHP)
In
a. Perkembangan akal yang tidak sempurna (gebrekkige ontwikkeling der verstandelijke
vermogens)
lik
Contoh : idiot, imbisil tuli-bisu sejak lahir.
ub
b. Sakit + akal/ ingatan (ziekelijke storing/ insanity)
ep
Contoh : gila, mania, histeris).
Pertanyaan : bagaimana dengan mabuk/ Intoxication?
R
Mabuk patologi dapat digolongkan dengan mabuk biasa/ tidak, namun ada kemungkinan
n
aa
hilangnya Dolus atau Culpa.
Catatan : kedua hal tersebut bukanlah istilah medis, tetapi merupakan istilah yuridis.
Hakim yang menetapkan. ks
ja
1.2 a. Pembelaan Darurat/ Noordweer/ Self Defense (pasal 49 ayat (1) ), ada 3 asas :
Ke
: lari).
l
ik
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
1.3 Daya Paksa/ Overmacht Durres/ Coercion (pasal 48 KUHP), ada 3 bentuk :
do
1. Absolut (vis absoluta).
In
2. Relatif (vis compulsiva)
3. Keadaan darurat (noodtoestand-necessity) terbagi atas 3 bagian :
lik
a. Tabrakan kepentingan antara dua kepentingan hukum (rechtbelang ><
ub
rechtbelang).
ep
Contoh : satu papan dua orang dilaut.
b. Tabrakan kepentingan hukum dengan kewajiban hukum (rechtbelang ><
R
rechtplicht).
n
aa
c. Tabrakan kewajiban hukum dengan kewajiban hukum (rechtplicht >< rechtplicht)
Contoh : menghadap dua Pengadilan Negeri pada saat yang sama.
ks
Catatan : ketiga asas dalam pembelaan darurat diatas, berlaku juga disini (daya paksa).
ja
1.4 Pelaksanaan Ketentuan Perundang-undang/ Wettelijk Voorschrift (pasal 50 KUHP).
Ke
1.5 Perintah Jabatan/ Ambtelijk Bevel/ Superiors Order (pasal 51 KUHP), Syarat-syarat :
D
Ada 2 syarat :
Ar
1. Subyektif : pelaku harus dengan itikad baik beranggapan pejabat tersebut bewenang.
2. Obyektif : Pelaksanaan perintah berada dalam lingkup tugasnya. (contoh : seorang
Polisi diperintahkan untuk menganiaya tahanan tidak termasuk dalam lingkup
tugasnya).
B. 2. Diatur Diluar Undang-undang
a. Izin : Berlaku terbatas. (contoh : tinju).
b. AVAS (Afwezigheid Van Alle Schuld).
c. Tidak ada sifat melawan hukum materiil.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
C. Penghapusan Pidana
do
Dapat dikelompokan :
In
a. Alasan Pembenar (recht vaar digings grond) : Perbuatan dibenarkan dan unsur delik tidak
terbukti maka dibebaskan (vrijspraak).
lik
b. Alasan Pemaaf (schulduitsluitings grond/ verontschuldings grond) : Dimana unsur
ub
kesalahan tidak terbukti maka lepas dari tuntuan hukum (ontslag van alle rechtvervolging)
ep
dan orangnya dimaafkan.
Alasan Penghapus Pidana (Umum) Dalam Undang-Undang .
R
PEMBENAR PEMAAF
n
aa
Pembelaan Darurat (psl. 49 ayat (1) Tidak mampu bertanggungjawab (psl. 44)
Keadaan darurat (Nood Toestand) ks Daya paksa/ Overmacht/ Force Majeur (psl. 48)
ja
Menjalankan Perundang-undang Ekses Pembelaan Darurat/ Noodweer Ekses (psl.49
Ke
(psl.50) ayat(2))
Menjalankan Perintah jabatan yang tidak sah (psl. 51
at
Perbuatan Pidana :
Ba
a. Pada pembarengan terdapat satu pelaku dengan perbuatan yang melanggar beberapa
peraturan tanpa diselingi putusan Hakim.
p
si
b. Pada Penyertaan (deelneming) terdapat beberapa pelaku yang melakukan satu perbuatan
Ar
pidana.
c. Pada residif terdapat satu pelaku yang melakukan beberapa perbuatan pidana, namun
diantara setiap perbuatan pidana dipisahkan oleh putusan Hakim.
B.Pembagian Pembarengan
a. Concursus Idealis (Eendaadsche Samenloop) : Seorang pelaku dengan satu perbuatan
telah melanggar beberapa ketentuan pidana (psl.63 ayat (1) KUHP).
b. Concursus Realis (Meerdaadsche Samenloop) : Seorang pelaku melakukan beberapa
perbuatan tanpa diselingi putusan Hakim.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
es
n
c. Perbuatan Yang Diteruskan (Voorgezette handeling) : adalah beberap perbuatan yang
do
berdiri sendiri-sendiri namun satu sama lain berkaitan sehingga harus dilihat sebagai
In
perbuatan berlanjut (psl. 64 KUHP).
lik
Concursus Idealis
ub
x Penggunaan istilah –“Feit” dalam pasal 63 KUHP yang seringkali diterjemahkan sebagai
ep
Perbuatan sangat penting dalam kaitannya dengan pasal 76 yang juga menggunakan istilah
“Feit”.
R
x Pasal 63 jika suatu perbuatan (feit) termasuk.. dst.
n
aa
Pasal 76 orang tidak boleh ditutntut sekali lagi atas perbuatan (feit)... dst.
x Disebut Ideele sameloop –karena dengan satu feit, beberapa peraturan Undang-undang pidana
ks
dilanggar. Satu feit – beberapa kejahatan.
ja
x Dikatakan Concursus Idealis (C.I) adalah jika dengan mata jasmani terlihat satu, tetapi dengan
Ke
Perkosaan dimuka umum, terlihat hanya satu perbuatan, feit melahirkan dua pelanggaran
ik
Semula Yurisprudensi dan teori berpendapat : feit = perbuatan materiil baik pada pasal 63 maupun
pasal 76
Ba
Van Bammelen Kata feit diartikan sebagai perbuatan (handeling) karena terpengaruh kata
perbuatan (handeling) pada pasal 65.
p
si
Kasus I
Pengendara sepeda yang melanggar peraturan lalu lintas dengan sepeda yang tidak
berpening pajak telah dipidana karena pelanggaran lalu lintas.
Ketika diajukan perkara pelanggaran pajak telah dinyatakan lepas dari tuntutan hukum karena Ne
Bis In Idem (pasal 76).
Kasus II
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Seorang pengendara mobil yang menabrak orang sehingga mati, dijatuhi putusan bebas ketika
do
diajukan untuk pelanggaran lalu lintas. – terkena ketentuan pasal 76 Ne Bis In Idem (HR 26 Mei
In
1930).
lik
Pandangan Baru
ub
Van Bammelen menggunakan 3 kriteria untuk menyatakan ada satu atau beberapa feit :
ep
1. Jika suatu perbuatan (handeling) io ipso(dengan sendirinya) menimblkan dua delik.
2. Apabila dalam suatu delik merupakan suatu Conditio Sine Quo Non bagi delik yang lain.
R
3. Apabila delik yang satu menutupi delik yang lain.
n
aa
x Perkosaan pasal 285 KUHP dimuka umum merupakan Conditio Gua Non bagi merusak
kesopanan dimuka umum.
ks
x Seorang yang sudah kawin yang melakukan pasal 287 io ipso melanggar pasal 284 KUHP.
ja
x Penipuan dengan wissel palsu io ipso melanggar pasal 263 ayat (2) KUHP.
Ke
Semua ini merupakan concursus idealis, dasarnya masih tetap feit sebagai Lihamelijk Daad.
Beberapa Pendapat Lain
at
Perkembangan Yurisprudensi
l
ik
Pengemudi yang dalam keadaan mabuk mengendarai mobil tanpa lampu melakukan concursus
n
realis (C.R).
da
Dasar pertimbangan :
Ba
Keduanya merupakan feit yang berdiri sendiri. Kebersamaan waktu kejadian bukanlah yang
Ar
hakiki.
H.R. 8 Pebruari 1932
Tabrakan yang mengakibatkan seorang mati, dan seorang lagi luka berat adalah concusus realis
buka concursus idealis.
Feit disini dilihat dari kacamata hukum pidana.
H.R. 2 Juni 1936
Dengan sengaja membakar yang mengakibatkan bahaya umum bagi barang dan menyebabkan
luka berat adalah concursus realis melanggar pasal 187 butir 1 dan pasal 187 butir 2.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Sejak itu dikembangkan ajaran aspek untuk menentukan ada satu atau lebih perbuatan. –apakah
do
ada satu atau lebih aspek kepidanaan yang dapat terlihat pada suatu perbuatan.
In
Hubungan concursus idealis dengan ne bis in idem antara pasal 63 dengan pasal 76 ada kaitan
yang erat. Keduanya menggunakan kata feit
lik
Feit pada pasal 63 dengan feit pada pasal 76 jika pengertiannya berbeda akan menimbulkan
ub
kejanggalan.
ep
o Apabila 2 delik dilakukan yang dianggap concursus idealis, maka tidak mungkin diadili
secara terpisah, karena bertentangan dengan pasal 76 (Ne Bis In Idem).
R
o Apabila kedua delik dipandang sebagai concursus realis (C.R), maka tidak dilarang pasal
n
aa
76.
Spesialitas Logis
ks
Pasal 63 ayat (2) adalah menyangkut spesialitas yang terdiri atas :
ja
a. Spesialitas Logis
Ke
b. Konsumsi
c. Spesialitas Sistematis
at
disini berhadapan delik-delik dasar yang memuat semua unsur delik dengan delik lain,
D
mempunyai semua unsur yang ada pada delik dasar ditambah unsur khusus atau ada unsur yang
n
digantikan.
da
Pencurian hewan merupakan spesialitas logis dari pencurian dari pasal 362. Yang
menjadikan pasal 363 sebagai ketentuan khusus adalah unsur hewan sebagai unsur barang pada
p
si
pasal 362. Disini pasal 363 digunakan. Ancaman pidana pada pasal 363 tersebut lebih berat. Pasal
Ar
340 terhadap pasal 338 pada spesialitas logis. –ketentuan dasar harus mundur sebagai ketentuan
umum. Ada spesialitas logis dengan pidana yang lebih berat. (contoh: psl. 341 dengan psl. 338
KUHP).
Unsur tambahannya adalah karena takut. Ancaman pidana pasal 341 adalah 7 tahun, sedangkan
pasal 338 adalah 15 tahun.
Ada pula spesialitas logis dengan masing-masing mempunyai unsur khusus (contoh : pasal
287 dengan pasal 296). –yang satu merupakan kekhususan terhadap yang lain.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Kekhususan pasal 287terhadap pasal 294 ialah perbuatan cabul khusus –bersetubuh diluar
do
perkawinan- dan dibawah umur 15 tahun. Sebaliknya pasal 294 mempunyai kekhususan terhadap
In
pasal 287, yaitu perempuan dibawah umur yanga adalah Anaknya atau anak tirinya, dst.
Spesialitas logis bukanlah concursus idealis (C.I).
lik
a.d. b. Konsumsi
ub
Disini bukan hubungan logis antara 2 ketentuan, tetapi hubungan nilai dan 2 norma.
ep
Abortus yang selesai mealnggar pasal 348 tetapi sekaligus memenuhi unsur pasal 299, namun
karena sifatnya dapat dipidananya dan sifat berbahayanya maka pasal 299 telah diserap
R
(dikonsumsi) oleh pasal 348 yang berlaku (Van Hattum).
n
aa
o Pasal 187 mengkonsumsi pasal 406.
o Pasal 344 terhadap pasal 348 merupakan spesialitas logis, bukan concursus idealis, tetapi
konsumsi. ks
ja
o Pasal 363 terhadap pasal 167.
Ke
berbeda, dimana yang satu adalah Undang-undang pidana khusus dan yang lain terdapat dalam
l
ik
KUHP.
D
x Apa yang diatur dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK)
n
sesungguhnya sebagian besar telah diatur dalam KUHP. Undang-undang PTPK adalah
da
Undang-undang khusus.
Ba
Residif
x Terdapat persamaan antara residive dengan pembarengan, khususnya concursus reails (C.R).
p
si
x Pada lembaga baik concursus realis maupun concursus idealis maupun pembarengan terdapat
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Terdapat Dua Jenis Residif :
do
a. Residif umum yang diatur dalam pasal 486 yang mensyaratkan pengulangan terjadi pada
In
kejahatan yang sama atau sejenis
- Ancaman pidana dinaikan dengan 1/3 dari ancaman pidana yang ada.
lik
- Hanya terhadap pidana penjara.
ub
- Batas waktu lima tahun sejak pidana terhadap pelaku dijatuhkan, dijalani seluruhnya
ep
atau sebagian, atau dihapus, atau hak eksekusi pidana sebelumnya belum lewat.
- Ada tiga kelompok :
R
1. Kejahatan terhadap kekayaan (vermogens misdrijven).
n
aa
2. Kejahatan terhadap jiwa dan kesehatan.
3. Kejahatan penghinaan.
ks
b. Residif Khusus yang disebut secara khusus dalam pasal-pasal tertentu :
ja
1. Kejahatan pasal 137, pasal 144, pasal 157, pasal 163, pasal 321.
Ke
Concursus Realis
l
ik
Concursus Realis diatur dalam pasal 65, pasal 6 dan pasal 70 KUHP. Concursus Realis
D
terjadi karena adanya beberapa feit (perbuatan) yang masing-masing berdiri sendiri dan masing-
n
masing menghasilkan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang tanpa diselingi oleh
da
putusan Hakim.
Ba
x Dengan perkembangan pengertian feit, maka lingkupan C.R makin menjadi luas dan lingkup
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
c. Kumulasi yang diperlunak
do
Tiap pidana dijatuhkan dan dijumlahkan, namun jumlahnya tidak boleh lebih dari
In
hukuman tertinggi ditambah sepertiga
d. Absorbsi yang dipertajam
lik
Maka C.R dengan ancaman hukuman sejenis, stelsel pemidanaannya adalah absorbsi
ub
yang dipertajam (d) –pasal 65 KUHP.
ep
x Pada C.R dengan ancaman hukuman tidak sejenis maka stelsel pemidanaannya adalah
kumulasi yang diperlunak (pasal 66 KUHP).
R
x Pada C.R dengan gabungan kejahatan dan pelanggaran atau pelanggaran dengan
n
aa
pelangggaran, maka pidanadijatuhkan pada tiap-tiap pelanggaran (pasal 70 KUHP).
Terhadap pelanggaran berlaku stelsel kumulasi murni (a) , khusus pasal 302 ayat (1), pasal
ks
352, pasal 364, pasal 373 dan pasal 482 dianggap pelanggaran dengan pembatasan pidana
ja
8 bulan penjara.
Ke
x Pada penjatuhan pidana untuk C.R maka pidana yang telah dijatuhkan sebelumnya harus
turut diperhitungkan dengan menggunakan stelsel pemidanaan yang sesuai.
at
x Syarat-syarat :
l
ik
pidana yang satu merupakan khusus, maka hanya ada satu ketentuan pidana yang diterapkan yaitu
yang bersifat khusus, asas tersebut ialah :
p
si
1. Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali (pasal 63 ayat (2) KUHP)
Ar
a. Terdapat Spesialis Logis –bila suatu ketentuan pidana memiliki semua unsur ketentuan
pidana yang ada ditambah unsur khusus.
b. Spesialitas Sistematis – yaitu peraturan pidana yang memuat ketentuan khusus yang
berbeda dengan ketentuan pidana yang ada.
2. Asas Lex Postepiori Derogat Legi Priori
Apabila terdapat dua peraturan Perundang-undangan yang setingkat mengatur hal yang sama
maka peraturan terakhir yang berlaku.
3. Asas Ne Bis In Idem
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Asas Ne Bis In Idem mempunyai dua sisi. Sisi pribadi (persoonlijke) dan sisi obyek (zakelijk)
do
sebagaimana diatur dalam pasal 76 KUHP.
In
a. Asas ini hanya dapat dipergunakan terhadap orang yang sama (sisi persoonlijke).
b. Asas inin juga hanya berlaku terhadap feit yang sama yang telah memperoleh kekuatan
lik
hukum yang pasti (sisi obyektif).
ub
Pertanyaan : Apakah yang dimaksud dengan keputusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
ep
pasti (inkracht) ?
o Keputusan-keputusan Hakim yang menyangkut pokok perkara antara lain :
R
a. Pemidanaan (veroordeling).
n
aa
b. Pelepasan dari tuntutan hukum (ontslag van alle rechtvervolging).
c. Pembebasan (vrijsprak)
ks
Terhadap ketiga putusan ini apabila telah memperoleh kekuatan huum pasti, maka berlaku asas
ja
Ne Bis In Idem.
Ke
Terhadap putusan diatas dapat diajukan lagi tanpa melanggar asas Ne Bis In Idem.
n
Asas Accesoiritas
da
penyertaan baru dapat dipidana apabila perbuatan dimana penyertaan dilakukan benar-benar
dilaksanakan, termasuk percobaannya. Pada pembarengan ada satu pelaku dengan beberapa
p
si
perbuatan pidana, maka pada penyertaan ada satu perbuatan dengan beberapa orang pelaku.
Ar
Dibedakan :
1. Concursus Necessarius (noodzakelijk deelneming) dimana perbuatan pidana hanya dapat
terjadi bila ada kerjasama orang lain.
2. Concursus fakultativus
Dibedakan :
1. Penyertaan sebelum perbuatan pidana (ante delictum)
a. Menyuruh melakukan (doen plegen).
b. Membujuk (uitloken).
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
c. Membantu untuk melakukan (medeplichtigheid tot het delict)
do
2. Penyertaan pada waktu perbuatan pidana (tempore delicti).
In
a. Turut melakukan (mede plegen).
b. Membantu pada waktu perbuatan pidana dilakukan.
lik
Contoh :
ub
a. Menyuruh melakukan
ep
Syarat :
1. Satu pelaku (doen pleger)melakukan delik melalui perantara orang lain (manus
R
domina).
n
aa
2. Pelaku sesungguhnya (manus mnistra) tidak dapat dihukum, karena ketiadaan unsur
kesalahan atau unsur pertanggungjawaban tidak ia miliki.
b. Membujuk ks
ja
o Membujuk adalah pengambil prakarsa dan yang menimbulkan niat untuk melakukan
Ke
delik.
o Pada pembujukan baik pembujuk maupun terbujuk dapat dipidana.
at
janji, menyalah gunakan kekuasaan atau martabat, paksaan atau pemberian kesempatan
D
x Congruensi antara maksud pembujuk dengan apa yang dilakukan oleh pelaku :
da
- Bagaimana kalau terbujuk melakukan lebih dari apa yang dibujukan atau
Ba
menyimpang.
- Bagaimana kalau yang dilakukan terbujuk kurang dari apa yang dibujukan?
p
si
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
o Dari segi hukum pidana formil, apakah ada barang bukti yang diperoleh agen provokatur
do
Syah? Yurisprudensi Belanda mengatakan tidak, sepanjang pelaku sendiri kurang
In
mempunyai niat yang sama (H.R. 19 Maret 1981).
c. Turut Melakukan
lik
x Para pelaku harus mempunyai kesengajaan yang sama.
ub
x Para pelaku atau salah satu pelaku mungkin saja tidak memenuhi semua unsur delik.
ep
x Bentuk-bentuk turut melakukan :
R
1. Apabila tiap-tiap pelaku memenuhi semua unsur-unsur delik. Tiap-tiap pelaku disini
adalah pembuat (dader).
n
aa
2. Masing-masing pelaku secara sendiri-sendiri tidak memenuhi semua unsur delik.
3. Salah satu pelaku saja yang memenuhi semua unsur delik.
x Syarat Turut melakukan :
ks
ja
1. Harus ada rencana bersama. Jadi, ada kesengajaan bersama.
Ke
- Membuat rencana.
D
- Melaksanakan perbuatan.
n
da
o Pada delik Culpa hanya ada satu kesengajaan yaitu sengaja dan bekerjasama.
x Turut Melakukan pada delik kualitas
Ba
Delik kualitas adalah delik dimana pelakunya mempunyai kualitas tertentu sebagai
p
pegawai negeri.
si
*Membantu (medeplichtig) :
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
BAB V
do
ALASAN PENGURANGAN HUKUMAN
In
Ada 3 bentuk :
lik
1. Percobaan (poging).
ub
2. Pembantuan (medeplichtigheid).
ep
3. Belum dewasa menurut hukum pidana (straf rechttelijke minderjarigheid).
x Percobaan (poging).
R
Perbuatan sudah dilakukan, hasil yang dikehendaki tidak ada.
n
aa
Syarat-syarat :
1. Ada niat (voornemen).
2. Ada permulaan pelaksanaan. ks
ja
3. Perbuatan pidana tidak selesai bukan atas kemauan sendiri.
Ke
a. Ajaran subyektif = permulaan pelaksanaan niat, yaitu bertolak dari sikap batin yang
l
ik
berbahaya.
D
b. Ajaran Obyektif = permulaan pelaksanaan kejahatan bertolak dari berbahayanya perbuatan
n
c. Ajaran Obyektif diperlunak = perbuatan telah telah dilaksanakan dan perbuatan jelas terlihat
Ba
Perbuatan persiapan pada ajaran obyektif sudah merupakan perbuatan pelaksanaan pada
Ar
ajaran subyektif.
Ad. 3.Delik tidak selesai bukan atas kemauan sendiri
Terdapat rumusan yang negatif (negatif non surtprobanda) yang menimbulkan kesulitan pada
pembuktian.
o Macam-macam Percobaan
- Percobaan selesai (volttooide poging = delit mangue) –perbuatan sudah selesai
akibatnya tidak muncul.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
- Percobaan tidak selesai (geschorste poging) –perbuatan sudah tercegah sebelum
do
dilaksanakan.
In
- Percobaan tidak mampu (on deugdelijk poging).
a. Absolut
lik
1. Sarana/ alat – membunuh orang dengan racun yang ternyata gula.
ub
2. Sasaran – membunuh orang yang ternyata sudah mati.
ep
b. Relatif
1. Sarana/ alat – membunuuh orang dengan racun yang dosisnya terlalu kecil.
R
2. Sasaran – membunuh orang yang ternyata sudah mati
n
aa
Perlu dijelaskan dengan contoh kongkrit dengan menerapkan teori obyektif dan teori
subyektif.
ks
Mangel Am Tatbestand dan Delik Putatif
ja
- Pada Mangel Am Tatbestand tidak terdapat salah satu unsur esensial dari rumusan delik
Ke
x Perbantuan.
D
x Belum Dewasa
Alasan pengurangan hukuman ini adalah merupakan alasan pengurangan yang sesungguhnya
p
si
dan diatur dalam bab tentang penghapusan, pengurangan dalam pembantuan hukum.
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
2. Teori Individualisme – faktor atau syarat mana yang paling berpengaruh dalam
do
menimbulkan akibat.
In
3. Teori Generalisasi (ante Factum) – apakah syarat/ faktor yang ada secara abseracto dapat
menimbulkan akibat. Suatu faktor/ syarat baru dapat menjadi sebab apabila faktor tersebut
lik
adequat (seimbang) untuk menimbulkan akibat. Sebab adalah syarat yang rasional untuk
ub
menimbulkan akibat.
ep
Tujuan Dasar Pembenaran Pemidanaan
R
Ada 3 teori tentang Tujuan dan Pembenaran yang dijatuhkannya pidana :
n
aa
1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan. Dikatakan absolut karena pemidanaannya tidak
mempunyai tujuan.
ks
2. Pemidanaan hanyalah pembalasan atas terjadinya kejahatan.
ja
3. Teori relatif. Pemidanaan mempunyai tujuan :
Ke
a. Prevensi Umum yaitu untuk membuat agar masyarakat jera dan tidak meniru.
b. Prevensi Khusus yaitu agar tidak akan lagi melakukan perbuatan pidana serupa.
at
4. Teori Gabungan –pidana pada dasarnya adalah pembalasan, namun selalu disertai tujuan
n
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
BAB VI
do
HUBUNGAN SEBAB AKIBAT (KAUSALITAS)
In
Dalam hal undang-undang berbicara tentang mengakibatkan (veroorzaken) atau
lik
akibat, maka disitu kita perhadapkan pada masalah sebab-akibat (kausalitas) pada delik-delik
ub
materiil dimana pemidanaan dijatuhkan pada perbuatan yang mempunyai akibat. Maka masalah
ep
kausalitas selalu ada karena akibat merupakan unsur delik (bestandeel). Pada delik formil yaitu
pemidanaan tertuju pada perbuatan seperti pasal 362, 150, 209, 210 dan 242 KUHP), maka
R
kausalitas tidak menjadi masalah.
n
aa
Disamping delik materiil terdapat pula delik dengan berkualifikasi karena adanya akibat seperti
pasal :351 ayat (2) dan ayat (3), pasal 187 ayat (2) dan ayat (3), dimana kausalitas menjadi macula.
Ada beberapa teori kausalitas yang dikenal :
ks
ja
1. Teori Van Biiri yang disebut teori Condition Sine Qua Non (semua syarat adalah sebab-syarat
Ke
mutlak).
at
Semua syarat/ faktor yang membawa akibat adalah sebab(causa) dan mempunyai nilai yang
l
sama (equivalent). Syarat-syarattertentu yang dapat dihilangkan tidak merupakan sebab. Teori
ik
ini disebut juga teori Aequivalentie atau Bedingungs Theorie, karena bedingung (syarat) adalah
D
Van Hameli teori ini logis, namun harus disertai dengan teori kesalahan yang baik. Harus
dibuktikan sikap batin berpua sengaja atau lalai.
Ba
3. Teori Generalisasi
Yang menjadi sebab adalah faktor yang menurut pengalaman manusia pada umumnya dapat
menimbulkan akibat yang terjadi.
4. Teori Adequat
Merupakan pengembangan dari teori Generalisasi, sehingga disebut juga teori Subyektif
Adequat.
Causa dari suatu akibat adalah hanya satu dari antara rangkaian faktor, yaitu yang sebelumnya telah
dapat diketahui oleh pelaku. Oleh karena itu disebut Subjektive Prognose.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
do
Kritik terhadap teori ini oleh Van Bammelen :
In
Dengan teori ini kita sudah beralih ke teori kesalahan, bukan lagi bicara tentang kausalitas.
Teori ini kemudian diperbaiki oleh Riimelin :
lik
Sebab adalah faktor obyektif yang diperkirakan dari rangkaian faktor-faktor sebagai sebab menurut
ub
perhitungan manusia normal.
ep
Terlihat V. Kries melihatnya secara ex ante (pada sebelum perbuatan dilakukan) dan Riimelin
melihatnya secara ex post (sesudah perbuatan) disebut Nachtragliche Prognose (nachtragliche =
R
sesudah). Teori V. Kriesdan Riimelin bersama bersama dengan teori dari Treager yang
n
aa
menggunakan ukuran manusia terpandai (de verstandigste) disebut teori Adequatie.
Untuk membedakan teori V. Kries dengan teori Riimelin dikemukakan kasus sebagai berikut :
ks
Seorang suami karena marah melemparkan sebuah pantoffel ke kepala istrinya.
ja
Yang terkena lemparan adalah bagian kepala yang sangat tipis (eirschedel). Karena kepalanya
Ke
kausal.
l
ik
Rechtbank mengikuti V.Kries sedangkan Hof mengikuti Riimelin, dimana menurut V. Kries yang
D
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
1. H.R 5 Maret 1952
do
Seorang tukang perapian (kachelsmid) yang memindahkan perapian (haard) dari balkon
In
ke dalam kamar tidur atas permintaan Ny. H tanpa menghubungkannya ke cerobong asap,
telah menyebabkan Tn. H keracunan asap dan mati. Si tukang dipersalahkan sebagai
lik
penyebab kematian, karena tidak memberitahukan kepada Ny. H tentang bahaya arang
ub
monooxyde.
ep
2. H.R 11 Mei 1941
Seorang ibu membiarkan suaminya membunuh cucunya, dianggap sebagai membantu
R
pembunuhan.
n
aa
ks
ja
Ke
l at
ik
D
n
da
Ba
p
si
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
BAB VII
do
TEMPUS DAN LOCUS DELICTI
In
KUHP tidak mengatur tentang Tempus dan Locus Delicti. Permasalahnnya diserahkan pada
lik
Yurisprudensi dan Doktrin. Penentuan Locus dan Tempus Delicti sangat penting, sehingga
ub
merupakan syarat batal bagi suatu dakwaan yang tidak mencantumkannya. (pasal 143 ayat (2)b
dan ayat (3)).
ep
A.Locus Delicti
R
x Makna penentuan Locus Delicti :
n
a. Yuridiksi Perundang-undangan.
aa
b. Kompetensi Relatif dari Pengadilan.
x Ada tiga teori :
ks
1. Perbuatan materiil = tempat perbuatan fisik dilakukan.
ja
2. Alat = tempat perbuatan pidana adalah dimana alat yang digunakan membawa hasil.
Ke
x Makna praktis :
n
1. Berlakunya asas Legalitas –larangan retro aktif dan perubahan Perundang-undang (pasal 1 ayat
si
2. Bagi delik-delik yang unsur pembuat atau korban merupakan syarat- pasal 45 unsur
pembuatbelum 16 tahun. Pasal 287 unsur korban belum 17 tahun dan pasal-pasal lainnya
seperti : 287, 288, 290, 294, 300 dan 301 KUHP).
3. Tempo lewat waktu (verjarings termijn).
4. Pasal 396 dan 397 menyangkut kapailitan.
5. Menentukan adanya residif.
6. Apakah pencurian diwaktu siang atau malam.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Ada 4 teori untuk penetuan Locus dan Tempus Delicti :
do
1. Teori perbuatan jasmania/ perbuatan materiil –tempus/ locus delicti adlah waktu dan tempat
In
perbuatan materiil dari delik.
2. Teori alat/ instrumen tempus dan locus delicti adalah tempat dan waktu alat bekerja.
lik
3. Teori akibat locus dan tempus delicti adalah tempat dan waktu akibat muncul yaitu :
ub
a. Akibat konstitutif –yaitu delik selesai.
ep
b. Akibat langsung (on middelijk gewolg).
4. Teori locus dan tempus delicti jamak (meer voudige tempus en locus delicti).
R
H.R dalam Arrest 24 Juni 1935
n
aa
Berpegang pada teori perbuatan jasmaniah tentang kasus penipuan dimana perbuatan tipu daya
dilakukan untuk menipu publik atau persaingan curang.
H.R 6 April 1915 ks
ja
Seorang dari seberang perbatasan menarik seekor kuda dari negeri Belanda locus delicti nya
Ke
adalah Belanda.
Locus Delicti dan kegunaannya :
at
Pada Ommisi murni masih dipermasalahkan antara tempat maupun waktu dimana
l
ik
dan kapan perbuatan harus dilakukan, dan tempat dimana pembuat berada, dimana dia harus
D
Contoh : seseorang di Jakarta Selatan dipanggil menghadap sebagai saksi ke Pengadilan Jakarta
da
V.Hamel mempertahankan Locus Delicti Jamak maupun Tempus Delicti Jamak menggunakan
teori yang sama.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
BAB VIII
do
DELIK-DELIK KORPORASI
In
Von Savigny :
lik
Societas Universitas Delinquere Non Protest (badan-badan hukum tidak dapat dipidana).
ub
Adagium ini ada karena pengaruh hukum Romawi.
Korporasi sebagai subyek hukum dibidang hukum perdata telah lama diakui disamping manusia.
ep
Dibidang hukum pidana merupakan suatu hal yang masih baru.
R
Perkembangan pemahaman korporasi sebagai subyek hukum pidana terhambat oleh rumusan delik
n
itu sendiriyang selalu berbunyi “barang siapa” (hij die). Terdapat beberapa pasal seperti pasal :
aa
169, 398, 399 dimana seharusnya korporasinya yang dijatuhi pidana, namun hal itu dielakkan
ks
dengan menjatuhkan pidana terhadap individu dalam bentuk penyertaan.
Juga dalam pasal 59 KUHP berdasar pada pemikiran bahwa korporasi tidak dapat dipidana.
ja
Doktrin Mens Rea adlah penghambat utama untuk menjadikan koporasi sebagai subyek hukum
Ke
pidana, karena hukum pidana kita mengisyaratkan adanya kesalahan, sehingga disebut hukum
pidana kesalahan (schuld strafrecht). Yang merupakan bagian dai Mens Rea, maka dengan
at
sendirinya tidak dapat diterapkan pada korporasi yang tidak mungkin mempunyai Mens Rea. Hal
l
ik
ini jelas terlihat dari asas geen straf zonder schuld dinegara-negara civil law.
D
Liability of Corporation in Criminal Case sudah lama di terapkan di inggris (L.H Lieigh 1944)
n
Selain itu doktrin ultra vires (suatu korporasi bertindak melampaui apa yang dicantumkan dalam
Ba
Untuk tindak pidana hukum tetap berpegang bahwa hukum pidana Indonesia adalah Schuld
si
Strafrecht, sehingga korporasi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana. Mvt suatu
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
es
2. UU No. 22/ 1997 tentang Narkotika.
n
do
- Pasal 79 ayat (4) : korporasi dapat dijatuhi pidana denda.
- Pasal 80 ayat (4) : korporasi dapat dijatuhi pidana denda.
In
- Pasal 81 ayat (4), pasal 83 ayat (4).
lik
3. UU No. 31/ 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
ub
Pasal 20 : denda maksimum.
4. UU No. 15/ 2002 tentang tindak pidana pencucian uang
ep
- Pasal 5 ayat (1) : denda maksimun + 1/3 dan
R
- pasal 5 ayat (2) : Pencabutan ijin.
n
- Pasal 4 : Penjatuhan pidana dapat dijatuhkan terhadap pengurus dan/atau kuasa pengurus
aa
yang mempunyai kedudukan fungsional, maupun terhadap korporasi.
ks
Di Belanda telah terjadi peerubahan pasal 51 WSR :
1. Perbuatan pidana dapat oelh perorangan dan oleh badan hukum.
ja
2. Apabila perbuatan pidana dilakukan oleh badan hukum, tuntutan pidana dapat dilakukan dan
Ke
pidana serta tindakan yang tersedia dalam Undang-undang dapat dijatuhkan kepada :
a. Badan hukum.
at
b. Terhadap mereka yang memerintahkan perbuatan, mereka yang memimpin melakukan
l
ik
Dalam perkembangan di Belanda delik korporasi dimulai dari Yurisprudensi dan Doktrin.
da
Pompc menyebutnya geestelijk dader (pelaku rohani). Roling menyebutnya pelaku fungsional.
Ba
Perkembangan selanjutnya ialah dengan lahirnya Undang-undang TPE yang juga ditiru oleh
si
Indonesia dengan UU No. 7 drt 1955. Dalam pasal 15 dikatakan bahwa tindak pidana dapat
Ar
dilakukan oleh dana atas nama badan hukum, tuntutan pidana dan penjatuhan pidana dapat
dilakukan terhadap badan hukum. Hal ini kemudian di Indonesia dijumpai pula dalam tindak
pidana khusus lainya serpti tersebut diatas.
Di Indonesia belum sampai pada ketegasan seperti perubahan pasal 51 (psl 59 Ind), sehingga dapat
berlaku secara umum sesuai ketentuan pasal 103 KUHP.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
BAB IX
do
GUGURNYA HAK PENUNTUTAN DAN HAK PEMIDANAAN
In
Melakukan penuntutan dan pemidanaan atau suatu perbuatan pidana adalah suatu kewajiban
lik
penguasa.
ub
x Pembatasan pertama atas kewajiban ini adalah asas opportunitas yang diberikan kepada Jaksa
ep
Agung sesuai pasal 35 UU No. 16/ 2004 yang disebut wewenang mengesampingkan perkara
demi kepentingan umum.
R
x Disamping itu ada dasar lain untuk tidak dilakukan kewajiban menuntut :
n
aa
1. Yang bersifat menunda (opschortende).
2. Yang bersifat menghapus (ontbindende).
ks
Ad. 1. Ada yang bersifat menunda (opschortende).
ja
Hak menuntut baru ada setelah dipenuhinya syarat tertentu. Hal ini terlihat pada delik aduan
Ke
(klacht delict). Yaitu delik-delik tertentu yang oleh Undang-undang ditentukan penuntutannya
tergantung pada kehendak yang dirugikan/ yang berkepentingan. Undang-undang beranggapan
at
bahwa kepentingan probadi yang dirugikan adalah lebih besar dari pada kepentingan umum
l
ik
a. Delik aduan absolut yaitu delik-delik yang dalam segala hal di syaratkan adanya pengaduan.
n
- Bersetubuh dengan wanita yang bukan istrinya, yang belum berumur 15 tahun – pasal
Ar
287 KUHP.
- Berbuat cabul dengan seseorang berkelakuan baik yang masih dibawah umur, dengan
pemberian hadiah atau janji – pasal 293 KUHP.
- Membuka atau membocorkan rahasia – pasal 322 KUHP.
b. Delik aduan relatif yaitu delik-delik yang dalam keadaan tertentu saja adalah delik aduan
yaitu:
- Pencurian dalam keluarga – sedarah dalam garis lurus atau menyimpang derajat kedua
atau semenda – pasal 367 ayat (2) KUHP.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Catatan : pencurian antara suami/ istri termasuk yag pisah meja dan ranjang tidak dapat
do
dituntut.
In
- Juga pemerasan, penggelapan dalam keluarga adalah delik aduan.
Yang berhak Mengajukan Pengaduan :
lik
a. Ditentukan dalam pasal 72 KUHP yaitu : orang yang menjadi korban kejahatan atau wakilnya
ub
yang sah apabila ia belum dewasa/ belum cukup 16 tahun.
ep
b. Ditentukan dalam pasal-pasal Undang-undang yang bersangkutan.
Contoh : pasal 284 KUHP – suami/ istri.
R
Pasal 332 KUHP – perempuan itu sendiri atau suaminya.
n
aa
Waktu pengajuan atau penarikan aduan (pasal 72 KUHP) :
- 6 (enam) bulan setelah yang bersangkutan mengetahui ada terjadi kejahatan dan yang
bersangkutan berada di Indonesia. ks
ja
- 9 (sembilan) bulan apabila yang bersangkutan berada di luar negeri.
Ke
- Yang berhak mengadu berhak pula menarik kembali pengaduan dalam tempo 3 (tiga) bulan
setelah pengaduan diajukan.
at
A. Kadaluwarsa.
n
- Pasal 78 KUHP mengatur tentang tenggang waktu gugurnya hak penuntutan. Tenggang waktu
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
a. Kadaluwarsa dapat terhenti (stuiting) oelh adanya perbuatan penuntutan. Tenggang waktu
do
kadaluwarsa yang dihitung sejak waktu delik hapus dan dimulai tenggang waktu
In
kadaluwarsa baru –pasal 80 KUHP.
b. Kadaluwarsa dapat tertunda (schorsing) oleh adanya sengketa prae yudisial (prae judiciele
lik
geschil) –pasal 81 KUHP.
ub
Tenggang waktu lama tetap dihitung, hanya terjadi penundaan selama berlangsung
ep
sengketa pra yudisial.
Catatan :
R
Perlu pengertian yang jelas apa itu perbuatan penuntutan, ada beberapa pendapat :
n
aa
1. Saat perkara dilimpahkan ke Pengadilan pasal 1 butir (7) (penuntutan dalam arti
sempit).
ks
2. Saat Penuntut Umum menerima berkas perkara dalam melakukan Pra-penuntutan (arti
ja
luas).
Ke
pasal 84 KUHP.
l
ik
Pasal 77 menggunakan istilah het recht van straf vordering vervalt (hak menuntut gugur),
n
bukan het recht van vervolging. Jadi baik dalam tahap Dik, Tut, maupun tahap persidangan
da
kewenangan straf vordering hilang, jadi berlaku baik bagi tersangka maupun terdakwa.
Ba
Amnesti dan Abolisi adalah lembaga yang tidak diatur dalam KUHAP/ KUHP, tetapi
Ar
dalam UUD.
Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 :
Presiden memberikan Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
menurut penjelasan UUD 1945. Pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden dalam
kedudukan sebagai Kepala Negara (perubahan tahun 1999).
Menurut Undang-undang drt No. 11/ 1954 UU darurat tentang Amnesti dan Abolisi.
- Amnesti : Semua akibat hukum pidana dihapus terhadap orang-orang tertentu yang
melakukan tindak pidana tertentu.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
- Abolisi : Penuntutan ditiadakan, HIR mengaturnya dalam pasal 366 (RBG pasal 680).
do
e. Ne Bis In Idem (telah diuraikan).
In
Catatan : pasal 76 KUHP menggunakan istilah feit yang banyak kali diterjemahkan dengan
istilah perbuatan. Hendaknya jangan diartkan sebagai perbuatan material (lichamelijke
lik
daad material handeling).
ub
ep
R
n
aa
ks
ja
Ke
l at
ik
D
n
da
Ba
p
si
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
BAB X
do
STUDI KASUS BERKAITAN DENGAN ASAS HUKUM PIDANA
In
Kasus I Penerapan :
lik
Pasal 44 KUHP : Ganguan akal.
ub
Pasal 53 KUHP : Percobaan.
ep
Pasal 65 KUHP : Pembarengan.
Kasus Posisi :
R
NGAKAN PUTU KARYA (Serma Pol) yang bertugas di POLDA NUSRA telah
n
aa
menembak dengan pistol, masing-masing :
1. Ni Wayan Umiasih.
ks
2. Ni Wayan Werni.Ni Nyoman Purniati.
ja
3. Ni Made Rajin.
Ke
Dakwaan I –pasal 338 KUHP yaitu pembunuhan terhadap tersebut 1,2 dan 3.
l
ik
Terdakwa melakukannya dalam keadaan amuk/ terganggu pikiran (ziekelijk storing der
da
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
Para ABK lalu ditikam lalu dibuang ke laut . setelah mengambil uang dll, KM Bintang
do
Selatan tersebut dibakar sampai tenggelam, sedangkan ketiga pelaku terjun ke laut dengan
In
menggunakan pelampung.
Raden Lani dkk ditangkap dan diadili di Tanjung Pinang dengan dakwaan :
lik
- Dakwaan I : pasal 365 jo pasal 55 KUHP.
ub
- Dakwaan II : pasal 334 jo pasal 55 KUHP.
ep
- Dakwaan III : pasal 410 jo pasa 55 KUHP.
Kasus III : Kasus PIMPRO Depnaker SULUT :
R
Kasus Posisi :
n
aa
Ka Kanwil Depnaker SULUT , An. Senduk telah membujuk Elia uselo Sosroloka sebagai
Pimpro Peningkatan Latihan Non Institusional BLK Kanwil Depnaker Sulawesi Utara
untuk tahun anggaran 1985/ 1986. ks
ja
Sebagai rekanan adalah :
Ke
Berdasarkan surat perjanjian dibuat : PT Tunas Tiga akan memasok barang-barang dan jasa
l
ik
Rp. 166. 205.900,- (seratus enam puluh enam juta dua ratus lima ribu sembilan ratus rupiah)
n
dan CV Gomina senilai Rp. 111.990.000 (seratus sebelas juta sembilan ratus sembilan
da
Kedua rekanan tersebut berkewajiban mengantar bahan/ barang latihan ke lokasi tiap
KanDepnaker di seluruh Sulawesi Utara yaitu : Gorontalo, Manado, Minahasa, Bolaang,
p
si
Ternyata kedua rekanan tersebut tidak pernah menyerahkan bahan/ barang alat-alat latihan
tersebut, tetapi uang sebesar Rp. 166. 205.900,- (seratus enam puluh enam juta dua ratus
lima ribu sembilan ratus rupiah) dan Rp. 111.990.000 (seratus sebelas juta sembilan ratus
sembilan puluh sembilan ribu rupiah) sesuai dengan perintah Ka Kanwil Depnaker
Suluttelah dibagikan 18% untuk rekanan, 19% untuk KA Kanwil, 55% untuk KanDepnaker
Se-Sulut, dan 10% untuk Pimpro.
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
es
Untuk itu telah sesuai dengan perintah KA Kanwil Depnaker Sulut, Pimpro telah
n
do
menandatangani BAPB dan BAPP dengan keterangan bahwa barang telah diterima dalam
In
keadaan baik dan lengkap dengan disertai semua syarat formal sesuai ketentuan.
Setelah dana dicairkan dan dibagi-bagi sesuai ketentuan diatas, PT Tunas Tiga dan CV
lik
Gomina telah memberikan hadiah kepada Elia Suselo Sosroloka sebagai Pimpro masing-
ub
masing sebesar Rp. 4.900.000,- (empat juta sembilan ratus ribu rupiah) dan 2.700.000 (dua
ep
juta tujuh ratus ribu rupiah).
Ketentuan yang menyangkut asas-asas :
R
1. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP bagi Pimpro bersama rekanan sebagai yang bersama
n
aa
melakukan (medepleger).
2. Pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP bagi Ka Kanwil sebagaipenganjur (uitloker).
3. Pasal 64 bagi Pimpro. ks
ja
4. Pasal 51 ayat (2) bagi Pimpro sebagai perintah jabatan.
Ke
Kesimpulan
Dengan engetahui Asas-asas Hukum Pidana diharapkan agar para peserta Diklat dapat
at
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
BAB XI
do
KESIMPULAN
In
Penguasaan asas-asas hukum pidana merupakan syarat conditio sine qua non bagi setiap pejabat
dibidang hukum, terutama para Jaksa, khususnya Jaksa Penuntut Umum yang sampai sekarang
lik
masih merupakan kendala dalam penyelesaian perkara-perkara pidana.
ub
Untuk dapat menerapkan suatu peraturan pidana secara baik dan benar, sehingga tercapai apa
ep
yang menjadi tujuan hukum yaitu adanya kepastian hukum dan keadilan, maka setiap Jaksa
terutama Jaksa Penuntut Umum mutlak harus mengetahui asas-asas hukum pidana baik yang
R
tertulis maupun yang tidak tertulis.
n
aa
Pengetahuan teori-teori hukum yang berkaitan dengan asas-asas hukum pidana, perlu diikuti
secara seksama, untuk dapat menerapkan secara baik dan benar asas-asas hukum yang berlaku.
ks
Untuk dapat menguasai dengan baik asas-asas hukum pidana yang berlaku, maka selalu harus
ja
disertai dengan pembicaraan kasus-kasus kongkrit, terutama kasus yang telah menjadi
Ke
Yurisprudensi.
Pengetahuan perbandingan hukum walaupun hanya secara garis besar sudah harus mulai
at
diajarkan, dalam menghadapi kasus-kasus dimana justisiabel berasal dari keluarga hukum lain,
l
ik
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
BAB XII
do
PENUTUP
In
Demikian modul ini disajikan, dengan harapan apabila secara konsisten diajarkan, akan
menghasilkan output yaang tidak akan mengecewakan, yaitu para Jaksa yang siap pakai.
lik
ub
ep
R
n
aa
ks
ja
Ke
l at
ik
D
n
da
Ba
p
si
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
ia
n es
DAFTAR PUSTAKA
do
In
1. HUKUM PIDANA I, Prof. Dr.A. Zainal Abidin Farid, SH., Sinar Grafika, Jakarta 1995.
2. HUKUM PIDANA, Prof. Dr. D. Schaffmeister, Prof. Dr. N. Keijzer, Mr.E.PH. Sitorius,
lik
Liberty, Yogyakarta 1995.
ub
3. ONSSTRAFRECHT, Mr. J.M.Van Bammelen. H.D. Tjeenk Willink BV Groningen 1975.
ep
4. INLEIDENG TOT DE STRAFRECHTSDOGMATIEK, Prof. Mr. W.H.A Jonkers,
Tjeenk Willink – Zwolle, 1984.
R
5. HUKUM PIDANA, Prof. Dr. D. Schaffmeister dkk. Edicon penterjemah, Prof. Dr. J.E
n
aa
Sahetapy,SH.MA. Konsorsium Ilmu Hukum Des. PBK.
6. HAND EN LEERBOEK VANHET NEDERLANDSI STRAFRECHT, Prof. Mr. W.F.C.
Van Hattum. ks
ja
7. HUKUM PIDANA KUMPULAN KULIAH, Prof. Satochid Kertanegara,SH.
Ke
8. AZAZ-AZAZ HUKUM PIDANA, Prof. Moeljatno,SH. Bhineka Cipta Jakarta, 1993.
lat
ik
D
n
da
Ba
p
si
Ar
$VDV$VDV+XNXP3LGDQD
Ar
si
p
Ba
da
n
D
ik
l at
Ke
ja
ks
aa
n
R
ep
ub
lik
In
do
n es
ia
Ar
Lampiran I
si
p
ASAS HUKUM PIDANA
Ba
1. Fungsi Melindungi Tindak Pidana Tanpa UU
da
n Pembatasan : Asas Oportunitas
TP
D
P ik
X l at TP
P TP TP P TP TP X TP
P X T
Ke
X X X ja
TP TP ksTP TP
P P X X T P T
aa Vonis
n
Keterangan :
R
1. TP
ep
= Tindak Pidana.
X
ub
2. P = Pelaku.
lik
3. a. Pertentangan. Pelakunya jamak tindak pidananya tunggal (bisa jamak). In
b. Pembarengan Pelakunya tunggal (bisa juga jamak) tindak pidananya jamak.
c. Residif Pelakunya tunggal tindak pidananya jamak diselingi vonis.
do
n es
ia
Ar
Lampiran IV Penyuruhan/ Doen Plegen (pasal 55 ayat (1)
si
p a. Penyuruh Tidak Berbuat (Manus Domina)
b. Pembuat Tidak Dapat Dipidana.
- Daya Paksa.
Ba
- Tidak Dapat Bertanggungjawab. - Pemberian-pemberian
- Janji.
da
ANTE
P n - Penyalahgunaan
Pembujukan/ Uitloken (pasal 55 ayat(1) 2)
DELICTUM Kekuasaan.
Pembujuk : Pembuat Intelektual.
D Kekerasan/ Ancaman.
E SARANA : -
- Menimbulkan Inspirasi, tidak melakukan sendiri.
ik - Tipu Daya,
- Tanggujawab sebatas bujukan. Kesempatan.
N l - Sarana/Keterangan.
Pembantuan/ Medeplichttigheid (pasal. 56 ayat (2)
at
Y
- Perbuatan Pemudahan. - Memberi Kesempatan
- Bukan Inspirator. SARANA : - Sarana
Ke
E
- Tanggungjawab Sebatas Pembantuan.
ja - Keterangan.
R
Bersama/ Turut Melakukan/ Medeplegen
ks
T - Bersama Melakukan –semua unsur delik terpenuhi.
TEMPORE - Turut Melakukan –tidak semua unsur terpenuhi.
aa
A DELICTUM - Melakukan Perbuatan Pelaksanaan.
n
Pembantuan/ Medeplichtigheid (pasal 56 (1)
R
A
- Hanya Perbuatan Pemudahan.
ep
N 1. Permufakatan Jahat –pasal 88, 164
KHUSUS 2. Turut Perkumpulan Yang Dilarang –pasal 169
ub
3. Berzina –pasal 284 lik
Delict Mandiri –tidak disebut penyertaan
In
POST 1. Penadahan –pasal 480, 481, 482.
DELICTUM 2. Menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan
do
–pasal 221 n es
ia
Ar
Lampiran V
si
p
P E R B A R E N G A N (C O N C U R S U S)
Ba
1. PERATURAN YANG DILANGGAR 2. PERBUATAN BERLANJUT 3. PERBARENGAN PERBUATAN
da
(Concursus Idealis) –pasal 63 KUHP. (voorgezette handeling) –pasal 64
n (concursus realis) –pasal 65 KUHP.
x Satu perbuatan melanggar beberapa Per-UU KUHP. D x Ada beberapa perbuatan
Pidana / beberapa akibat. ik x Tiap perbuatan merupakan delik yang
Beberapa Perbuatan :
x Peraturan khusus yang diberlakukan (ex.
l mandiri.
a. Yang sejenis.
at
Specialis derogat lex generalis) –pasal 63
ayat (2). b. Jarak waktu yang relatif singkat. Stelsel Pemidanaan
Ke
x Perbuatan bukanlah perbuatan materiil – c. Atas dasar satu keputusan niat. ja a. Kejahatan dengan pidana pokok sejenis.
perbuatan yang menyatu dan tak terpisah. ks - Stelsel absorbsi dipertajam.
Akibat yang satu adalah syarat akibat yang Stelsel Pemidanaan - Hanya satu pidana yang dikenakan :
lain. - Stelsel absorbsi hanya satu pidana pidana tertinggi + 1/3.
aa
dikenakan
n
b. Kejahatan dengan pidana pokok tidak sejenis :
STELSEL PEMIDANAAN -
R
Stelsel komulasi terbatas
x Stelsel Absorbsi (peleburan). - Tiap pidana dikenakan pidana terlama +
ep
x Dikenakan hanya satu pidana. 1/3. ub
x Peraturan dengan pidana tertinggi yang - Denda disesuaikan dengan kurungan
diterapkan P.Pengganti.
lik
c. Pelanggaran. In
- Stelsel komulasi murni pidana do
dijumlahkan (psl. 70).
- Kurungan tertinggi 1 tahun 4 bulan.
n es
ia
Ar
Lampiran VI
si
p
Ba SYARAT PERCO BAAN