Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami juga
bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami sehingga kami
dapat mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini dari beberapa sumber.
Kami telah berusaha semampu kami untuk mengumpulkan berbagai macam bahan
tentang Teori Hubungan Industrial. Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih
jauh dari sempurna, karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun
untuk menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami mohon
bantuan dari para pembaca.
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan, kami
mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami mengucapkan terima kasih.
i
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hubungan Industrial................................................................... 2
B. Pelaku Hubungan Industrial ......................................................................... 4
C. Asal-Usul Perkembangan Hubungan Industrial........................................... 5
D. Perspektif-Perspektif Dalam Hubungan Industrial ...................................... 7
E. Perselisihan Industrial .................................................................................. 8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
3
B. Pelaku Hubungan Industrial
Dalam hubungan industrial, setidaknya ada tiga pelaku yang saling berinteraksi,
yaitu pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Pekerja dan pengusaha merupakan
pelaku utama hubungan industrial ditingkat perusahaan. Dalam hal ini, pekerja dan
pengusaha mempunyai hak yang sama melindungi dan mengamankan kepentingan
masing-masing bahkan berhak melakukan tekanan melalui kekuatan bersama bila perlu.
Hubungan keduanya juga berpotensi mengundang konflik yang berkaitan dengan
perbedaan persepsi terhadap kepentingan masing-masing (Smeru, 2002).
Fungsi pemerintah dalam hubungan industrial adalah membuat peraturan dan
perundangan ketenagakerjaan agar hubungan keduanya berjalan seimbang dilandasi
pengaturan hak dan kewajiban yang ada. Selain itu, pemerintah berfungsi menyelesaikan
berbagai perselisihan industrial yang terjadi secara adil.
1. Pengusaha (Manajemen).
Istilah manajemen merujuk pada individu yang bertanggung jawab
merealisasikan tujuan dari pengusaha dan organisasi kerja mereka. Manajemen
sekurangnya mencakup tiga kelompok. Pertama, para pemilik dan pemegang saham
perusahaan. Kedua, jajaran direktur eksekutif dan manager. Ketiga, personalia
Human Resources Departement (HRD), yang bertanggung jawab khusus mengatur
hubungan perusahaan dengan buruh serta serikat buruh.
Manajemen berperan melakukan negosiasi dan menginvestasikan
peraturan-peraturan dan kebijakn-kebijakan perusahaan tentang hubungan
industrial (Katz dan Kochan, 1992).
2. Buruh
Istilah buruh (labour) meliputi pekerja dan serikat buruh yang mewakili
mereka. Para buruh dapat mempengaruhi perusahaan untuk memenuhi tuntutan
mereka melalui serikat buruh.
Penduduk dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan
bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah mereka yang bekerja dan sedang
mencari kerja. Sedangkan, bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (>15
4
tahun) yang tidak bekerja dan tidak mencari kerja. Buruh dalam konteks Indonesia
adalah mereka yang dalam angkatan kerja. Namun, study hubungan industrial
membatasi kategori buruh adalah mereka yang terlibat hubungan dengan
pengusaha, berarti tidak memasukkan kategori pegawai negeri dan angkatan
kerja yang bekerja sendiri (Swasono, 2000).
3. Pemerintah
Yang masuk dalam istilah pemerintah yaitu pertama, pemerintah lokal dan
pemerintah pusat. Kedua, lembaga-lembaga pemerintah yang bertanggung jawab
membuat atau merubah kebijakan publik yang mempengaruhi hubungan industrial.
Ketiga, pemerintah sebagai representasi dari berbagai kepentingan publik.
Pemerintah bisa berperan sebagai regulator dengan mengeluarkan
peraturan perburuhan, misal peraturan bagaimana para pekerja membentuk serikat
buruh dan pengaturan hak dan kewajiban yang bisa dimiliki oleh serikat buruh
(Kartz dan Kochan, 1992).
5
beberapa pandangan berikut : Pertama, pada dasarnya antara pengusaha dan buruh
memiliki kepentingan yang berbeda, pengusaha selalu berusaha mencari keuntungan
sebesar-besarnya sementara itu buruh juga berupaya mendapatkan upah yang sebear-
besarnya. Akibatnya diantara keduanya akan selalu memiliki hubungan yang bersifat
konfliktual terus-menerus. Kedua, hubungan antara pengusaha dan pekerja yang selalu
dilandasi oleh konflik kepentingan itu akan berupaya mencapai titik temu.
Akibat paling nyata pengaruh paham liberalisme terhadap hubungan industrial
adalah munculnya pandangan bahwa buruh adalah benda atau objek ekonomi. Dengan
kata lain pekerja adalah faktor produksi yang digunakan sebagai sarana untuk
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Dalam kondisi demikian para buruh sering
merasa tertindas dan mengalami kondisi yang menyedihkan, seperti jam kerja yang
panjang, kesejahteraan kerja yang sangat rendah, anak-anak terpaksa ikut bekerja, gizi
yang rendah dan banyak yang sakit-sakitan.
Penindasan yang banyak dialami oleh para buruh mendorong mereka untuk
menghimpun diri dalam suatu organisasi. Kesadaran berorganisasi di kalangan buruh
menandai munculnya aksi-aksi kolektif dalam mengajukan tuntutan terhadap pengusaha
dan aksi mereka berkembang menjadi aksi kolektif, seperti mogok kerja, dan penutupan
perusahaan sebagai sarana sah dalam hubungan industrial.
Seiring perkembangannya terjadi pergeseran pandangan terhadap hubungan
industrial. Pendekatan dalam bidang manajemen yang dikenal dengan scientific
management muncul dipelopori oleh F. W. Taylor, pendekatan yang diungkapkannya
mulai mengakui perbedaan di antara pekerja berdasarkan tingkat keterampilan yang
dimiliki pekerja. Pandangan selanjutnya yang lebih modern dalam bidang manajemen
dan hubungan industrial muncul pada tahun 1930-an. Dalam pandanagn ini, para pekerja
mulai dipandang sebagai individu dan juga makhluk sosial yang berinteraksi dengan
sesamanya.
Hal yang perlu diperhatikan adalah, perkembangan hubungan industrial
bukan saja ditentukan oleh perkembangan bidang manajemen tetapi juga dipengaruhi
oleh perkembangan politik pada akhir abad sembilan belas dan permulaan abad dua
puluh. Perkembangan politik saat itu didominasi oleh sistem politik demokrasi,
dimana rakyat ikut berperan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut publik
melalui lembaga-lembaga perwakilan. Hal tersebut membuat kondisi para buruh semakin
terlindungi dengan adanya peraturan perundangan yang mengatur hak dan kwajiban
6
antara pengusaha dan pekerja, seperti pengaturan tentang keselamatan kerja, pengupahan
dan jam kerja.
Ron Bean (1995), hubungan industrial adalah studi tentang bagaimana peranan
pemerintah, manajemen, dan pekerja dalam rangka membuat perubahan atau
mempertahankan peraturan di tempat kerja.
Anantaraman (1990), mengembangkan dua pendekatan dalam membahas
hubungan industrial, yaitu perspektif unitary dan class conflict. Perspektif unitary,
hubungan industrial merupakan hubungan kerja sama antara pihak manajemen dan buruh
yang bersifat harmonis. Manajemen dan buruh merupakan satu tim kesatuan yang saling
membutuhkan, dimana manajemen adalah pihak yang menentukan kebijaksanaan, sedang
buruh merupakan pihak yang menjalankannya.
Sementara perspektif konflik kelas (class conflict) memandang pihak manajemen
dan buruh adalah pihak dengan kepentingan yang berbeda dan cenderung bersifat
antagonis.
Stephen J. Deery dan David H. Plowman (1991), perspektif pluralist menurutnya
memandang bahwa suatu oraganisasi kerja meliputi berbagai kelompok dengan
kepentingan,tujuan dan aspirasi yang beragam. Berdasarkan pendekatan ini konflik
dalam hubungan kerja tidak dapat dihindari. Sementara itu perspektif marxist bertolak
dari pemikiran bahwa dalam masyarakat industri selalu muncul konflik yang
berdasarkan kelas yaitu, antara kelas pemilik modal dengan kelas buruh.
J. Dunlop (1958), menegaskan bahwa peraturan di tempat kerja harus dijadikan
sebagai variabel dependent yang dipengaruhi oleh proses interaksi para pelaku hubungan
industrial sebagai variabel independent. Proses itu meliputi yaitu:
7
2. Konteks dimana para pelaku berinteraksi
Faktor ini menunjuk pada hubungan antara sistem hubungan industrial dan sistem
politik yang berlaku dalam suatu negara. Biasanya negara- negara yang baru
memulai pembangunan industri berupaya menciptakan stabilitas sosial dan politik
disektor perburuhan dengan cara membatasi atau bahkan melarang
keterlibatan serikat buruh dalam politik.
E. Perselisihan Industrial
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Demikian makalah yang kami sajikan, bila ada kesalahan dalam penulisan juga
kekurangan dalam segi pembahasan mohon dimaklumi. Dengan segala kerendahan hati,
kami sebagai penyusun makalah mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
teman-teman dan dosen pembimbing agar dapat memperbaiki makalah selanjutnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Haha Haryanto dkk. 2009. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Jakarta: Universitas
Indonesia
http://www.stekpi.ac.id/informasi/datas/users/1-hubungan%20industrial.pdf
12