Anda di halaman 1dari 17

TIPE JET-LAG

Bergantung pada lama perjalanan dari Timur-ke-Barat dan sensitivitas individu, tipe jet lag
biasanya hilang spontan dalam 2 hingga 7 hari; tidak ada terapi spesifik yang diperlukan.
Beberapa orang merasa bahwa mereka dapat mencegah gejala ini dengan mengubah waktu
makan dan waktu tidur dengan arah yang tepat sebelum bepergian. Orang lain merasakan
bahwa gejala jet lag (lelah dan lain lain) sebenarnya berkaitan dengan kurangnya tidur dan
bahwa dengan tidur yang cukup akan membantu. Melatonin yang dikonsumsi secara oral
sesuai waktu yang diresepkan berguna untuk beberapa orang.

TIPE KERJA GILIRAN


Gangguan tidur irama sirkadian tipe kerja giliran terjadi pada orang yang berulang kali
mengubah jadwal kerja mereka dengan cepat dan kadang-kadang pada orang dengan jadwal
tidur yang kacau yang dibuat sendiri. Gejala yang paling sering adalah periode campuran
insomnia dan somnolen, tetapi banyak gejala dan masalah somatik lain, termasuk ulkus
lambung, diakibatkan pola ini setelah beberapa waktu. Beberapa remaja dan dewasa muda
tampak bertahan dengan baik terhadap perubahan tersebut dan menunjukkan beberapa gejala,
tetapi lansia dan orang-orang yang sensitif terhadap perubahan jelas terpengaruh.
Gejala umumnya memburuk beberapa hari pertama setelah berganti ke jadwal baru,
tetapi pada beberapa orang gangguan pola tidur-bangun berlangsung untuk waktu yang lama.
Pendorongan jam tidur baru dan terapi cahaya dapat membantu pekerja menyesuaikan diri
dengan jadwal baru mereka. Banyak orang tidak pernah benar-benar beradaptasi dengan
jadwal giliran yang tidak biasa karena mereka mempertahankan perubahan pola hanya 5 hari
dalam seminggu dan kembali ke pola awal populasi pada hari lepas kerja dan saat liburan.
Jadwal kerja giliran adalah area penting yang belum sepenuhnya diteliti, terutama
mengenai pembagian jadwal yang tidak biasa dan berubahnya penggiliran jadwal yang
dialami sebagian, yang besar pekerja saat ini. Sensitivitas seseorang terhadap pergantian
jadwal sangat beragam tetapi tubuh kebanyakan orang biasanya tidak dapat beradaptasi
dengan kerja giliran; dengan demikian, orang-orang ini sebaiknya tidak bekerja berdasarkan
giliran tersebut. Secara temperamental, beberapa orang disebut “burung hantu” yang suka
terjaga di malam hari dan tidur di siang hari, dan yang lainnya disebut “burung perkutut”
yang bangun dan tidur lebih dini.
Masalah khas biasanya terdapat pada dokter dalam masa pendidikan, yang sering harus
bekerja 36 hingga 48 jam tanpa tidur. Keadaan ini berbahaya bagi dokter maupun pasiennya.
Sudah selayaknya pengajar kedokteran mengembangkan lebih banyak pergiliran bagi dokter
dalam masa pendidikan.

TAK TERGOLONGKAN
Sindrom Memajukan Fase Tidur
Sindrom memajukan fase tidur ditandai dengan onset tidur dan waktu bangun yang lebih
awal dari yang diinginkan, jumlah jam setiap hari sebenarnya sama saja, tidak ada laporan
mengenai kesulitan untuk mempertahankan tidur begitu tidur dimulai, dan ketidakmampuan
menunda fase tidur dengan mendorong waktu tidur dan bangun seperti biasanya. Tidak
seperti tipe fase tidur tertunda, keadaan ini tidak mengganggu pekerjaan atau hari-hari
sekolah. Keluhan utamanya adalah ketidakmampuan untuk tetap terjaga di sore hari dan tidur
di pagi hari sampai waktu biasa yang diinginkan.

Pola Tidur-Bangun Kacau


Pola tidur-bangun kacau didefinisikan sebagai perilaku tidur dan bangun yang tidak teratur
dam beragam serta yang mengganggu pola tidur-bangun biasa. Keadaan ini dikaitkan dengan
seringnya tidur siang pada waktu yang tidak teratur dan istirahat di tempat tidur yang
berlebihan. Tidur di malam hari lamanya tidak adekuat dan keadaan ini dapat tampak seperti
insomnia, meskipun jumlah total tidur dalam 24 jam normal untuk usia pasien.

Disomnia yang Tidak Tergolongkan


Menurut DSM-IV-TR, disomnia yang tidak tergolongkan mencakup insomnia, hipersomnia,
dan gangguan irama sirkadian yang tidak memenuhi kriteria disomnia apapun (Tabel 21.2-6).

MIOKLONUS NOKTURNAL
Mioklonus nokturnal terdiri atas kontraksi mendadak yang sangat stereotipik pada otot-
otot tungkai saat tidur. Pasien secara subjektif tidak menyadari kedutan tungkai tersebut.
Keadaan ini dapat terjadi pada kira-kira 40 persen orang yang berusia di atas 65 tahun.
Gerakan tungkai berulang ini terjadi setiap 20 hingga 60 detik dengan ekstensi ibu jari
kaki dan fleksi mata kaki, lutut, dan pinggul. Sering bangun, tidur yang tidak menyegarkan,
dan rasa mengantuk di siang hari adalah gejala utama. Tidak ada terapi untuk mioklonus
nokturnal yang secara universal efektif. Terapi yang mungkin berguna mencakup
benzodiazepine, levodopa (Larodopa), quinine, dan pada kasus yang jarang, opioid.
Tabel 21.2-6
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Disomnia yang Tidak Tergolongkan
Kategori disomnia yang tidak tergolongkan adalah untuk insomnia, hipersomnia, atau
gangguan irama sirkadian yang tidak memenuhi kriteria disomnia spesifik apapun. Contoh-
contohnya mencakup:
1. Keluhan insomnia atau hipersomnia yang secara klinis bermakna dan disebabkan oleh
faktor lingkungan (cth., bising, cahaya, seringnya gangguan)
2. Rasa mengantuk berlebihan yang disebabkan oleh kurang tidur yang terus menerus
3. “(restless legs syndrome)”
4. Gerakan ekstremitas periodik
5. Situasi saat klinisi telah menyimpulkan disomnia ada tetapi tidak dapat menentukan
apakah primer, akibat keadaan medis umum, atau dicetuskan zat
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association; copyright
2000, dengan izin

RESTLESS LEGS SYNDROME


Pada sindrom ini, penderita merasakan sensasi dalam berupa adanya rasa merayap di
dalam betis baik saat duduk atau tidur. Disestesia ini jarang menimbulkan rasa nyeri tetapi
merupakan penderitaan berat dan menyebabkan dorongan yang hampir tidak dapat ditahan
untuk menggerakkan tungkai, sehingga, sindrom ini mengganggu tidur dan jatuh tertidur.
Sindrom ini memuncak pada usia pertengahan dan terdapat pada 5 persen populasi.
Tidak ada terapi yang telah ditegakkan untuk sindrom ini. Gejalanya dapat diredakan
dengan gerakan dan pemijatan tungkai. Jika diperlukan farmakoterapi, benzodiazepine,
levodopa, quinine, opioid, propranolol (Inderal), valproate (Depakene) dan carbamazepine
(Tegretol) dapat bermanfaat.

SINDROM KLEINE-LEVIN
Sindrom Kleine-Levin adalah keadaan yang relatif jarang dan terdiri atas episode
berulang tidur yang lama (pasien dapat dibangunkan) dengan menyelingi periode tidur
normal dan bangun. Selama episode hipersomnia, periode bangun biasanya ditandai dengan
penarikan diri dari kontak sosial dan berusaha kembali ke tempat tidur secepat mungkin;
pasien juga dapat menunjukkan apati, iritabilitas, kebingungan, makan dengan rakus,
kehilangan inhibisi seksual, waham, halusinasi, disorientasi yang jelas, hendaya daya ingat,
pembicaraan inkoheren, eksitasi atau depresi, dan sikap galak. Demam yang tidak dapat
dijelaskan terjadi pada sejumlah kecil pasien.
Sindrom Kleine-Levin jarang ditemukan. Kira-kira 100 kasus dengan ciri yang
mengesankan diagnosis ini telah dilaporkan. Pada sebagian besar kasus, beberapa periode
hipersomnia, masing-masing berlangsung selama satu atau beberapa minggu, dialami oleh
pasien selama satu tahun. Dengan beberapa pengecualian, serangan pertama terjadi antara
usia 10 dan 21 tahun. Telah dilaporkan kejadian yang jarang dengan onset pada dekade
keempat dan kelima kehidupan. Sindrom ini tampak hampir selalu sembuh sendiri, dan remisi
penuh terjadi spontan sebelum usia 40 tahun pada kasus dengan onset dini.

SINDROM YANG TERKAIT-MENSTRUASI


Sejumlah perempuan mengalami hipersomnia nyata yang intermitten, perubahan pola
perilaku, dan makan dengan rakus pada saat atau segera sebelum onset menstruasi mereka.
Kelainan EEG yang tidak spesifik serupa dengan kelainan yang berkaitan dengan sindrom
Kleine-Levin telah didokumentasikan dalam beberapa keadaan. Faktor endokrin mungkin
terlibat, tetapi kelainan yang spesifik di dalam pengukuran endokrin laboratorium belum
dilaporkan. Kadar serotonin di dalam cairan serebrospinal telah teridentifikasi pada satu
pasien.

GANGGUAN TIDUR SAAT HAMIL


Gangguan tidur lazim terjadi pada perempuan yang sedang hamil. Terdapat beberapa faktor
hormonal yang turut berperan di dalam gangguan ini, termasuk perubahan kadar estrogen,
progesteron, kortisol dan melatonin dari kadar dasarnya. Di samping itu, perubahan fisiologi
pernapasan maternal, perawakan tubuh, dan pada trimester ketiga, gerakan janin semuanya
dapat berperan mengurangi kuantitas dan kualitas tidur.

TIDUR YANG TIDAK CUKUP


Tidur yang tidak cukup didefinisikan sebagai keluhan yang sungguh-sungguh akan adanya
rasa mengantuk di siang hari disertai gejala terbangun pada seseorang yang terus-menerus
gagal memperoleh tidur setiap hari yang cukup untuk menyokong keadaan terjaga yang
penuh siaga. Orang ini secara volunter dan kronis, tetapi tidak menyadari, bahwa dirinya
mengalami kurang tidur. Diagnosis biasanya dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
termasuk kenyenyakan tidur. Beberapa orang, terutama pelajar dan pekerja giliran, yang ingin
tetap beraktivitas di siang hari dan melakukan pekerjaan malam hari mereka, dapat benar-
benar membuat mereka kurang tidur sehingga menimbulkan somnolen pada waktu yang
seharusnya terjaga.
SLEEP DRUNKENNESS
Keadaan ini merupakan bentuk abnormal bangun berupa tidak adanya kesadaran jernih pada
transisi dari tidur menjadi benar-benar bangun, yang berlebihan dan lama. Keadaan bingung
berkembang dan sering mrnimbulkan ketidaknyamanan individu atau sosial serta kadang-
kadang menyebabkan tindakan kriminal. Yang penting pada diagnosis ini adalah tidak adanya
kurang tidur. Kondisi ini jarang terjadi, dan mungkin terdapat kecenderungan familial.
Sebelum menegakkan diagnosis, klinisi harus memeriksa tidur pasien dan menyingkirkan
keadaan seperti apnea, mioklonus nokturnal, narkolepsi dan penggunaan alkohol serta zat lain
secara berlebihan.

Tabel 21.2-7
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Mimpi Buruk
A. Bangun berulang dari periode tidur utama atau tidur siang, dengan ingatan yang rinci
mengenai mimpi yang lama dan sangat menakutkan, biasanya melibatkan ancaman
terhadap kelangsungan hidup, keamanan atau harga diri. Bangun biasanya terjadi
selama paruh kedua periode tidur.
B. Saat bangun dari mimpi yang menakutkan, orang tersebut dengan cepat memiliki
orientasi dan kesiagaan (berlawanan dengan kebingungan dan disorientasi yang
ditemukan pada teror tidur dan beberapa bentuk epilepsi)
C. Pengalaman mimpi atau gangguan terjadi akibat bangun, menyebabkan penderitaan
yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi
penting lain
D. Mimpi buruk tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain (cth., delirium,
gangguan stres pascatrauma) dan tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat
(cth., penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association; copyright
2000, dengan izin.

PARASOMNIA
Gangguan Mimpi Buruk
Mimpi buruk adalah mimpi yang lama dan menakutkan yang membuat orang terbangun
dengan rasa ketakutan (Tabel 21.2-7). Seperti mimpi lain, mimpi buruk hampir selalu terjadi
selama tidur REM dan biasanya setelah periode REM yang panjang di akhir malam.
Beberapa orang sering mengalami mimpi buruk sebagai keadaan yang berlangsung seumur
hidup; yang lainnya mengalami mimpi buruk terutama saat stres dan sakit. Kira-kira 50
persen populasi dewasa mungkin melaporkan mimpi buruk sewaktu-waktu. Biasanya tidak
ada terapi spesifik yang diperlukan untuk gangguan mimpi buruk. Agen yang menekan tidur
REM, seperti obat trisiklik, dapat mengurangi frekuensi mimpi buruk, dan benzodiazepine
juga telah digunakan. Berlawanan dengan keyakinan popular, tidak ada akibat yang
membahayakan dan membangunkan orang yang sedang mengalami mimpi buruk.

Gangguan Teror Tidur


Gangguan teror tidur adalah terbangun pada sepertiga awal malam selama tidur non-
REM (NREM) yang dalam (tahap 3 dan 4). Gangguan ini hampir selalu diawali dengan
jeritan atau tangisan pilu dan disertai manifestasi perilaku ansietas hebat yang hampir
mendekati panik (Tabel 21.2-8).
Khasnya, pasien bangun di atas tempat tidur dengan ekspresi ketakutan, berteriak keras,
dan kadang-kadang bangun secepatnya dengan perasaan terteror yang intens. Pasien mungkin
tetapi bangun dalam keadaan disorientasi tetapi lebih sering jatuh tertidur, dan seperti pada
berjalan di malam tidur, mereka melupakan episode ini. Episode teror malam setelah teriakan
asli sering berkembang menjadi episode berjalan sambil tidur. Rekaman poligrafik teror
malam mirip pada gangguan berjalan sambil tidur; bahkan, kedua keadaan tampak sangat
berkaitan. Teror malam, sebagai episode terpisah, sering terjadi pada anak-anak. Kira-kira 1
sampai 6 persen anak memiliki gangguan ini, yang lebih lazim pada anak laki-laki daripada
anak perempuan dan cenderung menurun di dalam keluarga..
Teror malam dapat mencerminkan kelainan neurologis ringan, mungkin di lobus
temporalis atau struktur yang mendasari, karena jika teror malam dimulai pada masa remaja
dan dewasa muda, teror ini menjadi gejala pertama epilepsi lobus temporal. Namun, pada
kasus teror malam yang khas, tidak terdapat tanda-tanda epilepsi lobus temporal atau
gangguan bangkitan lain yang terlihat sesuai klinis maupun pada perekaman EEG.

Tabel 21.2-8
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Teror Tidur
A. Episode berulang bangun tidur secara tiba-tiba, biasanya terjadi pada sepertiga
pertama episode tidur utama dari dimulai dengan teriakan panik
B. Rasa takut yang hebat serta tanda adanya bangkitan otonom, seperti takikardia,
pernapasan cepat, dan berkeringat selama episode ini
C. Relatif tidak responsif terhadap upaya orang lain untuk menenangkan pasien selama
episode ini
D. Tidak ingat mimpi dengan rinci dan terdapat amnesia untuk episode ini
E. Episode ini menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya
fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
F. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth.,
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association; copyright
2000, dengan izin

Meskipun terkait erat dengan berjalan sambil tidur dan kadang-kadang terkait enuresis,
teror malam berbeda dengan mimpi buruk. Teror malam hanya disebabkan bangun dalam
keadaan terteror. Pasien umumnya tidak dapat mengingat mimpi tetapi kadang-kadang dapat
mengingat kembali satu gambaran yang menakutkan.
Terapi spesifik untuk gangguan teror malam jarang diperlukan. Pemeriksaan situasi
keluarga yang menimbulkan stres mungkin penting, dan terapi individual serta keluarga
kadang-kadang berguna. Pada kasus yang jarang, jika diperlukan obat, diazepam (Valium)
dengan dosis kecil pada waktu tidur memperbaiki keadaan dan kadang-kadang benar-benar
menghilangkan serangan.

Gangguan Berjalan Sambil Tidur


Gangguan ini, yang juga dikenal sebagai somnambulisme, terdiri atas rangkaian
perilaku kompleks yang diawali pada sepertiga pertama malam selama tidur NREM yang
dalam (tahap 3 dan 4) dan sering, meskipun tidak selalu, dilanjutkan – tanpa kesadaran penuh
atau ingatan mengenai episode tersebut – untuk meningalkan tempat tidur dan berjalan
berkeliling (Tabel 21.2-9).
Somnambulisme adalah suatu keadaan perubahan dari kesadaran, dimana fenomena
tidur dan bangun bercampur pada saat sama2.
Pasien duduk dan kadang-kadang melakukan tindakan motorik pervasif seperti
berjalan, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berbicara, berteriak dan bahkan menyetir.
Perilaku ini kadang-kadang berakhir dengan terbangun disertai beberapa menit kebingungan;
lebih sering lagi, mereka kembali tidur tanpa mengingat peristiwa berjalan sambil tidur ini.
Bangun yang diinduksikan dari tidur tahap 4 kadang-kadang dapat menimbulkan keadaan ini.
Contohnya, pada anak, terutama yang memiliki riwayat berjalan sambil tidur, suatu serangan
kadang-kadang dapat dicetuskan dengan membuat mereka berdiri sehingga menghasilkan
pembangunan parsial selama tidur tahap 4.

Tabel 21.2-9
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Berjalan di dalam Tidur
A. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat sedang tidur dan berjalan berkeliling,
bisanya terjadi pada sepertiga pertama episode tidur utama
B. Selama berjalan didalam tidur, orang tersebut memiliki wajah yang kosong, dan
menetap, relatif tidak responsif terhadap upaya orang lain untuk berbicara dengan
mereka dan sangat sulit untuk dibangunkan
C. Saat bangun (baik dari episode berjalan didalam tidur maupun pada keesokan harinya)
orang ini akan mengalami amnesia tentang episode tersebut
D. Dalam beberapa menit setelah bangun dari episode berjalan diidalam tidur, tidak ada
aktifitas atau perilaku mental yang terganggu (meskipun pada awalnya bisa terdapat
episode singkat bingung dan disorientasi)
E. Berjalan didalam tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
F. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh:
penyalahgunaan zat, atau obat) atau keadaan medis umum
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association; copyright
2000, dengan izin

Berjalan sambil tidur biasanya dimulai antara usia 4 dan 8 tahun. Prevalensi puncaknya
kira-kira pada usia 12 tahun. Gangguan ini lebih lazim pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan, dan kira-kira 15 persen anak kadang-kadang mengalami episode ini. Gangguan
ini cenderung menurun di dalam keluarga. Kelainan neurologis ringan mungkin mendasari
keadaan ini; episode ini sebaiknya tidak murni dianggap psikogenik, meskipun periode yang
menyebabkan stres dikaitkan dengan peningkatan episode berjalan di dalam tidur pada orang
yang mengalami. Kelelahan berat atau kurang tidur sebelumnya memperburuk serangan.
Gangguan ini kadang-kadang berbahaya karena mungkin terjadi cedera kecelakaan. Terapi
terdiri atas upaya mencegah cedera dan obat yang menekan tidur tahap 3 dan 4. Pelaku
berjalan sambil tidur ini dapat dibangunkan selama episode tanpa ada pengaruh buruk.

Parasomnia yang tidak Tergolongkan


Tabel 21.2-10
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Parasomnia yang Tidak Tergolongkan
1. Gangguan perilaku tidur REM: aktivitas motorik, sering dengan ciri kekerasan, yang
timbul saat tidur REM. Tidak seperti berjalan sambil tidur, episode ini cenderung
terjadi di akhir malam dan disertai dengan daya ingat yang jelas terhadap mimpi
2. Paralisis tidur; ketidakmampuan melakukan gerakan volunter selama transisi antara
keadaan terjaga dan tidur. Episode ini dapat terjadi saat onset tidur (hipnagogik) atau
saat bangun (hipnopompik). Episode ini biasanya disertai ansietas berat, dan pada
beberapa kasus, rasa takut akan kematian yang mengancam. Paralisis tidur terjadi
lebih lazim sebagai gejala tambahan dari narkolepsi dan pada kasus-kasus tersebut,
sebaiknya tidak diberi kode terpisah
3. Situasi ketika klinisi telah menyimpulkan adanya parasomnia tetapi tidak dapat
menentukan apakah hal ini merupakan kelainan primer, akibat kelainan klinis, atau
dicetuskan oleh zat

Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association; copyright
2000, dengan izin

BRUKSISME TERKAIT-TIDUR
Bruksisme, atau menggertakkan gigi, dapat terjadi saat bangun maupun saat tidur dan
masing-masing memiliki faktor penyebab yang berbeda3. Pada bruksisme terkait-tidur, hal ini
terjadi sepanjang malam, paling menonjol pada tahap 2. Menurut dokter gigi, 5 hingga 10
persen populasi mengalami bruksisme yang cukup berat untuk menimbulkan kerusakan yang
jelas pada gigi. Keadaan ini sering tidak diperhatikan oleh yang mengalami, kecuali rasa sakit
di rahang pada pagi hari, tetapi teman tidur atau teman sekamar terus-menerus terbangun
akibat bunyi tersebut. Terapi mencakup prosedur pemasangan dental bite plate dan ortodentik
korektif.

GANGGUAN PERILAKU TIDUR RAPID EYE MOVEMENT


Gangguan perilaku tidur REM adalah keadaan kronis dan progresif yang terutama
ditemukan pada laki-laki. Gangguan ini ditandai dengan hilangnya atonia saat tidur REM
dilanjutkan munculnya perilaku kekerasan dan kompleks. Intinya, pasien dengan gangguan
ini melakukan apa yang ada di mimpinya. Cedera berat pada pasien atau teman tidur adalah
risiko utama. Timbulnya perburukan gangguan dilaporkan pada pasien dengan narkolepsi
yang telah diterapi dengan psikostimulan dan obat trisiklik dan pada pasien dengan depresi
dan gangguan obsesif-kompulsif yang telah diterapi dengan fluoxetine (Prozac). Gangguan
perilaku tidur REM diterapi dengan clonazepam (Klonopin), 0.5 sampai 2.0 mg per hari.
Carbamazepine, 100 mg tiga kali sehari, juga efektif untuk mengendalikan gangguan ini.

BERBICARA SAMBIL TIDUR (SOMNILOQUY)


Berbicara sambil tidur lazim pada anak dan dewasa. Gangguan ini telah dipelajari
secara luas di laboratorium tidur dan ternyata terjadi pada semua tahap tidur. Isi pembicaraan
biasanya meliputi beberapa kata yang sulit dibedakan. Episode berbicara yang lama berisikan
mengenai kehidupan dan kekhawatiran orang yang mengalaminya, tetapi orang ini tidak
mengaitkan mimpi mereka selama tidur dan juga tidak sering mengungkapkan rahasia
tersembunyi. Episode berbicara sambil tidur kadang-kadang menyertai teror malam dan
berjalan sambil tidur. Berbicara sambil tidur saja tidak memerlukan terapi.

MEMBENTURKAN KEPALA TERKAIT TIDUR (JACTATIO CAPITIS


NOCTURNA)
Membenturkan kepala terkait tidur merupakan istilah untuk perilaku tidur terutama
terdiri atas membenturkan kepala ke depan ke belakang dengan ritmik, biasanya jarang,
membenturkan seluruh tubuh, terjadi tepat sebelum atau selama tidur. Biasanya, perilaku ini
diamati di dekat periode pratidur dan bertahan sampai tidur ringan. Perilaku ini jarang
bertahan sampai atau terjadi pada tidur NREM dalam. Terapi terdiri atas upaya untuk
mencegah cedera.

PARALISIS TIDUR
Paralisis tidur familial ditandai dengan ketidakmampuan mendadak untuk melakukan gerakan
volunter, baik tepat pada onset tidur atau saat terbangun di malam atau pagi hari.

GANGGUAN TIDUR AKIBAT GANGGUAN JIWA LAIN


DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan jiwa lain sebagai keluhan gangguan tidur yang
berkaitan dengan gangguan jiwa lain sebagai keluhan gangguan tidur yang disebabkan oleh
gangguan jiwa yang dapat didiagnosis tetapi cukup berat untuk memperoleh perhatian klinis.

INSOMNIA AKIBAT GANGGUAN JIWA LAIN (AKSIS I atau AKSIS II)


Insomnia yang terjadi selama sedikitnya 1 bulan dan jelas disebabkan gejala perilaku
dan psikologis gangguan jiwa yang dikenal baik secara klinis, digolongkan disini (Tabel
21.2-11). Kategori ini mencakup suatu kelompok keadaan yang heterogen. Masalah tidur
biasanya, tetapi tidak selalu, merupakan kesulitan untuk jatuh tertidur dan akibat ansietas
yang merupakan bagian dari berbagai gangguan jiwa yang masuk dalam daftar. Insomnia
lebih lazim pada perempuan daripada laki-laki. Pada kasus yang sangat jelas, yang
ansietasnya memiliki akar psikologis, terapi psikiatrik ansietas (cth., psikoterapi individual,
psikoterapi kelompok, atau terapi keluarga) sering meredakan insomnia.
Insomnia yang terkait dengan gangguan depresif berat melibatkan onset tidur yang
relatif normal tetapi disertai bangun berulang pada paruh kedua malam dan bangun sangat
dini di pagi hari, biasanya dengan mood yang tidak nyaman di pagi hari (pagi hari merupakan
waktu terburuk pada sebagian besar pasien gangguan depresif berat). Polisomnografi
menunjukkan berkurangnya tidur tahap 3 dan 4, sering disertai latensi REM singkat, dan
periode REM pertama yang lama. Penggunaan pengurangan tidur parsial atau total dapat
mempercepat respons terhadap obat anti-depresan.

Tabel 21.2-11
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Insomnia akibat Gangguan Jiwa Lain
A. Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, atau
tidur yang tidak menyegarkan, untuk sedikitnya 1 bulan, yang disertai kelelahan di
siang hari atau gangguan fungsi di siang hari
B. Gangguan tidur (atau gejala sisa di siang hari) menyebabkan penderitaan yang secara
klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
C. Insomnia dianggap terkait dengan gangguan aksis I atau II lain (cth., gangguan
depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh, gangguan penyesuaian ansietas) tetapi
cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis tersendiri
D. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur lain (cth., narkolepsi,
gangguan tidur terkait pernapasan, parasomnia)
E. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth.,
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association; copyright
2000, dengan izin

Hipersomnia akibat Gangguan Jiwa Lain (Aksis I atau II)


Hipersomnia yang terjadi untuk selama sedikitnya 1 bulan dan terkait dengan gangguan jiwa
ditemukan di dalam berbagai keadaan, termasuk gangguan mood. Rasa mengantuk di siang
hari yang berlebihan mungkin dilaporkan pada tahap awal banyak gangguan depresif ringan
dan secara khas pada fase depresi gangguan bipolar I. Untuk waktu yang singkat,
hipersomnia kadang-kadang disebabkan berkabung tanpa penyulit. Gangguan jiwa lain –
seperti gangguan kepribadian, gangguan disosiatif, gangguan somatoform, fugue disosiatif,
dan gangguan amnestik – dapat menyebabkan hipersomnia (Tabel 21.2-12). Terapi gangguan
primer tersebut harus memberikan perbaikan pada hipersomnia.

Tabel 21.2-12
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Hipersomnia akibat Gangguan Jiwa Lain
A. Keluhan yang dominan adalah rasa mengantuk yang berlebihan setidaknya 1 bulan
seperti adanya episode tidur lama atau episode tidur siang yang terjadi hampir setiap
hari
B. Rasa mengantuk yang berlebihan menyebabkan penderitaan yang secara klinis
bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain
C. Hipersomnia dianggap terkait dengan gangguan Aksis I atau II lain (cth., gangguan
depresif berat, gangguan distimik) tetapi cukup berat sehingga memerlukan perhatian
klinis tersendiri
D. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur lain (cth., narkolepsi,
gangguan tidur terkait pernapasan, parasomnia) atau kurang tidur
E. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth.,
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association; copyright
2000, dengan izin

GANGGUAN TIDUR LAIN


DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan tidur yang disebabkan oleh keadaan medis sebagai
keluhan gangguan tidur akibat efek fisiologis keadaan medis pada sistem tidur-bangun.
Gangguan tidur terkait zat muncul akibat penggunaan atau penghentian penggunaan suatu
zat.

Gangguan Tidur akibat Keadaan Medis Umum


Setiap gangguan tidur (cth., insomnia, hipersomnia, parasomnia atau kombinasi) dapat
disebabkan oleh keadaan medis umum (Tabel 21.2-13). Hampir setiap keadaan medis yang
disertai rasa nyeri atau tidak nyaman (cth., artritis atau angina) dapat menimbulkan insomnia.
Beberapa keadaan disertai insomnia bahkan ketika rasa nyeri dan tidak nyaman tidak khas
muncul. Keadaan-keadaan ini mencakup neoplasma, lesi vaskular, dan keadaan degeneratif
serta traumatik. Keadaan lain, terutama penyakit endokrin dan metabolik, sering meliputi
beberapa gangguan tidur. Mewaspadai kemungkinan adanya keadaan tersebut serta
melakukan anamnesis medis yang baik biasanya dapat membawa diagnosis yang tepat.
Terapinya, kapanpun memungkinkan adalah penatalaksanaan keadaan medis yang mendasari.

Tabel 21.2-13
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Tidur Akibat Keadaan Medis Umum
A. Gangguan tidur menonjol yang cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis
tersendiri
B. Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa
gangguan tidur merupakan akibat fisiologis langsung suatu keadaan medis umum
C. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lain (cth: gangguan
penyesuaian yang stresornya adalah penyakit medis serius)
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama onset delirium
E. Gangguan ini tidak memenuhi kriteria gangguan tidur terkait pernapasan atau
narkolepsi
F. Gangguan tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya
fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
Tentukan tipenya:
Tipe insomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah insomnia.
Tipe hipersomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah hipersomnia.
Tipe parasomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah parasomnia.
Tipe campuran: jika terdapat lebih dari satu gangguan tidur dan tidak ada yang
dominan.
Catatan kode: masukkan nama keadaan medis umum pada aksis i. Cth: gangguan medis
akibat penyakit paru obstruktif tipe insomnia; juga beri kode keadaan medis umum pada aksis
III
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association; copyright
2000, dengan izin

Bangkitan Epileptik Terkait Tidur


Hubungan antara tidur dan epilepsi cukup rumit. Gangguan tidur, apnea tidur khususnya,
dapat memperburuk bangkitan. Bangkitan, pada gilirannya, dapat mengganggu struktur tidur,
terutama REM. Ketika bangkitan hampir selalu terjadi saat tidur, keadaan ini disebut epilepsi
tidur.

Sakit Kepala Cluster Terkait Tidur dan Hemikrania Paroksismal Kronik


Sakit kepala cluster terkait tidur adalah sakit kepala unilateral berat yang sering timbul saat
tidur dan ditandai dengan pola serangan on-off. Hemikrania paroksismal kronik adalah sakit
kepala unilateral sejenis yang terjadi setiap hari dengan onset yang lebih sering tetapi hanya
berlangsung singkat dan tanpa distribusi tidur yang lebih besar. Kedua tipe sakit kepala
vaskular tersebut merupakan contoh keadaan yang diperberat oleh tidur dan muncul
sehubungan dengan periode tidur REM; hemikrania paroksismal sebenarnya adalah tidur
REM yang terkunci.
Sindrom Menelan Abnormal Terkait Tidur
Sindrom menelan abnormal merupakan suatu keadaan saat tidur dengan penelanan yang tidak
adekuat sehingga mengakibatkan aspirasi saliva, batuk, dan tersedak. Sindrom ini disertai
dengan terbangun yang singkat dan silih berganti.

Asma Terkait Tidur


Asma yang diperberat oleh tidur pada beberapa orang dapat menimbulkan gangguan tidur
yang signifikan.

Gejala Kardiovaskular Terkait Tidur


Gejala kardiovaskular terkait tidur berasal dari gangguan irama jantung, inkompetensi
miokardial, insufisiensi arteria koronaria dan variabilitas tekanan darah, yang dapat
dicetuskan atau diperberat oleh fisiologi kardiovaskular yang diubah oleh tidur atau yang
dimodifikasi oleh keadaan tidur.

Refluks Gastroesofagus Terkait Tidur


Refluks gastroesofagus terkait tidur merupakan suatu gangguan berupa pasien terbangun dari
tidur merupakan suatu gangguan berupa pasien terbangun dari tidur dengan rasa nyeri
terbakar di substernal atau rasa nyeri menyeluruh atau rasa sempit di dada atau rasa pahit di
rmulut. Batuk, tersedak, dan rasa tidak nyaman pernapasan yang samar juga dapat terjadi
berulang.

Hemolisis Terkait Tidur (Hemoglobinuria Nokturnal Paroksismal)


Hemoglobinuria nokturnal paroksismal adalah anemia hemolitik kronis didapat yang jarang,
berupa adanya hemolisis intravaskular yang menimbulkan hemoglobinemia dan
hemoglobinuria. Hemolisis dan hemoglobinuria yang ditimbulkan dipercepat saat tidur, dan
urine pagi hari berwarna merah kecoklatan. Hemolisis berkaitan dengan periode tidur, bahkan
jika periode digeser.

Gangguan Tidur yang Dicetuskan Zat


Setiap gangguan tidur (cth., insomnia, hipersomnia, parasomnia atau kombinasi) dapat
disebabkan oleh suatu zat (Tabel 21.2-14). Menurut DSM-IV-TR, klinisi juga harus merinci
apakah onset gangguan terjadi saat intoksikasi atau putus zat.
Somnolen yang berkaitan dengan dengan toleransi atau putus zat akibat stimulan sistem
saraf pusat lazim terjadi pada orang-orang dengan putus zat amfetamin, kokain, kafein dan
zat terkait. Somnolen dapat dikaitkan dengan depresi berat, yang kadang-kadang mencapai
proporsi bunuh diri. Penggunaan depresan SSP yang berlangsung lama, seperti alkohol, dapat
menyebabkan somnolen. Penggunaan alkohol berat di sore hari menimbulkan rasa
mengantuk dan kesulitan bangun keesokan harinya. Reaksi ini dapat memberikan masalah
diagnostik ketika pasien tidak mengakui penyalahgunaan alkohol.
Insomnia dikaitkan dengan toleransi atau putus obat sedatif-hipnotik, seperti
benzodiazepine, barbiturat, dan kloral hidrat. Dengan penggunaan agen tersebut dalam waktu
lama – biasanya dilakukan untuk menerapi insomnia akibat sumber-sumber yang berbeda –
toleransi meningkat, dan obat kehilangan efek mencetuskan tidur; pasien kemudian sering
meningkatkan dosis. Pada penghentian obat secara tiba-tiba, keadaan tidak dapat tidur yang
parah mencuat, sering disertai ciri umum putus zat. Secara khas, pasien mengalami
peningkatan sementara keparahan insomnia.
Penggunaan agen hipnotik jangka-panjang (lebih dari 30 hari) ditoleransi dengan baik
oleh sejumlah pasien, tetapi yang lainnya mulai mengeluhkan gangguan tidur, paling sering
bangun singkat multiple di malam hari. Perekaman menunjukkan gangguan arsitektur tidur,
berkurangnya tidur tahap 3 dan 4, meningkatnya tidur tahap 1 dan 2, serta fragmentasi tidur
sepanjang malam. Klinisi harus waspada akan stimulan SSP sebagai penyebab yang mungkin
untuk insomnia dan harus ingat bahwa berbagai obat untuk menurunkan berat badan,
minuman yang mengandung kafein, dan obat adrenergik yang digunakan sekali-sekali oleh
pasien asmatik semuanya dapat menimbulkan insomnia ini. Alkohol dapat membantu
mencetuskan tidur tetapi sering menyebabkan bangun di malam hari. Penggunaan alkohol di
sore hari dapat menimbulkan kesulitan untuk jatuh tertidur di malam hari.
Untuk alasan yang tidak selalu jelas, beragam obat kadang-kadang menimbulkan
masalah tidur sebagai efek samping. Obat ini mencakup antimetabolit dan agen
kemoterapeutik kanker lain, sediaan tiroid, agen antikonvulsan, obat antidepresan, obat mirip
hormon adrenokortikotropik (ACTH), kontrasepsi oral, α-metildopa, dan antagonis reseptor
β-adrenergik.
Agen lain tidak menimbulkan gangguan tidur saat digunakan, tetapi memiliki efek ini
setelah putus zat. Hampir setiap obat dengan agen sedasi atau tranquilizer, termasuk saat ini
benzodiazepine, phenothiazine, obat trisiklik sedasi, dan berbagai narkotika, termasuk
marijuana dan opioid, dapat memiliki efek ini.
Alkohol adalah depresan SSP dan menimbulkan masalah serius dengan depresan SSP
lain, saat pemberian – mungkin terkait dengan timbulnya toleransi – dan setelah putus zat.
Insomnia setelah mengonsumsi alkohol jangka panjang kadang-kadang berat dan berlangsung
selama beberapa minggu atau lebih lama. Klinisi sebaiknya tidak memberikan obat yang
berpotensi menimbulkan ketergantungan pada pasien yang baru saja pulih dari
ketergantungan; jika mungkin, obat tidur harus dihindari.
Di antara para perokok, kombinasi ritual relaksasi dan kecenderungan dosis rendah
nikotin untuk menyebabkan sedasi sebenarnya dapat membantu tidur, tetapi dosis tinggi
nikotin dapat mengganggu tidur, terutama onset tidur. Perokok secara khas tidur lebih sedikit
daripada orang yang tidak merokok. Putus zat nikotin dapat menyebabkan pusing atau
terbangun dari tidur.

Tabel 21.2-14
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Tidur yang Dicetuskan Zat
A. Gangguan tidur yang menonjol dan cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis
tersendiri
B. Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium baik (1)
atau (2):
1) Gejala pada kriteria a terjadi selama, atau dalam sebulan sejak, intoksikasi
atau putus zat.
2) Penggunaan obat secara etiologis terkait dengan gangguan tidur
C. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur yang bukan dicetuskan
zat. Bukti bahwa gejala sebaiknya disebabkan oleh gangguan tidur yang bukan
dicetuskan zat dapat mencakup hal berikut: gejala mendahului onset penggunaan zat
(atau penggunaan obat), gejala berlangsung untuk suatu periode waktu tertentu (cth:
sekitar satu bulan) setelah penghentian dari putus zat akut atau intoksikasi berat atau
sangat berlebihan jika mengingat jenis atau jumlah zat yang digunakan. Atau durasi
penggunaannya; atau terdapat bukti lain yang mengesankan adanya gangguan tidur
yang dicetuskan oleh bukan zat tersendiri (cth: riwayat episode yang terkait dengan
bukan zat)
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan delirium
E. Gangguan tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya
fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
Catatan: diagnosis harus ditegakkan selain diagnosis intoksikasi atau putus zat hanya jika
gejala tidur berlebihan dengan gejala yang biasanya dikaitkan dengan sindrom intoksikasi
atau putus zat dan jika gejala cukup berat sehingga membutuhkan perhatian klinis
tersendiri.
Kode gangguan tidur yang dicetuskan oleh zat-(sebutkan zatnya)
Alkohol, amfetamin, kafein, kokain, opioid, sedatif, hipnotik, atau ansiolitik, zat
lainnya (atau tidak diketahui)

Tentukan tipenya:
Tipe insomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah insomnia.
Tipe hipersomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah hipersomnia.
Tipe parasomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah parasomnia.
Tipe campuran: jika terdapat lebih dari satu gangguan tidur dan tidak ada yang
dominan.

Tentukan jika:
Dengan onset saat intoksikasi: jika kriteria terpenuhi untuk intoksikasi dengan zat dan
gejala timbul selama sindrom intoksikasi.
Dengan onset saat putus zat: jika kriteria terpenuhi untuk intoksikasi untuk putus zat
dan gejala timbul selama, atau segera setelah sindrom putus zat
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association; copyright
2000, dengan izin

1. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC. 2010
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 1995
3. Prasad, Krishna et. al. A Review of Current Concepts in Bruxism – Diagnosis and
Management. Diunduh dari: www.nitte.edu.in/journal/December 2014/131.pdf
tanggal 7 Desember 2016.

Anda mungkin juga menyukai