Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS PARU


PADA ANAK

.
Dosen Pembimbing:
Kusmini S, M.Kep.Sp. Kep. An

Disusun Oleh:
1. Intan Silvia Anjela (P27820416009)
2. Fitri Subagja (P27820416029)
3. Efadwi Rusdiana (P27820416080)

Tingkat II-A

POLTEKKES KEMENKES SURBAYA


PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS
SIDOARJO
TAHUN AJARAN 2017-2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang senantiasa melimpahkan kasih
sayang kepada segenap makhluk-Nya, termasuk pada kami, sehingga makalah yang
berjudul “Laporan Pendahuluan Penyakit Tuberculosis Pada Anak” ini dapat
terselesaikan tanpa suatu halangan yang sebelumnya kami perkirakan cukup berarti.
Makalah ini disusun dengan tujuan menginformasikan tentang proses belajar
mahasiswa.
Keberhasilan penyusunan makalah ini tidak lepas dari kerjasama berbagai pihak.
Oleh sebab itu, pantas kiranya kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Allah SWT Yang telah meridhoi pembuatan makalah dengan baik.
2. Dr. Luluk Widarti S.Kep,Ns M.Kes selaku Kepala Prodi D3 Keperawatan Kampus
Sidoarjo atas bantuannya baik yang berupa moril maupun materiil.
3. Bapak dan ibu dosen yang telah membimbing kami dalam menuntut ilmu di Prodi D3
Keperawatan Kampus Sidoarjo.
4. Ibu Kusmini S, M.Kep.Sp. Kep. An selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah atas saran dan arahannya dalam penyusunan makalah ini.
5. Teman-teman dan berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung
membantu menyelesaikan makalah ini.
Sebagai manusia biasa, kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat
banyak kesalahan, kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan
saran saudara sekalian sangat kami harapkan untuk dapat menjadi korektor, motivator dan
kontrol bagi kami.
Kami berharap semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberi manfaat bagi
berbagai kalangan terutama bagi para mahasiswa dalam memahami materi makalah ini.

Sidoarjo, 16 Maret 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat
sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat
sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi
infeksiMycobacterium tuberculosis. Data umum tuberkulosis pada anak tidak
mudah. Penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian tuberkulosis
anak. Kriteria masalah tuberkulosis di suatu negara adalah kasus BTA positif per satu juta
penduduk. Jadi sampai saat ini belum ada satu negara pun yang bebas dari tuberkulosis.TB
merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi BCG
pada a n a k d a n p e n g o b a t a n s u m b e r i n f e k s i , ya i t u p e n d e r i t a T B d e w a s a .
D i s a m p i n g i t u d e n g a n adanya penyakit HIV maka perhatian pada penyakit TB harus
lebih ditingkatkan. A n a k b i a s a n ya t e r t u l a r T B a t a u j u g a d i s e b u t m e n d a p a t
i n f e k s i p r i m e r T B , a k a n membentuk imunitas sehingga uji tuberkulin akan menjadi
positif. Tidak semua anak yang terinfeksi TB primer ini akan sakit TB (Nurul Najwa
Kamel, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tuberkulosis?
2. Apa saja etiologi dari tuberkulosis?
3. Bagaimana patofisiologi tuberkulosis?
4. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit tuberkulosis?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada klien tuberkulosis?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis tuberkulosis?
7. Bagaimana teori asuhan keperawatan pada klien tuberkulosis?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari tuberkulosis.
2. Memahami apa saja etiologi dari tuberkulosis.
3. Memahami bagaimana patofisiologi tuberkulosis.
4. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit tuberkulosis
5. Mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada klien
tuberkulosis
6. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis bagi klien tuberkulosis
7. Memahami teori asuhan keperawatan pada klien tuberkulosis.
BAB II
ISI

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS PARU PADA ANAK

1. Pengertian TBC
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculusis dan micobacterium bovis( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.
Jakarta:EGC )
Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium
tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme
patogen maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainya.( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam
kebidanan. Jakarta : CV. trans info media ).
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman / bakteri
Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru – paru dan
sebagianlagi dapat menyerang di luar paru – paru, seperti kelenjar getah bening(kelenjar),
kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagianya.( Alimul. A. Aziz, Hidayat.
2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya : salemba medika )

2. Etiologi
Tuberkulosis anak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui
percikan dahak (droplet nuclei) yang dibatukkan. Jika hanya bersin atau tukar-menukar
piring atau gelas minum tidak akan terjadi penularan( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak
Sakit. Jakarta : EGC )
 Merokok pasif
Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga
meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel,
misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan
kemampuan penyerapan sel dan pembuluh darah.( Ngastiyah. 2005. Perawatan
Anak Sakit. Jakarta : EGC )

Faktor Risiko TBC anak

 Resiko infeksi TBC


Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah
endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat.
Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius.
Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi
jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas
pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat
serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak
baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa
disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman
TBC sangat jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk.
Walaupun terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum
pun, kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada
sektret endobrokial anak.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

 Resiko Penyakit TBC


Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi
menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna
(imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring
pertambahan usia.
Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC,
sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja
15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami
TBC diseminata dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi .
Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis. Status sosial
ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan
pendidikan yang rendah.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

Berdasarkan tipe infeksi

 Infeksi primer.
TBC paru primer (infeksi pertama dengan bakteri TBC). Pada anak yang usianya
lebih dewasa, biasanya tidak menimbulkan tanda atau gejala, dan hasil foto rontgen dada
tidak terlihat adanya tanda infeksi. Sangat jarang terjadi pembengkakan kelenjar limfe
dan kemungkinan sedikit batuk.
Infeksi primer ini biasanya sembuh dengan sendirinya karena anak telah
membentuk kekebalan tubuh selama periode waktu 6 hingga 10 minggu. Namun pada
beberapa kasus, jika tidak ditangani dengan benar (biasanya antara 6 bulan hingga 2
tahun), infeksi ini dapat berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru-
paru (disebut TBC progresif)
( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ) .

 Infeksi progresif (TBC progresif)


Infeksi primer yang berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru-
paru, atau ke organ tubuh lainnya. Hal ini ditandai dengan demam, kehilangan berat
badan, kelelahan, kehilangan selera makan, kesulitan bernafas, dan batuk.( Maryunani
anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media ).

 Infeksi reaktivasi ( TBC reaktivasi)


Dalam hal ini infeksi primer sudah teratasi, namun bakteri TBC masih dalam
keadaan tidur atau hibernasi. Ketika kondisi memungkinkan (misalnya kekebalan tubuh
menurun), bakteri menjadi aktif. TBC pada anak yang lebih tua dan orang dewasa
mungkin saja termasuk tipe ini. Gejala yang paling jelas adalah demam terus-menerus,
diiringi dengan keringat pada malam hari. Kelelahan dan kehilangan berat badan juga
mungkin terjadi. Jika penyakit bertambah parah dan terbentuk lubang-lubang pada paru-
paru, penderita TBC akan mengalami batuk dan mungkin terdapat darah pada produksi
air liur, dahak, atau phlegm.
( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

3. Patofisologi
Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular. Pada TBC
anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di dalam kelenjar,
tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat
lubang untuk keluar melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya
mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-
paru.( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans
info media ).
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung, seperti saat
batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini diantaranya adalah sebagai berikut:
tuberculosis paru primer dan tuberculosis post primer.
Tuberculosis primer sering terjadi pada anak, proses ini dapat dimulai dari proses
yang disebut droplet nuklei, yaitu statu proses terinfeksinya partikel yang mengandung
dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada
permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan
sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke dalam alveolar spase.
Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini terjadi pada pasien yang sebelumnya
terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis( Maryunani anik. 2010. ilmu
kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media ).
Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui terhirupnya
nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari seseorang yang
terinfeksi. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas yang
diperantarai oleh sel dengan sel elector berupa makropag dan limfosit (biasanya sel T)
sebagai sel imuniresponsif. Tipe imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag pada
bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan limfokin mereka, responya berupa reaksi
hipersentifitas selular (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolar
membangkitkan reaksi peradangan yaitu ketika leukosit digantikan oleh makropag.
Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi dan timbal pneumobia akut, yang dapat
sembuh sendiri sehingga tidak terdapat sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus dengan
bakteri di dalam sel-sel (Price dan Wilson, 2006).
Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah bening regional dan
infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit.
Nekrosis sel menyebabkan gambaran keju (nekrosis gaseosa), jeringan grabulasi yang
disekitarnya pada sel-sel epitelloid dan fibroblas dapat lebih berserat, membentuk
jatingan parut kolagenosa, menghasilkan kapsul yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer
pada paru dinamakan fokus ghon, dan kombinasi antara kelenjar getah bening yang
terlibat dengan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
kalsifikasi dapat terlihat dalam pemeriksaan foto thorax rutin pada seseorang yang sehat
Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien menunjukkan demam
tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri
dada dan batuk menetal. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat
berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis
dapat mempunyai manifestasi atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan
perubahan status mental, demam , anorexia dan penurunan berat badan. Basil
tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman.
 Patogenesis penyakit tuberkulosis pada anak terdiri atas :

1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe
akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut
sebagai kompleks primer predileksinya disemua lobus, 70% terletak subpelura. Fokus
primer dapat mengalami penyembuhan sempurna, kalsifikasi atau penyebaran lebih
lanjut.

Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar
4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC2. Meskipun demikian,
ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang
kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya
dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi,
yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6
bulan.

2. TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)


TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi
primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi
yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura.

4. Manifestasi Klinik
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada
saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa
bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap
berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat
badan turun tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru
muncul gambaran vlek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul
gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul.
Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-
nya tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul,
bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang
berbahaya dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.( Ngastiyah. 2005. Perawatan
Anak Sakit. Jakarta : EGC )
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC adalah
kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC
(dewasa) tidak begitu sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak
langsung dengan mikroskop atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat
sulit, karena tidak mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa
dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk
mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC
anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC
dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak positif TBC

 Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):

1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG
sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini
juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.
2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan setiap
bulan berkurang.
3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun ada,
setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
4. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau
tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga
kemungkinan anak terkena TBC.
5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai
sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya
pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan
sebagainya.
6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang
khas.
7. Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin (Mantoux
Test, MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika hasilnya lebih
dari 10 mm. Tetapi, pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada TBC,
hasilnya biasanya negatif, karena tidak memberikan reaksi terhadap
MT.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )( Ngastiyah.
2005 )
8. skrining tuberkulosis pada anak antara lain :
Sesungguhnya mendiagnosa tuberculosis pada anak, terlebih pada anak-anak
yang masih sangat kecil, sangat sulit.
Diagnosa tepat TBC tak lain dan tak bukan adalah dengan menemukan
adanya Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan aktif dalam
tubuh suspect TB atau orang yang diduga TBC. Caranya? Yang paling mudah
adalah dengan melakukan tes dahak. Pada orang dewasa, hal ini tak sulit
dilakukan. Tapi lain ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi yang
masih usia balita, belum mampu mengeluarkan dahak. Karenanya, diperlukan
alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak.( Ngastiyah. 2005. Perawatan
Anak Sakit. Jakarta : EGC )
Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak spesifik
(khas). Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB, padahal
sebenarnya tidak. Atau underdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau malah sakit TB
tetapi tidak terdeteksi sehingga tidak memperoleh penanganan yang tepat.
Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1 atau 2 tes saja,
melainkan harus komprehensif. Karena tanda-tanda dan gejala TB pada anak sangat sulit
dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan anak terinfeksi oleh kuman TB, adalah
melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya menunjukkan apakah
seseorang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis atau tidak, dan sama sekali bukan untuk
menegakkan diagnosa atas penyakit TB. Sebab, tidak semua orang yang terinfeksi
kuman TB lalu menjadi sakit TB.
Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu setelah
terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai bereaksi. Ketika pada saat
terinfeksi daya tahan tubuh orang tersebut sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada
lagi infeksi dalam tubuh. Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif
tetapi bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan gejala. Atau
pada orang lainnya lagi, bakteri tetap aktif dan orang tersebut menjadi sakit TB.
Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC,
yang telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit pada
lengan bawah. Lalu, 48 sampai 72 jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya
untuk diukur. Yang diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang
terbentuk, bukan warna kemerahannya (erythema). Ukuran dinyatakan dalam milimeter,
bukan centimeter. Bahkan bila ternyata tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis
sebagai 0 mm.
Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter indurasi
berukuran sama dengan atau lebih dari 10 mm. Namun, untuk bayi dan anak sampai usia
2 tahun yang tanpa faktor resiko TB, dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15
mm atau lebih. Hal ini dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru
lahir, masih kuat. Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak
dengan HIV, sudah dianggap positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih.

Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu (anergi),
artinya hasil negatif padahal sesungguhnya terinfeksi kuman TB. Anergi dapat terjadi
apabila anak mengalami malnutrisi berat atau gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan
anergi), sistem imun tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat
tertentu, baru saja divaksinasi dengan virus hidup, sedang terkena infeksi virus, baru saja
terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes Mantoux yang kurang benar. Apabila dicurigai
terjadi anergi, maka tes harus diulang.

5. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik termasuk sebagai bagian dari proses
pengumpulan data perawat harus waspada terhadap hasil pemeriksaan signifikan yang
membutuhkan pelaporan pada dokter dan atau melakukan intervensi keperawatan
khusus.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )
Beberapa pemeriksaan digunakan untuk mendiagnosa penyakit, sementara yang
lainnya sangat berguna dalam mengikuti perjalanan penyakit atau penyesuaian terapi
pada banyak kasus hubungan antara pemeriksaan fisik dengan patofisiologi penyakit
cukup jelas, tetapi pada kasus lain tidak jelas, hal ini merupakan interelasi antara
berbagai organ dan sistem tubuh.
Pemeriksaan dignostik pada penderita tuberkulosis antara lain :

1. Uji Tuberkulin merupakan uji paling penting untuk menentukan apakah anak
sudah terinfeksi tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang dianjurkan adalah Uji
Mantoux,yang menggunakan derifat protein murni (PPD, Purified protein
derifatif). Dosis standar adalah 5 unit tuberkulin dalam 0,1 ml larutan, di injeksi
secara intradermal. Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah
penyuntikan dan di ukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Hasil
dianggap positif bila terdapat indurasi dengan 5 mm keatas, bila 4 mm negatif, 5-
9 mm masih dianggap meragukan, tetapi jika 10 mm keatas jelas
positif.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara
rutin dilakukan foto rontgen paru, dan untuk diagnosis tidak cukup hanya pemeriksaan
radiologis tetapi diperlukan juga data klinis.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.
Jakarta : EGC )

3. Pemeriksaan bakteriologis
Ditemukannya basil tuberkulosis akan memastikan diagnosis tuberkulosis.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah :
 Bilasan lambung
 Sekret bronkus
 Sputum (pada anak yang besar)
 Cairan pleura

4. Uji bcg
Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin. Bila
ada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu
kurang dari 7 hari setelah penyuntikan berarti perlu dicurigai adanya tuberkulosis. Pada
anak dengan tuberkulosis BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan
besar oleh karena itu, reaksi BCG dapat dijadikan alat diagnostik.

Vaksin BCG diletakkan pada ruang/tempat bersuhu 200C-80C serta pelindung dari
cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal atau
intrakutan pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bayi usia muda
yang mungkin sulit menerima injeksi terdermal. Dosis yang digunakan sebagai berikut :
 Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu dosis vaksin
BCG sebanyak 0,05 mg.
 Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis vaksin BCG
sebanyak 0,1 mg( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )

6. Komplikasi

 Penyakit paru primer pogresif


Komplikasi infeksi tuberkulosis serius tetapi jarang terjadi pada anak bila fokus
primer membesar dengan mantap dan terjadi pusat perkejuan yang besar.
Pencarian dapat menyebabkan pembentukan kaverna primer yang disertai dengan
sejumlah besar basili. Pembesaran fokus dapat melepaskan debris nekrotik
kedalam bronkus yang berdekatan, menyebabkan penyebaran intrapulmonal lebih
lanjut.
 Efusi pleura
Efusi pleura tuberkulosis yang dapat lokal dan menyeluruh, mula-mula keluarnya
basili kedalam sela pleura dari fokus paru sub pleura atau limfonodi
 Perikarditis
Perikarditis biasanya berasal dari infasi langsung atau aliran limfe dari limponodi
subkranial.
 Meningitis
Meningitis tuberkulosa mengkomplikasi sekitar 0,3% infeksi primer yang tidak
diobati pada anak. Kadang-kadang meningitis tuberkulosa dapat terjadi beberapa
tahun setelah infeksi primer, bila robekan satu atau lebih tuberkel subependimal
menegeluarkan basil tuberkel kedalam ruang subarakhnoid.
 Tuberkulosis Tulang
Infeksi tulang dan sendi yang merupakan komplikasi tuberkulosis cenderung
menyerang vetebra. Manifestasi klasik spondilitis tuberculosa berkembang
menjadi penyakit Pott, dimana penghancuran corpus vertebra menyebabkan
gibbus dan kifosis. Tuberkulosis skeletona adalah komplikasi tuberkulosis lambat
dan menjadi perwujudan yang jarang sejak terapi antituberkulosis
tersedia.( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta :
CV. trans info media ).

7. Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologi
 Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, diberikan satu kali sehari per
oral, diminum dalam keadaan lambung kosong, diberikan selama 6-9 bulan
 INH (isoniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif
ekstraseluler dan basil didalam makrofag. Dosis INH 10-20/kgBB/hari per oral,
lama pemberian 18-24 bulan
 Pirazinamid, bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler, dosis 30-35
mg/kgBB/hari per oral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan.
 Etambutol, dosis 20 mg/kgBB/hari dalam keadaan lambung kosong, 1 kali sehari
selama 1 tahun.
 Kortikosteroid, diberikan bersama-sama dengan obat antituberkulosis yang
masih sensitif, diberikan dalam bentuk kortison dengan dosis 10-15
mg/kgBB/hari. Kortikosteroid di berikan sebagai antiflogistik dan ajuvan pada
tuberkulosis milier, meningitis serosa tuberkulosa, pleuritis tuberkulosa,
penyebaran bronkogen, atelektasis, tuberkulosis berat atau keadaan umum yang
buruk.( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta :
CV. trans info media ).

b. Non farmakologi
 Memberikan posisi ektensi ( kepala lebih tinggi dari badan )
 Melakukan postural drainase
 Melakukan suction untuk mengeluarkan dahak
 pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien agar tidak
terjadi penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya
 memantau kepatuhan ibu dalam memberikan obat kepada anaknya( Maryunani
anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media ).

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identitas data
Identitas Data Umum (selain identitas klien: nama tempat tanggal lahir, usia,
agama, jenis kelamin, juga identitas orangtua; nama orangtua, pendidikan, dan pekerjaan)
b. Medis
TB Paru
c. Riwayat keperawatan sekarang
1) Saat masuk Rumah Sakit
Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit).
2) Saat pengkajian
Keluhan utama : Keluhan yang dialami pasien saat dilakukan pengkajian meliputi
PQRST (palliative, quantitatif, region, scale, timing)
3) Keluhan penyerta
Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama. Tanda dan gejala klinis TB serta
terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan
sub mandibula

d. Riwayat kehamilan dan kesehatan


1) Pre Natal
Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama hamil)
2) Intra Natal
Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput
sesadonium, bayi menderita cepal hematom
3) Post Natal
kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia icterus

e. Riwayat masa lalu

 Penyakit waktu kecil


Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang
lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi
pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi
tidak sembuh? Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?)
 Pernah di rawat di Rumah Sakit
Tanyakan apakah sakit yang dialami di waktu kecil sampai membuat pasien dirawat
dirumah sakit, jika ia, apakah keadaannya parah atau seperti apa.
 Obat-obatan yang pernah digunakan
Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui, agar kerja obat
serta efek samping yang timbul dapat di ketahui. Pemberian antibiotik dalam jangka
panjang perlu di identifikasi
 Tindakan (operasi)
Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada bagian apa, atas
indikasi apa
 Alergi
Apakah mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara atau makanan
 Kecelakaan
Pernah mengalami kecelakaan ringan sampai hebat sebelumnya, apabila
mengalami kecelakaan apakah langsung di beri tindakan, atau di bawa berobat ke dokter
atau hanya di diamkan saja
 Imunisasi
a) Imunisasi aktif : merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan
membuat zat antibody yang akan bertahan bertahun-tahun lamanya. Imunisasi
aktif ini akan lebih bertahan lama daripada imunisasi pasif
b) Imunisasi pasif : disini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi
tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan bahan atau serum
yang telah mengandung zat anti. Atau anak tersebut mendapatkannya dari ibu
pada saat dalam kandungan
1) Vaksin BCG ( Bacillus Calmet Guirnet )
2) Vaksin campak
3) Vaksin polio
4) Vaksin DPT ( Difetri Pertusis Tetanus )
5) Vaksin toxoid difetri

f. kebutuhan dasar (11 Pola Fungsi Gordon)


 Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri
bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
 Pola nutrisi metabolic
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemaksubkutan
 Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.
 Pola tidur dan istirahat
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah, nyeri
bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
 Pola aktivitas dan latihan
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek),
sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari
Objektif : Tachicardi, tachipneu/dispneu saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;
infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang
timbul
 Pola persepsi kognitif
Subjektif : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular
Objektif : Perubahan pola biasa dalam tahap/perubahan kapasitas fisik
 Pola persepsi dan konsep diri
Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan
masalah pada anak
Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus.
 Pola peran hubungan dengan sesama
a. Yang mengasuh anak
Hubungan keluarga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Siapa yang
lebih intensif dan secara konstan menekankan perkembangan, pertumbuhan si
anak dapat mempengaruhi perilaku, sikap dan pengontrolan emosi serta
perkembangan anak
b. Hubungan dengan anggota keluarga
Keluarga diharapkan untuk dapat lebih menekankan perkembangan individu
setiap anaknya, kemudian orangtua akan lebih intensif dan secara konstan
menekankan harapan keluarga terhadap anaknya
c. Hubungan dengan teman sebaya
Terciptanya hubungan yang hangat dengan teman sebayanya akan berpengaruh
besar terhadap perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak
d. Lingkungan rumah
Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah),
pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga
yang banyak), pola sosialisasi anak.
 Pola koping dan toleransi terhadap stres
Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan
masalah pada anak
Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus.
 Pola reproduksi dan seksualitas
Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah.
 Pola nilai dan kepercayaan
Pada anak biasanya belum begitu paham, tapi bagi orang tua biasnya akan
menyerahkan pada Tuhan dan selalu berdoa untuk kesembuhan keluarganya
 Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
pada umumnya pasien tuberkulosis anak yang berobat sering ditemukan sudah
dalam keadaan lemah, pucat, kurus dan tidak bergairah
2) Tanda-tanda vital
sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat lama atau naik turun,
nafas cepat dan pendek, saat badan demam atau panas biasanya tekanan nadi anak
menjadi tachicardi
3) Antropometri
Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta berat badan.
4) Pemeriksaan fisik
1. Kepala : kaji bentuk kepala, kebersihan rambut
2. Mata : kaji bentuk mata, konjungtiva, sklera, pupil
3. Hidung : terdapat cuping hidung atau tidak, ada penumpukkan sekret atau tidak,
simetris tidak.
4. Mulut : kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi yang tumbuh
5. Telinga : kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata, ada cairan atau tidak,
uji pendengaran anak
6. Leher : Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan
sub mandibula.
7. Dada : Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk
purulen (menghasilkan sputum).
8. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru.
9. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura.
10. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot
dan kering diwaktu malam hari.
11. Perut : kaji bentuk perut, bising usus
12. Ekstermitas : kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah, apakah ada kelemahan
13. Kulit : Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
14. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,
15. inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses.
16. Genetalia : kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji bentuk, skrotum
sudah turun atau belum, apakah lubang ureter ditengah
h. Pemeriksaan tingkat perkembangan untuk anak usia < 6 tahun

Motorik kasar : sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain
Motorik halus : sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari ke lubang,
membuka kotak, melempar benda

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Hypertermi
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia
4. Intoleransi aktivitas b.d. keadaan umum lemah
5. Kecemasan b.d. kurang pengetahuan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap
merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.

2. TBC pada anak masih merupakan penyakit mayor yang menyebabkan kesakitan.

3. Besarnya kasus TBC pada anak di Indonesia masih relatif sulit diperkirakan.

4. Diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik atau
pemeriksaan penunjang tunggal. Selain alur diagnostik, terdapat pedoman diagnosis
dengan menggunakan sistem skoring.

5. Gambaran klinis TBC pada anak: badan turun, Nafsu makan turun, demam tidak tinggi
dapat disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak
sakit, batuk lama lebih dari 30 hari.
6. Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm pada gizi
buruk. Uji tuberkulin positif menunjukkan TBC.

7. Tatalaksana TBC pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
antara pemberian medikamentosa, penataaan gizi dan lingkungan sekitarnya

8. Obat TBC yang digunakan yaitu Obat TBC utama (first line) rifampisin, INH,
pirazinamid, etambutol, dan streptomisin.Obat TBC lain (second line): PAS,
viomisin, sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kapriomisin yang digunakan jika
terjadi multi drg. resistance.

B. Saran-Saran

Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan


prosedur yang ada.

Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan perkembangan anak
sejak dini untuk dapat mengetahui adakah gejala-gejala penyakit pada anak teruma
pengetahuan tentang penyakit TB.

DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC.

Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info
media.
Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya : salemba
medika.
Suriadi & Rita Yuliani.2006.Asuhan Keperawatan pada Anak,Edisi 2.Jakarta:
SAGUNGSETO
Perawatan anak sakit/ ngastiyah; editor, monica Ester-Ed.2 – Jakarta: EGC.2005

Speer, morgan, kathleen. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan


Clinical Pathaway. Edisi ke-3. Jakarta : EGC
Suriadi, Yulliani, rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak.Edisi ke-2. Jakarta : PT.
Percetakan Penebar Swadaya
Tim Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2: Cetakan
Ke-11. Jakarta : Percetakan Infomedika
Wong, L.donna, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol : 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai

  • Dokumen
    Dokumen
    Dokumen1 halaman
    Dokumen
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Dokumen9 halaman
    Lamp Iran
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Dokumen9 halaman
    Lamp Iran
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Hiv
    Leaflet Hiv
    Dokumen3 halaman
    Leaflet Hiv
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi 1
    Daftar Isi 1
    Dokumen3 halaman
    Daftar Isi 1
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Pijat
    Pijat
    Dokumen10 halaman
    Pijat
    siti farihatud
    Belum ada peringkat
  • WOC Strokes
    WOC Strokes
    Dokumen3 halaman
    WOC Strokes
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • A. Pathway
    A. Pathway
    Dokumen1 halaman
    A. Pathway
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Renpra Efa
    Renpra Efa
    Dokumen7 halaman
    Renpra Efa
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Lampiran 1
    Lampiran 1
    Dokumen2 halaman
    Lampiran 1
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen31 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • 2 SOAL UAS Napza Dan Narkoba 14 15
    2 SOAL UAS Napza Dan Narkoba 14 15
    Dokumen12 halaman
    2 SOAL UAS Napza Dan Narkoba 14 15
    Efadwi Rusdiana
    100% (1)
  • Komunitas Efa
    Komunitas Efa
    Dokumen32 halaman
    Komunitas Efa
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Stroke Infark
    Stroke Infark
    Dokumen3 halaman
    Stroke Infark
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Dokumen
    Dokumen
    Dokumen2 halaman
    Dokumen
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Askep Cemas EFA2-1
    Askep Cemas EFA2-1
    Dokumen6 halaman
    Askep Cemas EFA2-1
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • LP Cva Infark
    LP Cva Infark
    Dokumen17 halaman
    LP Cva Infark
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Toddle
    Toddle
    Dokumen14 halaman
    Toddle
    NilaLaili
    Belum ada peringkat
  • Kritis
    Kritis
    Dokumen1 halaman
    Kritis
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Stroke Infark
    Stroke Infark
    Dokumen3 halaman
    Stroke Infark
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • A. Pathway
    A. Pathway
    Dokumen1 halaman
    A. Pathway
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Komunitas Efa
    Komunitas Efa
    Dokumen32 halaman
    Komunitas Efa
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Askep Cemas EFA2-1
    Askep Cemas EFA2-1
    Dokumen6 halaman
    Askep Cemas EFA2-1
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Proposal DM-2
    Proposal DM-2
    Dokumen26 halaman
    Proposal DM-2
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Renpra Efa
    Renpra Efa
    Dokumen7 halaman
    Renpra Efa
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Askep Cemas EFA2-1
    Askep Cemas EFA2-1
    Dokumen6 halaman
    Askep Cemas EFA2-1
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • TBC Annak Fix
    TBC Annak Fix
    Dokumen3 halaman
    TBC Annak Fix
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • Sop Diare Akut
    Sop Diare Akut
    Dokumen2 halaman
    Sop Diare Akut
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • KP Baru
    KP Baru
    Dokumen1 halaman
    KP Baru
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat
  • TBC Annak
    TBC Annak
    Dokumen18 halaman
    TBC Annak
    Efadwi Rusdiana
    Belum ada peringkat