Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya ucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan referat dan laporan kasus yang berjudul “Sirosis
Hepatik”. Penyusunan referat ini untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di SMF Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Sidoarjo.

Pada kesempatan ini pula saya mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada dr.
Dita Taurini,Sp.PD.Finasim. yang selama ini telah meluangkan waktu untuk membimbing
dan membantu dalam menyelesaikan referat ini.

Saya menyadari akan kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan referat


ini, oleh karena itu saya mohon petunjuk, kritik dan saran-saran dari pembaca yang sangat
saya harapkan guna memperbaiki karya tulis ini.

Harapan saya semoga referat ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi dokter
muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik untuk memperlancar studinya.

Sidoarjo, July 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

Judul ............................................................................................................................ i

Kata Pengantar ............................................................................................................. 1

Daftar Isi ...................................................................................................................... 2

BAB I ` PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................. 3

BAB II LAPORAN KASUS.......................................................................... 5


BAB III TINJAUAN PUSTAKA....................................................................

A. Definisi .......................................................................................... 11

B. Anatomi Hati ................................................................................ 11

C. Etiologi .......................................................................................... 13

D. Klasifikasi stadium........................................................................ 13

E. Patofisiologi .................................................................................. 15

F. Manifestasi Klinis ......................................................................... 16

G. Penegakan Diagnosis .................................................................... 19

H. Komplikasi .................................................................................... 22

I. Penatalaksanaan................. ........................................................... 22

J. Prognosis................. ...................................................................... 25

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................27

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cirrhosis hepatic (sirosis hepatis) didefinisikan sebagai sekelompok penyakit

hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal dengan

fibrosis, dan dengan destruksi sel-sel parenkim beserta regenerasinya berbentuk

nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai periode laten yang panjang, biasanya diikuti

dengan pembengkakan dan nyeri abdomen, hematemesis, edema dependen, atau

ikterus secara mendadak. Pada stadium lanjut, asites, ikterus, hipertensi portal, dan

gangguan sistem saraf pusat, yang dapat berakhir dengan koma hepatik, menjadi

menonjol (Sutadi Sri, 2003).

Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang

berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata yang

ditandia gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan

kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan

secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati (Sutadi

Sri, 2003).

Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000

kematian pertahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama

yang ke-9 di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh kematian di AS.

Banyak pasien yang meninggal pada decade ke-4 atau ke-5 kehidupan mereka akibat

penyakit ini. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal

hati fulminan (Askandar Tjokroprawiro, 2015).

Belum ada data resmi secara nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun

dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia berdasar diagnosis

klinik saja, dapat dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal

3
penyakit dalam umumnya berkisar antara 3.6-8,4% di Jawa dan Sumatra, sedang di

Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-rata prevalensi

sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang di rawat di Bangsal Penyakit Dalam, atau

rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat disini. Perbandingan

pria dan wanita rata-rata adalah 2,1 : 1, dan usia rata-rata 44 tahun. Rentang usia 15-

88 tahun (Askandar Tjokroprawiro, 2015).

4
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

1. Nama : Tn. K

2. Usia : 53 tahun

3. Alamat : Sidoarjo

4. Pekerjaan : Wiraswata

5. Agama : Islam

6. Suku : Jawa

7. Pendidikan : SMA

8. Tanggal masuk (MRS) : 01 – 06 – 2018

9. Tanggal pemeriksaan : 05 – 06 – 2018

B. Anamnesa

1. Keluhan Utama : Perut membesar

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien laki-laki berumur 53 tahun datang ke IGD RSUD Sidoarjo pada tanggal

1 Juni 2018 dengan keluhan perut membesar dan nyeri pada perutnya sejak 1

bulan yang lalu dan dirasakan semakin hari semakin membesar . Sebelum masuk

rumah sakit pasien mengatakan bahwa pasien sempat demam selama 2 hari dan

mengalami buang air besar berwarna hitam seperti petis, dan buang air kecil

sedikit-sedikit berwarna kuning. Kedua kaki pasien juga mulai membengkak

bersamaan dengan membesarnya perut. Nafsu makan pasien menurun dikarenakan

perut selalu terasa sebah walaupun hanya makan sedikit. Sesak disangkal, mual

dan muntah juga disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

5
a. Diabetes Mellitus (+), Hipertensi (-), Jantung (-)

b. Penyakit kuning (+)

c. Asma (-)

d. Stroke (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.

5. Riwayat Pengobatan :

a. Rutin kontrol ke spesialis penyakit dalam (poliklinik) untuk pengobatan DM

(Glimepiride 2mg)

b. Masuk rumah sakit pada tahun 2011 yang disebabkan karena BAB hitam

seperti petis dan penyakit kuning

6. Riwayat kebiasaan :

a. Pasien merokok > 10 tahun (11-20 batang/hari)

b. Suka minum kopi setiap pagi

c. Suka makan-makanan yang bersantan dan berlemak.

d. Jarang olahraga

C. Pemeriksaan Fisik

1. Vital Sign

a. Keadaan Umum : Lemah

b. Kesadaran : Compos mentis

c. GCS : 456

d. Tekanan darah : 120/80 mmHg

e. Nadi : 80 x/menit reguler

f. Respiratory rate : 22 x/menit

g. Suhu axilla : 36,3 0C

2. Kulit : Turgor kulit normal, kulit kering mengkilat.

3. Kelenjar Limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

4. Otot : Tidak ada atrofi otot tangan dan kaki

6
5. Kepala / Leher

a. Bentuk : Simetris

b. Rambut : Hitam, pendek, rontok.

c. Mata : Konjungtiva anemia (-/-), sklera ikterik (+/+) , lensa

jernih, pupil isokor, refleks cahaya (+/+), edema palpebra (-)

d. Hidung : Dyspnea (-) sekret (-) perdarahan (-) penciuman (N)

e. Telinga : Sekret (-) perdarahan (-) pendengaran normal

f. Mulut : Sianosis (-), sariawan (-)

g. Lidah : Tidak kotor, tidak hiperemi

h. Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran

i. Trakea : Di tengah

j. Tiroid : Tidak didapatkan pembesaran kelenjar

k. Vena Jugularis : Meningkat 2 cm

l. Arteri Carotis : Teraba pulsasi

6. Thorax

a. Inspeksi : Hemothorax simetris, Gynecomasti (+)

b. Palpasi : Fremitus raba sama

c. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

d. Auskultasi : Suara dasar vesikuler di kedua lapang paru, wheezing (-/-),

ronki (-/-)

7. Jantung

a. Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak

b. Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba, thrill (-), heave (-)

c. Auskultasi : S1 S2 reguler gallop (-), murmur (-)

8. Abdomen

a. Inspeksi : Perut membuncit mengkilat, umbilikus tidak menonjol, spider

naevi (+)

7
b. Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

c. Perkusi : Shifting dullness (+), Ascites (+)

d. Palpasi : Nyeri tekan seluruh permukaan abdomen

Hepar sulit dinilai, lien tidak teraba

9. Urogenital : Atrofi testis (disangkal), hemorroid (+)

10. Ekstremitas

a. Superior : Akral hangat kering merah +/+, Palmar eritema(+), edema -/-

b. Inferior : Akral hangat kering merah +/+, edema +/+ (pretibial dan

dorsum pedis)

D. Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium Serial

Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal


Nilai Rujukan
01/06/2018 02/06/2018 04/06/2018 05/06/2018

WBC 6.25 - - - 4,50 – 11,50 10^3/uL


RBC 2,1 - - - 4,2 – 6,1 10^6 u/L
HGB 11,3 - - - 12,3 – 15,3 g/dL
HCT 23,5 - - - 37,0 – 52,0 %
PLT 218 - - - 154 – 386 10^3 u/L
GDS 140 - - - <= 140 mg/dL
BUN 18,0 - - - 6,0 – 23,0 mg/dL
SK 1,0 - - - 0,5 – 0,9 mg/dL

SGOT 238 17 - - <= 40 U/L

SGPT 62 26 - - =< 41 U/L

Na 128 132 - - 136 – 145 mmol/I

K 5,1 4,9 - - 3,5 – 5,1 mmol/I

Cl 94 96 - - 97 – 111 mmol/I

GDP - 317 99 - 74 – 110 mg/dL

8
GD2JPP - 477 147 - <= 140 mg/dL

Albumin - - 2,1 2,5 3,6 – 4,9 g/dL

Bilirubin -
- 0,11 2,90 <= 0,30 mg/dl
Direct
Bilirubin -
- 0,30 4,34 <= 1,20 mg/dl
Total

PPT - - - 10,6 9,9 – 11,8 Detik

Control PPT - - - 11,2 9,3 – 12,7 Detik

K-PPT / -
- - 30,6 26,4 – 37,5 Detik
APTT
Control -
- - 32,4 27,7 – 37,5 Detik
KPPT/APTT

GDS - - - 120 <= 140 mg/dL

Hbs Ag - - - Reaktif Non Reaktif

Anti HCV - - - Non Reaktif Non Reaktif

E. Diagnosa

Sirosis Hepatis Dekompensata ec Hepatitis virus kronis + Asites

F. Planning

Dx : USG Abdomen, Foto Thorax, Pungsi

Tx :

 Inf. Aminofusin hepar 7tpm

 Inj. Furosemid 3x2amp

 Inj. Omeprazole 2x1amp

 Inj. Sanmol 3x1gram (jika demam)

 Inj. Vit K 3x1

 Inj. Kalnex 3x1

9
 Inj. Cefoperazone Sulbactan 2x1

 Spironolacton 100mg 1xI

 Sucralfat syrup 3xC1

 Lactulac syrup 3xC1

 Vipp Albumin 3xII tab

G. Monitoring

- Keluhan pasien

- Tanda-tanda vital

H. Edukasi

- Tirah baring

- Minum obat teratur

- Rutin kontrol jika obat habis dan apabila ada keluhan

- Hindari aktivitas berat

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan

penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan

yang terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat

nekrosis hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi hati.

(Nurdjanah, 2005). Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal

dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan

warna pada nodul- nodul yang terbentuk.

B. Anatomi Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, berkontribusi sekitar 2% dari

total berat badan atau sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Hati merupakan organ plastis

lunak dan tercetak oleh struktur disekitarnya. Permukaan superior berbentuk cembung

dan terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah

hati berbentuk cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung, pankreas, dan

usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi

segmen anterior dan posterior oleh fissura segmentalis yang tidak terlihat dari luar.

Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang

dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan

dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali

daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma.

Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong

hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan

11
kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi mulai

dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam massa

hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran

empedu.

Gambar 1. Hati normal dan sirosis

12
C. Etiologi

Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :

a. Malnutrisi

b. Alkoholisme

c. Virus hepatitis

d. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatica

e. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)

f. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)

g. Zat toksik

Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :

1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas

mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai

akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar

saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi

(kolangitis).

D. Klasifikasi Stadium

Klasifikasi sirosis dikelompokkan berdasarkan morfologi, secara fungsional

danetiologinya. Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis,

yaitu :

13
1. Mikronodular

Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim

hatimengandung nodul halus dan kecil merata di seluruh lobus. Pada sirosis

mikronodular, besar nodulnya tidak melebihi 3 mm. Tipe ini biasanya disebabkan

alkohol atau penyakit saluran empedu.

2. Makronodular

Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,

mengandungnodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya, ada

daerah luasdengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim .

Tipe inibiasanya tampak pada perkembangan hepatitis seperti infeksi virus

hepatitis B.

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular).

Sedangkan secara fungsional, sirosis hepatis dibagi menjadi kompensata dan

dekompensata.

1. Sirosis hati kompensata

Sering disebut dengan sirosis hati laten atau dini. Pada stadium kompensata ini

belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada

saat pemeriksaan skrining.

2. Sirosis hati dekompensata

Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah

jelas, misalnya ascites, edema dan ikterus.

14
E. Patofisiologi

Sirosis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver (steatosis), sesuai dengan

etiologinya. Jika etiologinya ditangani pada tahap ini, perubahan tersebut masih

sepenuhnya reversibel.

Ciri patologis dari sirosis adalah pengembangan jaringan parut yang

menggantikan parenkim normal, memblokir aliran darah portal melalui organ dan

mengganggu fungsi normal. Penelitian terbaru menunjukkan peran penting sel

stellata, tipe sel yang biasanya menyimpan vitamin A, dalam pengembangan sirosis .

Kerusakan pada parenkim hati menyebabkan aktivasi sel stellata, yang menjadi

kontraktil (myofibroblast) dan menghalangi aliran darah dalam sirkulasi. Sel ini

mengeluarkan TGF-β1, yang mengarah pada respon fibrosis dan proliferasi jaringan

ikat. Selain itu, juga mengganggu keseimbangan antara matriks metalloproteinase dan

inhibitor alami (TIMP 1 dan 2), menyebabkan kerusakan matriks.

Pita jaringan ikat (septa) memisahkan nodul-nodul hepatosit, yang pada

akhirnya menggantikan arsitektur seluruh hati yang berujung pada penurunan aliran

darah di seluruhhati. Limpa menjadi terbendung, mengarah ke hypersplenism dan

peningkatan sekuesterasi platelet. Hipertensi portal bertanggung jawab atas sebagian

besar komplikasi parah sirosis.

F. Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain:

1. Pembesaran Hati

Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya

dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang

dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari

pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan

15
regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit

yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan

pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba

berbenjol-benjol (noduler).

2. Obstruksi Portal dan Asites

Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis

dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ

digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati

yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran

darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan

konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis;

dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan

demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini

cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan

pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.

Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan menyebabkan

asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau

gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau

dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang

sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.

3. Varises Gastrointestinal

Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga

mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem

gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam

pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita

16
sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok

serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh

darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian

bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah

kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau hemoroid

tergantung pada lokasinya.

Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang

tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan

menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi

untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus

gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan;

sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan

esofagus.

4. Edema

Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.

Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk

terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi

natrium serta air dan ekskresi kalium.

5. Defisiensi Vitamin dan Anemia

Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak

memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin

tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan

dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal

bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut

menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan

17
status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan

hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.

6. Kemunduran Mental

Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati

dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu

dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan

kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

Gambar 2. Manifestasi klinis dari sirosis

G. Penegakan Diagnosis

Suharyono Soebandiri memformulasikan bahwa 5 dari7 tanda di bawah ini

sudah dapat menegakkan diagnosis sirosis hati dekompensasi.

18
1. Asites
2. Splenomegli
3. Perdarahan varises esofagus (hematemesis)
4. Albumin yang merendah
5. Spider nevi
6. Eritema palmaris
7 Vena kolateral
Pada saat ini, penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan

fisis,laboratorium, dan USG . Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati

atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan

sirosis hati dini.

a) Temuan Klinis pada Pemeriksaan Fisik

1. Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati

mengecil artinya, prognosis kurang baik. Pada sirosis hati, konsistensi hati

biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada nyeri tekan pada

perabaan hati.

2. Limpa : pembesaran limpa/splenomegali.

3. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites.

4. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian

atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah.

Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis

pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.

b) Laboratorium

1. Aminotransferases - AST dan ALT meningkat cukup tinggi, dengan

AST>ALT. Namun, aminotransferase normal tidak menyingkirkan sirosis.

2. Fosfatase alkali - biasanya sedikit lebih tinggi.

19
3. GGT - berkorelasi dengan tingkat AP. Biasanya jauh lebih tinggi pada

penyakithati kronis karena alkohol.

4. Bilirubin - dapat meningkat sebagai tanda sirosis sedang berlangsung.

5. Albumin - rendah akibat dari menurunnya fungsi sintetis oleh hati

dengansirosis yang semakin memburuk.

6. Waktu prothrombin - meningkat sejak hati mensintesis faktor pembekuan.

7. Globulin - meningkat karena shunting antigen bakteri jauh dari hati ke

jaringan limfoid.

8. Serum natrium - hiponatremia karena ketidakmampuan untuk mengeluarkan

air bebas akibat dari tingginya ADH dan aldosteron.

9. Trombositopenia - karena splenomegaly kongestif dan menurunnya sintesis

thrombopoietin dari hati. Namun, ini jarang menyebabkan jumlah

platelet<50.000 / mL.

10. Leukopenia dan neutropenia - karena splenomegaly dengan marginasi limpa.

11. Defek koagulasi - hati memproduksi sebagian besar faktor-faktor koagulasidan

dengan demikian koagulopati berkorelasi dengan memburuknya penyakit hati.

c) Pemeriksaan Penunjang Lainnya

1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus

untuk konfirmasi hepertensi portal.

2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi

sirosishati/hipertensi portal.

3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan

sebagaialat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Yang dilihat pinggir hati,

pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena

hepatika, venaporta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo atau

20
hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion). Sonografi bisa

mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata,

hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu,

dan lain lain.

4. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites

denganmelakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi

(peritonitisbakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan

pemeriksaanmikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein,

amilase dan lipase.

H. Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas sirosis sangat tinggi akibat komplikasinya. Kualitas

hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya

(Lindseth Gleda, 2005)

1. Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri

tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala,

namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.

2. Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,

peningkatan ureum damn kreatinin tanpa adanya kelaianan organik ginjal.

Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada

penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).

3. Varises esofagus. 20-40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang

menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua per

tiganya akan meninggal dalam waktu 1 tahun walaupun dilakukan tindakan untuk

menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.

21
4. Ensefalopati hepatik, merupakan kelaianan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.

Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat

timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.

5. Sindrom hepatopulmonal, terdapat hidrothoraks dan hipertensi portopulmonal.

I. Penatalaksanaan

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi

progresif penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,

pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan

diet yang mengandung protein 1 gr/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.

1. Tatalaksana pasien sirosis kompensata :

Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan

untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:

 Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati

dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat

herbalbisa menghambat kolagenik.

 Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif.

 Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi

menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

 Pada penyakit hati non-alkoholik, menurunkan berat badan akan mencegah

terjadinya sirosis.

 Pada hepatitis B, IFN alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan

terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara

oral setiap hari selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12

22
bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. IFN Alfa

diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali seminggu selama 4-6 bulan.

 Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin

merupakanterapi standar. Interferon diberikan secara suntikan 5 MIU 3 kali

seminggu dan dikombinasi dengan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6

bulan.

2. Tatalaksana pasien sirosis dekompensata :

a. Asites

 Tirah baring

 Diet rendah garam, 5,2 gr atau 90 mmol/ hari.

 Diuretik, awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis200-200

mg 1x/hari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunanberat badan

0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kh/hari denganadanya edema

kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, bisa dikombinasi

dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila

asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 L dan dilindungi

dengan pemberian albumin.

b. Ensefalopati hepatik

 Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.

 Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil

amonia, diet rendah protein dikurangi sampai 0,5 gr/ kgBB/ hari, terutama

diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

c. Varises esophagus

 Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta

(propranolol).

23
 Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid,

diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.

d. Peritonitis bakterial spontan

 Diberikan antibiotika seperti cefotaxime IV, amoksilin, atau

aminoglikosida.

e. Sindrom hepatorenal

 Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan

garam dan air.

f. Transplantasi hati

 Terapi defenitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum

dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien

dahulu.

J. Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah factor, meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi , dan penyakit lain yang menyertai.

Klasifikasi Child-Pugh dapat menilai prognosis pasien sirosis yang akan

menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya

ascites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan

C. klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan

hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B, dan C berturut – turut

100,80 dan 45%.

24
Penilaian prognosis yang terbaru menggunakan Model for end stage liver

disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi.

25
BAB IV

KESIMPULAN

Sirosis Hepatik merupakan perjalanan akhir dari suatu kelainan patologi dari berbagai

macam penyakit. Batasan histologis kelainan hati yang bersifat merata (diffuse) yang ditandai

dengan fibrosis dan perubahan bentuk arsitektur yang normal dari hati ke bentuk nodul-nodul

abnormal. Proses fibrosis yang ireversible. Progesivitas dalam minggu sampai tahun. Di

Indonesia penyebab terbanyak adalah Hepatitis C dan B, 20-30 tahun setelah infeksi primer

bisa menjadi kronis.

Sirosis hepatik kebanyakan bersifat asimptomatik pada stadium kompensata,

ditemukan secara tidak sengaja saat medical check up. Kebanyakan pasien datang saat

stadium dekompensata, dimana sudah muncul komplikasi sirosis hepatik. Penderita biasanya

datang dengan keluhan nafsu makan menurun, mual muntah, rasa capai, lelah, berat badan

turun, nyeri perut, gatal, gusi berdarah, atrofi otot, perut membesaar, muntah darah, BAB

darah, dan lain-lain.

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi

progresif penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,

pencegahan dan penanganan komplikasi.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS,


Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006.
2. Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya C,
editor. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG;
1994.
3. Amiruddin R. Fisiologi dan biokimia hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, K. MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006.
4. Sutadi Sri M. Sirosis Hepatis. 2003;
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam srimaryani5.pdf [diakses 9
Juni 2018].
5. Anonim Sirosis Hepatis. 2008;
http://cintalestari.wordpress.com/2008/11/23/sirosis-hepatis/ [diakses 9 Juni
2018]
6. Lindseth Gleda N. Sirosis Hati. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
prosesPenyakit Volume I. Edisi VI. Jakarta: EGC, 2005. 493-501.9.

27

Anda mungkin juga menyukai