Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

PPOK EKSASERBASI AKUT

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr. ZainoelAbidin Banda Aceh

Disusun oleh:
LILIS FAZRIAH
1607101030103

Pembimbing:
dr. Novita Andayani, Sp. P (K)

BAGIAN/ SMF PULMONOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas laporan kasus yang
berjudul “PPOK Eksaserbasi Akut”. Shalawat dan salam penulis haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam
kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Pulmonologi
RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada
dr.Novita Andayani, Sp.P (K)”yang telah bersedia meluangkan waktu
membimbing penulis dalam penulisan kasus ini.Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan
moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada
khususnya.Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua, Amin.

Banda Aceh, Oktober 2017

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang umum,


dapat dicegah dan ditangani, memiliki karakteristik gejala pernafasan yang
menetap dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan abnormalitas saluran
nafas dan/atau alveolus akibat pajanan gas atau partikel berbahaya.(1)
PPOK merupakan salah satu penyakit yang memiliki beban kesehatan
tertinggi. World Health Organization (WHO) dalam Global Status of Non-
communicable Diseases tahun 2010 mengkategorikan PPOK ke dalam empat
besar penyakit tidak menular yang memiliki angka kematian yang tinggi setelah
penyakit kardiovaskular, keganasan dan diabetes.(2)Di Indonesia PPOK
menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian, diperkirakan
terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalensi 5,6% dan sekitar 4,3% terjadi di Aceh
dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 4:1.(3) Menurut data dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004 di 5 rumah sakit provinsi
menunjukkan PPOK menempati urutan pertama menyumbang angka kesakitan
diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).(4)
Tingginya angka kejadian PPOK dikaitkan dengan semakin meningkatnya
pajanan faktor resiko meliputi kebiasaan merokok yang masih tinggi terutama
pada sejak usia muda, polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan
di pertambangan, serta seringnya saluran napas bawah terinfeksi selama masa
kanak-kanak. Pertambahan penduduk dan peningkatan usia harapan hidup juga
berperan dalam peningkatan penyakit ini.(5)
Berbagai penyakit dapat mempunyai gejala dan tanda menyerupai PPOK,
sehingga diagnosis PPOK harus didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.Adapun gejala pada pasien PPOK juga sangat
bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat. Diagnosis PPOK
dipertimbangkan bila terdapat gejala berupa sesak napas, batuk kronik yang dapat
disertai dengan dahak, serta adanya pajanan dengan faktor risiko, seperti asap
rokok, debu, asap dapur, dan bahan kimia di tempat kerja. Uji spirometri dianggap
sebagai indikator kunci untuk memastikan diagnosis PPOK.(5)Selain itu,

3
berdasarkan GOLD 2017 untuk menilai gejala-gejala PPOK dapat menggunakan
kuesioner yang sudah divalidasi, yaitu COPD Assessment Test (CAT), dan the
Modified British Medical Research Council (mMRC) (1,6)
Istilah PPOK eksaserbasi akut dikatakan bila kondisi ini mengalami
perburukan yang bersifat akut dari keadaan sebelumnya yang stabil.Gejalanya
berupa sesak napas bertambah, produksi sputum meningkat, serta perubahan
warna sputum. Eksaserbasi akut biasanya terjadi disebabkan oleh infeksi (virus
dan bakteri).(7)
Salah satu dampak negatif PPOK adalah penurunan kualitas hidup dan
keterbatasan aktivitas pasien.Hal ini dikarenakan PPOK merupakan penyakit paru
kronik, progresif dan tidak sepenuhnya reversibel.Sehingga dibutuhkan edukasi
yang tepat sebagai pengelolaaan jangka panjang PPOK, dengan harapan dapat
mengurangi kecemasan pada pasien PPOK dan memberiksan semangat hidup
walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Adapun penggunaan obat-obat dan
oksigen disesuaikan dengan klasifikasi dan derajat berat penyakit yang dialami
oleh pasien PPOK.(5)

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tgk Amiruddin
Umur : 60 tahun
Alamat : Kuta Alam
Pekerjaan : Swaata
Agama : Islam
Status : Kawin
CM : 0-89-14-04
Tanggal Masuk : 08 Oktober 2017
Tanggal Pemeriksaan : 12 Oktober 2017

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : Batuk berdahak, nyeri dada
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa keluarganya dengan keluhan sesak napas. Sesak napas
disertai suara wheezing atau suara mengi, sesak napas tidak dipengaruhi oleh
cuaca. Sesak bertambah berat saat aktivitas ringan. Batuk berdahak (+), dahak
berwarna kuning dan mudah dikeluarkan.Batuk darah (-).Nyeri dada sebelah kiri
(+) dapat dilokalisasi tidak terdapat nyeri yang menyebar.Demam (-) mual (+),
muntah (-),Penurunan berat badan (-), keringat malam (-), dan penurunan nafsu
makan (-).os sering keluar masuk RS karena keluhan yang sama.

Riwayat Penyakit Dahulu


PPOK (+) 5 tahun yang lalu, Hipertensi (-), DM (-).TB (-).

Riwayat Penggunaan Obat

Obat inhaler (+)

5
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.
Riwayat Sosial
Pasien adalah pensiunan dan merokok dengan IB berat.
2.3 Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum :
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 85 kali/menit, regular,kuat angkat, isi cukup
Frekuensi nafas : 25 kali/menit, regular
Suhu : 36,6° C

2.4 Pemeriksaan Fisik


 Kulit : Ikterik (-), sianosis (-), edema (-),
 Kepala : Rambut hitam, distribusi merata, sukar dicabut
 Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)
 Mata : Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)
 Telinga : Kesan normotia, sekret (-/-), serumen (-/-)
 Hidung : Sekret (-/-),napas cuping hidung (+)
 Mulut : Sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-).
 Leher : Deviasi trakea (-), penggunaan otot bantu napas (+), pembesaran
KGB axila (-) retroauricula (-) suprasternal (-), submandibula (-)
.
 Thorak anterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru

Inspeksi
Statis: simetris, barrel chest
Dinamis: Simetris

Palpasi
Atas Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal

6
Bawah Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal

Perkusi
Atas Sonor Sonor
Tengah Sonor Sonor
Bawah Sonor Sonor

Auskultasi
Vesikuler (+), rhonki (+), Vesikuler (+), rhonki (+),
Atas
wheezing (+) wheezing (+)
Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),
Tengah
wheezing (+) wheezing (+)

Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),


Bawah
wheezing (+) wheezing (+)

Thoraks posterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi
Statis : Simetris, barrel chest
Dinamis: Simetris

Palpasi
Atas Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Bawah Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Perkusi
Sonor Sonor
Atas
Tengah Sonor Sonor
Bawah Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+), rhonki Vesikuler (+), rhonki (+),
Atas (+),wheezing (-) wheezing (+)
Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),
Tengah
wheezing (+) wheezing (+)
Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),
Bawah
wheezing (+) wheezing (+)

Jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular (+) bising (-)
 Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, organomegali (-), nyeri tekan (-)

7
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik kesan normal
 Ekstremitas :
 Ekstremitas superior: sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-),
CRT <2”, clubbing finger (+).
 Ekstremitas inferior: sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-), CRT
<2 detik.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


a) Laboratorium Darah
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 08 Oktober 2017

Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium darah

JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 13,0 14,0-17,0 g/dL
Hematokrit 37 45-55 %
Eritrosit 4,3 4,7-6,1 106/mm3
Leukosit 9,5 4,5-10,5 103/mm3
Trombosit 283 150-450 103/mm3
MCV 87 80-100 fL
MCH 31 27-31 pg
MCHC 35 32-36 %
RDW 14,1 11,5-14,5 %
MPV 10,0 7,2-11,1 fL
Hitung Jenis:
Eosinofil 21 0-6 %
Basofil 1 0-2 %
Netrofil Batang 0 2-6 %
Netrofil Segmen 48 50-70 %
Limfosit 25 20-40 %
Monosit 5 2-8 %

8
b) Foto Thorax (Oktober 2017)

 Foto simetris
 Kekerasan cukup
 Tulang dan jaringan lunak
baik
 Sudut costophrenicus kanan
dan
kiri tajam
 Trakea di tengah
 Cor CTR < 50%, bentuk
normal
 Aorta dan hilus normal
 Infiltrate di perihiler kanan
dan kiri.
 Diafragma kanan dan kiri
mendatar dan tenting
 Pada hemithorax kanan
tampak sela iga melebar
dengan gambaran hiperlusen
 Pada hemithorax kiri tampak
sela iga melebar dengan
gambaran hiperlusen

Kesan: Emfisematous lung

2.6 Diagnosis Banding


1) PPOK Eksaserbasi Akut
2) Pneumonia Geriatri dd TB Paru
3) Asma

2.7 Diagnosis
PPOK Eksaserbasi Akut

2.8 Tatalaksana
 O2 2L/i (k/p)
 Inj Omeprazole / 24 jam
 Domperidon 3x1
 Nebule Combiven 1 resp/ 20 menit selama 1 jam (3x) selanjutnya 1 resp/ 8
jam

9
 Nebule pulmicort 1 resp/ 12 jam
 Vectrin 3x1
 Diet MBRKTP

2.9 Planning
 Sputum Mo gram dan k/r
2.10 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

Follow Up Harian
Tabel 2. Follow up pasien harian

Tanggal/hari
Catatan Instruksi
rawatan
S/ pasien mengeluhkan sesak Th/
08/10/2017 nafas dan batuk (+) - O2 2L/i (k/p)
H1 O/ TD : 130/80 mmHg - Inj. Omeprazole /24 jam
HR : 80 x/menit - Domperidon 3x1
RR : 24 x/menit - Nebule Combiven 1 resp/
T : 36,5 oC 8 jam
SpO2 : 98% dengan O2 NK 2l/i - Nebule pulmicort 1 resp/
Paru 12 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+), Planning:
barrel chest (-). - APE harian
P: Sf ka = Sf ki
P: sonor/sonor
A: Ves (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
Ass/
- PPOK Eksaserbasi Akut
- Syndrom Dyspepsia

10
S/ sesak nafas mulai berkurang, Th/
09/10/2017 nyeri perut (+). - O2 2L/i (k/p)
H2 O/ - Inj. Omeprazole /24 jam
TD : 120/70 mmHg - Domperidon 3x1
HR : 85 x/menit - Nebule Combiven 1 resp/
RR : 24 x/menit 8 jam
T : 36,8 oC - Nebule pulmicort 1 resp/
SpO2 : 96% dengan O2NK 2l/i 12 jam
Planning:
Pf. Paru - APE Harian
I: Simetris statis/dinamis (+/+),
barrel chest (-).
P: Sf ka = Sf ki
P: sonor/sonor
A: Ves (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
Ass/
- PPOK Eksaserbasi Akut
- Syndrom Dyspepsia

S/ sesak nafas berkurang Th/


10/09/2017 O/ - O2 2L/i (k/p)
H3 TD : 110/70 mmHg - Inj. Omeprazole /24 jam
HR : 85 x/menit - Domperidon 3x1
RR : 25 x/menit - Nebule Combiven 1 resp/
T : 36,8 oC 8 jam
SpO2 : 98% dengan O2NK 2l/i - Nebule pulmicort 1 resp/
12 jam
Pf.Paru Planning:
I: Simetris statis/dinamis (+/+), -
barrel chest (-).
P: Sf ka = Sf ki
P: sonor/sonor

11
A: Ves (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
Ass/
- PPOK Eksaserbasi Akut
- Syndrom Dyspepsia

S/ Th/
11/09/2017 O/ - O2 2L/i (k/p)
H4 TD : mmHg - Inj. Omeprazole /24 jam
HR : x/menit - Domperidon 3x1
RR : x/menit - Nebule Combiven 1 resp/
T : 36,6 C 8 jam
SpO2 : 98% dengan O2NK 2l/i - Nebule pulmicort 1 resp/
12 jam
Paru Planning:
I: Simetris statis/dinamis (+/+), - Sputum Mo gram dan k/r
barrel chest (+).
P: Sf ka = Sf ki
P: sonor/sonor
A: Ves (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
Ass/
- PPOK Eksaserbasi Akut
(perbaikan)
- Syndrom Dyspepsia

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang persisten dan
progresif, berhubungan dengan inflamasi kronik berlebihan pada saluran nafas
dan parenkim paru akibat gas atau partikel berbahaya.(1)

3.2 Epidemiologi

PPOK merupakan salah satu penyakit yang memiliki beban kesehatan


tertinggi. Menurut World Health Organization (WHO) dalam Global Status of
Non-communicable Diseases tahun 2010 mengategorikan PPOK ke dalam empat
besar penyakit tidak menular yang memiliki angka kematian yang tinggi setelah
penyakit kardiovaskular, keganasan dan diabetes.(2) Di Indonesia PPOK
menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian, terdapat 4,8 juta
pasien dengan prevalensi 5,6% dan sekitar 4,3% terjadi di Aceh dengan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan 4:1.(3) Menurut data dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004 di 5 rumah sakit provinsi
menunjukkan PPOK menempati urutan pertama menyumbang angka kesakitan
diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).(4)

3.3 Faktor Risiko

Beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK antara lain:(5)
1) Asap rokok
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang
terpenting saat ini. Asap rokok mempunyai prevalensi yang tinggi sebagai
penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Beberapa penelitian
dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1. Angka kematian pada
perokok mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan dengan bukan

13
perokok. Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang
dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok perhari dan lamanya
merokok. Namun tidak semua perokok berkembang menjadi PPOK secara
klinis, karena dipengaruhi oleh faktor resiko genetik setiap individu.
Perokok pasif atau Environmental Tobacco Smoke (ETS) juga memberikan
kontribusi terhadap terjadinya gejala respirasi dan PPOK dikarenakan
adanya peningkatan jumlah inhalasi partikel dan gas.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
a. Riwayat merokok: perokok aktif, perokok pasif dan bekas perokok.
b. Derajat berat merokok yang dinilai dengan Indeks Brinkman (IB),
yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun dan dikategorikan sebagai:
- Ringan : 0-199
- Sedang : 200-599
- Berat : >600
2) Polusi udara
Terdapat berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara
dapat menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam
partikel akan memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan
beratnya PPOK. Polusi udara terbagi menjadi polusi di dalam ruangan (asap
rokok dan asap kompor), polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan
bermotor dan debu jalanan), serta polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat
iritasi, gas beracun).
3) Infeksi saluran napas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas
PPOK.Kolonisasai bakteri mengakibatkan inflamasi jalan napas, sehingga
menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan
menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi
pada saat dewasa.
4) Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan

14
eksogen dari polutan dan asap rokok. Pada saat terjadi perubahan
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan misalnya ekses oksidan dan
atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif
tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga
menimbulkan aktivitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.
5) Sosial ekonomi
Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat,
nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial
ekonomi berpengaruh terhadap perkembangan PPOK. Malnutrisi dan
penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot
respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot.
6) Tumbuh kembang paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, dan
pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang
adalah risiko untuk terjadinya PPOK.Studi menyatakan bahwa berat lahir
mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
7) Gen
Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah mutasi gen
serpina-1 yang mengakibatkan kekurangan -1 antitrypsin sebagai inhibitor
dari protease serin. Ditemukan pada usia muda dengan kelainan enfisema
panlobular dengan penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok
atau bukan perokok dengan kekurangan -1antitrypsin yang berat.

3.4 Klasifikasi

Berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) PPOK


diklasifikasikan ke dalam (Gold 2010): (1,5)

Tabel 3. Klasifikasi PPOK

Faal paru
Derajat
VEP1/KVP < 70%

Derajat I: PPOK ringan VEP1 80% prediksi

Derajat II: PPOK sedang 50%< VEP1< 80% prediksi

15
Derajat III: PPOK berat 30% < VEP1< 50% prediksi

Derajat IV: PPOK sangat berat VEP1< 30% prediksi

3.5 Patogenesis

Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respon


inflamasi normal akibat iritasi kronis dari inhalasi asap rokok dan partikel
berbahaya lainnya, dan semakin diperberat oleh stres oksidatif dan kelebihan
proteinase. Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola peradangan yang melibatkan
neutrofil, makrofag, dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan
berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam saluran udara dan parenkim paru-
paru.(1)
Stres oksidatif memperkuat mekanisme terjadinya PPOK.Stres oksidatif
lebih lanjut meningkat pada eksaserbasi.Asap rokok dan partikulat yang dihirup
lainnya yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi akan menghasilkan oksidan aktif.
Dapat juga disertai penurunan antioksidan endogen pada pasien PPOK.Stres
oksidatif ini berpotensi buruk pada paru, termasuk aktivasi gen inflamasi,
inaktivasi antiprotease, stimulasi sekresi mukus, dan stimulasi eksudasi plasma
meningkat. Biomarker stres oksidatif, misalnya peroksida hidrogen akan
meningkat dalam sputum, konsendat hembusan napas, dan sirkulasi sistemik pada
pasien PPOK.(1)
Terjadi ketidakseimbangan protease dan antiprotease pada pasien PPOK,
yaitu protease yang memecah komponen jaringan ikat dan antiprotease yang
melindunginya.Beberapa protease berasal dari sel inflamasi dan sel epitel yang
meningkat pada pasien PPOK.Protease-mediated perusak elastin yang merupakan
komponen jaringan ikat utama parenkim paru memberikan gambaran penting pada
emfisema dan bersifat ireversibel.(1)

16
Gambar 1. Patogenesis PPOK.(1)

3.6 Patofisiologi

Mekanisme patofisiologi yang mendasari PPOK sampai terjadinya gejala


yang khas telah banyak diketahui, misalnya penurunan VEP1 disebabkan
peradangan dan penyempitan saluran napas perifer, sedangankan penurunan
transfer gas dikarenakan adanya kerusakan parenkim paru pada emfisema.(1)
1) Keterbatasan aliran udara dan air trapping
Tingkat peradangan, fibrosis, dan cairan eksudat di lumen saluran
napas kecil berhubungan dengan penurunan VEP1 dan rasio
VEP1/KVP.Penurunan VEP1 merupakan gejala khas pada PPOK, obstruksi
jalan napas perifer menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan
hiperinflasi.Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan
kapasitas residual fungsional, khususnya selama latihan, yang terlihat
sebagai sesak napas dan keterbatasan kapasitas latihan. Hiperinflasi yang
berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya
sesak napas pada aktivitas.(1)
2) Mekanisme pertukaran gas
Ketidakseimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan
hipoksemia dan hiperkapnia terjadi karena beberapa mekanisme.Secara
umum, pertukaran gas memburuk selama penyakit berlangsung. Tingkat
keparahan emfisema berkolerasi dengan PO2 arteri dan tanda lain dari

17
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.(1)
3) Hipersekresi lendir
Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi mukus
melalui aktivasi reseptor faktor EGFR.(1)
4) Gambaran dampak sistemik
Kakesia umumnya terlihat pada pasien PPOK berat dikarenakan
hilangnya massa otot rangka dan kelemahan otot sebagai akibat dari
peningkatan proses apoptosis atau karena tidak digunakannya otot-otot
tersebut. Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF- IL-
6, dan radikal bebas dapat mempengaruhi efek sistemik misalnya proses
osteoporosis, depresi dan anemia kronik. Peningkatan risiko penyakit
kardiovaskuler berkolerasi dengan peningkatan protein C-reaktif (CRP).(1)

Gambar 2. Patofisiologi PPOK.(1)

3.7 Eksaserbasi

Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi dalam


saluran napas pasien PPOK yang dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau polusi
lingkungan.Pada eksaserbasi ringan dan sedang terdapat peningkatan neutrofil,
dan beberapa studi juga menemukan eosinofil dalam sputum dan dinding saluran
napas. Hal ini berkaitan dengan peningkatan konsentrasi mediator tertentu,
termasuk TNF-α, LTB4 dan IL-8, serta peningkatan biomarker stress oksidatif.(1)
Pada eksaserbasi berat, salah satu penelitian menunjukkan peningkatan
neutrofil pada dinding saluran napas dan peningkatan ekspresi kemokin. Selama

18
eksaserbasi terjadi peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara, dengan
pengurangan aliran ekspirasi, sehingga terjadi peningkatan sesak napas.(1)
Gejala eksaserbasi yaitu sesak bertambah, produksi sputum meningkat dan
berubah warna menjadi purulen. Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga:(1)
- Tipe I (eksaserbasi berat) : memiliki 3 gejala di atas
- Tipe II (eksaserbasi sedang) : memiliki 2 gejala di atas
- Tipe III (eksaserbasi ringan): memiliki 1 gejala ditambah infeksi saluran napas
atau >5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi
atau peningkatan frekuensi pernapasan >20% baseline, atau frekuensi nadi
>20% baseline.

3.8 Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan
hingga berat.Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan
kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila
terdapat tanda dan gejala sebagai berikut:

Tabel 4. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK


Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya
waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persistent (menetap sepanjang hari)
Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai “Perlu usaha
untuk bernapas,”
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan
PPOK
Riwayat terpajan faktor risiko, terutama Asap rokok
Debu dan bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur

3.9 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis PPOK secara rinci diuraikan sebagai


berikut:(1)
a) Anamnesis
 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan

19
 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara.
 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b) Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
 Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertrofi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher
dan edema tungkai.
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
 Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
 Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah.
 Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing.

20
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan
perifer.
Pursed - lips breathing
Merupakan sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu
dan ekspirasi yang memanjang.Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
c) Pemeriksaan Rutin
1 Faal paru
 Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP).
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%).
- Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred.) < 80% VEP1% (VEP1/KVP)
< 70 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Pengukuran spirometri dievaluasi dengan membandingkan hasil
pengukuran terhadap nilai prediksi yang tepat berdasarkan usia, tinggi
badan, jenis kelamin, dan ras.
- Nilai VEP1 pasca bronkodilator <80% prediksi serta nilai VEP1/KVP
<0,70 memastikan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel.
 Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20
menit kemudian dievaluasi perubahan nilai VEP1 atau APE, dimana
perubahan nilai < 20% dan < 200 ml dari nilai awal.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
2 Laboratorium Darah

21
Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Analisa gas darah
3 Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain.
- Pada emfisema terlihat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, ruang
retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung
(jantung pendulum/tear drop/eye drop appearance)
- Pada bronkitis kronik umumnya memiliki gambaran normal atau
pertambahan corakan bronkovaskuler.

3.10 Diagnosis Banding

Berikut diagnosis banding dan perbedaan masing-masing penyakit dengan


PPOK menurut Gold, 2010.(1)

Tabel 5. Diagnosis banding PPOK


Diagnosis Gejala
PPOK - Onset pada usia pertengahan
- Gejala progesif lambat
- Lamanya riwayat merokok
- Sesak saat aktivitas
- Sebagian besar hambatan aliran udara ireversibel
- Kurang respons terhadap bronkodilator dan steroid
Asma - Onset awal sering pada anak
- Gejala bervariasi dari hari ke hari
- Gejala pada malam/menjelang pagi
- Disertai atopi, rinitis atau eksim
- Riwayat keluarga dengan asma
- Sebagian besar keterbatasan aliran udara
- Reversibel
- Respons baik terhadap bronkodilator dan steroid
Gagal jantung kongestif - Auskultasi terdengar rhonki halus di bagian basal
- Foto thoraks tampak jantung membesar, edema paru
- Uji faal paru menunjukkan restriksi
Bronkiektasis - Sputum produktif dan purulen
- Umumnya terkait dengan infeksi bakteri
- Auskultasi terdengar rhonki kasar
- Foto thoraks/CT-Scan menunjukkan pelebaran dan
penebalan bronkus
Tuberkulosis - Onset segala usia
- Foto thoraks menunjukkan infiltrat
- Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)
- Prevalens tuberkulosis tinggi didaerah endemik
Bronkiolitis obliterans - Onset pada usia muda, bukan perokok
- Mungkin memiliki riwayat rheumatois arthritis atau
pajanan asap
- CT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah
hipodens

22
Panbronkiolitis difus - Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok
- Hampir semua menderita sinusistis kronik
- Foto thoraks dan HRCT torkas menunjukkan nodul opak
menyebar kecil di centrilobular dan gambaran hiperinflasi.

Gejala yang dipaparkan sebelumnya sesuai dengan karakteristik penyakit


masing-masing, namun juga dapat bervariasi pada tiap kasus. Adapun penyakit
lainnya yang dapat dijadikan diagnosis banding PPOK adalah:(1)
 SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
Merupakan penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada pasien
pasca tuberkulosis dengan lesi paru yang minimal.
 Pneumothoraks
Dada cembung di tempat kelainan, perkusi hipersonor, auskultasi saluran napas
melemah.
 Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain, misalnya bronkiektasis dan
destroyed lung.

3.11 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan PPOK
Tujuan penatalaksaan antara lain mengurangi gejala, mencegah
progesivitas penyakit, mempertahankan fungsi paru, meningkatkan kualitas
hidup dan mencegah eksaserbasi. Penatalaksaan PPOK meliputi edukasi,
obat-obatan, rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis dan nutrisi.(1)
 Edukasi
Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Secara umum bahan
edukasi yang harus diberikan adalah:(1)
- Pengetahuan dasar tentang PPOK
- Mengindari pencetus, dengan cara berhenti merokok, disampaikan
pertama kali kepada pasien pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
- Penggunaan obat – obatan
Dibertahukan mengenai macam obat dan jenisnya, cara penggunaan
obat yang benar (oral, MDI, atau nebuliser), waktu penggunaan yang
tepat (rutin dengan interval waktu tertentu atau kalau perlu saja), dosis

23
obat yang tepat serta efek sampingnya.
- Penggunaan oksigen
Diedukasikan mengenai kapan oksigen harus digunakan, berapa
dosisnya, serta efek samping kelebihan dosis oksigen.
- Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Adapun tanda eksaserbasi meliputi batuk atau sesak bertambah,
produksi sputum meningkat dan berubah warna, sehinga dapat
dideteksi dan dihindari pencetus eksaserbasi
- Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
Pemberian edukasi pada pasien PPOK didasarkan pada derajat penyakit.
 Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat digunakan antara lain:(1)
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan derajat penyakitnya.Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak direkomendasikan
dalam penggunaan jangka panjang.Pada derjat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat atau obat berfek panjang. Jenis-jenis
bronkodilator:
- Golongan antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium,
oxitropium dan tiopropium bromide.Efek utamanya adalah
memblokade efek asetilkolin padareseptor muskarinik.Efek
bronkodilator dari antikolinergik kerja singkat inhalasi lebih lama
dibandingkan agonis β-2 kerja singkat.Biasanya digunakan pada
derajat ringan hingga berat, berfungsi sebagai bronkodilator serta
mengurangi sekresi mukus (maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis β-2
Prinsip kerja agonis β-2 adalah relaksasi otot polos jalan napas
dengan menstimulasi reseptorβ-2 adrenergik dengan meningkatkan
C-AMP danmenghasilkan antagonisme fungsional terhadap
bronkokontriksi.Efek bronkodilator dari agonis β-2 kerja singkat

24
biasanya dalam waktu 4-6 jam. Sedangkan agonis β-2 kerja lama
memiliki waktu kerja 12 jam atau lebih. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis β-2
Kombinasi ini memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
bekerja di tempat yang berbeda.Pengguaannya juga mudah
digunakan.

- Golongan xantin
Contoh obatnya adalah teofilin.Obat ini berperan dalam perubahan
otot-otot inspirasi.Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan
berat.Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega
napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
akut.
b. Antiinflamasi
Digunakan pada eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi,
bermanfaat menekan inflamasi, dengan pemilihan golongan
metilprednisolon atau prednisone. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan sebagai terapi jangka panjang bila terbukti
uji kortikosteroid positif, yaitu terdapat perbaikan VEP1 pasca
bronkodilator meningkat >20% dan minimal 250 ml.(1)
c. Antibiotik
Antibiotik bermanfaat untuk pasien PPOK eksaserbasi dengan tanda
klinis infeksi saluran napas, misalnya meningkatnya dahak
purulen.Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat
dan komposisi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di
rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, Sedangkan untuk rawat
jalan diberikan kombinasi dengan macrolide bila eksaserbasi sedang
ataupun tunggal bila ringan.(1)

25
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK yang sering,
namun tidak dianjurkan pemberian yang rutin.(1)
e. Mukolitik
Hanya diberikan pada eksaserbasi akut untuk mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum kental.(1)
 Rehabilitasi PPOK
Dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan toleransi terhadap latihan
dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Program rehabilitasi
terdiri dari 3 komponen, yaitu latihan fisik, psikososial dan latihan
pernapasan.(1)
 Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progesif dan kronik yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan
mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lain.
Diindikasikan pada PaO2 <60 mmHg atau Sat O2<90%. Terapi oksigen
jangka panjang diberikan pada PPOK stabil derajat berat terutama saat
tidur atau berkativitas, dengan lama pemberian 15 jam setiap hari
menggunakan nasal kanul 1-2 L/m. Sedangkan pada derajat sedang
hanya diberikan jika timbul sesak diakibatkan pertambahan aktivitas.(1)
 Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik, atau pada PPOK
derajat berat dnegan gagal napas kronik. Dianjurkan pemakaian
Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil
ventilasi mekanis digunakan dengan intubasi.(1)
 Nutrisi
Gizi penting sebagai penentu gejala cacat dan prognosis
PPOK.Malnutrisi sering terjadi pada PPOK kemungkinan karena

26
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan
terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti
PPOK karena berkorelasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan
perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan
penurunan berat badan, kadar albumin rendah, antropometri, dan
pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot
pipi).(1)
3.12 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam


Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

27
BAB IV
ANALISA KASUS

Telah diperiksa pasien laki-laki dengan inisial Tn. TA usia 60 tahun dengan
keluhan sesak napas disertai suara wheezing atau suara mengi. Sesak napas tidak
dipengaruhi oleh cuaca. Os banyak menghabiskan waktu di tempat tidur. Sesak
bertambah berat saat aktivitas ringan. Batuk berdahak (+), dahak berwarna kuning
dan mudah dikeluarkan.Batuk darah (-). Nyeri dada sebelah kiri (+) dapat
dilokalisasi san tidak terdapat nyeri yang menyebar.Demam 2 hari SMRS, demam
naik turun dan turun dengan obat penurun panas. Penurunan berat badan (-),
keringat malam (-), dan penurunan nafsu makan (-).
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dicurigai menderita
PPOK dengan diagnosis banding TB dan pneumonia. PPOK adalah penyakit yang
umum, dapat dicegah dan ditangani, memiliki karakteristik gejala pernafasan yang
menetap dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan abnormalitas saluran
nafas dan/atau alveolus akibat pajanan gas atau partikel berbahaya.(1) Diagnosis
PPOK dibuat berdasarkan menifestasi klinis berupa sesak napas, batuk berdahak
dan riwayat terpajan faktor risiko salah satunya adalah merokok yang terdapat
pada pasien.(5)Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya suara nafas vesikuler,
ronkhi pada kedua lapangan paru bagian atas dan wheezing pada seluruh lapangan
paru.
Pasien adalah seorang laki-laki, 80 tahun, berdasarkan data RISKESDAS,
penderita PPOK di Indonesia didominasi oleh laki-laki dikarenakan perokok,
dengan pria lebih banyak 2 kali dibandingkan dengan perokok wanita.(3) Penderita
PPOK umumnya berada pada usia >40 tahun, hal ini dikarenakan pada usia >40
tahun paru-paru sudah mengalami penurunan fungsi berupa penurunan kapasitas
vital paksa dan daya recoil paru.(3) Penelitian yang dilakukan oleh Kundu et al
mendapatkan rentang usia terbanyak adalah pada usia 56-65 tahun, hal ini sesuai
dengan yang didapatkan pada kasus ini.(8)Risiko PPOK pada perokok tergantung

28
dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok perhari
dan lamanya merokok (Indeks Brinkman).(5) Lebih banyak batang rokok yang
dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko
penyakit yang ditimbulkan akan semakin besar.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini meliputi
laboratorium, thorax PA. Pada hasil laboratorium didapatkan monositosis
(peningkatan monosit), dan foto thorax dengan kesan emfisematous lung dengan
pneumonia. Sedangkan untuk foto thorax akan ditemukan hiperlusen, sela iga
melebar, diafragma mendatar.(1)
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi adalah mengatasi segera
eksaserbasi dan mencegah terjadinya gagal napas. Terapi berupa pemberian
oksigen adekuat, obat-obatan bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotik.(1,5,9)
Penatalaksanaan pada kasus ini sesuai dengan prinsip penatalaksanaan PPOK
eksaserbasi, selama dirawat pasien mendapat terapi O2 2 liter/menit, nebule
combivent 1 resp/8 jam, nebule pulmicort 1 resp/12 jam.
Pada PPOK eksaserbasi, terapiO2merupakan hal pertama dan utamayang
bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang dapat me-
ngancam jiwa. Diberikan untuk mempertahankan PaO2> 60 mmHg atau Sat O2>
90%.(1)Obat-obatan yang dibutuhkan pada eksaserbasi berupa bronkodilator, korti-
kosteroid dan antibiotik.(1,5,10) Pada pasien ini diberikan jenis bronkodilator kom-
binasi yaitu nebule Combivent yang mengandung Salbutamol (golongan Agonis
β2 kerja singkat) dan Ipatropium bromide (golongan Antikolinergik). Sedangkan
kortikosteroid inhalasi yang diberikan pada pasien ini merupakanpulmicort yang
mengandung budesonide. Obat ini dapat mengurangi frekuensieksaserbasi.

29
BAB V

PPOK adalah penyakit yang umum, dapat dicegah dan ditangani, memiliki
karakteristik gejala pernafasan yang menetap dan keterbatasan aliran udara yang
disebabkan abnormalitas saluran nafas dan/atau alveolus akibat pajanan gas atau
partikel berbahaya.
Penegakan diagnosis dari PPOK meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.Tujuan penatalaksaan PPOK antara lain mengurangi
gejala, mencegah progesivitas penyakit, mempertahankan fungsi paru,
meningkatkan kualitas hidup dan mencegah eksaserbasi.Penatalaksaan PPOK
meliputi edukasi, obat-obatan, rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis dan
nutrisi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1 Agusti A. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease: GOLD;


2017.

2 World Health Organization. Global Status Report on Noncommunicable


Diseases 2010: Description of the Global Burden of NCDs, Their Risk Factors
and Determinants. 2011.

3 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS). Badan Penelitian dan Pengembangan; 2013.

4 Rahmatika A. Karakteristik Penderita PPOK yang dirawat inap di RSUD Aceh


Tamiang: Universitas Sumatra Utara. 2010.

5 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan PPOK di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia; 2015.

6 Putra DP, Bustamam N, Chairani A. Hubungan Berhenti Merokok dengan


Tingkat Keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronik Berdasarkan GOLD
2013. J Respir Indo. 2013;36.

7 R Darmanto Djojodibroto SP, FCCP. Respirologi. Jakarta: EGC; 2007.

8 Abhijit Khundu AM, Supriyo Sarkar. Correlation of six minute walk test with
spirometric indices in chronic obstructive pulmonary disease patients: A
tertiary care hospital experience. J Assoc Chest Physicians. 2009

9 Mosenifar Z. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Medscape.


2017.

10 ATS Patient Education Series 2014. American Thoracic Society. Am J


Respir Crit Care Med Vol. 189, P11-P12, 2014.

31

Anda mungkin juga menyukai