Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr. ZainoelAbidin Banda Aceh
Disusun oleh:
LILIS FAZRIAH
1607101030103
Pembimbing:
dr. Novita Andayani, Sp. P (K)
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas laporan kasus yang
berjudul “PPOK Eksaserbasi Akut”. Shalawat dan salam penulis haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam
kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Pulmonologi
RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada
dr.Novita Andayani, Sp.P (K)”yang telah bersedia meluangkan waktu
membimbing penulis dalam penulisan kasus ini.Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan
moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada
khususnya.Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua, Amin.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
berdasarkan GOLD 2017 untuk menilai gejala-gejala PPOK dapat menggunakan
kuesioner yang sudah divalidasi, yaitu COPD Assessment Test (CAT), dan the
Modified British Medical Research Council (mMRC) (1,6)
Istilah PPOK eksaserbasi akut dikatakan bila kondisi ini mengalami
perburukan yang bersifat akut dari keadaan sebelumnya yang stabil.Gejalanya
berupa sesak napas bertambah, produksi sputum meningkat, serta perubahan
warna sputum. Eksaserbasi akut biasanya terjadi disebabkan oleh infeksi (virus
dan bakteri).(7)
Salah satu dampak negatif PPOK adalah penurunan kualitas hidup dan
keterbatasan aktivitas pasien.Hal ini dikarenakan PPOK merupakan penyakit paru
kronik, progresif dan tidak sepenuhnya reversibel.Sehingga dibutuhkan edukasi
yang tepat sebagai pengelolaaan jangka panjang PPOK, dengan harapan dapat
mengurangi kecemasan pada pasien PPOK dan memberiksan semangat hidup
walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Adapun penggunaan obat-obat dan
oksigen disesuaikan dengan klasifikasi dan derajat berat penyakit yang dialami
oleh pasien PPOK.(5)
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : Batuk berdahak, nyeri dada
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa keluarganya dengan keluhan sesak napas. Sesak napas
disertai suara wheezing atau suara mengi, sesak napas tidak dipengaruhi oleh
cuaca. Sesak bertambah berat saat aktivitas ringan. Batuk berdahak (+), dahak
berwarna kuning dan mudah dikeluarkan.Batuk darah (-).Nyeri dada sebelah kiri
(+) dapat dilokalisasi tidak terdapat nyeri yang menyebar.Demam (-) mual (+),
muntah (-),Penurunan berat badan (-), keringat malam (-), dan penurunan nafsu
makan (-).os sering keluar masuk RS karena keluhan yang sama.
5
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.
Riwayat Sosial
Pasien adalah pensiunan dan merokok dengan IB berat.
2.3 Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum :
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 85 kali/menit, regular,kuat angkat, isi cukup
Frekuensi nafas : 25 kali/menit, regular
Suhu : 36,6° C
Inspeksi
Statis: simetris, barrel chest
Dinamis: Simetris
Palpasi
Atas Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
6
Bawah Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Perkusi
Atas Sonor Sonor
Tengah Sonor Sonor
Bawah Sonor Sonor
Auskultasi
Vesikuler (+), rhonki (+), Vesikuler (+), rhonki (+),
Atas
wheezing (+) wheezing (+)
Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),
Tengah
wheezing (+) wheezing (+)
Thoraks posterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi
Statis : Simetris, barrel chest
Dinamis: Simetris
Palpasi
Atas Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Bawah Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Perkusi
Sonor Sonor
Atas
Tengah Sonor Sonor
Bawah Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+), rhonki Vesikuler (+), rhonki (+),
Atas (+),wheezing (-) wheezing (+)
Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),
Tengah
wheezing (+) wheezing (+)
Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),
Bawah
wheezing (+) wheezing (+)
Jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular (+) bising (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, organomegali (-), nyeri tekan (-)
7
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik kesan normal
Ekstremitas :
Ekstremitas superior: sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-),
CRT <2”, clubbing finger (+).
Ekstremitas inferior: sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-), CRT
<2 detik.
8
b) Foto Thorax (Oktober 2017)
Foto simetris
Kekerasan cukup
Tulang dan jaringan lunak
baik
Sudut costophrenicus kanan
dan
kiri tajam
Trakea di tengah
Cor CTR < 50%, bentuk
normal
Aorta dan hilus normal
Infiltrate di perihiler kanan
dan kiri.
Diafragma kanan dan kiri
mendatar dan tenting
Pada hemithorax kanan
tampak sela iga melebar
dengan gambaran hiperlusen
Pada hemithorax kiri tampak
sela iga melebar dengan
gambaran hiperlusen
2.7 Diagnosis
PPOK Eksaserbasi Akut
2.8 Tatalaksana
O2 2L/i (k/p)
Inj Omeprazole / 24 jam
Domperidon 3x1
Nebule Combiven 1 resp/ 20 menit selama 1 jam (3x) selanjutnya 1 resp/ 8
jam
9
Nebule pulmicort 1 resp/ 12 jam
Vectrin 3x1
Diet MBRKTP
2.9 Planning
Sputum Mo gram dan k/r
2.10 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
Follow Up Harian
Tabel 2. Follow up pasien harian
Tanggal/hari
Catatan Instruksi
rawatan
S/ pasien mengeluhkan sesak Th/
08/10/2017 nafas dan batuk (+) - O2 2L/i (k/p)
H1 O/ TD : 130/80 mmHg - Inj. Omeprazole /24 jam
HR : 80 x/menit - Domperidon 3x1
RR : 24 x/menit - Nebule Combiven 1 resp/
T : 36,5 oC 8 jam
SpO2 : 98% dengan O2 NK 2l/i - Nebule pulmicort 1 resp/
Paru 12 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+), Planning:
barrel chest (-). - APE harian
P: Sf ka = Sf ki
P: sonor/sonor
A: Ves (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
Ass/
- PPOK Eksaserbasi Akut
- Syndrom Dyspepsia
10
S/ sesak nafas mulai berkurang, Th/
09/10/2017 nyeri perut (+). - O2 2L/i (k/p)
H2 O/ - Inj. Omeprazole /24 jam
TD : 120/70 mmHg - Domperidon 3x1
HR : 85 x/menit - Nebule Combiven 1 resp/
RR : 24 x/menit 8 jam
T : 36,8 oC - Nebule pulmicort 1 resp/
SpO2 : 96% dengan O2NK 2l/i 12 jam
Planning:
Pf. Paru - APE Harian
I: Simetris statis/dinamis (+/+),
barrel chest (-).
P: Sf ka = Sf ki
P: sonor/sonor
A: Ves (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
Ass/
- PPOK Eksaserbasi Akut
- Syndrom Dyspepsia
11
A: Ves (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
Ass/
- PPOK Eksaserbasi Akut
- Syndrom Dyspepsia
S/ Th/
11/09/2017 O/ - O2 2L/i (k/p)
H4 TD : mmHg - Inj. Omeprazole /24 jam
HR : x/menit - Domperidon 3x1
RR : x/menit - Nebule Combiven 1 resp/
T : 36,6 C 8 jam
SpO2 : 98% dengan O2NK 2l/i - Nebule pulmicort 1 resp/
12 jam
Paru Planning:
I: Simetris statis/dinamis (+/+), - Sputum Mo gram dan k/r
barrel chest (+).
P: Sf ka = Sf ki
P: sonor/sonor
A: Ves (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
Ass/
- PPOK Eksaserbasi Akut
(perbaikan)
- Syndrom Dyspepsia
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang persisten dan
progresif, berhubungan dengan inflamasi kronik berlebihan pada saluran nafas
dan parenkim paru akibat gas atau partikel berbahaya.(1)
3.2 Epidemiologi
Beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK antara lain:(5)
1) Asap rokok
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang
terpenting saat ini. Asap rokok mempunyai prevalensi yang tinggi sebagai
penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Beberapa penelitian
dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1. Angka kematian pada
perokok mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan dengan bukan
13
perokok. Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang
dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok perhari dan lamanya
merokok. Namun tidak semua perokok berkembang menjadi PPOK secara
klinis, karena dipengaruhi oleh faktor resiko genetik setiap individu.
Perokok pasif atau Environmental Tobacco Smoke (ETS) juga memberikan
kontribusi terhadap terjadinya gejala respirasi dan PPOK dikarenakan
adanya peningkatan jumlah inhalasi partikel dan gas.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
a. Riwayat merokok: perokok aktif, perokok pasif dan bekas perokok.
b. Derajat berat merokok yang dinilai dengan Indeks Brinkman (IB),
yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun dan dikategorikan sebagai:
- Ringan : 0-199
- Sedang : 200-599
- Berat : >600
2) Polusi udara
Terdapat berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara
dapat menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam
partikel akan memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan
beratnya PPOK. Polusi udara terbagi menjadi polusi di dalam ruangan (asap
rokok dan asap kompor), polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan
bermotor dan debu jalanan), serta polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat
iritasi, gas beracun).
3) Infeksi saluran napas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas
PPOK.Kolonisasai bakteri mengakibatkan inflamasi jalan napas, sehingga
menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan
menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi
pada saat dewasa.
4) Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan
14
eksogen dari polutan dan asap rokok. Pada saat terjadi perubahan
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan misalnya ekses oksidan dan
atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif
tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga
menimbulkan aktivitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.
5) Sosial ekonomi
Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat,
nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial
ekonomi berpengaruh terhadap perkembangan PPOK. Malnutrisi dan
penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot
respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot.
6) Tumbuh kembang paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, dan
pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang
adalah risiko untuk terjadinya PPOK.Studi menyatakan bahwa berat lahir
mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
7) Gen
Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah mutasi gen
serpina-1 yang mengakibatkan kekurangan -1 antitrypsin sebagai inhibitor
dari protease serin. Ditemukan pada usia muda dengan kelainan enfisema
panlobular dengan penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok
atau bukan perokok dengan kekurangan -1antitrypsin yang berat.
3.4 Klasifikasi
Faal paru
Derajat
VEP1/KVP < 70%
15
Derajat III: PPOK berat 30% < VEP1< 50% prediksi
3.5 Patogenesis
16
Gambar 1. Patogenesis PPOK.(1)
3.6 Patofisiologi
17
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.(1)
3) Hipersekresi lendir
Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi mukus
melalui aktivasi reseptor faktor EGFR.(1)
4) Gambaran dampak sistemik
Kakesia umumnya terlihat pada pasien PPOK berat dikarenakan
hilangnya massa otot rangka dan kelemahan otot sebagai akibat dari
peningkatan proses apoptosis atau karena tidak digunakannya otot-otot
tersebut. Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF- IL-
6, dan radikal bebas dapat mempengaruhi efek sistemik misalnya proses
osteoporosis, depresi dan anemia kronik. Peningkatan risiko penyakit
kardiovaskuler berkolerasi dengan peningkatan protein C-reaktif (CRP).(1)
3.7 Eksaserbasi
18
eksaserbasi terjadi peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara, dengan
pengurangan aliran ekspirasi, sehingga terjadi peningkatan sesak napas.(1)
Gejala eksaserbasi yaitu sesak bertambah, produksi sputum meningkat dan
berubah warna menjadi purulen. Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga:(1)
- Tipe I (eksaserbasi berat) : memiliki 3 gejala di atas
- Tipe II (eksaserbasi sedang) : memiliki 2 gejala di atas
- Tipe III (eksaserbasi ringan): memiliki 1 gejala ditambah infeksi saluran napas
atau >5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi
atau peningkatan frekuensi pernapasan >20% baseline, atau frekuensi nadi
>20% baseline.
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan
hingga berat.Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan
kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila
terdapat tanda dan gejala sebagai berikut:
3.9 Diagnosis
19
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara.
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b) Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertrofi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher
dan edema tungkai.
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah.
Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing.
20
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan
perifer.
Pursed - lips breathing
Merupakan sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu
dan ekspirasi yang memanjang.Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
c) Pemeriksaan Rutin
1 Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP).
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%).
- Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred.) < 80% VEP1% (VEP1/KVP)
< 70 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Pengukuran spirometri dievaluasi dengan membandingkan hasil
pengukuran terhadap nilai prediksi yang tepat berdasarkan usia, tinggi
badan, jenis kelamin, dan ras.
- Nilai VEP1 pasca bronkodilator <80% prediksi serta nilai VEP1/KVP
<0,70 memastikan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel.
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20
menit kemudian dievaluasi perubahan nilai VEP1 atau APE, dimana
perubahan nilai < 20% dan < 200 ml dari nilai awal.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
2 Laboratorium Darah
21
Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Analisa gas darah
3 Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain.
- Pada emfisema terlihat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, ruang
retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung
(jantung pendulum/tear drop/eye drop appearance)
- Pada bronkitis kronik umumnya memiliki gambaran normal atau
pertambahan corakan bronkovaskuler.
22
Panbronkiolitis difus - Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok
- Hampir semua menderita sinusistis kronik
- Foto thoraks dan HRCT torkas menunjukkan nodul opak
menyebar kecil di centrilobular dan gambaran hiperinflasi.
3.11 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan PPOK
Tujuan penatalaksaan antara lain mengurangi gejala, mencegah
progesivitas penyakit, mempertahankan fungsi paru, meningkatkan kualitas
hidup dan mencegah eksaserbasi. Penatalaksaan PPOK meliputi edukasi,
obat-obatan, rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis dan nutrisi.(1)
Edukasi
Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Secara umum bahan
edukasi yang harus diberikan adalah:(1)
- Pengetahuan dasar tentang PPOK
- Mengindari pencetus, dengan cara berhenti merokok, disampaikan
pertama kali kepada pasien pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
- Penggunaan obat – obatan
Dibertahukan mengenai macam obat dan jenisnya, cara penggunaan
obat yang benar (oral, MDI, atau nebuliser), waktu penggunaan yang
tepat (rutin dengan interval waktu tertentu atau kalau perlu saja), dosis
23
obat yang tepat serta efek sampingnya.
- Penggunaan oksigen
Diedukasikan mengenai kapan oksigen harus digunakan, berapa
dosisnya, serta efek samping kelebihan dosis oksigen.
- Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Adapun tanda eksaserbasi meliputi batuk atau sesak bertambah,
produksi sputum meningkat dan berubah warna, sehinga dapat
dideteksi dan dihindari pencetus eksaserbasi
- Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
Pemberian edukasi pada pasien PPOK didasarkan pada derajat penyakit.
Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat digunakan antara lain:(1)
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan derajat penyakitnya.Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak direkomendasikan
dalam penggunaan jangka panjang.Pada derjat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat atau obat berfek panjang. Jenis-jenis
bronkodilator:
- Golongan antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium,
oxitropium dan tiopropium bromide.Efek utamanya adalah
memblokade efek asetilkolin padareseptor muskarinik.Efek
bronkodilator dari antikolinergik kerja singkat inhalasi lebih lama
dibandingkan agonis β-2 kerja singkat.Biasanya digunakan pada
derajat ringan hingga berat, berfungsi sebagai bronkodilator serta
mengurangi sekresi mukus (maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis β-2
Prinsip kerja agonis β-2 adalah relaksasi otot polos jalan napas
dengan menstimulasi reseptorβ-2 adrenergik dengan meningkatkan
C-AMP danmenghasilkan antagonisme fungsional terhadap
bronkokontriksi.Efek bronkodilator dari agonis β-2 kerja singkat
24
biasanya dalam waktu 4-6 jam. Sedangkan agonis β-2 kerja lama
memiliki waktu kerja 12 jam atau lebih. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis β-2
Kombinasi ini memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
bekerja di tempat yang berbeda.Pengguaannya juga mudah
digunakan.
- Golongan xantin
Contoh obatnya adalah teofilin.Obat ini berperan dalam perubahan
otot-otot inspirasi.Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan
berat.Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega
napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
akut.
b. Antiinflamasi
Digunakan pada eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi,
bermanfaat menekan inflamasi, dengan pemilihan golongan
metilprednisolon atau prednisone. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan sebagai terapi jangka panjang bila terbukti
uji kortikosteroid positif, yaitu terdapat perbaikan VEP1 pasca
bronkodilator meningkat >20% dan minimal 250 ml.(1)
c. Antibiotik
Antibiotik bermanfaat untuk pasien PPOK eksaserbasi dengan tanda
klinis infeksi saluran napas, misalnya meningkatnya dahak
purulen.Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat
dan komposisi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di
rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, Sedangkan untuk rawat
jalan diberikan kombinasi dengan macrolide bila eksaserbasi sedang
ataupun tunggal bila ringan.(1)
25
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK yang sering,
namun tidak dianjurkan pemberian yang rutin.(1)
e. Mukolitik
Hanya diberikan pada eksaserbasi akut untuk mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum kental.(1)
Rehabilitasi PPOK
Dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan toleransi terhadap latihan
dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Program rehabilitasi
terdiri dari 3 komponen, yaitu latihan fisik, psikososial dan latihan
pernapasan.(1)
Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progesif dan kronik yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan
mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lain.
Diindikasikan pada PaO2 <60 mmHg atau Sat O2<90%. Terapi oksigen
jangka panjang diberikan pada PPOK stabil derajat berat terutama saat
tidur atau berkativitas, dengan lama pemberian 15 jam setiap hari
menggunakan nasal kanul 1-2 L/m. Sedangkan pada derajat sedang
hanya diberikan jika timbul sesak diakibatkan pertambahan aktivitas.(1)
Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik, atau pada PPOK
derajat berat dnegan gagal napas kronik. Dianjurkan pemakaian
Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil
ventilasi mekanis digunakan dengan intubasi.(1)
Nutrisi
Gizi penting sebagai penentu gejala cacat dan prognosis
PPOK.Malnutrisi sering terjadi pada PPOK kemungkinan karena
26
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan
terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti
PPOK karena berkorelasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan
perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan
penurunan berat badan, kadar albumin rendah, antropometri, dan
pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot
pipi).(1)
3.12 Prognosis
27
BAB IV
ANALISA KASUS
Telah diperiksa pasien laki-laki dengan inisial Tn. TA usia 60 tahun dengan
keluhan sesak napas disertai suara wheezing atau suara mengi. Sesak napas tidak
dipengaruhi oleh cuaca. Os banyak menghabiskan waktu di tempat tidur. Sesak
bertambah berat saat aktivitas ringan. Batuk berdahak (+), dahak berwarna kuning
dan mudah dikeluarkan.Batuk darah (-). Nyeri dada sebelah kiri (+) dapat
dilokalisasi san tidak terdapat nyeri yang menyebar.Demam 2 hari SMRS, demam
naik turun dan turun dengan obat penurun panas. Penurunan berat badan (-),
keringat malam (-), dan penurunan nafsu makan (-).
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dicurigai menderita
PPOK dengan diagnosis banding TB dan pneumonia. PPOK adalah penyakit yang
umum, dapat dicegah dan ditangani, memiliki karakteristik gejala pernafasan yang
menetap dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan abnormalitas saluran
nafas dan/atau alveolus akibat pajanan gas atau partikel berbahaya.(1) Diagnosis
PPOK dibuat berdasarkan menifestasi klinis berupa sesak napas, batuk berdahak
dan riwayat terpajan faktor risiko salah satunya adalah merokok yang terdapat
pada pasien.(5)Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya suara nafas vesikuler,
ronkhi pada kedua lapangan paru bagian atas dan wheezing pada seluruh lapangan
paru.
Pasien adalah seorang laki-laki, 80 tahun, berdasarkan data RISKESDAS,
penderita PPOK di Indonesia didominasi oleh laki-laki dikarenakan perokok,
dengan pria lebih banyak 2 kali dibandingkan dengan perokok wanita.(3) Penderita
PPOK umumnya berada pada usia >40 tahun, hal ini dikarenakan pada usia >40
tahun paru-paru sudah mengalami penurunan fungsi berupa penurunan kapasitas
vital paksa dan daya recoil paru.(3) Penelitian yang dilakukan oleh Kundu et al
mendapatkan rentang usia terbanyak adalah pada usia 56-65 tahun, hal ini sesuai
dengan yang didapatkan pada kasus ini.(8)Risiko PPOK pada perokok tergantung
28
dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok perhari
dan lamanya merokok (Indeks Brinkman).(5) Lebih banyak batang rokok yang
dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko
penyakit yang ditimbulkan akan semakin besar.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini meliputi
laboratorium, thorax PA. Pada hasil laboratorium didapatkan monositosis
(peningkatan monosit), dan foto thorax dengan kesan emfisematous lung dengan
pneumonia. Sedangkan untuk foto thorax akan ditemukan hiperlusen, sela iga
melebar, diafragma mendatar.(1)
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi adalah mengatasi segera
eksaserbasi dan mencegah terjadinya gagal napas. Terapi berupa pemberian
oksigen adekuat, obat-obatan bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotik.(1,5,9)
Penatalaksanaan pada kasus ini sesuai dengan prinsip penatalaksanaan PPOK
eksaserbasi, selama dirawat pasien mendapat terapi O2 2 liter/menit, nebule
combivent 1 resp/8 jam, nebule pulmicort 1 resp/12 jam.
Pada PPOK eksaserbasi, terapiO2merupakan hal pertama dan utamayang
bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang dapat me-
ngancam jiwa. Diberikan untuk mempertahankan PaO2> 60 mmHg atau Sat O2>
90%.(1)Obat-obatan yang dibutuhkan pada eksaserbasi berupa bronkodilator, korti-
kosteroid dan antibiotik.(1,5,10) Pada pasien ini diberikan jenis bronkodilator kom-
binasi yaitu nebule Combivent yang mengandung Salbutamol (golongan Agonis
β2 kerja singkat) dan Ipatropium bromide (golongan Antikolinergik). Sedangkan
kortikosteroid inhalasi yang diberikan pada pasien ini merupakanpulmicort yang
mengandung budesonide. Obat ini dapat mengurangi frekuensieksaserbasi.
29
BAB V
PPOK adalah penyakit yang umum, dapat dicegah dan ditangani, memiliki
karakteristik gejala pernafasan yang menetap dan keterbatasan aliran udara yang
disebabkan abnormalitas saluran nafas dan/atau alveolus akibat pajanan gas atau
partikel berbahaya.
Penegakan diagnosis dari PPOK meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.Tujuan penatalaksaan PPOK antara lain mengurangi
gejala, mencegah progesivitas penyakit, mempertahankan fungsi paru,
meningkatkan kualitas hidup dan mencegah eksaserbasi.Penatalaksaan PPOK
meliputi edukasi, obat-obatan, rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis dan
nutrisi.
30
DAFTAR PUSTAKA
8 Abhijit Khundu AM, Supriyo Sarkar. Correlation of six minute walk test with
spirometric indices in chronic obstructive pulmonary disease patients: A
tertiary care hospital experience. J Assoc Chest Physicians. 2009
31