Anda di halaman 1dari 8

Kepribadian

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pemilihan pakaian dan gaya rambut adalah bagian dari ekspresi kepribadian.

Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan
individu lain.[1] Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur
yang ditunjukkan oleh seseorang.[1]

Daftar isi
 1 Makna kepribadian menurut pengertian sehari-hari
 2 Definisi kepribadian menurut psikologi
 3 Ciri-ciri kepribadian
o 3.1 Kepribadian yang sehat
o 3.2 Kepribadian yang tidak sehat
 4 Faktor-faktor penentu kepribadian
o 4.1 Faktor keturunan
o 4.2 Faktor lingkungan
 5 Sifat-sifat kepribadian
 6 Cara identifikasi kepribadian
o 6.1 Myers-Briggs Type Indicator
o 6.2 Model Lima Besar
 7 Menilai kepribadian
 8 Sifat kepribadian utama yang memengaruhi perilaku organisasi
o 8.1 Evaluasi inti diri
o 8.2 Machiavellianisme
o 8.3 Narsisisme
o 8.4 Pemantauan diri
o 8.5 Kepribadian tipe A
o 8.6 Kepribadian proaktif
 9 Lihat pula
 10 Referensi
 11 Pranala luar

Makna kepribadian menurut pengertian sehari-hari


Disamping itu kepribadian sering diartikan sebagai ciri-ciri yang menonjol pada diri individu,
seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang
supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut,
dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”

Definisi kepribadian menurut psikologi


Berdasarkan psikologi, Gordon Allport menyatakan bahwa kepribadian sebagai suatu
organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus
proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit Allport
menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan.

Ciri-ciri kepribadian
Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian.
Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall
dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang
berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu
rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa
kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci
dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan
penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral
maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan
emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan
kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat
dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh
keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi
kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan
kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang
sudah banyak dikenal, diantaranya : teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari
Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori
Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari
Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl
Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang
aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup :

 Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya
dalam memegang pendirian atau pendapat.
 Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
 Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
 Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa
 Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk menerima risiko dari
tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko secara wajar,
cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
 Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.
Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi
dengan orang lain.

Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan
kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf,
2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat, sebagai berikut :

Kepribadian yang sehat

 Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya tentang
kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan
sebagainya.
 Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi
kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak
mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.
 Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan
yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh
atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau
kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi,
tetapi dengan sikap optimistik.
 Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk
mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
 Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan
diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
 Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi
frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak destruktif (merusak)
 Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan
kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar
paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan
kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
 Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain, memiliki
kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat
fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa
nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan
untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan
dirinya.
 Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap
bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
 Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang
berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
 Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh faktor-
faktor achievement (prestasi), acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang).

Kepribadian yang tidak sehat

 Mudah marah (tersinggung)


 Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
 Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
 Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau
terhadap binatang
 Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah
diperingati atau dihukum
 Kebiasaan berbohong
 Hiperaktif
 Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
 Senang mengkritik/mencemooh orang lain
 Sulit tidur
 Kurang memiliki rasa tanggung jawab
 Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat
organis)
 Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
 Pesimis dalam menghadapi kehidupan
 Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan

Faktor-faktor penentu kepribadian


Faktor keturunan

Keturunan merujuk pada faktor genetika seorang individu.[1] Tinggi fisik, bentuk wajah,
gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan irama biologis adalah
karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara substansial,
dipengaruhi oleh siapa orang tua dari individu tersebut, yaitu komposisi biologis, psikologis,
dan psikologis bawaan dari individu.[1]

Terdapat tiga dasar penelitian yang berbeda yang memberikan sejumlah kredibilitas terhadap
argumen bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dalam menentukan kepribadian
seseorang.[1] Dasar pertama berfokus pada penyokong genetis dari perilaku dan temperamen
anak-anak. [1] Dasar kedua berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir.[1]
Dasar ketiga meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai
situasi.[1]

Penelitian terhadap anak-anak memberikan dukungan yang kuat terhadap pengaruh dari
faktor keturunan.[2] Bukti menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa takut,
dan agresif dapat dikaitkan dengan karakteristik genetis bawaan.[2] Temuan ini
mengemukakan bahwa beberapa sifat kepribadian mungkin dihasilkan dari kode genetis sama
yang memperanguhi faktor-faktor seperti tinggi badan dan warna rambut.[2]

Para peneliti telah mempelajari lebih dari 100 pasangan kembar identik yang dipisahkan sejak
lahir dan dibesarkan secara terpisah.[3] Ternyata peneliti menemukan kesamaan untuk hampir
setiap ciri perilaku, ini menandakan bahwa bagian variasi yang signifikan di antara anak-anak
kembar ternyata terkait dengan faktor genetis.[1] Penelitian ini juga memberi kesan bahwa
lingkungan pengasuhan tidak begitu memengaruhi perkembangan kepribadian atau dengan
kata lain, kepribadian dari seorang kembar identik yang dibesarkan di keluarga yang berbeda
ternyata lebih mirip dengan pasangan kembarnya dibandingkan kepribadian seorang kembar
identik dengan saudara-saudara kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.[1]

Faktor lingkungan

Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter adalah
lingkungan di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan; norma dalam keluarga, teman, dan
kelompok sosial; dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia dapat alami.[1] Faktor
lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian seseorang.[1] Sebagai contoh,
budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga ideologi yang
secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh pada kultur
yang lain.[1] Misalnya, orang-orang Amerika Utara memiliki semangat ketekunan,
keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika kerja Protestan yang terus tertanam dalam diri
mereka melalui buku, sistem sekolah, keluarga, dan teman, sehingga orang-orang tersebut
cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan dalam
budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan
keluarga daripada pekerjaan dan karier.[1]

Sifat-sifat kepribadian
Berbagai penelitian awal mengenai struktur kepribadian berkisar di seputar upaya untuk
mengidentifikasikan dan menamai karakteristik permanen yang menjelaskan perilaku
individu seseorang.[1] Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang individu
adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut.[4] Karakteristik-karakteristik
tersebut jika ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian.[4] Sifat
kepribadian menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar karena para peneliti
telah lama meyakini bahwa sifat-sifat kepribadian dapat membantu proses seleksi karyawan,
menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu, dan memandu keputusan pengembangan
karier.[4]

Cara identifikasi kepribadian


Terdapat sejumlah upaya awal untuk mengidentifikasi sifat-sifat utama yang mengatur
perilaku.[5] Seringnya, upaya ini sekadar menghasilkan daftar panjang sifat yang sulit untuk
digeneralisasikan dan hanya memberikan sedikit bimbingan praktis bagi para pembuat
keputusan organisasional.[5] Dua pengecualian adalah Myers-Briggs Type Indicator dan
Model Lima Besar.[5] Selama 20 tahun hingga saat ini, dua pendekatan ini telah menjadi
kerangka kerja yang dominan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan sifat-sifat
seseorang.[5]

Myers-Briggs Type Indicator

Myers-Briggs Type Indicator (MBTI)[6] adalah tes kepribadian menggunakan empat


karakteristik dan mengklasifikasikan individu ke dalam salah satu dari 16 tipe kepribadian.
Berdasarkan jawaban yang diberikan dalam tes tersebut, individu diklasifikasikan ke dalam
karakteristik ekstraver atau introver, sensitif atau intuitif, pemikir atau perasa, dan memahami
atau menilai[5]. Instrumen ini adalah instrumen penilai kepribadian yang paling sering
digunakan.[7] MBTI telah dipraktikkan secara luas di perusahaan-perusahaan global seperti
Apple Computers, AT&T, Citgroup, GE, 3M Co., dan berbagai rumah sakit, institusi
pendidikan, dan angkatan bersenjata AS.[7]

Model Lima Besar

Myers-Briggs Type Indicator kurang memiliki bukti pendukung yang valid, tetapi hal
tersebut tidak berlaku pada model lima faktor kepribadian -yang biasanya disebut Model
Lima Besar.[5] Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah besar penelitian mendukung bahwa
lima dimensi dasar saling mendasari dan mencakup sebagian besar variasi yang signifikan
dalam kepribadian manusia.[8] Faktor-faktor lima besar mencakup ekstraversi, mudah akur
dan bersepakat, sifat berhati-hati, stabilitas emosi, dan terbuka terhadap hal-hal baru.[8]

Menilai kepribadian

Sepuluh kartu yang digunakan dalam Rorschach Inkblot test.

Alasan paling penting mengapa manajer perlu mengetahui cara menilai kepribadian adalah
karena penelitian menunjukkan bahwa tes-tes kepribadian sangat berguna dalam membuat
keputusan perekrutan.[1] Nilai dalam tes kepribadian membantu manajer meramalkan calon
terbaik untuk suatu pekerjaan.[1]
Terdapat tiga cara utama untuk menilai kepribadian[1]:

 Survei mandiri
 Survei peringkat oleh pengamat
 Ukuran proyeksi (Rorschach Inkblot test dan Thematic Apperception Test)

Sifat kepribadian utama yang memengaruhi perilaku


organisasi
Evaluasi inti diri

Evaluasi inti diri adalah tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka
sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka
merasa memegang kendali atau tidak berdaya atas lingkungan mereka.[9] Evaluasi inti diri
seorang individu ditentukan oleh dua elemen utama: harga diri dan lokus kendali.[9] Harga
diri didefinisikan sebagai tingkat menyukai diri sendiri dan tingkat sampai mana individu
menganggap diri mereka berharga atau tidak berharga sebagai seorang manusia.[9]

Machiavellianisme

Machiavellianisme adalah tingkat di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan


jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses.[9] Karakteristik
kepribadian Machiavellianisme berasal dari nama Niccolo Machiavelli, penulis pada abad
keenam belas yang menulis tentang cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan.[9]

Narsisisme

Narsisisme adalah kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang
berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri.[1] Sebuah
penelitian mengungkap bahwa ketika individu narsisis berpikir mereka adalah pemimpin
yang lebih baik bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, atasan mereka sebenarnya
menilai mereka sebagai pemimpin yang lebih buruk.[1] Individu narsisis seringkali ingin
mendapatkan pengakuan dari individu lain dan penguatan atas keunggulan mereka sehingga
individu narsisis cenderung memandang rendah dnegan berbicara kasar kepada individu yang
mengancam mereka.[1] Individu narsisis juga cenderung egois dan eksploitif, dan acap kali
memanfaatkan sikap yang dimiliki individu lain untuk keuntungannya[1].

Pemantauan diri

Pemantauan diri adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan


faktor situasional eksternal.[10] Individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi
menunjukkan kemampuan yang sangat baik dalam menyesuaikan perilaku dengan faktor-
faktor situasional eksternal[10]. Bukti menunjukkan bahwa individu dengan tingkat
pemantauan diri yang tinggi cenderung lebih memerhatikan perilaku individu lain dan pandai
menyesuaikan diri bila dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat pemantauan diri
yang rendah.[10]

Kepribadian tipe A
Donald Trump adalah individu berkepribadian tipe A.

Kepribadian tipe A adalah keterlibatan secara agresif dalam perjuangan terus-menerus untuk
mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan melawan upaya-upaya yang
menentang dari orang atau hal lain.[11] Dalam kultur Amerika Utara, karakteristik ini
cenderung dihargai dan dikaitkan secara positif dengan ambisi dan perolehan barang-barang
material yang berhasil.[11] Karakteristik tipe A adalah:[11]

 selalu bergerak, berjalan, dan makan cepat;


 merasa tidak sabaran;
 berusaha keras untuk melakukan atau memikirkan dua hal pada saat yang bersamaan;
 tidak dapat menikmati waktu luang;
 terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal yang
bisa mereka peroleh.

Kepribadian proaktif

Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak,
dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Pribadi proaktif menciptakan
perubahan positif daalam lingkungan tanpa memedulikan batasan atau halangan

Anda mungkin juga menyukai