Anda di halaman 1dari 2

Laporan Kasus

Dua anak perempuan kembar monozigot yang sudah terdiagnosis Down Syndrome (Trisomi 21)
berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini sudah di setujui oleh Komite Etik Penelitian Rumah
Sakit Porto Alegre (Nomor protokol 23211) dan orangtua dari anak tersebut telah menandatangani
informed consent untuk mempartisipasikan anaknya pada penelitian ini.

Asesmen klinis di lakukan oleh pemeriksa yang sudah terlatih dan terkalibrasi (MJSM). Diagnosis karies
didasarkan dengan meendeteksi lesi karies pada tahap kavitasi , sesuai dengan rekomendasi WHO.
Adanya pembusukan, missing, filled primary (dmft) dan gigi permanen (DMFT) juga di rekam. Informasi
mengenai kebiasaan konsumsi gula dan oral hygiene didapatkan dari wawancara dengan Ibu subjek
penelitian.

Saliva yang terstimulasi di dapatkan dengan meminta subjek untuj mengunyah sugar free gum yang
tidak ada rasa. Prosedur mikrobiologi untuk mendeteksi kadar S.mutans pada saliva didapatkan dengan
metodologi yang sudah dideskripsikan sebelumnya.

Untuk mendapatkan biofilm, subjek penelitian diminta untuk tidak membersihkan giginya selama 48 jam
sebelum waktu pengambilan saliva. Biofilm dental supraginggival didapatkan dari seluruh gigi
menggunakan kuret steril. Sampel biofilm di proses sesuai dengan metodologi yang sudah di jelaskan
sebelumnya. Konsentrasi fluorid dianalisis menggunakan elektroda yang dihubungkan dengan analis ion.
Konsentrasi Ca dan Pi dideteksi dengan metode kolonetrik Arsenazo III dan phosphomolybdate. Kadar
EPS dideteksi dengan metode kolorimetrik asam sulfurik.

Untuk ekstraksi genomik DNA dari S.mutans, sampel ditanam dalam Petri plates yang mengandung agar
BHI. Setelah periode inkubasi, koloni dilakukan pengecatan dengan pengecatan gram untuk
menkonfirmasi morfologi dan mengeksklusi kemungkinan kontaminasi.

Kultur presumtif S.mutans diambil dan dipindahkan ke microtubes yang mengandung ultrapure sterile
water. Koloni tersebut dialirkan di dinding tabung lalu di vortex agar terjadi mekanikal disrupsi pada
dinding bakteri untuk ekstraksi DNA. Lalu, PCR dengan spesies oligonukleotid primer spesifik gen gtfB
dilakukan sesuai dengan yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Rantai yang sudang teridentifikasi sebagai S.mutans kemudian dianalisis genotipikal menggunakan AP-
PCR. OPA-02 menggunakan oligonukleotid primer untuk reaksi dan OPA-03 digunakan untuk
mengkonfirmasil hasilnya.

Hasil dan Diskusi

Hasil penelitian berupa perbedaan klinis, mikrobilogikal, dan variabel biokemikal dipaparkan pada tabel
1. Dua subjek peneliitian dengan DS tersebut bebas dari karies pada gigi permanen, namun satu subjek
pernah mengalami karies pada gigi sulungnya. (dmfs=7). Subjek yang pernah mengalami karies
menunjukan kadar S.mutans yang lebih tinggi pada saliva dan konsentrasi Ca,Pi dan F yang lebih rendah,
dan konsentrasi EPS biofilm yang lebih tinggi daripada saudarinya.

Ibu dari subjek penelitian melaporkan saat wawancara bahwa diet kedua anaknya sama (6 kali makan
dengan 4 kali konsumsi sukrosa) dan sikat gigi dengan pasta fluorid 2 kali sehari.
Delapan belas S.mutans yang terisolasi didapatkan dari kedua subjek penelitian yang menderita DS
(sembilan dari masing-masing subjek). Gambar 1 menunjukkan perbedaan genotipe yang ditemukan
pada subjek menggunakan OPA-02 dan dikonfirmasi dengan OPA-03. Median bands genotipe yang
ditemukan di reaksi AP-CPR berjumlah empat pada masing-masing subjek. (Sekutar 1-6 pada subjek
yang pernah mengalami karies dan 2-6 pada subjek yang lain) . Subjek dengan pengalaman karies
menunjukkan tujuh genotipe dan saudarinya menunjukkan ada lima genotipe. Genotipe “c” dan “e”
hanya didapatkan pada subjek yang pernah mengalam karies (Tabel 2).

Pada laporan kasus ini, kami memaparkan hasil dari pemeriksaan klinis dan variabel mikrobologikal dan
biokemikal pada kedua subjek penelitian dengan DS. Prevalensi Downs Syndrome jarang terjadi pada
kembar. Hal tersebut juga bernilai bahwa salah satu subjek kembar tersebut pernah mengalami karies
sedangkan subjek yang lain bebas dari karies.

Anda mungkin juga menyukai