Anda di halaman 1dari 14

Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak

Pendahuluan

Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang ditandai dengan proteinuria yang
banyak dan edema. Penyakit ini sering terjadi pada anak usia kurang dari 14 tahun dan masih
belum diketahui penyebab pastinya. Secara garis besar, sindrom nefrotik dibagi menjadi 2,
yaitu sindrom nefrotik primer dan sindrom nefrotik sekunder. Sindrom nefrotik primer
merupakan sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan sindrom nefrotik
sekunder merupakan komplikasi dari penyakit-penyakit berat. Pada tinjauan pustaka ini,
penulis akan menjelaskan sindrom nefrotik primer yang dialami pada anak.

Anamnesis

Anamnesis pada pasien anak yang diduga mempunyai gangguan pada ginjal dan
saluran kemih dilakukan secara alloanamnesis. Perlu ditanyakan pula pertanyaan-pertanyaan
yang menyangkut identitas anak, riwayat imunisasi, riwayat perinatal, dan riwayat tumbuh
kembang.1,2

Pertanyaan-pertanyaan terkait yang dapat diajukan dalam anamenesis kepada pasien


antara lain:1,2

 Pendekatan umum
Identitas pasien (nama, umur, alamat).
 Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan
lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
 Riwayat penyakit dahulu
Dapat ditanyakan apakah sebelumnya anak pernah menderita gejala seperti yang
dikeluhkan dan penyakit-penyakit yang pernah diderita anak sebelumnya.
 Riwayat pengobatan
 Tanyakan mengenai kebiasaan dalam pembuangan urin dan konsistensi urin :
Air seni yang berwarna merah atau keruh, rasa nyeri yang menyertai saat buang air
kecil, frekuensi pembuangan air seni serta jumlahnya, dan tanyakan pancaran air seni
yang terbuang.

1
 Keluhan tambahan lainnya dan pola makan pasien
Rasa nyeri pada daerah pinggang atau daerah lain, gejala konstitusi (mual, muntah,
keringat dingin, lemas), pola makan anak, dan alergi.
 Riwayat imunisasi dan tumbuh kembang
Imunisasi apa saja yang sudah diberikan kepada anak dan bagaimana riwayat tumbuh
kembangnya, untuk mengetahui adanya gagal tumbuh atau tidak.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik hal pertama yang dapat dinilai adalah keadaan umum, keadaan
sakit, kesadaran, berat dan panjang badan, status gizi, lingkaran lengan atas, serta tingkat
perkembangan pada umumnya.Kemudian hal yang tidak kalah penting adalah memeriksa
TTV berupa tekanan darah, suhu, nadi dan pernapasan.Pada sindrom nefrotik biasa
didapatkan tekanan darah meningkat.Selanjutnya kita juga harus melakukan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Pada inspeksi akan terlihat adanya edema di kedua kelopak mata,
tungkai, adanya asites dan edema skrotum/labia.1-3

Pemeriksaan Penunjang

Langkah pertama dalam mengevaluasi anak dengan edema adalah untuk memastikan
apakah anak tersebut menderita sindrom nefrotik atau tidak, karena hipoalbuminemia dapat
terjadi tanpa adanya proteinuria (pada protein-losing enteropathy), dan edema dapat terjadi
tanpa adanya hipoalbuminemia (sepserti pada angioedema, insufisiensi venosa, gagal jantung
kongestif, dan lain sebagainya). Untuk memastikan diagnosis sindroma nefrotik, pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan : proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan diantaranya :1-3

 Urinalisis.
Pada hasil urinalisis pasien dengan syndrome nefrotik dapat ditemukan
hematuria.Hasil tersering adalah hematuria mikroskopis.Hematuria makrsokopis
jarang ditemukan pada kasus syndrome nefrotik. Proteinuria dapat ditemukan antara
3+ atau 4+, yang menunjukkan kandungan protein urin sekitar 300 mg/dL.1-3
 Protein urin kuantitatif dengan menghitung protein/kreatinin urin pagi, atau dengan
protein urin 24 jam.1-3
1. Protein/kreatinin urin pagi lebih mudah dilakukan dan dapat mengeksklusi
proteinuria orthostatik.

2
2. Nilai protein/kreatinin urin lebih dari 2-3mg/mg.
3. Nilai protein urin 24 jam > 40mg/m2/jam atau nilai protein urin sewaktu
>100mg/dL, terkadang mencapai 1000mg/dL.
4. Sebagian besar protein yang diekskresi pada SN adalah albumin.
 Pemeriksaan darah1-3
1. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematocrit, LED)
2. Albumin dan kolesterol serum
3. Ureum, kreatinin serta bersihan kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz
4. Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan
ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA

Biopsi Ginjal

Biopsi ginjal tidak diindikasikan bagi pasien SN primer dengan awitan pada usia 1-8
tahun, kecuali jika riwayat klinis, temuan pada pemeriksaan fisik, maupun hasil dari
pemeriksaan laboratorium mengindikasikan adanya kemungkinan SN sekunder atau SN
primer selain tipe lesi minimal. Biopsi ginjal diindikasikan bagi pasien usia< 1 tahun, dimana
SN kongenital lebih sering terjadi, dan pada pasien usia > 8 tahun dimana penyakit
glomerular kronik memiliki insidensi yang lebih tinggi. Biopsi ginjal hendaknya juga
dilakukan bila riwayat, pemeriksaan, dan hasil uji laboratorium mengindikasikan adanya SN
sekunder.1-3

Radiografi

Pemeriksaan ultrasonografi atau venografi ginjal sekiranya dicurigai adanya


trombosis vena ginjal. Gambaran USG pada thrombosis vena ginjal yaitu:1-3

 Pembesaran ginjal dengan korteks hipoekoik dari edema pada fase awal.
 Pengurangan ukuran dan meningkatnya ekogenesitas.
 Pada Doppler ditemukan aliran arterial diastolic terbalik, absennya aliran vena,
visualisasi thrombus dengan lumen, resistensi tinggi pada arteri renalis dengan
peningkatan indeks resistif.

Diagnosis

3
Working Diagnosis

Sindrom Nefrotik Idiopatik

Sindrom nefrotik idiopatik merupakan penyakit ginjal dengan gejala proteinuria masif
> 3 g/hari, hipoalbuminemia < 3 g/dl, edema, hiperlipidemia, lipiduria dan
hiperkoagulabilitas terkait kelainan glomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak diketahui.1-
3

Untuk menegakkan diagnosis anak dengan sindrom nefrotik, ada beberapa keadaan
yang dapat ditemukan.Analisis urin menunjukkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada
hematuria mikroskopis, tetapi jarang ada hematuria makroskopis.Fungsi ginjal mungkin
normal atau menurun. Bersihan kreatinin rendah karena terjadi penurunan perfusi ginjal
akibat penyusutan volume intravaskuler dan akan kembali ke normal bila volume
intravaskuler membaik. Ekskresi protein melebihi 2 g/24 jam, kadar kolesterol dan trigliserid
serum naik, kadar albumin serum biasanya kurang dari 2 g/dL, dan kadar kalsium serum total
menurun, karena penurunan fraksi terikat-albumin. Kadar C3 normal.1-3

Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1 sampai 8 tahun agaknya menderita
penyakit lesi-minimal yang berespons terhadap steroid, dan terapi kortikosteroid harus
dimulai tanpa biopsi ginjal. Penyakit lesi-minimal tetap lazim pada anak di atas usia 8 tahun
yang datang dengan sindrom nefrotik, tetapi glomerulonephritis membranosa dan
membranoproliferatif menjadi semakin sering; biopsi ginjal dianjurkan pada kelompok ini
untuk menegakkan diagnosis pasti sebelum mempertimbangkan terapi.1-3

Differential Diagnosis

Sindrom Nefrotik Primer

Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik). Pada anak-anak (<


16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata
2,5 tahun, 80% < 6tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak dari pada
wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata
30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1.1-3

Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus per 100.000 anak pertahun sedangkan pada dewasa 3
per 1000.000 pertahun.Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan
oleh diabetes mellitus.1-3

4
Pada sindrom nefrotik primer ada pilihan untuk memberikan terapi empiris atau
melakukan biopsi ginjal untuk mengidentifikasi lesi penyebab sebelum memulai terapi.Selain
itu terdapat perbedaan dalam regimen pengobatan sindrom nefrotik dengan respon terapi
yang bervariasi dan sering terjadi kekambuhan setelah terapi dihentikan.1-3

Pada anak-anak dengan sindrom nefrotik, ginjal tampaknya merupakan satu-satunya


organ utama yang terlibat dan dapat disebut sebagai sindroma nefrotik primer.Sindroma
nefrotik dapat pula berkembang dalam perjalanan suatu penyakit sistemik disini sindroma
nefrotik dianggap sekunder.1-3

Yang termasuk golongan primer :1-3

 Sindrom nefrotik lesi minimal (MCNS = minimal change nephrotic syndrome)


Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) (85% dari kasus sindrom
nefrotik pada anak), glomerulus terlihat normal atau memperlihatkan peningkatan
minimal pada sel mesangial dan matrixnya. Penemuan pada mikroskop
immunofluorescence biasanya negative, dan mikroskop electron hanya
memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot processes (podosit) padaglomerulus.
Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan terapi kortikosteroid.
 Sindroma nefrotik dengan proliferasi mesangial difus
Ditandai dengan adanya peningkatan sel mesangial yang difus dan matriks
pada pemeriksaan mikroskop biasa.Mikroskop immunofluoroscence dapat
memperlihatkan jejak 1+ IgM mesangial dan/atau IgA.Mikroskop electron
memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial dan matriks diikuti dengan
menghilangnya sel podosit.Sekitar 50% pasien dengan lesi histologis ini berespon
dengan terapi kortikosteroid.
 Sindroma nefrotik dengan glomerulosklerosis fokal
Glomerulus memperlihatkan proliferasi mesangial dan jaringan parut
segmental pada pemeriksaan dengan mikroskop biasa.Mikroskop
immunofluorescence menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area yang mengalami
sklerosis.Pada pemeriksaan dengan mikroskop electron, dapat dilihat jaringan parut
segmental pada glomerular tuft disertai dengan kerusakan pada lumen kapiler
glomerulus. Lesi serupa dapat terlihat pula pada reflux vesicoureteral, dan
penyalahgunaan heroin intravena. Hanya 20% pasien dengan FSGS yang berespon
dengan terapi prednison.Penyakit ini biasanya bersifat progresif, pada akhirnya dapat

5
melibatkan semua glomeruli, dan menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (end
stage renal disease) pada kebanyakan pasien.

Sindrom Nefrotik Sekunder

Sindrom nefrotik sekunder adalah sindrom nefrotik yang berhubungan dengan


penyakit/kelainan sistemik, atau disebabkan oleh obat, alergen, maupun toksin.Secara
histopatologis sindrom nefrotik sekunder dapat berupa kelainan minimal, glomerulosklerosis
fokal segmental, glomerulonefritis membranosa maupun glomerulonefritis
membranoproliferatif. Penyakit sistemik yang sering menyebabkan sindrom nefrotik
sekunder adalah purpura Henoch-Schonlein, lupus eritematosussistemik, infeksi sistemik
seperti hepatitis B, penyakit sickle cell, diabetes melitus, ataupun keganasan.1-3

Etiologi

Berdasarkan etiologi, sindrom ini dapat dibagi menjadi sindrom nefrotik primer
(idiopatik) dan sindrom nefrotik sekunder.1-3

Sindrom nefrotik primer tetap belum diketahui penyebabnya. Keberhasilan awal


dalam mengendalikan sindrom nefrotik dengan obat-obat “imunosupresif” memberi kesan
bahwa penyakitnya diperantarai oleh mekanisme imunologis yang klasik belum ada, dan
sekarang agaknya jelas bahwa obat-obat “imunosupresif” mempunyai banyak pengaruh
selain dari penekanan pembentukan antibody. Sebagian kecil penderita mempunyai bukti
bahwa penyakit ini diperantarai oleh IgE, tetapi bukti semakin banyak mengesankan bahwa
sindrom ini mungkin diakibatkan dari kelainan fungsi limfosit yang berasal dari timus (sel-
T), mungkin melalui produksi faktor yang meningkatkan permeabilitas vaskuler.1-3

Berlainan dengan sindrom nefrotik primer, sindrom nefrotik sekunder jelas diketahui
penyebabnya, biasanya merupakan komplikasi dari penyakit berat. Beberapa penyakit atau
kelainan yang dapat menyebabkan sindrom nefrotik antara lain penyakit infeksi, keganasan,
obat-obatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, penyakit metabolik,
penyakit familial, toksin, transplantasi ginjal, thrombosis vena renalis, stenosis arteri renalis,
serta obesitas masif.1-3

Sindrom nefrotik dengan proteinuria berat yang diakibatkan oleh glomerulonephritis,


diabetes mellitus ataupun amyloidosis merupakan penyakit dengan prognosis buruk. Pada

6
kasus berat, sebagian pasien akan masuk dalam kondisi end-stage renal failure (ESRD)
dimana terjadi kegagalan fungsi ginjal.1-3

Epidemiologi

Insiden terjadinya sindrom nefrotik bervariasi dari umur, ras, dan letak
geografis.Insidens SN pada anak di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per
100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak.Di
negara berkembang insidensnya lebih tinggi.Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun
pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.1-3

Perbedaan geografis dan/atau etnik juga mempengaruhi insidensi dari sindrom


nefrotik.Contohnya, insiden sindrom nefrotik 6 kali lipat lebih besar pada anak-anak di Asia
daripada di Eropa. Sindrom nefrotik jarang terjadi di daerah Afrika.1-3

Patofisiologi

Kelainan patogenetik yang mendasari sindrom nefrotik adalah proteinuria, akibat dari
kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus.Mekanisme dari keniakan permeabilitas
ini belum diketahui tetapi mungkin terkait, setidak-tidaknya sebagian, dengan hilangnya
muatan negatif glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis, protein yang hilang
biasanya melebihi 2 g/24 jam dan terutama terdiri dari albumin; hipoproteinemianya pada
dasanya adalah “hipoalbuminemia”. Umumnya, edema muncul bila kadar albumin serum
turun dibawah 2,5 g/dL (25 g/L).4

Mekanisme pembentukan edema pada nefrosis tidak dimengerti sepenuhnya.


Kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh timbulnya hipoalbuminemia.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan
transudasi cairan dari ruang intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal; mengaktifkan
sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangsang reabsorbsi natrium di tubulus
distal.Penurunan volume intravaskuler juga mereangsang pelepasan hormon antidiuretic,
yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus.Karena tekanan onkotik plasma
berkurang, natrium dan air yang telah direabsorbsi masuk ke ruang interstisial, mamperberat
edema. Adanya faktor-faktor lain yang juga memainkan peran pada pembentukan edema
dapat ditunjukkan melalui observasi bahwa beberapa penderita sindrom nefrotik mempunyai
volume intravaskuler yang normal atau meningkat, dan kadar renin serta aldosterone plasma
normal atau menurun. Penjelasan secara hipotesis meliputi defek intrarenal dalam eksresi

7
natrium da air atau adanya agen dalam sirkulasi yang menaikkan permeabilitas dinding
kapiler di seluruh tubuh, serta dalam ginjal.1,4

Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan
lipoprotein serum meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang memberikan sebagian
penjelasan: 1. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk
lipoprotein; dan 2. Katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase
plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.1,4

Sindrom nefrotik idiopatik terjadi pada 3 pola morfologi.Pada lesi-minimal (85%),


glomerulus tampak normal atau menunjukkan penambahan minimal pada sel mesangial dan
matriks.Temuan-temuan mikroskop imunofluoresens khas negatif.Mikroskop electron
menampakkan retraksi tonjolan kaki sel epitel. Lebih dari 90% anak dengan penyakit lesi-
minimal berespons terhadap terapi kortikosteroid.1,4

Kelompok proliferative mesangium (5%) ditandai dengan peningkatan difus sel


mesangial dan matriks.Dengan imunofluoresens, frekuensi endapan mesangium yang
mengandung IgM dan C3 tidak berbeda dengan frekuensi yang diamati pada penyakit lesi-
minimal. Sekitra 50-60% penderita lesi histologis ini akan berespons terhadap terapi
kortikosteroid.1,4

Pada biopsi penderita yang menderita lesi sclerosis setempat (10%), sebagian besar
glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain, terutama
glomerulus yang dekat dengan medulla (jukstamedulare), menunjukkan jaringan parut
segmental pada satu atau lebih lobulus. Penyakitnya seringkali progresif, akhirnya melibatkan
semua glomerulus, dan menyebabkan gagal ginjal stadium-akhir pada kebanyakan
penderita.Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap kortikosterois atau terapi
sitotoksik ataupun keduanya.Penyakit ini dapat berulang pada ginjal yang
ditransplantasikan.1,4

Manifestasi Klinik

Sindrom nefrotik idiopatik paling lazim muncul antara usia 2 dan 6 tahun. Sindrom
terdini telah dilaporkan pada setengah tahun terakhir dan usia satu tahun dan lazim pada
orang dewasa. Episode awal dan kekambuhan berikutnya dapat terjadi pasca-infeksi virus
saluran pernapasan atas yang nyata.Penyakit ini biasanya muncul sebagai edema, yang pada
mulanya ditemukan di sekitar mata dan pada tungkai bawah, dimana edemanya bersifat

8
pitting edema.Semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan mungkin disertai kenaikan
berat badan, timbul asites dan/atau efusi pleura, penurunan curah urin.Edemanya berkumpul
pada tempat-tempat tergantung dari hari-ke hari tampak berpindah dari muka dan punggung
ke perut, perineum, dan kaki. Anoreksia, nyeri perut, dan diare lazim terjadi; jarang ada
hipertensi.1-3

Penatalaksanaan

Medika Mentosa

Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit
dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet,
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua.1-3,5

Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut:1-3,5

1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan


2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi
perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6
bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat
antituberkulosis (OAT).

Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada


kontraindikasi.Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.1-3,5

Terapi pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid
sesuai dengan anjuran ISKDC adalahdiberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2
mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis
prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan).Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi
remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2
LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari

9
setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi
remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.1-3,5

Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid, seperti
tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat, maka dapat
diberikan sitostatik siklofosfamid (CPA) oral maupun siklofosfamid puls.Siklofosfamid dapat
diberikan per oral dengan dosis2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara intravena
(CPA puls).CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan dengan dosis 500 –
750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam.
CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA
puls adalah 6 bulan).1-3,5

Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum


memuaskan.Pada pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi
ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi anatomi
mempengaruhi prognosis.1-3,5

Siklofosfamid (CPA)

Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat menimbulkan remisi.
Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian CPA, bila terjadi relaps
dapat dicoba pemberian prednison lagi karena SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif
kembali. Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten
steroid) atau menjadi dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin.1-3,5

Siklosporin (CyA)

Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total sebanyak
20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.1-3,5

Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,


dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial. Oleh karena itu pada
pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap:1-3,5

1. Kadar CyA dalam darah: dipertahankan antara 150-250 nanogram/mL


2. Kadar kreatinin darah berkala
3. Biopsi ginjal setiap 2 tahun

10
Penggunaan CyA pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam literatur, tetapi
karena harga obat yang mahal maka pemakaian CyA jarang atau sangat selektif.1-3,5

Metilprednisolon puls

Mendoza dkk.(1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil prednisolon puls


selama 82 minggu + prednison oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12
minggu.Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb (maksimum 1000 mg) dilarutkan dalam 50-100
mL glukosa 5%, diberikan dalam 2-4 jam.1-3,5

Obat imunosupresif lain

Obat imunosupresif lain yang dilaporkan telah digunakan pada SNRS adalah
vinkristin, takrolimus, dan mikofenolat mofetil.Karena laporan dalam literatur yang masih
sporadik dan tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka obat ini belum direkomendasi di
Indonesia.1-3,5

Untuk mengurangi proteinuria yang terjadi pada sindrom nefrotik, dapat digunakan
regimen untuk mengurangi pengeluaran protein di ginjal dengan mempengaruhi tekanan
osmotik maupun tekanan onkotik.1-3,5

Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I) dan angiotensin receptor blocker


(ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria.Cara kerja kedua obat ini
dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan tekanan hidrostatik dan
mengubah permeabilitas glomerulus. ACE-I juga mempunyai efek renoprotektor melalui
penurunan sintesis transforming growth factor (TGF)-β1 dan plasminogen activator inhibitor
(PAI)-1, keduanya merupakan sitokin penting yang berperan dalam terjadinya
glomerulosklerosis. Pada SNSS relaps, kadar TGF-β1 urin sama tinggi dengan kadarnya pada
SNRS, berarti anakdengan SNSS relaps sering maupun dependen steroid mempunyai risiko
untuk terjadi glomerulosklerosis yang sama dengan SNRS.Dalam kepustakaan dilaporkan
bahwa pemberian kombinasi ACE-I dan ARB memberikan hasil penurunan proteinuria lebih
banyak.1-3,5

Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS dianjurkan untuk
diberikan ACE-I saja atau dikombinasikan dengan ARB, bersamaan dengan steroid atau
imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa digunakan adalah:1-3,5

11
1. Golongan ACE-I: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril 0.5
mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis, lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal.
2. Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal.

Non-Medika Mentosa

Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok.
Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan
pasien.Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.1-3,5

Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan


menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi)
dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diet rendah protein akan terjadi malnutrisi
energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan
diet protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2
g/kgbb/hari. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita
edema.1-3,5

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat.Biasanya diberikan loop diuretic
seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton
(antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.Sebelum pemberian diuretik,
perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu
perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.1-3,5

Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25%
dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan
diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari
segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk
mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin
dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah
overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat
dilakukan pungsi asites berulang.1-3,5

Pasien sindrom nefrotik yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2


mg/kgbb/ hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien

12
imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat
dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated polio vaccine).
Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti
polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak dengan sindrom nefrotik sangat dianjurkan
untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan varisela.1-3,5

Prognosis

Sebagian besar anak dengan sindrom nefrotik yang berespons terhadap steroid akan
mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri secara spontan
menjelang usia akhir sekade kedua. Yang penting adalah, menunjukkan pada keluarganya
bahwa anak tersebut tidak akan menderita disfungsi ginjal, bahwa penyakitnya biasanya tidak
herediter, dan bahwa anak akan tetap fertil (bila tidak ada terapi siklofosfamid atau
klorambusil). Untuk memperkecil efek psikologis sindrom nefrotik, ditekankan bahwa
selama masa remisi anak tersebut normal serta tidak perlu pembatasan diet dan aktivitas.
Pada anak yang sedang berada dalam masa remisi pemeriksaan protein urin biasanya tidak
diperlukan.1-3,5

Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan sindrom nefrotik antara
lain infeksi dan thrombosis arteri dan vena.1-3,5

Infeksi adalah komplikasi sindrom nefrotik utama, komplikasi ini akibat dari
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteriselama kambuh. Penjelasan yang diusulkan
meliputi penurunan kadar immunoglobulin, cairan edema yang berperan sebagai media
perbiakan, defisiensi protein, penurunan aktivitas bakterisid leukosit, terapi “imunosupresif”,
penurunan perfusi limpa karena hipovolemia, kehilangan faktor komplemen (faktor properdin
B) dalam urin yang mengopsonisasi bakteri tertentu. Belum jelas, mengapa peritonitis
spontan merupakan tipe infeksi yang paling sering; sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi
saluran kemih juga dapat ditemukan.Organisme penyebab peritonitis yang paling lazim
adalah S. pneumoniae; bakteri gram-negatif juga ditemukan.Demam dan temuan-temuan fisik
mungkin minimal bila ada terapi kortikosteroid.Oleh karenanya, kecurigaan yang tinggi,
pemeriksaan segera (termasuk biakan darah dan cairan peritoneum), dan memulai terapi awal
yang mencakup organisme gram-positif maupun gram-negatif adalah penting untuk

13
mencegah terjadinya penyakit yang mengancam jiwa.Bila dalam perbaikan, semua penderita
yang sedang menderita nefrosis harus mendapatkan vaksin pneumokokus polivalen.1-3,5

Komplikasi lain dapat meliputi kenaikan kecenderungan terjadinya thrombosis arteri


dan vena (setidak-tidaknya sebagian karena kenaikan kadar faktor koagulasi tertentu dan
inhibitor fibrinolisis plasma, penurunan kadar anti-trombin III plasma, dan kenaikan agregasi
trombosit); defisiensi faktor koagulasi IX, XI, dan XII; dan penurunan kadar vitamin D
serum.1-3,5

Penutup

Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan proteinuria


massif disertai dengan hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan pitting edema.Berdasarkan
etiologi dibagi menjadi dua, yaitu sindrom nefrotik primer dan sindrom nefrotik
sekunder.Secara epidemiologi, anak berumur kurang dari 14 tahun sering mengalami sindrom
ini dan anak laki-laki lebih sering terkena daripada anak perempuan.Oleh karena diduga oleh
reaksi autoimun, pemberian obat-obat imunosupresif dapat mengendalikan kekambuhan dari
sindrom ini sampai sembuh sempurna secara spontan.Prognosis dari penyakit ini cukup baik
dan komplikasi yang dapat menyertai sindrom nefrotik yaitu infeksi dan thrombosis.

Daftar Pustaka

1. Kliegman RM, Emerson NW. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed. Philadephia:
Elsevier Saunders. 2011.p.1801-6.
2. Avner ED, Harmon WE, Niaudet P. Pediatric nephrology. Springer. 2009. p. 667-91
3. Markum AH, Ismael S, Alatas H, et al. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid I. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.h.528-67.
4. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins basic pathology. 8th ed. USA:
Saunders Elsevier. 2007. p. 517-50.
5. Trihon PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus tata laksana sindrom
nefrotik idiopatik pada anak. Ed. 2. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2012. h. 2-15

14

Anda mungkin juga menyukai