Pendahuluan
Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang ditandai dengan proteinuria yang
banyak dan edema. Penyakit ini sering terjadi pada anak usia kurang dari 14 tahun dan masih
belum diketahui penyebab pastinya. Secara garis besar, sindrom nefrotik dibagi menjadi 2,
yaitu sindrom nefrotik primer dan sindrom nefrotik sekunder. Sindrom nefrotik primer
merupakan sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan sindrom nefrotik
sekunder merupakan komplikasi dari penyakit-penyakit berat. Pada tinjauan pustaka ini,
penulis akan menjelaskan sindrom nefrotik primer yang dialami pada anak.
Anamnesis
Anamnesis pada pasien anak yang diduga mempunyai gangguan pada ginjal dan
saluran kemih dilakukan secara alloanamnesis. Perlu ditanyakan pula pertanyaan-pertanyaan
yang menyangkut identitas anak, riwayat imunisasi, riwayat perinatal, dan riwayat tumbuh
kembang.1,2
Pendekatan umum
Identitas pasien (nama, umur, alamat).
Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan
lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
Riwayat penyakit dahulu
Dapat ditanyakan apakah sebelumnya anak pernah menderita gejala seperti yang
dikeluhkan dan penyakit-penyakit yang pernah diderita anak sebelumnya.
Riwayat pengobatan
Tanyakan mengenai kebiasaan dalam pembuangan urin dan konsistensi urin :
Air seni yang berwarna merah atau keruh, rasa nyeri yang menyertai saat buang air
kecil, frekuensi pembuangan air seni serta jumlahnya, dan tanyakan pancaran air seni
yang terbuang.
1
Keluhan tambahan lainnya dan pola makan pasien
Rasa nyeri pada daerah pinggang atau daerah lain, gejala konstitusi (mual, muntah,
keringat dingin, lemas), pola makan anak, dan alergi.
Riwayat imunisasi dan tumbuh kembang
Imunisasi apa saja yang sudah diberikan kepada anak dan bagaimana riwayat tumbuh
kembangnya, untuk mengetahui adanya gagal tumbuh atau tidak.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik hal pertama yang dapat dinilai adalah keadaan umum, keadaan
sakit, kesadaran, berat dan panjang badan, status gizi, lingkaran lengan atas, serta tingkat
perkembangan pada umumnya.Kemudian hal yang tidak kalah penting adalah memeriksa
TTV berupa tekanan darah, suhu, nadi dan pernapasan.Pada sindrom nefrotik biasa
didapatkan tekanan darah meningkat.Selanjutnya kita juga harus melakukan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Pada inspeksi akan terlihat adanya edema di kedua kelopak mata,
tungkai, adanya asites dan edema skrotum/labia.1-3
Pemeriksaan Penunjang
Langkah pertama dalam mengevaluasi anak dengan edema adalah untuk memastikan
apakah anak tersebut menderita sindrom nefrotik atau tidak, karena hipoalbuminemia dapat
terjadi tanpa adanya proteinuria (pada protein-losing enteropathy), dan edema dapat terjadi
tanpa adanya hipoalbuminemia (sepserti pada angioedema, insufisiensi venosa, gagal jantung
kongestif, dan lain sebagainya). Untuk memastikan diagnosis sindroma nefrotik, pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan : proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan diantaranya :1-3
Urinalisis.
Pada hasil urinalisis pasien dengan syndrome nefrotik dapat ditemukan
hematuria.Hasil tersering adalah hematuria mikroskopis.Hematuria makrsokopis
jarang ditemukan pada kasus syndrome nefrotik. Proteinuria dapat ditemukan antara
3+ atau 4+, yang menunjukkan kandungan protein urin sekitar 300 mg/dL.1-3
Protein urin kuantitatif dengan menghitung protein/kreatinin urin pagi, atau dengan
protein urin 24 jam.1-3
1. Protein/kreatinin urin pagi lebih mudah dilakukan dan dapat mengeksklusi
proteinuria orthostatik.
2
2. Nilai protein/kreatinin urin lebih dari 2-3mg/mg.
3. Nilai protein urin 24 jam > 40mg/m2/jam atau nilai protein urin sewaktu
>100mg/dL, terkadang mencapai 1000mg/dL.
4. Sebagian besar protein yang diekskresi pada SN adalah albumin.
Pemeriksaan darah1-3
1. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematocrit, LED)
2. Albumin dan kolesterol serum
3. Ureum, kreatinin serta bersihan kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwartz
4. Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan
ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA
Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal tidak diindikasikan bagi pasien SN primer dengan awitan pada usia 1-8
tahun, kecuali jika riwayat klinis, temuan pada pemeriksaan fisik, maupun hasil dari
pemeriksaan laboratorium mengindikasikan adanya kemungkinan SN sekunder atau SN
primer selain tipe lesi minimal. Biopsi ginjal diindikasikan bagi pasien usia< 1 tahun, dimana
SN kongenital lebih sering terjadi, dan pada pasien usia > 8 tahun dimana penyakit
glomerular kronik memiliki insidensi yang lebih tinggi. Biopsi ginjal hendaknya juga
dilakukan bila riwayat, pemeriksaan, dan hasil uji laboratorium mengindikasikan adanya SN
sekunder.1-3
Radiografi
Pembesaran ginjal dengan korteks hipoekoik dari edema pada fase awal.
Pengurangan ukuran dan meningkatnya ekogenesitas.
Pada Doppler ditemukan aliran arterial diastolic terbalik, absennya aliran vena,
visualisasi thrombus dengan lumen, resistensi tinggi pada arteri renalis dengan
peningkatan indeks resistif.
Diagnosis
3
Working Diagnosis
Sindrom nefrotik idiopatik merupakan penyakit ginjal dengan gejala proteinuria masif
> 3 g/hari, hipoalbuminemia < 3 g/dl, edema, hiperlipidemia, lipiduria dan
hiperkoagulabilitas terkait kelainan glomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak diketahui.1-
3
Untuk menegakkan diagnosis anak dengan sindrom nefrotik, ada beberapa keadaan
yang dapat ditemukan.Analisis urin menunjukkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada
hematuria mikroskopis, tetapi jarang ada hematuria makroskopis.Fungsi ginjal mungkin
normal atau menurun. Bersihan kreatinin rendah karena terjadi penurunan perfusi ginjal
akibat penyusutan volume intravaskuler dan akan kembali ke normal bila volume
intravaskuler membaik. Ekskresi protein melebihi 2 g/24 jam, kadar kolesterol dan trigliserid
serum naik, kadar albumin serum biasanya kurang dari 2 g/dL, dan kadar kalsium serum total
menurun, karena penurunan fraksi terikat-albumin. Kadar C3 normal.1-3
Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1 sampai 8 tahun agaknya menderita
penyakit lesi-minimal yang berespons terhadap steroid, dan terapi kortikosteroid harus
dimulai tanpa biopsi ginjal. Penyakit lesi-minimal tetap lazim pada anak di atas usia 8 tahun
yang datang dengan sindrom nefrotik, tetapi glomerulonephritis membranosa dan
membranoproliferatif menjadi semakin sering; biopsi ginjal dianjurkan pada kelompok ini
untuk menegakkan diagnosis pasti sebelum mempertimbangkan terapi.1-3
Differential Diagnosis
Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus per 100.000 anak pertahun sedangkan pada dewasa 3
per 1000.000 pertahun.Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan
oleh diabetes mellitus.1-3
4
Pada sindrom nefrotik primer ada pilihan untuk memberikan terapi empiris atau
melakukan biopsi ginjal untuk mengidentifikasi lesi penyebab sebelum memulai terapi.Selain
itu terdapat perbedaan dalam regimen pengobatan sindrom nefrotik dengan respon terapi
yang bervariasi dan sering terjadi kekambuhan setelah terapi dihentikan.1-3
5
melibatkan semua glomeruli, dan menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (end
stage renal disease) pada kebanyakan pasien.
Etiologi
Berdasarkan etiologi, sindrom ini dapat dibagi menjadi sindrom nefrotik primer
(idiopatik) dan sindrom nefrotik sekunder.1-3
Berlainan dengan sindrom nefrotik primer, sindrom nefrotik sekunder jelas diketahui
penyebabnya, biasanya merupakan komplikasi dari penyakit berat. Beberapa penyakit atau
kelainan yang dapat menyebabkan sindrom nefrotik antara lain penyakit infeksi, keganasan,
obat-obatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, penyakit metabolik,
penyakit familial, toksin, transplantasi ginjal, thrombosis vena renalis, stenosis arteri renalis,
serta obesitas masif.1-3
6
kasus berat, sebagian pasien akan masuk dalam kondisi end-stage renal failure (ESRD)
dimana terjadi kegagalan fungsi ginjal.1-3
Epidemiologi
Insiden terjadinya sindrom nefrotik bervariasi dari umur, ras, dan letak
geografis.Insidens SN pada anak di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per
100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak.Di
negara berkembang insidensnya lebih tinggi.Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun
pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.1-3
Patofisiologi
Kelainan patogenetik yang mendasari sindrom nefrotik adalah proteinuria, akibat dari
kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus.Mekanisme dari keniakan permeabilitas
ini belum diketahui tetapi mungkin terkait, setidak-tidaknya sebagian, dengan hilangnya
muatan negatif glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis, protein yang hilang
biasanya melebihi 2 g/24 jam dan terutama terdiri dari albumin; hipoproteinemianya pada
dasanya adalah “hipoalbuminemia”. Umumnya, edema muncul bila kadar albumin serum
turun dibawah 2,5 g/dL (25 g/L).4
7
natrium da air atau adanya agen dalam sirkulasi yang menaikkan permeabilitas dinding
kapiler di seluruh tubuh, serta dalam ginjal.1,4
Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan
lipoprotein serum meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang memberikan sebagian
penjelasan: 1. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk
lipoprotein; dan 2. Katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase
plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.1,4
Pada biopsi penderita yang menderita lesi sclerosis setempat (10%), sebagian besar
glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain, terutama
glomerulus yang dekat dengan medulla (jukstamedulare), menunjukkan jaringan parut
segmental pada satu atau lebih lobulus. Penyakitnya seringkali progresif, akhirnya melibatkan
semua glomerulus, dan menyebabkan gagal ginjal stadium-akhir pada kebanyakan
penderita.Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap kortikosterois atau terapi
sitotoksik ataupun keduanya.Penyakit ini dapat berulang pada ginjal yang
ditransplantasikan.1,4
Manifestasi Klinik
Sindrom nefrotik idiopatik paling lazim muncul antara usia 2 dan 6 tahun. Sindrom
terdini telah dilaporkan pada setengah tahun terakhir dan usia satu tahun dan lazim pada
orang dewasa. Episode awal dan kekambuhan berikutnya dapat terjadi pasca-infeksi virus
saluran pernapasan atas yang nyata.Penyakit ini biasanya muncul sebagai edema, yang pada
mulanya ditemukan di sekitar mata dan pada tungkai bawah, dimana edemanya bersifat
8
pitting edema.Semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan mungkin disertai kenaikan
berat badan, timbul asites dan/atau efusi pleura, penurunan curah urin.Edemanya berkumpul
pada tempat-tempat tergantung dari hari-ke hari tampak berpindah dari muka dan punggung
ke perut, perineum, dan kaki. Anoreksia, nyeri perut, dan diare lazim terjadi; jarang ada
hipertensi.1-3
Penatalaksanaan
Medika Mentosa
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit
dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet,
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua.1-3,5
Terapi pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid
sesuai dengan anjuran ISKDC adalahdiberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2
mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis
prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan).Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi
remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2
LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari
9
setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi
remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.1-3,5
Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid, seperti
tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat, maka dapat
diberikan sitostatik siklofosfamid (CPA) oral maupun siklofosfamid puls.Siklofosfamid dapat
diberikan per oral dengan dosis2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara intravena
(CPA puls).CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan dengan dosis 500 –
750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam.
CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA
puls adalah 6 bulan).1-3,5
Siklofosfamid (CPA)
Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat menimbulkan remisi.
Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian CPA, bila terjadi relaps
dapat dicoba pemberian prednison lagi karena SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif
kembali. Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten
steroid) atau menjadi dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin.1-3,5
Siklosporin (CyA)
Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total sebanyak
20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.1-3,5
10
Penggunaan CyA pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam literatur, tetapi
karena harga obat yang mahal maka pemakaian CyA jarang atau sangat selektif.1-3,5
Metilprednisolon puls
Obat imunosupresif lain yang dilaporkan telah digunakan pada SNRS adalah
vinkristin, takrolimus, dan mikofenolat mofetil.Karena laporan dalam literatur yang masih
sporadik dan tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka obat ini belum direkomendasi di
Indonesia.1-3,5
Untuk mengurangi proteinuria yang terjadi pada sindrom nefrotik, dapat digunakan
regimen untuk mengurangi pengeluaran protein di ginjal dengan mempengaruhi tekanan
osmotik maupun tekanan onkotik.1-3,5
Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS dianjurkan untuk
diberikan ACE-I saja atau dikombinasikan dengan ARB, bersamaan dengan steroid atau
imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa digunakan adalah:1-3,5
11
1. Golongan ACE-I: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril 0.5
mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis, lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal.
2. Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal.
Non-Medika Mentosa
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok.
Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan
pasien.Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.1-3,5
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat.Biasanya diberikan loop diuretic
seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton
(antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.Sebelum pemberian diuretik,
perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu
perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.1-3,5
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25%
dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan
diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari
segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk
mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin
dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah
overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat
dilakukan pungsi asites berulang.1-3,5
12
imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat
dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated polio vaccine).
Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti
polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak dengan sindrom nefrotik sangat dianjurkan
untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan varisela.1-3,5
Prognosis
Sebagian besar anak dengan sindrom nefrotik yang berespons terhadap steroid akan
mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri secara spontan
menjelang usia akhir sekade kedua. Yang penting adalah, menunjukkan pada keluarganya
bahwa anak tersebut tidak akan menderita disfungsi ginjal, bahwa penyakitnya biasanya tidak
herediter, dan bahwa anak akan tetap fertil (bila tidak ada terapi siklofosfamid atau
klorambusil). Untuk memperkecil efek psikologis sindrom nefrotik, ditekankan bahwa
selama masa remisi anak tersebut normal serta tidak perlu pembatasan diet dan aktivitas.
Pada anak yang sedang berada dalam masa remisi pemeriksaan protein urin biasanya tidak
diperlukan.1-3,5
Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan sindrom nefrotik antara
lain infeksi dan thrombosis arteri dan vena.1-3,5
Infeksi adalah komplikasi sindrom nefrotik utama, komplikasi ini akibat dari
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteriselama kambuh. Penjelasan yang diusulkan
meliputi penurunan kadar immunoglobulin, cairan edema yang berperan sebagai media
perbiakan, defisiensi protein, penurunan aktivitas bakterisid leukosit, terapi “imunosupresif”,
penurunan perfusi limpa karena hipovolemia, kehilangan faktor komplemen (faktor properdin
B) dalam urin yang mengopsonisasi bakteri tertentu. Belum jelas, mengapa peritonitis
spontan merupakan tipe infeksi yang paling sering; sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi
saluran kemih juga dapat ditemukan.Organisme penyebab peritonitis yang paling lazim
adalah S. pneumoniae; bakteri gram-negatif juga ditemukan.Demam dan temuan-temuan fisik
mungkin minimal bila ada terapi kortikosteroid.Oleh karenanya, kecurigaan yang tinggi,
pemeriksaan segera (termasuk biakan darah dan cairan peritoneum), dan memulai terapi awal
yang mencakup organisme gram-positif maupun gram-negatif adalah penting untuk
13
mencegah terjadinya penyakit yang mengancam jiwa.Bila dalam perbaikan, semua penderita
yang sedang menderita nefrosis harus mendapatkan vaksin pneumokokus polivalen.1-3,5
Penutup
Daftar Pustaka
1. Kliegman RM, Emerson NW. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed. Philadephia:
Elsevier Saunders. 2011.p.1801-6.
2. Avner ED, Harmon WE, Niaudet P. Pediatric nephrology. Springer. 2009. p. 667-91
3. Markum AH, Ismael S, Alatas H, et al. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid I. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.h.528-67.
4. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins basic pathology. 8th ed. USA:
Saunders Elsevier. 2007. p. 517-50.
5. Trihon PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus tata laksana sindrom
nefrotik idiopatik pada anak. Ed. 2. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2012. h. 2-15
14