Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Myeloma multipel adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone

dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum

tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul

di dalam darah atau air kemih. Myeloma multipel (myelomatosis, plasma cell

myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai

dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi paraprotein.

Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui

mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi

cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf,

jantung, otot dan traktus digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati,

perkembangan terapi yang terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-

obatan lain seperti bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan.1,2,3,4


1.2. Tujuan

Tujuan dari tinjauan pustaka ini adalah meringkas penjelasan tentang

myeloma multipel.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Multipel myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sel plasma

imatur dan matur yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum

tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul

di dalam darah atau air kemih.2

2.2. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insiden Myeloma multipel sekitar 4 kasus dari

100.000 populasi. Pada tahun 2004, diperkirakan ada 15.000 kasus baru multiple

myelosis di Amerika Serikat. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro

Amerika dan pada pria. Meskipun penyakit ini biasanya ditemukan pada lanjut

usia, usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan 35% kasus

terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, diperkirakan setidaknya ada 32.000

kasus baru yang dilaporkan dan 20.000 kematian setiap tahunnya.5,6

Lebih dari enam puluh persen pasien mieloma multipel di Indonesia

berusia lebih dari 50 tahun (65,71%) dengan perbadingan jenis kelamin yang

kurang lebih sama antara pria dan wanita. Kurang lebih lima puluh persen pasien

bersuku Jawa, dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan

tidak bekerja. Lima puluh tiga persen pasien memiliki kurang dari 30% sel plasma

di sumsum tulangnya dengan 70% pasien tidak memiliki proteinuria Bence Jones

3
dan 80% pasien memiliki serum monoclonal gammopathy yang positif. Persentase

sel plasma di sumsum tulang lebih banyak ditemukan pada pasien yang berusia

lebih muda (34,05% vs. 24,24% vs. 7,5%).7

2.3. Etiologi

Penyebab Myeloma multipel belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan

pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran.

Myeloma multipel telah dilaporkan pada anggota keluarga dari dua atau lebih

keluarga inti dan pada kembar identik. Beragam perubahan kromosom telah

ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan

predominan kelainan pada 11q.8

2.4. Lokasi

Lokasi predominan Myeloma multipel mencakup tulang-tulang seperti

vertebra, tulang iga, tengkorak, pelvis, dan femur. 9

Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang.

Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu

atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder. 10

Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut:

1. Diafisis

Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat

penulangan primer, dan merupakan korpus dari tulang.

2. Metafisis

4
Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir

batang (diafisis).

3. Lempeng epifisis

Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-

anak, yang akan menghilang pada tulang dewasa.

4. Epifisis

Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder.

5
Gambar 1. Bagian dari tulang panjang matur 10

Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa

(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).

Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan

ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang

kompak.

Berdasarkan bentuknya, tulang-tulang tesebut dikelompokkan menjadi :

1. Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar,

contohnya os humerus dan os femur.

2. Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa

carpi.

3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg ukurannya lebar, contoh: os

scapula.

4. Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os vertebrae.

5. Ossa sesamoid, contoh: os patella.

6
Gambar 2. Sistem rangka pada manusia (A) tampak anterior dan (B)
tampak lateral10

2.5. Patofisiologi

Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah

munculnya sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS

(monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan

7
MGUS tidak memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1%

resiko progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan.6

Perkembangan sel plasma maligna merupakan suatu proses multi langkah ,

diawali dengan adanya serial perubahan gen yang mengakibatkan perubahan sel

plasma maligna, adanya perkembangan perubahan di lingkungan mikro sumsum

tulang, dan adanya kegagalan sistem imun untuk mengontrol penyakit. Dalam

proses multi langkah ini melibatkan di dalamnya aktivasi gen supresor tumor dan

gangguan regulasi gen sitokin. Keluhan dan gejala pasien myeloma mutipel

berhubungan dengan ukuran massa tumor, kinetik pertumbuhan sel plasma dan

efek fisikokimia, imunologik dan humoral produk yang dibuat dan disekresi oleh

sel plasma, seperti para protein dan faktor pengaktivasi osteoklastik (OAF).

Paraprotein dalam sirkulasi dapat memberi berbagai komplikasi seperti

hipervolemia, hiperviskositas, diatesis hemoragik, dan krioglobulinemia. Karena

pengendapan rantai ringan, dalam bentuk amiloid atau sejenis, dapat terjadi

terutama gangguan fungsi ginjal dan jantung. 6

Patogenesis dan gambaran klinis pada Myeloma multipel8

Temuan Penyebab yang mendasari Patomekanisme

Hipercalsemia, fraktur Destruksi tulang Ekspansi tumor; produksi


patologi, kompresi osteoclast activating
saraf, lesi litik tulang, factors OAF) oleh sel-sel
osteoporosis, nyeri tumor
tulang
Nefropati Light chain proteinuria, Efek toksik produk tumor,
hiperkalsemia, urate light chain, OAF, akibat
nephropathy, kerusakan DNA
glomerulopati amiolodi
(jarang)

8
Pielonefritis
Hipogammaglobulinemia

Infeksi Hipogammaglobulinemia, Penurunan produksi yang


penurunan migrasi berkaitan dengan tumor
neutrofil induced suppression,
peningkatan katabolisme
IgG
Neuropati Hiperviskositas, Produk tumor ; sifat
krioglobulin, deposit protein M ; light chain
amiloid, hiperkalsemia, OAF
kompresi medulla spinalis
atau saraf kepala

Anemia Inhibisi secara langsung Penggantian sumsum


terhadap proses tulang oleh tumor,
hematopoesis perubahan megaloblastik
yang menurunkan
produksi vitamin B12 dan
asam folat
Perdarahan Berhubungan dengan Produk tumor ; antibody
factor pembekuan, terhadap factor
kerusakan amiloid pembekuan ; light chain,
endothelium, disfungsi lapisan antibody platelet
platelet
Tabel patomekanisme dan gambaran klinis pada Myeloma multipel 8

2.6. Diagnosis

Diagnosis Myeloma multipel dapat ditegakkan melalui gejala klinis,

pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi

anatomi.

a. Gejala klinis

9
Gejala yang umum pada Myeloma multipel adalah lemah, nyeri pada

tulang, dan infeksi yang berulang. Anemia terjadi pada sekitar 70% pasien yang

terdiagnosis. Nyeri pada tulang merupakan gambaran paling sering pada Myeloma

multipel dengan persentasi sekitar 70%. Lokasi yang paling sering terjadi pada

tulang vertebra lumbalis. 13

Fraktur patologis sering ditemukan pada Myeloma multipel. Kompresi

tulang belakang terjadi pada 10- 20% pasien. Gejala-gejala yang dapat

dipertimbangkan kompresi tulang belakang berupa nyeri punggung, kelemahan,

mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas.

Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang

diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen,

nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus dapat ditemukan pada 30% pasien.

Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi

yang melibatkan infeksi Pneumococcus, shingles dan Haemophilus11

Pada pemeriksaan fisis tidak spesifik, atau dapat ditemukan :14

Pucat yang disebabkan oleh anemia

Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni

Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori, lemah, atau carpal

tunnel syndrome.

Nyeri lokal bagian –bagian tulang

Panjang tubuh dapat banyak menurun karena infraksi vertebra

10
Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien Myeloma multipel.

b. Laboratorium

Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus.

Jumlah leukosit umumnya normal. Thrombositopenia ditemukan pada sekitar 15%

pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang ;

proporsi plasma sel jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel

plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemia ditemukan

pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang

didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan

proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan

imunoelektroforesis atau imunofiksasi.6,8

Gambar 3. Elektroforesis protein serum menunjukkan paraprotein (memuncak


pada zona gamma) pada pasien dengan myeloma multipel8

Gambaran radiologi

11
1) Foto polos x-ray

Gambaran foto x-ray dari Myeloma multipel berupa lesi multiple, berbatas

tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi

terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di

rongga medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan

tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit

pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan

gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.6,8,11,15,16

Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang.

Film polos memperlihatkan :

Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama

tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan

myeloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda

radiologis satu-satunya pada myeloma multiple. Fraktur patologis sering

dijumpai.11

Fraktur kompresi pada badan vertebra , tidak dapat dibedakan dengan

osteoprosis senilis.

Lesi-lesi litik “punch ou:” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi

yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.

12
Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa

jaringan lunak.

Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu

penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%,

tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%.15

Gambar 3. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik yang khas
pada myeloma9

13
Gambar 4. Foto lumbal lateral menggambarkan deformitas pada CV lumbal 4
akibat plasmacytoma9

Gambar 5. Gambaran radiologi pada os femur dekstra. Tampak gambaran khas


suatu lesi myeloma tunggal berupa gambaran lusen berbatas tegas pada regio
interocanter. Lesi-lesi lebih kecil tampak pada trocanter mayor9

2) CT-Scan

14
Umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto

tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat

deteksi.9

Gambar 6. CT Scan axial pada plenoid yang menggambarkan lesi berbatas tegas ,
gambaran khas myeloma pada CT scan. Korteks tampak intak9

3) MRI

MRI potensial digunakan pada Myeloma multipel karena modalitas ini

baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit

myeloma berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1,

yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.8,9,15

Sayangnya, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan

pola menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit

namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis Myeloma multipel

seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang

untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat

15
berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi

tulang.9

Gambar 7. Foto potongan koronal T1 weighted-MRI pada suatu lesi myeloma di


humerus. Gambaran ini menunjukkan lesi dengan intensitas rendah. Batas korteks
luar terkikis tetapi intak ; namun, lesi telah melewati korteks bagian dalam 9

Gambar 8. T1 weighted-MRI dari humerus. Gambaran ini memperlihatkan lesi


myelomatosa yang predominan hipointens hingga isointens pada medulla dari
diafisis. Lesi tampak pada aspek anterior korteks9

16
4) Radiologi Nuklir9

Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada

osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik

(formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif

skintigrafi tulang untuk mendiagnosis Myeloma multipel tinggi. Scan dapat positif

pada radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.

5) Angiografi9

Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer

dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk

mendiagnosis Myeloma multipel.

c. Patologi Anatomi14,15

Pada pasien Myeloma multipel, sel plasma berproliferasi di dalam

sumsum tulang. Sel-sel plasma memiliki ukuran yang lebih besar 2 – 3 kali dari

limfosit, dengan nuklei eksentrik licin (bulat atau oval) pada kontur dan memiliki

halo perinuklear. Sitoplasma bersifat basofilik.

17
Gambar 9. Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma Myeloma
multipel. Tampak sitoplasma berwarna biru, nukleus eksentrik, dan zona pucat
perinuclear (halo)14

Gambar 10. Biopsi sumsum tulang menunjukkan lembaran sel-sel plasma ganas
pada Myeloma multipel14

18
Kriteria diagnosis myeloma multipel:

Kriteria Mayor:

1. Plasmasitoma pada biopsi jaringan

2. Sel plasma sumsum tulang >30%

3. M protein : IgG >35 g/dl, IgA >20 g/dl, kappa atau lambda rantai

ringan pada elektroforesis urin

Kriteria Minor

A. Sel plasma sumsum tulang 10-30%

B. M protein pada serum dan urin (kadar lebih kecil dari poin nomor 3)

C. Lesi litik pada tulang

D. Normal residual IgG <500 mg/l, IgA <1g/L, atau IgG <6g/L

Diagnosis ditegakkan bila terdapat kriteria 1 mayor dan 1 minor atau 3

kriteria minor yang harus meliputi kombinasi A dan B. Kombinasi 1 dan A bukan

merupakan myeloma multipel.

Sistem derajat Myeloma multipel6-8,14

Saat ini ada dua derajat Myeloma multipel yang digunakan yaitu Salmon Durie

system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System

yang dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan

diperkenalkan pada tahun 2005.

19
Salmon Durie staging :

a) Stadium I

Level hemoglobin lebih dari 10 g/dL

Level kalsium kurang dari 12 mg/dL

Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter

Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dL, IgA < 3 g/dL, urine < 4g/24

jam)

b) Stadium II

Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III

c) Stadium III

Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dL

Level kalsium lebih dari 12 g/dL

Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang

Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dL, IgA > 5 g/dL, urine > 12

g/24 jam)

d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL

20
e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl

International Staging System untuk Myeloma multipel

a) Stadium I

β2 mikroglobulin ≤ 3,5 g/dL dan albumin ≥ 3,5 g/dL

CRP ≥ 4,0 mg/dL

Plasma cell labeling index < 1%

Tidak ditemukan delesi kromosom 13

Serum Il-6 reseptor rendah

durasi yang panjang dari awal fase plateau

b) Stadium II

Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dL, atau

Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dL

c) Stadium III

Beta-2 microglobulin >5.5 g/dL

2.7. Diagnosis Banding

Diagnosis Myeloma multipel seringkali jelas karena kebanyakan pasien

memberikan gambaran klinis khas atau kelainan hasil laboratorium, termasuk trias

berikut :6

21
Protein M serum atau urin (99% kasus)

Peningkatan jumlah sel plasma sumsum tulang

Lesi osteolitik dan kelainan abnormal lain pada tulang.

Keadaan yang dapat menjadi diagnosis banding Myeloma multipel berupa

MGUS, smoldering myeloma, amiloidosis primer, dan metastasis karsinoma.6

Perbedaan pasien MGUS (benign monoclonal gammanophaty) dengan

pasien yang mengalami MM sulit bila pada awalnya ditemukan protein M. pada

pasien asimtomatik, protein M < 3g/dL, kurang dari 10% plasma sel sumsum

tulang, tidak ditemukan lesi osteolitik, anemia , hiperkalsemia, atau gangguan

ginjal merupakan ciri dari MGUS.6

Pada pasien asimptomatik dengan nilai protein M lebih dari 3 g/dL dan sel

plasma sumsum tulang lebih dari 10% sesuai untuk diagnosis smoldering

myeloma. Pada pasien asimptomatik dengan protein M lebih dari 3g/dL dan

monoclonal light chain pada urine, MM lebih dipertimbangkan. 6

Perbedaan antara amiloidosis dan MM sulit karena keduanya merupakan

gangguan proliferative sel plasma dengan gejala-gejala berbeda tetapi gambaran

yang tumpang tindih. Pada amiloidosis , proporsi sel plasma sumsum tulang

biasanya kurang dari 20%, tidak ditemukan lesi osteolitik, dan jumlah protein

bence Johnson sedang. 6

Pada pasien tanpa komponen protein M dalam serum maupun urine, tetapi

ditemukan lesi osteolitik, suatu metastase kanker seperti hipernefroma, sebaiknya

22
diekslusi sebelum diagnosis nonsecretory myeloma dipertimbangkan. Pada pasien

dengan gejala konstitusional , lesi osteolitik yang tersebar, komponen protein M

sedang, dan kurang dari 10% sel plasma sumsum tulang, metastase kanker dengan

MGUS harus diekslusi.6

2.8. Penatalaksanaan

Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada

tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal

yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan

dexamethasone. Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan

lenalidomide sedang diteliti. Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk

intravena merupakan inhibitor proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna

pada myeloma. Lenalidomide , dengan pemberian oral merupakan turunan dari

thalidomide.Obat pengalkil seperti melphalan dan siklofosfamid paling efektif.

Kombinasi melphalan dan prednison menunjukkan angka respon 50-60%.4,6,8

Setelah pemberian terapi awal (terapi induksi) terapi konsolidasi yang

optimal untuk pasien berusia kurang dari 70 tahun adalah transplantasi stem sel

autolog. Transplantasi ini secara potensial menyembuhkan myeloma, namun

peranannya terbatas karena tingkat mortalitas yang tinggi sekitar 30 – 50%.6,9

Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada

tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia

dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. bifosfonat

mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang. 6

23
24
Gambar 11. Pendekatan penatalaksanaan pada pasien baru terdiagnosis
Myeloma multipel(MM). ASCT = autologous stem cell transplantation; CR =
complete response; Dex = dexamethasone; MP = melphalan plus prednisone;
MPT = MP plus thalidomide; Rev/Dex = lenalidomide (Revlimid) plus Dex;
Thal/Dex = thalidomide plus Dex; VGPR = very good partial response8

25
2.9. Prognosis

Meskipun rerata pasien Myeloma multipel bertahan kira-kira 3 tahun,

beberapa pasien yang mengidap Myeloma multipel dapat bertahan hingga 10

tahun tergantung pada tingkatan penyakit.13 Berdasarkan derajat stadium menurut

Salmon Durie System , angka rerata pasien bertahan hidup sebagai berikut :6

Stadium I > 60 bulan

Stadium II , 41 bulan

Stadium III , 23 bulan

Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk.

Berdasarkan klasifikasi derajat penyakit menurut the International staging

system maka rerata angka bertahan hidup pasien dengan Myeloma multipel

sebagai berikut :6

stadium I , 62 bulan

stadium II, 44 bulan

Stadium III, 29 bulan.

26
BAB III

PENUTUP

Myeloma multipel merupakan suatu keganasan hematologik yang masih

belum dapat diobati dan memiliki prognosis yang buruk, namun dengan

penanganan yang tepat dan sedini mungkin, penyakit ini dapat dikelola dengan

baik.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. _________. Mieloma Multipel (Myeloma multipel)[online]. Available


from http://medicastore.com/penyakit_subkategori/12/index.html.

2. McPhee ,Stephen J., Maxine A. Papadakis, Lawrence M. Tierney,Jr. 2008.


Multiple Myeloma in 2008 Current Medical and Treatment. San Fransisco
: Mc Graw Hill-Lange
3. Dugdale ,David C. Yi-Bin Chen, David Zieve. 2009. Multiple
Myeloma[online]. available from
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000583.htm.
4. Kyle ,Robert A., S. Vincent Rajkumar. 2004. Drug Therapy : Multiple
Myeloma [online]. Available from http://www.nejm.com.
5. Glass,Jonathan, Reinhold Munker. Multiple Myeloma and Other
Paraproteinemias in : Modern Hematology Biology and Clinical
Management 2nd ed. New Jersey : Humana Press. Hlm 271-294
6. Richardson,Paul, Teru Hideshima, Kenneth C. Anderson. Multiple
Myeloma and Related Disorders in : Clinical Oncology 3rd ed. Philadelpia
: Elsevier Churcill Livingstone. Hlm. 2955-2970
7. Tadjoedin et al. Multiple Myeloma in Indonesia. Indonesian Journal of
Cancer. 2011. 5(2): 76-81.
8. Kyle, Robert K. 2000. Plasma Cell Disorders in Cecil Textbook of
Medicine 21th ed. New York : Elsevier Churcill Livingstone. Hlm 977-
982.
9. Longo, Dan L., Kenneth C. Anderson,Dennis L. Kasper, et al. 2005.
Plasma Cell Discrasia in Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th
ed. New York : McGraw Hill Medical Publishing Division
10. Sorenson, Steven M., Amilcare Gentili, Sulabha Masih. Multiple Myeloma
[online]. available from http://emedicine.medscape.com/article/391742-
overview.
11. Waugh,Anne, Allison Grant. 2001. Anatomi and Physiology in Health and
Illness. New York : Churcill Livingstone. p. 388-392
12. Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Penerbit
Erlangga. p. 205-206

28
13. Herring, William. 2007. Learning Radiology : recognizing the basic /
William Harring 1th ed [online]. Available from
http://www.learningradiology.com. Diakses tanggal 4 November 2009
14. Rajkumar, S. Vincent, Robert A. Kyle. 2005. Multiple Myeloma :
Diagnosis and Treatment [online]. Mayo Clin Proc. 2005;80(10):1371-
1382
15. Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas. 2009. Multiple Myeloma [online].
Available from http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview.
16. Kumar,Vinay, Ramzi S. Cotran, Stanley R. Robbin. 2008. Robbins Buku
Ajar Patologi edisi 7. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hlm. 481-484
17. Eisenberg, Ronal L., Nancy M. Johnson. 2000. Comprehensive
Radiographic Pathology. New York : Mosby Elsevier. Hlm135-136

29

Anda mungkin juga menyukai